Caramel Melt

Description

"Come on, don't be childish", Yoongi memeluk boneka kuda nil putih besar yang kudorongkan kasar padanya lalu melemparkannya ke sofa.

Mataku sedikit sembab, hanya sedikit, aku tidak bisa menangis, tapi amarah membludak di dadaku. Aku merasa konyol baru mengetahui dengan siapa selama ini aku hidup. Kupikir Yoongi adalah seorang produser musik bertalenta yang lagunya banyak diminati penyanyi muda yang baru memasuki masa pubertasnya. Ternyata dia hanyalah atlet basket nasional yang gagal bermain di liga karena terlibat perkelahian memperebutkan seorang wanita dengan rekan setimnya yang kemudian banting setir, entah bagaimana ceritanya, ke bidang musik. Pria ini, yang selama ini berbagi atap sampai berbagi bathtub denganku selama 3 tahun, kini dia ada di mana pun, di koran, di TV, di internet, di mana pun, karena si rival baru saja menceritakan dengan gamblang pada media siapa mereka sebenarnya. Aku muak, aku benci basket, aku benci pria yang kasar, aku benci popularitas, aku benci masa lalu. Ya. Aku benci masa lalu. Bagaimana jika wanita itu datang lagi? Tidak, bagaimana jika sebenarnya wanita itu tidak pernah ke mana-mana, tetap di hati Yoongi selama ini? Ini buruk. Jadi aku memilih untuk meninggalkan Yoongi. 

"Kau mau ke mana? Ini rumahmu, aku yang menumpang tinggal di sini... Tunggulah sampai laguku terjual lagi, aku akan melunasi cicilannya dan menikahimu", kali ini Yoongi melunakkan suaranya. Dia berusaha meraih lenganku dan mengajakku duduk, tapi aku menampiknya.

"Aku mau menumpang di rumah Hoseok dulu, aku perlu meredam emosiku-", aku menjawab dengan nada datar, berusaha tidak memperpanjang pertengkaran kami, tapi dia memotong kalimatku lagi.

"Nice!, dasar jalang!", dia menaikkan suaranya lagi lalu menghempaskan tubuhnya ke sofa di samping boneka kuda nil putih besar.

Aku meliriknya, menghentikan kegiatan berkemasku, dan menghampirinya dengan berkacak pinggang, "Apa kau bilang?!".

"Aku menjual laguku pada band Hoseok, dan lihat! dia dapat bonus meniduri pacarku", Yoongi menatapku sinis tanpa berganti posisi dari duduknya.

'Plak', mendaratlah tangan kananku di pipinya.

"Hoseok tidak pernah di rumahnya saat weekend, dia selalu tur. Lagipula ini bukan tentang aku dan Hoseok", ucapku sembari meraih jaketku dan mulai memakainya membelakanginya.

"Ok. Kau tau aku tidak akan mempertahankanmu jika kau mau pergi", dia masih bisa bicara, mungkin tamparanku tidak terlalu sakit, padahal tanganku terasa panas. Aku berbalik, menghentakkan sebelah kakiku.

"Yoongiii!", aku merajuk, merengek, aku menangis, dia selalu begitu, dia selalu bisa membuatku luluh justru dengan sikap acuhnya.

"Sini, sayang..", Yoongi menarikku duduk di hadapannya, dan melepas jaket yang baru kupakai.

"Itu cuma masa lalu..", Yoongi menyibak poniku, memberi eyesmile yang disusul pameran gigi dan gusinya. Persetan dengan wanita itu. Aku luluh.

"Cium aku", katanya. Aku mengecup bibir tipisnya yang dimonyongkan. Tangan kirinya meraba leherku, memaksanya memberi ciuman yang lebih hangat. Sementara tangan kanannya menggerayangi pinggangku, menyelinap melalui tank top ku. Raabaan tangannya semakin ke atas lalu 'tik' dibukanya pengait bra bercup D ku. Kuhentikan ciuman kami. Aku memandanginya, di tersenyum. 

"Kau mau  sebelum ke rumah Hoseok?", katanya sambil mengerling.

"Yoongi...aku ga jadi ke rumah Hoseok...", aku merajuk lalu menciumnya lagi.

Foreword

"Kau mau  sebelum ke rumah Hoseok?", kata Yoongi sambil mengerling.

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet