# 3

Random

[CHAE JI AHN]

 

  1. Itu adalah kata pertama yang terlintas di otakku ketika kupijakkan kaki keluar dari bagian embarkasi. Mendorong trolly berisi lima koper yang akan menemaniku selama di Korea dan yang menyambutku adalah, teriakan riuh gadis-gadis di bagian kedatangan internasional. Apa ini? Apa mereka sedang terkena sengatan listrik masal? Atau –

Kuturunkan sedikit kacamata hitamku demi memberi penglihatan yang lebih jelas terhadap sekelilingku.Mungkin ada idol yang satu penerbangan denganku dan para fangirl ini datang untuk menjemput mereka, benar? Tapi, sebanyak apapun kusapukan pandanganku ke segala arah, aku tak menemukan tanda-tanda idol di manapun. Tak ada.

Sudahlah, persetan dengan itu semua. Ada hal yang lebih penting yang harus kutemukan selain pertanda kehadiran idol. Itu adalah, orang itu. Orang aneh dengan kacamata hitam dan masker menutup separuh wajahnya di sudut sana. Orang aneh yang mengundang hak sepatuku ber-tak-tok-ria ke arahnya.

Bisa kurasakan ujung bibirku mengembang melihat banner di tangan lelaki di sampingnya. ‘I miss you, Miss Jean. Badly!’ Ya, tentu saja aku yang menyuruhnya menulis begitu. Hahaha...

“Seingat saya, saya tak meminta orang lain untuk memegang banner ini. But you, Yong Junhyung.” Mengendik bahunya sekilas menjawab sebelah alisku yang terangkat ketika trolly-ku berhenti di hadapannya. Oh Tuhan, dia masih menyebalkan.

Well, welcome back, Miss Jean.” Merentang tangannya di hadapanku, menarikku begitu saja ke dalam pelukan hangatnya. Ya, dia tak sepenuhnya menyebalkan memang. Masih hangat seperti dulu.

Tunggu – kurasa ini lebih seperti panas daripada hangat. Teriakan gadis-gadis itu menggila ketika kami berpelukan. Apa artinya ini?

“Saya tak tahu apa pekerjaan Yongjun Oppa sebenarnya. Tapi, apa anda yakin kita bisa keluar dari sini dengan selamat?” Bisikku khawatir ketika pelukan kami terlepas. Sungguh, aku benar-benar tak mau mengorbankan hidupku untuk fangirls gila itu. Tolonglah, aku datang kemari untuk hidup yang lebih baik.

“Tenang saja, kau bisa mengandalkanku.” Entahlah, aku tak bisa melihat bibir di balik masker hitam itu. Tapi, aku yakin dia sedang melengkungkan senyum di dalam sana ketika tangan besarnya menepuk ujung kepalaku.

“Yoongi, tolong bawakan barang-barang Jiahn.”

“Ya, Hyung.

Hanya dengan satu anggukan, dan lelaki pucat itu sudah melangkahkan kaki pendeknya ke belakang trolly-ku, siap mendorong barang-barang Jiahn. Jiahn ya? Nama itu, sudah lama aku tak mendengarnya di sebut.

Tapi, Yongjun benar. Aku akan hidup di Korea mulai sekarang, dan harus memakai nama itu. Chae Jiahn. Bukankah nama yang terdengar cantik? Bahkan kadang kurasa terlalu cantik untukku.

“Ayo pulang, sampai kapan kau akan berdiri di sini?” Dirangkulnya bahuku, menarikku tanpa memberikan pilihan lain selain mengikuti langkahnya dengan anggukan kecil. Mengobarkan api cemburu para fangirl di sekitar kami.

Sungguh, aku benar-benar tak tahu apa yang dilakukan pamanku ini sebenarnya. Tapi, sepertinya hidupku di Korea tak akan setenang yang kubayangkan.

-

-

-

What are you doing exactly, Yongjun?” Kuenyakkan tubuhku di sampingnya yang sudah siap di belakang kemudi. Sementara lelaki pucat yang sebelumnya sudah duduk di belakang, bersama boneka beruang besar kesayanganku di sana. Oh, kuharap dia tak tertidur dan meneteskan air liurnya di sana.

“Aku? Aku hanya menjemputmu.” Sekali lagi bahunya mengendik acuh seraya menghidupkan mesin, bersiap untuk meluncur jauh dari tempat berisik ini. Tetap saja, aku bersyukur gadis-gadis gila itu tak mengikuti kami sampai mobil.

“Tapi membuat puluhan gadis berkumpul dan berteriak seperti itu, there must be a reason. Right?”

“You know, your uncle is just too cool. They can’t resist.” Apa? Apa yang baru kudengar ini?

Oh Tuhan, apa kepalanya baru saja membentur benda keras? Apakah ada trauma? Atau, telingaku yang terlalu kaget dengan keributan yang sebelumnya sehingga mengalami gangguan pendengaran?

They should be throwing you into a fire instead of screaming then.” Kuempaskan punggungku pada sandaran seraya memutar bola mataku kesal, sementara tawa ringan seorang lelaki di belakang kemudi menguar begitu saja bersamaan dengan tangannya yang melepaskan masker.

Bahkan menutupi wajahnya sedemikian rupa hanya untuk menjemputku, mungkin pamanku yang satu ini memang orang yang cukup dikenal?

Ah, hampir saja aku lupa. Yoongi-ya, ini Jiahn yang baru saja datang dari Amerika.” Yoongi? Oh. Lelaki itu? Aku hampir saja melupakan kehadirannya. “Jiahn, dia Yoongi. Karyawan terbaikku. Kau bisa menyebutnya setara dengan sekertaris pribadi.”

“Jadi aku bukan iblis yang membuat kontrak denganmu, Hyung?”

Oh! Itu benar, dia hanya diam di sana tanpa memberikan pertanda apapun sampai anda memerintahkan sesuatu. Dia lebih mirip iblis yang anda manfaatkan, Yongjun.” Kuakui aku harus setuju dengan lelaki pucat itu kali ini. Dia bahkan sangat pucat dan memakai baju hitam-hitam dari atas ke bawah. Penampilannya saja sudah bisa dihitung seperti kawanan Sebastian*.

“Haruskah aku tersanjung dengan itu, Jiahn-ssi?”

Kusempatkan memutar tubuhku ke arahnya hanya untuk menganggukkan kepala seraya mengacungkan ibu jari ke arahnya. Membuatnya menggumamkan satu kata “Terimakasih.” Dengan cara yang benar-benar manis – memutar bola mata dan menghela nafas pasrah.

Yaa! Dia lebih tua darimu. Kau juga harus memanggilnya Oppa, seperti kau memanggilku. Mengerti?” Kembali suara Yongjun membawa perhatianku ke arahnya. Oh kau benar, dia sedang mulai berceloteh tentang tata-krama-orang-Korea sekarang.

“Memanggil Yongjun Oppa karena dipanggil Samchon oleh gadis 20 tahun akan membuat anda terlihat terlalu tua, tidak boleh mengumpat di depan umum, lebih banyak memakai bahasa Korea daripada bahasa Inggris, juga berbicara dengan bahasa formal dan sopan di depan orang asing.” Lancar peraturan-peraturan konyol yang sebelumnya memenuhi layar ponselku itu meluncur indah dari bibirku. Benar-benar konyol.

I’m not 5, Yongjun.” Kualihkan pandanganku ke arahnya, mendapati kepalanya yang mengangguk ringan, “And It’s not like I can talking informally in Korean. You know that right?”

Ya, kalian tak salah. Aku tak lancar berbicara informal dalam bahasa Korea. Satu-satunya yang kupelajari secara baik-baik adalah bahasa formal. Untuk bahasa informal –

“Kau benar-benar tak bisa berbicara banmal, Jiahn-ssi?” Suara heran itu terdengar dari belakang mobil, membuatku menengokkan kepala ke arahnya demi melihat mata kecilnya yang membola. Berlebihan. “Pantas saja kau berbicara seperti sedang berpidato sejak tadi.”

“Yongjun, sekertaris pribadi anda ini sudah bosan dengan pekerjaannya sepertinya.”

“Tentu saja bukan begitu. Sorry, okay?” Menguar tawa kecilnya bersamaan dengan tawa Yongjun. Menyebalkan. Dia benar-benar menyebalkan. Mereka sungguh menyebalkan!

 

*)Iblis yang menjadi pelayan Ciel Phantomhive di anime Black Butler.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet