Victim 1

[Play] Victim

Tiga Hari Lalu, Hari Pertama di Musim Panas 2015.

 

“Aku tidak setuju.” Kang Jiyoung menggeleng, tidak menghiraukan tatapan memohon dari tiga lainnya, “dan aku yakin orang tua kalian juga tidak akan setuju.”

“Karena itu kami perlu kamu, mama mungkin tidak percaya padaku, –terlebih pada dua orang ini.” Suzy melirik Jinri dan Soojung (yang dengan setengah hati setuju pada perkataan Suzy), “tapi mama pasti percaya padamu.”

“Jadi aku hanya sekedar alasan agar di izin kan?” Jiyoung mendengus, harusnya aku sudah tau itu.

“Bukan hanya itu! Apa kamu tidak mau menghabiskan waktu bersama kami? Ini kali –pertama dan, terakhir kita liburan sebelum kita semua pergi ke universitas, Kang. Kamu yakin kita–“

“Baiklah.”

Jinri berhenti bicara, menatap Jiyoung dengan tidak percaya. “Apa?”

“Baiklah, hanya kita berempat.”

“Tapi villa ini milik Jongin, bagaimana bisa kita bermalam disana tanpa pemiliknya?” Soojung bertanya heran.

“Jongin kan laki-laki, Jung.”

“Lalu kenapa? Bukannya kita akan bermalam di kamar yang sama, villa itu punya sekitar…” Soojung melirik Jinri, “berapa kamar?”

“Enam kamar belum termasuk kamar pembantu. Dan lagi tidak hanya Jongin dan Sehun yang akan ikut. Ada juga kakak Jongin yang sudah bekerja, aku pastikan Suzy dan Soojung tidak akan melakukan apa-apa.” Jinri berkata, lalu memegangi kepalanya yang terasa perih karena pukulan Suzy dan Soojung –“apa maksudmu kami tidak akan melakukan apa-apa?”

 “Tapi…” Jiyoung memandang Jinri ragu, lalu akhirnya mengangguk. “…oke, lagipula kapan lagi kita bisa berlibur di villa mewah dengan cuma-cuma, kan?”

“Tentu saja! Kita berkumpul di depan apartemen Jongin tiga hari lagi.” Jinri merangkul Jiyoung, sementara dua temannya yang lain sibuk menelpon Jongin dan Sehun (dan Jinri bersumpah dia bisa mendengar Soojung memanggil Jongin; sayang).

“Bukankah Soojung bilang dia dan Jongin hanya berteman?” Jiyoung bertanya pada Jinri yang mengangkat bahu, (lagipula Jinri terlalu sibuk memikirkan baju apa saja yang akan dia bawa untuk liburan daripada memikirkan hubungan percintaan temannya.)

 

*****

 

“Lari, Choi!”

Apa dia pikir aku sedang berjalan? Jinri menggerutu, menyeret koper merah tuanya sambil berlari kecil menuju Jongin yang berdiri dengan tangan di lipat di sebelah mobil Hyundai hi– tunggu dulu, Jinri mendadak berhenti, mengamati mobil di sebelah Jongin. Hyundai type i30 5 berwarna hitam tahun 2012. Kenapa Jongin memakai mobil ini? Jinri merasakan dirinya menggigil, tidak menyadari Jongin yang sudah berada dihadapannya dengan wajah kesal.

“Koper ini tidak seberat itu untuk membuatmu berhenti.” Jongin menggeleng, menarik koper merah Jinri menuju mobil.

“Kenapa kamu pakai mobil ini?”

Jongin terlihat membeku, tapi dia segera berbalik dengan senyum lebar ke arah Jinri, “Hyung yang meminjamkannya, apa ada yang salah dengan mobil ini?”

Jinri terdiam, lalu akhirnya menggeleng dan ikut tersenyum lebar.

“Tentu tidak, ayo pergi.”

 

Jongin membuka pintu belakang sambil membungkuk. “Tempat duduk untuk princess Choi.”

“Kamu harus berhenti melakukan itu atau Soojung akan cemburu.” Jinri tertawa, masuk ke dalam tempat duduk paling belakang yang sudah berisi Jiyoung. “Oh, entah kenapa aku sudah menduga hal ini.”

“Apa?”

“Tempat duduknya.” Jinri menunjuk pada dirinya dan Jiyoung di kursi belakang, lalu Suzy dan Sehun di bagian tengah, dan Soojung di depan dengan Jongin yang bertugas untuk mengendarai mobil. “Supir kita adalah Jongin?”

Of course. Kamu tidak mau Sehun yang menyupir kan?”

Jongin tertawa, kemudian  menutup mulutnya begitu sadar tidak ada satupun yang tertawa di mobil itu. Ugh, dia kelepasan lagi. Jongin melihat Soojung yang hanya menatap lurus ke depan, gadis ini terlalu serius. Jongin menggeleng, melirik Jinri dari kaca spion depan untuk membantunya. Jinri menggeleng pelan, tapi akhirnya mengangguk pasrah.

“Uh, hahaha. Tentu tidak, Kim.” Jinri tertawa paksa, “bagaimana kalau kita segera pergi? Aku sudah tidak sabar ingin pergi ke villa.

“Kau hanya tidak sabar ingin bertemu Hyung.” Jongin membalas sambil menjalankan mobil, tersenyum usil saat mendengar erangan Jinri di belakang –“ini yang namanya air susu di balas air tuba”

“Jinri menyukai kakakmu?” Suzy di belakang terlihat tertarik. “Yang mana? Yang masih kuliah itu?”

“Tidak, kakakku yang pertama. Dokter bedah di rumah sakit Haeundae.”

Heol, aku tidak tau kamu suka pria tua.” Suzy menggeleng, tidak menghiraukan seruan; “Hey dia tidak setua itu, dan aku tidak menyukainya, oke?” dari Jinri.

“Menurutmu dari mana Jinri tau semua info tentang rumah lama Jongin?” Soojung tertawa.

“Oh, benar juga.” Suzy mengangguk, “Jadi Jinri menyukai kakak mantan pacarnya? Mungkin ini makna istilah turun ranjang.”

“Sebenarnya Naik Ranjang lebih tepat.”

“Aku benci kalian semua.” Jinri mengerang,  melotot pada Jongin melalui kaca spion depan. Jika pandangan matanya bisa membunuh, maka bekas pacarnya ini pasti sudah mati sekarang. (“Yang benar itu mantan Choi, apa kamu pikir aku barang?” Jongin akan selalu protes setiap kali Jinri memanggilnya bekas pacar.)

Jinri rasa ini lucu bagaimana dia dan Jongin bisa bersahabat setelah putus (dengan cara yang tidak bisa di bilang baik-baik). Saat itu beberapa hari sebelum ulangan semester satu, tepat pada hari jadi mereka yang pertama saat Jongin membawa Jinri ke belakang sekolah dan berkata “Ayo kita putus” tanpa benar-benar menyatakan alasannya (dan sampai saat ini pun Jinri masih tidak mengerti, mereka berhubungan dengan baik dan jarang bertengkar. Kenapa Jongin mau menghentikan hubungan mereka?). Setelah itu Jongin pergi tanpa berkata apapun, meninggalkan Jinri yang masih terlalu kaget untuk bicara.

Jinri pikir mereka sungguh berhenti berhubungan, dan Jinri sangat tidak menyangka ke esokan harinya Jongin sudah berada di depan rumah, dengan dua puluh sembilan tangkai bunga iris (yang setelah Jinri cari di internet memiliki makna; persahabatan dan kepercayaan) sambil berteriak berkali-kali, “Jinri ayo jadi sahabat selamanya!” –dan Jinri segera mengiyakan dengan harapan Jongin berhenti berteriak atau seluruh tetangga akan mendatangi rumahnya.

Dan Jinri rasa, Jongin memang seribu kali lebih baik sebagai sahabatnya dari pada pacar. Jinri melirik Jongin yang masih asik tertawa sambil bercanda mengenai Jinri dan kakaknya. Ugh, aku tarik kembali perkataan mengenai Jongin yang lebih baik sebagai sahabat.

Dia tidak sesuka itu pada kakak Jongin, oke? Tapi Kakak Jongin adalah teman yang menyenangkan, dan Jinri kebetulan pernah pergi ke villa –sekaligus rumah lama mereka bersama Kakak Jongin. Mereka hanya berlebihan, Jinri mendengus pada Jongin, Suzy, dan Soojung yang masih tertawa, lalu mengalihkan pandangannya pada dua orang yang sedari tadi hanya diam. Oh, kalau dipikir-pikir lagi, dia masih punya dua orang ini.

“Ralat! Aku benci kalian semua kecuali Jiyoung dan Sehun.” Jinri merangkul Jiyoung dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya meraih bahu Sehun yang duduk di depan dengan tubuh membeku. Jinri melepaskan pegangannya, menatap Sehun dengan khawatir. Apa dia masih trauma?

“Hun, kamu tidak apa?”

Pertanyaan Jinri menghentikan tawa tiga orang lainnya.

“Ada apa dengannya?” Suzy memandang Sehun khawatir.

“Tubuhnya dingin.”

“Makan ini.” Jiyoung mengeluarkan tablet berwarna ungu dari dalam tasnya, “anti depressant.”

 “Kamu masih minum itu?” Jinri berbisik pada Jiyoung sementara Suzy membantu Sehun meminum obatnya.

“Kadang-kadang, ini semua melelahkan, Jinri.” Jiyoung membalas dengan suara lirih.

Dan Jinri tidak mencoba untuk menghentikan Jiyoung, karena dia juga merasa itu semua terlalu melelahkan. Jinri meraba botol kecil berisi obat anti depresi miliknya. Jinri juga masih memiliki benda ini, tapi Jiyoung tidak perlu tau itu.

 

Perjalanan selama kurang lebih satu jam itu dihabiskan dalam keheningan. Hanya terdengar suara Kim Jongwan dari Nell dan suara Jongin (juga terkadang Jinri) yang sesekali ikut bernyanyi –Jinri tau empat orang lainnya tidak suka Nell, tapi mereka tidak bisa protes karena hanya ada album Nell di dalam mobil ini (Kakak Jongin adalah penggemar maniak Nell, dan Jinri juga mengenal band musik ini darinya.)

Mereka tiba di dekat pantai Haeundae, Busan saat lagu The Day Before bermain di radio. (Jinri tidak mau mengakui ini, tapi dia beberapa kali melirik Jongin dari kaca spion depan sambil ikut menggumamkan lirik lagunya, How is the separation? Was it Just enough for you to endure since you were prepared for it?)

“Ini rumahmu?” Soojung bertanya kaget begitu Jongin memasuki sebuah villa besar berlantai dua tepat di pinggir pantai Haeundae. Villa  ini masih sama seperti saat terakhir Jinri datang kesana (sekitar tiga bulan lalu saat keluarganya pergi liburan ke pantai dan tidak sengaja bertemu Kakak Jongin –dan Jinri tidak bisa menahan dirinya dari memandangi setiap barang di rumah ini dengan tatapan kagum karena semuanya terlihat mahal.)

 

“Dulu, ya.” Jongin mengangguk, turun dari mobil dan meregangkan tubuhnya (“dia bahkan tidak menyetir selama itu.” Jinri mendengus.)

“Kenapa kamu pindah?”

(Karena pusat kota jauh lebih menyenangkan), “Karena pusat kota jauh lebih menyenangkan.”

Jinri tersenyum sambil menuruni mobil, Jongin selalu memberinya jawaban yang sama.

“Bagaimana dengan yang lain? Kakakmu yang satunya dan orang tuamu?”

(Ayah dan Ibu di seoul, sibuk bekerja. Kakaknya kuliah di pusat kota), “Ayah dan Ibuku sibuk bekerja di Seoul. Kakakku kuliah di pusat kota.”

Jinri membantu Jongin mengeluarkan koper dari bagasi.

“Kenapa kalian tidak tinggal bersama?”

(Karena dia tidak menyukai Jongin), “Lebih bebas tinggal sendiri.”

Oh, ini bukan jawaban yang sesungguhnya. Jinri menatap Jongin heran.

“Ada apa denganmu? Bawa ini.” Jongin menyerahkan koper merah tua Jinri, menghindari tatapan heran dari gadis itu. Well, Jongin pasti punya alasannya sendiri. Jinri mengangkat bahu, membawa kopernya naik ke teras lalu menekan bel rumah Jongin berkali-kali. Tidak ada jawaban.

“Mungkin Hyung belum pulang.”

Jinri melonjak kaget pada Jongin yang ternyata sudah ada di belakangnya bersama Sehun (sedang sibuk menyadarkan tiga temannya yang tampak mengantuk –mungkin lagu-lagu Nell terdengar seperti lullaby di telinga mereka.)

“Oh.” Jinri mengangguk, menunduk untuk meraba sesuatu di bawah keset selamat datang dan menemukan sebuah kunci berwarna emas. (“Ini rahasia, tapi aku selalu menyimpan satu kunci di bawah keset. Dengan begitu aku tidak akan pernah kehilangan dan ketinggalan kunci. Jenius bukan?” Sunggyu pernah memberitahu Jinri suatu hari.)

Hyung juga memberi tahumu letak kuncinya?” Jongin memandang takjub Jinri yang hanya mengangkat bahu.

 

Jinri menjatuhkan dirinya di atas tempat tidur ukuran king di kamar utama villa ini, memandang foto pria dan wanita paruh baya yang di pajang di sana; “paman bibi, aku pinjam kamarnya.”. (Ibu Jongin terlihat seperti carbon copy dari anaknya itu, dengan mata, hidung dan bibir yang hampir sama.) Jinri beruntung berhasil mendapatkan kamar utama di lantai dua ini tanpa banyak perlawanan (Jinri mengambil kamar ini saat teman-temannya terlalu sibuk mengagumi isi rumah Jongin. Satu-satunya yang tidak terima adalah Jongin alias pemilik rumah –tapi toh, Kakak Jongin sudah memberinya izin untuk menempati kamar ini saat mereka berkirim pesan kemarin.)

“Jinri, kamar ini luar biasa!” Jiyoung membuka pintu kaca menuju balkon yang berhadapan langsung dengan pantai.

“Ya, kamu harus bersyukur berhasil jadi teman sekamarku. Dapat kamar bagus dan selamat dari dua pasangan di lantai bawah.” Jinri tertawa. Jongin memilih untuk tidur di kamarnya sendiri, Suzy dan Soojung mendapat kamar tamu utama, dan Sehun kamar tamu lain yang semuanya berada di lantai satu.

“Apa kamu yakin ada sesuatu di antara mereka?” Jiyoung bertanya sambil memandang Jinri ragu.

“Dan kamu tidak?” Jinri tersenyum, seseorang pasti buta atau benar-benar bodoh jika mereka tidak menyadari ada sesuatu di antara mereka berempat. (Apalagi acara saling pandang Suzy dan Sehun bertahan untuk beberapa detik terlalu lama, dan Soojung –yang ngomong ngomong hampir tidak punya malu, selalu terlihat malu bila berada di dekat Jongin). Jiyoung jelas tidak buta apalagi bodoh (dia jauh dari kata itu), tapi kenapa dia tidak tau itu? Kecuali...

Jinri memandang curiga Jiyoung yang sedang memainkan telepon genggamnya di balkon,

....kecuali Jiyoung memang tidak sepandai kelihatannya, (Jinri tertawa kecil).

“Jongin mengajak kita pergi ke pantai, kamu ikut?”

“Pantai?” Jinri melirik jam dinding, pergi ke pantai pada pukul dua siang di musim panas tidak terdengar begitu menyenangkan (di sana panas dan dia perlu menghabiskan setengah botol sun-block atau kulitnya akan menjadi semerah udang rebus). “Tidak, aku mau tidur saja.”

“Oke.” Jiyoung mengangguk, menggantung dress yang dipakainya di depan lemari dan berganti dengan t-shirt belel dan jeans panjang di bawah lutut (Demi menjadi teman sekamar yang baik, Jinri harus menahan diri dari mengomentari selera pakaian Jiyoung dan lebih memilih untuk membenamkan kepalanya di bantal empuk orang tua Jongin).

“Aku pergi, Jinri!” Suara pintu di buka, “aku akan bangunkan jika Kakak Jongin datang!”

Ugh, aku seharusnya tidak mencoba menjadi teman sekamar yang baik.

 

*****

 

Malam itu hujan deras, petir saling bersahutan dan jalan raya sangat licin. Tapi sebuah mobil berisi beberapa remaja sekolah menengah justru menambah kecepatannya. Seolah tidak mau kalah dengan bunyi musik rock yang mengaum dari radio.

Semua penumpang asik membicarakan pesta yang baru saja mereka hadiri, sesekali bercanda tanpa ada satupun yang benar-benar memperhatikan jalan, tidak juga remaja pria tujuh belas tahun yang berada di depan kemudi. Sampai akhirnya mobil berguncang hebat dan–

, Jinri bangun!”

Jinri merasakan tubuhnya berguncang, mengerjapkan matanya yang masih kabur berkali-kali sampai akhirnya Jinri bisa melihat jelas seorang gadis yang mengguncang tubuhnya, “Jung?

Wake up, you sleepy head.

Dan Jinri benar-benar sadar sekarang. Soojung hanya melontarkan bahasa alien-nya bila dia sedang bingung, atau dalam bahaya. (Dan Soojung mengumpat, Soojung tidak biasanya mengumpat –paling tidak, tidak dengan wajah serius.)

“Ada apa?”

That- uh, ikut aku.” Soojung menarik tangan Jinri dari kamar dan menuruni tangga, berlari keluar rumah menuju gerombolan orang di tepi pantai.

Apa yang terjadi? Jinri berlari mengikuti Soojung, melihat Jiyoung sedang memeluk Suzy yang menangis di antara mereka. Jinri ingin mendekati Jiyoung, tapi Soojung menarik tangannya menembus gerombolan, mendekati mobil ambulan yang tadi tidak terlihat karena tertutup tubuh banyak orang.

Dan Jinri tiba disana, di depan pintu belakang ambulan yang terbuka lebar. Memperlihatkan Sehun yang terbaring tidak sadar di atas tempat tidur darurat, seorang pria berbaju putih dengan stetoskop sedang menyuntikkan sesuatu  ke tubuhnya, sementara seorang pria lagi sibuk memberi CPR.

Kakak-kakak Jongin, Jinri tau dia tidak seharusnya tersenyum, (tidak saat ini, dengan Sehun yang entah kenapa tidak sadarkan diri) tapi dia merasa bibirnya otomatis terangkat saat melihat pria berbaju putih itu (ini rahasia tapi Jinri suka pria dengan kemeja putih –atau mungkin dia hanya suka Kakak Jongin.)

“Aku tau kamu suka melihat Hyung.” Perkataan Jongin yang sedang bersandar di pinggir pintu ambulan membuat Jinri mendengus (karena dia tidak bisa mengelak.) “Tapi paling tidak cobalah untuk pura-pura sedih, Suzy menghabiskan dua kotak tisu tadi.”

Jinri melirik Jongin yang hanya tersenyum lelah, ah dia sedang mencoba mencairkan suasana. “Tolong jelaskan padaku apa yang terjadi?”

“Sehun tenggelam saat kami berenang tadi, itu yang terjadi.”

“Sehun? Tenggelam?” Oh Sehun adalah perenang yang hebat dan mereka semua tau itu. Jika ada orang yang mungkin tenggelam di antara mereka, itu pasti Jinri –bukannya Sehun.

“Aku duga ini Heart Arrhytmias.” Kakak Jongin bicara, melepaskan stetoskop dari telinganya. (Dan Jinri sungguh tidak mengerti apa itu Heart arrsdfghjkl –tapi Kakak Jongin terlihat lebih menarik saat dia bicara kata-kata rumit jadi Jinri hanya mengangguk.) “Biasa disebut aritmia jantung, kondisi detak jantung dengan ritme tidak normal. Entah apa yang terjadi sebelumnya, tapi detak jantung Oh Sehun tiba-tiba melemah saat berenang.”

“Apa itu berbahaya?”

“Bisa ya, bisa tidak. Aku akan membawa Sehun ke rumah sakit.”

Apa aku boleh i- “Aku mau ikut.”

Jinri mendecak, dia keduluan Jongin.

“Tidak perlu, kamu tunggu di rumah dan tenangkan yang lain. Lagi pula aku punya asisten disini.” Kakak Jongin menunjuk pada seorang pria yang tadi memberi CPR, Kakak Jongin yang nomor dua. (Jinri benar-benar tidak mau mengakatakan ini tapi-) wajahnya luar biasa tampan walau ekspresinya terlihat bosan. Jinri tidak tau dia juga akan datang, tapi tidak masalah, satu lagi penyegar mata untuk di lihat.

“Oke.” Jongin mengangguk, merangkul Soojung yang masih terlihat shock menuju ke villa. Jinri baru berniat untuk ikut mengekor di belakang saat Kakak Jongin memanggil namanya.

“Jinri, senang bertemu denganmu lagi.” Dan Kakak Jongin tersenyum, matanya hampir membentuk satu garis tipis yang membuat Jinri mau tidak mau ikut tersenyum (Ini mata favorite Jinri, Jinri heran kenapa Jongin dan kakaknya memiliki mata yang berbeda.)

“Senang bertemu denganmu juga, Sunggyu.”

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
choramyun99 #1
Chapter 6: Woaaaaw such a dramatic and... Unpredictable storyyyyyyyyy


Meskipun in the end sulli gak berakhir dengan myungsoo but cerita ini mind blowing banget
hanieychoi #2
Chapter 6: Aku suka, dengan endingnya. tak sangka jinri bertukar menjadi peran antagonis. tapi aku suka dengan ending cerita ni. you did a great job author. Keep writing.

Aku pikir endingnya sulli sama jongin atau myungsoo.
doraemon27 #3
Chapter 6: endingnyaaaaah
gak nyangka banget, ternyata sulli nya psikopat,
good job author :)
vanilla133 #4
Chapter 6: Aku pikir jinri akhirnya sama jongin/myungsoo malah sebaliknya. Ya udhla yg penting jinriku tetap selamat,bahagia dan waras akhirnya.
tikook #5
Chapter 6: lumayan bikin jantung deg2an.. good job authornim..
aliceeuu #6
Chapter 6: The plot tho oh god. Ga nyangka ternyata bakal berakhir kayak gini. Aku pikir ya kalau ga myungsoo ya jongin yang bakal sama sulli, but nah. Anyway ceritanya seru banget, jarang banget aku baca cerita yang bertema kayak gini nih.
seiranti
#7
Chapter 6: The plots really twists^^ ga nyangka endingny jd ky ginih! I thought tht sulli yg plg waras d cerita ini, tiba2 berubah jd psikopat in the end of the story.. But still i prefer sull wth myungsoo^^hehee
babbychoi
#8
Chapter 6: Apasih kak? Jinrinya gila banget
Aduh myungsooku wkwkw
no-w-here
#9
Chapter 6: Endingnya ga terlalu buruk.. meskipun aku lebih suka jinri sama myungsoo/jongin. Hahahaha...
Well, kita semua pasti shok sm berita tgl 6 kmrn.. tapi ini lebih baik kan? Terutama buat Jinri..
Bikin cerita lagi ya thor.. jgn lupa the truthnya dilanjutin. :))
doraemon27 #10
Chapter 5: nooooo, please jangan jadiin ini endingnya. aku masih penasaran gimana endingnya. ayolah author dilanjut ceritanya please, :(