Victim 3

[Play] Victim

Satu Tahun Lalu, Hari Ketiga di Musim Panas 2014.

 

“Kamu yakin bisa menyetir?” Jinri menatap Sehun dengan cemas.

“Tentu saja!” Sehun menangkap kunci mobil yang di lempar oleh Jongin.

“Tapi–“

Babe, kamu tau kan Oh Sehun bisa melakukan semua hal –kecuaoi belajar dengan baik?” Jongin merangkul bahu Jinri, menuntun gadis itu ke pintu belakang mobil sebelum Sehun sempat memukul kepalanya.

“Dia bahkan belum punya SIM, Jongin.”

“Siapa sih yang benar-benar punya SIM sekarang ini?” Jongin bertanya, membuka pintu belakang sambil membungkuk, “silahkan masuk, tuan putri.”

Jinri tertawa lalu masuk ke dalam tempat duduk di bagian belakang diiringi Jongin yang menutup pintunya. Jinri melihat ke empat temannya yang lain sudah masuk di dalam mobil. Soojung, Suzy, Jiyoung, dan Sehun. Eh, Jiyoung?

“Jiyoung duduk di depan?”

“Ya, karena Suzy harus membantuku memasang make-up.” Soojung di kursi tengah menjawab sambil mengaplikasikan foundation (yang Jinri yakin adalah hasil mencuri dari kamar Suyeon -kakak Soojung) ke wajahnya.

“Aku bertaruh sepuluh dollar kalau Soojung akan terlihat seperti tante-tante Gangnam nanti.” Jongin berbisik pada Jinri.

“Dan aku bertaruh dua puluh dollar kalau Suzy akan mendapat pukulan di wajahnya dari Soojung.”

Jinri dan Jongin tertawa keras, sebelum akhirnya berhenti saat Suzy melemparkan dua botol BB cream  pada mereka.

“Kamu sudah bicara pada kakakmu?” Jinri bertanya dengan suara kecil.

“Tidak juga, aku merengek pada Ayah dan Ayah yang meminta Sunggyu hyung untuk meminjamkan salah satu mobilnya. Ini bagus, kan? Hyundai hitam ini keluaran 2012. Masih sangat baru.” Jongin memandangi mobilnya dengan mata berkilau, “aku ingin segera kuliah agar Ayah mau membelikanku mobil.”

“Ya, bagus.” Jinri menjawab sambil menguap, (apa sih bagusnya? Toh semua mobil terlihat sama saja. Yang penting kan bisa di tumpangi.) “Jongin aku mengantuk, bangunkan aku jika sudah sampai.”

Jongin mengangguk, memberikan bahunya untuk disandari. Dan Jinri sudah pergi ke alam mimpi di saat Sehun mulai menjalankan mobil.

 

*****

 

Sunggyu tiba di rumah pukul lima sore, dan disambut dengan empat remaja yang sedang duduk di sofa ruang tamu dengan pandangan kosong.

“Kalian semua menungguku?”

Hyung!” Jongin yang pertama kali sadar, bangkit untuk mendudukan Sunggyu ke salah satu sofa. “Kang Jiyoung hilang.”

“Teman sekamar Jinri itu? Kalian belum menemukannya juga?” Sunggyu bertanya heran, melonggarkan dasi yang dipakainya (tangan Jinri terasa gatal untuk membantu Sunggyu melepaskan dasinya.)

“Bukan begitu, Jiyoung tampaknya tidak pulang sejak kemarin. Kami ingin melapor pada polisi tapi...” Jongin melirik Myungsoo yang masih memiliki pandangan kosong.

“Tapi Kim Myungsoo melarang kami karena Jiyoung belum hilang selama dua puluh empat jam.” Jinri melanjutkan.

“Myungsoo benar, kita baru bisa melaporkan orang hilang setelah dua puluh empat jam.” Sunggyu mengangguk, mengambil telepon genggamnya dari kantong. “Tapi aku punya teman di pusat keamanan pantai, aku akan meminta bantuannya untuk mencari Jiyoung.”

Jinri mengangguk, sesekali mencuri pandang pada Sunggyu. Cowok ini memang tidak memiliki wajah seluar biasa Myungsoo, tapi dia seribu kali lebih baik dari pada adiknya ini (Jinri melirik Myungsoo yang hanya memandangi meja kaca di hadapan mereka). Dia mengobati Sehun, membantu mencari Jiyoung dan mau mengantar Suzy ke– tunggu, mana Suzy?

“Mana Suzy?”

“Dia akan menginap di rumah sakit malam ini. Suzy tampak sangat khawatir”

“Dan mereka selalu bilang kalau mereka hanya teman.” Jongin tertawa.

“Seperti kamu dan Jinri?”

 

“Kami. Benar. Benar. Hanya. Teman.” Jinri menekankan setiap kata, melotot pada Sunggyu yang masih asik menyendok nasi goreng kimchi-nya. Setelah menuduh mereka yang bukan-bukan tadi, Sunggyu langsung mengajak mereka semua makan di restoran pinggir pantai tanpa mendengarkan penjelasan Jinri.

“Aku tidak pernah melihat mantan yang masih berteman sedekat kalian.” Sunggyu mengambil daging di piring Myungsoo yang bukannya marah, justru memberikan lebih banyak daging pada Sunggyu (Myungsoo memang kasar dan menyebalkan pada mereka, tapi dia berubah menjadi anak baik dan patuh pada kakaknya, seperti anak anjing; Jinri mendengus.)

“Apa salahnya berteman dekat?” Jinri bertanya, melirik Soojung yang bahkan tidak menyentuh ikan bakarnya sedikitpun. Ah, dia pasti ikut berpikiran macam-macam. Ini semua karena Sunggyu.

“Tidak ada, ta–“ perkataan Sunggyu di potong oleh Jongin yang terlihat bosan.

Hyung, Jinri sungguh menyukaimu.”

Dan Sunggyu berhenti bicara, memandangi nasi gorengnya yang hampir habis. Ugh, jangan begitu dong. Jinri seharusnya mengeluarkan kalimat protes, atau apapun agar Sunggyu tau Jongin hanya bercanda, tapi entah kenapa mulutnya seolah kaku dan Jinri tidak berhasil mengatakan apapun. Jadi Jinri hanya diam, berharap ada seseorang yang tertawa atau menimpali perkataan Jongin.

Walau nyatanya tidak ada, tidak ada satupun yang bicara, bahkan saat Jongin dan Soojung keluar terlebih dahulu, meninggalkan Jinri dan Sunggyu juga Myungsoo dalam keheningan.

Dan Jinri tidak suka ini, dia benci keheningan, apalagi jika itu semua karenanya, jadi dia mulai bicara;

“Sunggyu, aku...”

“Jangan menyukaiku, Jinri.” Lalu Sunggyu bangkit, pergi menuju kasir untuk membayar makanan mereka, menyisakan Jinri dan Myungsoo di sana. Jinri terdiam, melirik Myungsoo yang hanya menatapnya dengan pandangan aneh yang masih tidak dia mengerti.

 

Saat Jinri keluar dari restoran, Soojung sudah berdiri di depan pintu. (Bukannya tadi Soojung dan Jongin keluar bersama? Jinri memandang Soojung heran.)

“Jinri, ayo kita bicara.”

Jinri mengangguk dan membiarkan0 Soojung membawanya menuju sebuah menara suar di pinggir pantai.

“Kamu mau naik ke atas?”

Jinri benci ketinggian dan menara ini mengingatkan Jinri pada menara di film The Ring (Jinri juga benci film horor tapi Jongin memaksanya menonton film itu di bioskop dengan harapan rahasia mendapat pelukan gratis –Jongin memang dapat pelukan gratisnya, dengan bonus satu pukulan di wajah begitu Jinri tau harapan rahasia Jongin.) Tapi Jinri tidak sempat menolak karena Soojung sudah menarik tangannya menaiki tangga besi yang berbunyi setiap kali Jinri menginjakan kaki.

Pemandangan indah pantai sore Busan dari atas menara memang menakjubkan, tapi Jinri tidak yakin dia mau menaiki menara ini untuk yang kedua kalinya. Soojung melepaskan tangan Jinri begitu mereka tiba di atas, jadi Jinri hanya bersandar sambil menempelkan tangannya pada pegangan tangga karena berada ketinggoan sekian puluh meter sungguh membuat kepalanya pusing.

“Jinri, apa kamu masih menyukai Jongin?”

Dan Jinri ingin tertawa terbahak-bahak andai saja dia tidak berada di atas sini. 

“Tidak, tentu saja. Kamu membawaku kemari untuk membicarakan itu?”

Mata Jinri mengikuti Soojung yang berjalan mendekati pintu tanpa pengaman di sebelah kanan menara, (bagaimana bisa anak ini tidak merasa takut sama sekali?)

“Tapi aku rasa tidak begitu.” Soojung menyandarkan dirinya di sebelah pintu. (ugh, Jung disana sangat berbahaya.)

“Apa maksudmu?” Jinri akhirnya tertawa, walau wajah Soojung masih sangat serius jadi Jinri berhenti dan menghembuskan nafas, lebih baik beritahu Soojung yang sebenarnya. “Kamu tidak dengar pernyataan Jongin tadi? Aku suka Kim Sunggyu.”

Soojung mengangguk, berbalik melihat pemandangan pantai dari pintu (sungguh, Jinri bisa melihat jelas pemandangan pantai dari tempatnya berdiri sekarang, apa Soojung perlu melihat dari sedekat itu? –dan ngomong-ngomong, apa ada masalah di telinga Jinri atau memang terdengar bunyi aneh disini?), “kalau begitu Jongin lah yang masih menyukai kamu.”

“Oh, ayolah. Kita semua tau Jongin menyukaimu.” Dan Jinri mendengarnya lagi, suara aneh itu. Seperti bunyi batu yang retak. “j-jung, lebih baik kita segera turun.”

“Tidak, dia menyukaimu Jinri. Dia masih menyukaimu.” Soojung menghentakan kakinya kesal, bunyi itu kembali terdengar, Jinri mulai merasa takut, tapi dia memaksakan kakinya untuk mendekat pada Soojung.

“Soojung–“

“Jongin masih menyukaimu Jinri, dia –AH!” dan lantai yang dipijak Soojung pecah, beruntung Jinri berhasil meraih tangan kanan Soojung sebelum gadis itu ikut terjatuh.

, pegang erat tanganku.” Jinri mencoba mengangkat Soojung, tapi tangan kanannya yang bergetar dan hampir tanpa tenaga tidak bisa melakukan itu. Jadi Jinri mengambil telepon genggamnya dengan tangan kiri dan mengirimkan pesan pada Sunggyu agar segera mendatanginya (Jinri masih belum mau menemui Sunggyu setelah kejadian tadi, tapi ini masalah hidup dan mati).

“Jinri, Jongin benar-benar masih menyukaimu, kamu tau?”

Jinri melotot pada Soojung yang tampak mau menangis. Dia berada di ujung maut dan masih memikirkan masalah bodoh itu? “Jung, berhenti bicara mengenai ini.”

“Aku dan Jongin berpacaran.”

Jinri mendengus, yeah, beritau sesuatu yang aku tidak tau. Walau dengusannya berubah menjadi senyum lebar begitu melihat Sunggyu, Myungsoo –dan Jongin yang berlari mendekat.

“Kami mulai berpacaran seminggu sebelum kalian putus.”

Soojung menyeringai melihat wajah Jinri yang berubah kosong, (jadi itu sebab Jongin mengakhiri hubungan mereka? Karena Soojung?) Tubuh Jinri bergetar marah, dan dia selalu percaya pada semua yang dikatakan Soojung. Bukankah mereka sahabat dekat? Kenapa Soojung melakukan hal ini?

Sesuatu dalam dirinya seolah ingin melepaskan tangan Soojung, tapi sesuatu yang lain memaksanya untuk tetap menggenggam erat. Jinri selalu membenci sahabat yang bertengkar karena satu pria, dan mereka sudah berteman selama lebih dari tiga tahun, apa Jinri mau mengakhiri itu semua karena Jongin yang bahkan tidak dia sukai lagi?

Jinri melihat Jongin dan Myungsoo yang segera naik ke menara sementara Sunggyu berjaga di bawah.

Oh, benar. Jinri sudah tidak menyukai Jongin lagi. Masa bodoh siapa yang Jongin kencani sekarang. Mengenai Soojung, dia mungkin akan marah sebentar nanti, lalu mereka akan baikan lagi, seperti biasanya.

“Tidak apa-apa.” Jinri tersenyum kecil, “pegang tanganku lebih erat, Jung.”

“Dasar bodoh.” Dan Soojung melepaskan pegangan tangannya, jatuh menuju tanah berpasir putih di bawah sana. Jinri berteriak, tapi dia sendiri seolah tidak bisa mendengar suaranya.

Jongin dan Myungsoo tiba di atas saat Jinri berhenti berteriak, tenggorokannya terasa sakit dan serak. Jinri berdiri, Jongin mendekat untuk memeluknya tapi Jinri berjalan menuju Myungsoo, menyandarkan tubuhnya yang masih bergetar ke pada Myungsoo yang hanya mengelus kepalanya. “Semua akan baik-baik saja, Jinri.”

Jinri mengangguk, membenamkan kepalanya ke dada Myungsoo, membiarkan kegelapan menguasainya. 

 

*****

 

Malam itu hujan deras, petir saling bersahutan dan jalan raya sangat licin. Tapi sebuah mobil berisi beberapa remaja sekolah menengah justru menambah kecepatannya. Seolah tidak mau kalah dengan bunyi musik rock yang mengaum dari radio.

Semua penumpang asik membicarakan pesta yang baru saja mereka hadiri, sesekali bercanda tanpa ada satupun yang benar-benar memperhatikan jalan, tidak juga remaja pria tujuh belas tahun yang berada di depan kemudi. Sampai akhirnya mobil berguncang hebat dan di hentikan mendadak.

Ke enam remaja di dalam sana saling berpandangan, wajah-wajah gembira mereka berubah menjadi pucat dan kekhawatiran.

“Jinri, kamu baik-baik saja?“ pria di belakang bertanya pada gadis di sebelahnya, gadis itu mengangguk.

“Ya, apa yang terjadi, Sehun?”

Sehun –remaja pria yang menyupir, menggeleng, memandang temannya dengan tatapan horror.

“Aku rasa–“

“Aku rasa Jinri mengalami shock yang hebat hingga membuatnya pingsan.” Ini suara Sunggyu, Jinri membuka matanya, mengerjap berkali-kali untuk menyesuaikannya dengan cahaya terang dari lampu. 

“Ak-rgh” dia mencoba bicara tapi tenggorokannya terasa sakit, tapi itu sudah cukup untuk membuat tiga pria yang ada disana mengalihkan perhatian mereka pada Jinri.

Sunggyu yang duduk di samping tempat tidurnya memberikan segelas air putih.

“Sudah baikan?”

Jinri mengangguk, baru ingin bertanya apa yang terjadi saat tiba-tiba dia teringat sesuatu, oh ya, Soojung. “Soojung?”

“Soojung tidak sadarkan diri saat dia jatuh, tapi masih bernafas tenang saja. Kaki kanannya mungkin patah, jadi aku membawanya ke rumah sakit.” Sunggyu melihat Jinri khawatir, “istirahatlah lagi, Jinri. Soojung akan baik-baik saja.”

“Jam?”

“Jam Sembilan.” Sunggyu menunjuk jam dinding di kamar, lalu berdiri. “Aku akan pergi ke rumah sakit untuk melihat Soojung dan membawakan baju milik Suzy, kamu ikut, Jongin?”

“Tidak.” Jongin yang bersandar di dinding kamar menggeleng, matanya menatap Jinri. Dan Jongin duduk di bangku samping tempat tidur saat Sunggyu keluar. Masih menatap Jinri walau dia tidak mengatakan apapun.

Jinri melihat Myungsoo yang duduk di meja rias sambil membaca komik. Apa yang dilakukan pria itu disini? Jinri mengangkat bahu, anggap saja Myungsoo tidak ada. Jadi Jinri mengalihkan pandangannya pada Jongin.

“Soojung memberitahuku hubungan kalian.”

“Tidak mengejutkan.” Jongin mengangguk tidak peduli.

“Dia bilang kalian mulai berkencan seminggu sebelum kita putus.”

Well itu...” Jongin terdiam, “...mengejutkan.”

Jinri mengangguk, memang mengejutkan, Jinri tidak pernah menyangka Jongin akan mengkhianatinya –paling tidak, tidak dengan sahabatnya sendiri.

“Tapi kami sudah putus, tadi sore.” Jongin menambahkan, “karena kamu.”

Jinri diam, dan Jongin tidak melanjutkan, sampai akhirnya Myungsoo yang sedari tadi duduk diam di depan meja rias tertawa terbahak-bahak.

“Dasar bodoh, kamu tidak bisa dengan mudah selingkuh dan putus, lalu berharap kembali lagi dengan mantan pacarmu.”

Jinri memandang Myungsoo heran, dia sedang bicara pada Jongin? Jinri melihat Jongin yang mengepalkan tangannya marah.

“Ups, apa aku mengganggu kalian? Lanjutkan saja bicaranya, aku akan kembali membaca komik ini.” Myungsoo memperlihatkan komiknya, komik itu memiliki gambar seorang pria dan wanita dengan huruf kanji yang tidak Jinri mengerti di sampul. “Kamu tau komik ini, Jinri? Judulnya Bokura Ga Ita*.” (* We Were There)

Jinri menggeleng, tidak bisa mengerti apa tujuan Myungoo.

“Cerita ini berkisah mengenai sepasang kekasih, Yano dan Nanami. Yano selingkuh dan mereka akhirnya putus. Tapi ternyata Yano masih mencintai Nana, dan berharap bisa kembali lagi padanya. Bukankah Yano sangat bodoh, Jinri?”

Jinri tersenyum kecil, mulai mengerti makna dari cerita Myungsoo. Dan tampaknya Jinri tidak satu-satunya, karena setelah Myungsoo selesai memberitahu ceritanya, Jongin berjalan pergi keluar kamar dengan tangan dikepal menahan emosi.

Pintu ditutup dengan keras tepat saat Myungsoo melanjutkan;

“Aku harap Nanami dan Yano tidak bersatu kembali.”

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
choramyun99 #1
Chapter 6: Woaaaaw such a dramatic and... Unpredictable storyyyyyyyyy


Meskipun in the end sulli gak berakhir dengan myungsoo but cerita ini mind blowing banget
hanieychoi #2
Chapter 6: Aku suka, dengan endingnya. tak sangka jinri bertukar menjadi peran antagonis. tapi aku suka dengan ending cerita ni. you did a great job author. Keep writing.

Aku pikir endingnya sulli sama jongin atau myungsoo.
doraemon27 #3
Chapter 6: endingnyaaaaah
gak nyangka banget, ternyata sulli nya psikopat,
good job author :)
vanilla133 #4
Chapter 6: Aku pikir jinri akhirnya sama jongin/myungsoo malah sebaliknya. Ya udhla yg penting jinriku tetap selamat,bahagia dan waras akhirnya.
tikook #5
Chapter 6: lumayan bikin jantung deg2an.. good job authornim..
aliceeuu #6
Chapter 6: The plot tho oh god. Ga nyangka ternyata bakal berakhir kayak gini. Aku pikir ya kalau ga myungsoo ya jongin yang bakal sama sulli, but nah. Anyway ceritanya seru banget, jarang banget aku baca cerita yang bertema kayak gini nih.
seiranti
#7
Chapter 6: The plots really twists^^ ga nyangka endingny jd ky ginih! I thought tht sulli yg plg waras d cerita ini, tiba2 berubah jd psikopat in the end of the story.. But still i prefer sull wth myungsoo^^hehee
babbychoi
#8
Chapter 6: Apasih kak? Jinrinya gila banget
Aduh myungsooku wkwkw
no-w-here
#9
Chapter 6: Endingnya ga terlalu buruk.. meskipun aku lebih suka jinri sama myungsoo/jongin. Hahahaha...
Well, kita semua pasti shok sm berita tgl 6 kmrn.. tapi ini lebih baik kan? Terutama buat Jinri..
Bikin cerita lagi ya thor.. jgn lupa the truthnya dilanjutin. :))
doraemon27 #10
Chapter 5: nooooo, please jangan jadiin ini endingnya. aku masih penasaran gimana endingnya. ayolah author dilanjut ceritanya please, :(