0.5

Fidélité
Please Subscribe to read the full chapter

♬ MBLAQ - Mirror

 

 

'Tampan.'

Sehun tersenyum angkuh sambil membenahi rambutnya di depan cermin. Ia kira di dalam kamar mandi itu hanya ada ia sendiri. Tapi tiba-tiba saja seseorang keluar dari salah satu bilik kamar mandi. Ia berjalan dan sekarang berdiri di sebelah Sehun. Sehun melirik dari kaca dan mempelajari wajah pria yang nyatanya terlihat lebih angkuh daripada dirinya. Tapi tidak lebih tinggi daripada tinggi tubuhnya.

Demi segala harga diri dan persetan lainnya, Sehun lalu membenahi tuksedo yang ia pakai tetap sambil sesekali melirik pria yang sedang mencuci tangan di sebelahnya.

'Belum bosan memperhatikan.' Baekhyun balas menatap Sehun melalui cermin. Bahasa Jepang yang lancar membuat Sehun hanya berdeham karena butuh beberapa detik mencerna arti bahasa Jepang itu.

'Aku tidak mengerti apa maksudmu.' balas Sehun juga menggunakan bahasa yang sama. Ia memilih berada di sana entah untuk bicara dengan pria asing yang sama-sama memakai sebuah tuksedo sepertinya atau kembali memperhatikan wajah orang asing itu.

'Pronounce-mu salah.' balas Baekhyun sambil mengeringkan tangannya dengan tisu. Ia kemudian berlalu dan menyeringai sendiri. Meninggalkan Sehun di dalam sana terkekeh tak percaya dengan perlakuan yang ia terima.

'Kurasa dia juga orang Korea.' gumam Sehun pada diri sendiri kemudian ikut keluar dari kamar mandi. 'Wajahnya seperti member boy band.'

'Kenapa?'

'Astaga!'

Sehun hampir memekik di tempatnya karena tiba-tiba melihat Baekhyun sedang melipat tangan dan bersandar pada dinding persis di dekat pintu keluar kamar mandi pria. Ia bahkan masih menyimpan seringaian itu di wajah imutnya.

'Benar kau orang Korea.' Sehun menggelengkan kepala terhibur sendiri setelah mendecakkan lidahnya.

'Tapi aku sudah berada di Jepang hampir seumur hidupku,'

Sehun hanya memberikan o-nya pada Baekhyun. Ia lalu membalas tatapan Baekhyun dengan mata memicing. Sesuatu menjanggal Sehun saat sadar mungkin pria ini menunggu dirinya.

'Aku berani bertaruh kalau kau itu... tertarik padaku.' tuding Sehun balas menyeringai lebih lebar. Baekhyun mendesis tak percaya lalu kembali berjalan dari tempatnya berdiri. Entah apa yang membuatnya bicara dengan Sehun seperti tadi. 'Hey, aku hanya bercanda!' Sehun langsung menyusul Baekhyun dan menahan pergelangan tangannya membuat pria itu berhenti dan menatap kearah pergelangan tangannya sebentar.

Sehun langsung melepasnya. 'O, maaf.'

Selanjutnya Baekhyun kembali berjalan pergi.

'Apa kau juga bukan mahluk sosial? Mirip dengan seseorang di sekolahku...' Sehun mengekor dari belakang dengan mata yang naik turun memperhatikan Baekhyun dari belakang seperti anak itu adalah mangsanya. 'Kurasa tidak baik bersikap seperti itu—'

'Byun Baekhyun.'

Sehun kembali memberikan o-nya walau ia tahu Baekhyun yang masih berjalan di depannya tidak mungkin melihat itu.

'Oke... Byun Baekhyun—tunggu,' Sehun berhenti sendiri saat tiba-tiba pikirannya mengingat sesuatu yang berhubungan dengan nama itu. 'Jadi  rupanya kau anak presdir Byun Bogeum dan Kaneko Shouko?' diamnya Baekhyun menjadi jawaban 'ya' untuk Sehun. 'Ah... Berarti Byun Kara adalah adikmu...'

'Lalu?' sebenarnya Baekhyun tidak merasa tertarik, tapi entah kenapa ia yang sebentar lagi sampai ke dalam ruangan rapat para pemegang saham perusahaan ayahnya ini tetap diekori oleh Sehun, jadi ia pikir tidak ada salahnya. Mungkin dia anak salah satu pemegang saham. Batinnya. Meskipun begitu, tidak ada alasan baginya untuk bisa ikut masuk dengannya ke dalam nanti.

'Aku sempat minum teh dengan dia.'

Baekhyun menarik bola matanya melirik ke samping, menangkap sesuatu dari pipi Sehun yang berubah warna, 'Dan?'

'Aku juga berada di posisi yang sama denganmu. Namaku Oh Sehun.'

Begitu tiba-tiba Baekhyun berhenti, Sehun pun berhenti tapi dengan wajah terkejut. Pria itu berbalik untuk menatap Sehun datar. 'Apa?' tanya Sehun seperti Baekhyun menginginkan sesuatu darinya.

'Apa yang kau bicarakan?' dan sekarang Baekhyun benar-benar tertarik dengan pembicaraan mereka.

'Kau anak seorang presdir yang... terkekang, bukan?' jawab Sehun tapi berbisik saat ia menyebutkan kata terkekang.

'Di mana-mana juga seperti itu.' balas Baekhyun sambil melayangkan tatapan seolah-olah pertanyaan Sehun yang seharusnya bisa menjadi pernyataan itu aneh.

Kemudian Sehun mendekat. 'Posisi kita sama.' bisiknya.

Baekhyun masih menatap Sehun yang memundurkan kepalanya dengan sebelah alis terangkat, bukan anak pemegang saham biasa berarti. Pikir Baekhyun membuat kesimpulan. 'Dari perusahaan mana kau?'

'CT.' jawab Sehun cepat.

CT? Ulang Baekhyun dalam hatinya. Tetap matanya menatap Sehun skeptis. 'Apa yang kau inginkan dariku?'

'Umm,' Sehun memasukkan kedua tangan ke dalam kantong celana. 'Kukira kita bisa menjadi teman.' jawab Sehun santai.

Baekhyun sempat menajamkan lagi tatapannya pada Sehun, ia seakan bisa membaca pikiran pria itu melalui tatapannya. 'Kau bohong.'

Sehun rupanya tidak menyangkal. 'Kau benar.'

'Tch,' Baekhyun memalingkan wajah dan berkata dengan sinis, 'Mencoba memanfaatkanku.'

'Tepat.' ujar Sehun lagi begitu tidak ragu untuk menjawab. 'Melihatmu yang mampu membuat kesimpulan kalau aku hanya memanfaatkanmu, aku yakin kau tidak punya teman.'

Baekhyun mendengus dengan sinis, 'Sayang sekali, kau salah.'

'O,' Sehun mengangguk sekali.

'Tanpa perlu mendekatiku, aku juga tidak peduli mau kau jadikan apa adikku. Enyahlah.'

'Kau benar-benar menangkapnya dengan baik.' puji Sehun malah membuat Baekhyun lagi-lagi menatapnya tak ramah. Obrolan tak penting ini lalu membuat Baekhyun kembali ketujuan awalnya untuk sampai pada ruangan yang tinggal tiga meter di depan mereka berdua, 'Tapi sepertinya,' Sehun kembali mencegat Baekhyun yang baru berniat meraih gagang pintu. 'Kau tidak akan melewatkan tawaran pertemananku 'kan?'

Saat Baekhyun terdiam dalam posisinya selama beberapa detik, Sehun merogoh saku celananya untuk mendapatkan sebuah ponsel tipis di sana.

'Baekhyuna.' sebut Baekhyun tiba-tiba, dan Sehun yang sudah tahu tersenyum puas, 'ID-nya Baekhyuna.' ulang Baekhyun sekali lagi dan kali ini ia akan terus masuk ke dalam tanpa peduli mungkin Sehun akan mencegatnya lagi.

'Tidak baik jika kau hanya memberitahukanku ID-mu saja,'

Suara kekehan pelan keluar dari mulut Baekhyun saat meraih sebuah gagang pintu berwarna silver yang panjang tanpa ukiran, membukanya lalu menyempatkan diri untuk menjawab, 'Cari saja sendiri.'

.

.

.

Aku saja tidak bisa mendapatkan apa yang paling aku cari di dunia ini dengan semudah itu. Batin Baekhyun dengan kesal.

.

.

.

Sehyun berdiri di balik jendela kamarnya. Mata dan wajahnya yang tidak mengutarakan ekspresi apapun itu memperhatikan beberapa orang pekerja di bawah sana sedang sibuk mondar-mandir sambil mengangkat barang dari sebuah truk. Memindahkannya ke rumah kosong tepat di sebelah rumahnya. Seorang wanita yang sepertinya beberapa tahun lebih muda dari ibunya itu di pagi yang cerah ini pindah ke lingkungan yang sama. Itu berarti akan jadi masalah besar bagi orang yang telinganya belum terbiasa mendengar tangisan.

Di saat seperti ini, lamunannya yang sering kali hanya terisi dengan kenangan masa lalu itu kembali memutar.

Sebelas tahun lalu saat ia berumur empat tahun, seorang wanita juga pindah ke rumah yang sama. Wanita Jepang yang tinggal dengan seorang anak laki-laki yang seumuran dengannya. Mereka—

'Aa—akh...' tiba-tiba saja ia memegangi kepalanya yang berdenyut nyeri. Tidak lagi. Pikirnya. Rasanya seperti akan mati. Tidak lagi.

Tapi, mau bagaimana pun, air mata yang tak pernah punya pertahanan itu selalu lolos. Untuk siapa air mata itu, untuk orang yang sama selama sebelas tahun ini. Bukan sepenuhnya air mata merindukan seseorang, semakin ia mengingat Baekhyun, semakin ia terus mengingat kalau ia membencinya, dan terus bertambah rasa benci itu, air matanya akan semakin mudah lolos mengaliri pipinya.

Ia yang waktu masih baru-baru ditinggalkan oleh Baekhyun memang menangis karena merindukannya, tapi ini terhitung sudah hampir sebelas tahun, ia tidak menghabiskan itu untuk merindukan seseorang selamanya. Terakhir kali yang ia ingat, ia berhenti merindukannya semenjak ia juga berhenti menyilangi kalendernya. Tidak ada gunanya berharap Baekhyun kembali. Yang ia benci karena tahu pada akhirnya ia menjadi sosok manusia yang dipikir orang agak tak beres.

Lalu... walaupun ia membenci Baekhyun tapi kenapa ia selalu ingin mengetahui seperti apa sosok Baekhyun sekarang? Ia bisa saja dengan mudahnya tahu karena: Sehun. Kenapa dunia ini begitu kecil? Kenapa harus Sehun yang menjadi teman Baekhyun? Kenapa mereka harus menjadi teman Baekhyun? Apa jika mereka memberitahu Baekhyun dengan marga Byun itu kalau orang yang ikut foto bersamanya adalah Jeon Sehyun, Baekhyun akan segera menemuinya? Tidak. Ia tidak menaruh harapan sama sekali untuk itu.

'Selamat pagi,' suara familiar ibunya di bawah sana membuat Sehyun langsung kembali pada pikirannya lagi dan mengarahkan bola mata pada ibunya yang sedang menyapa tetangga baru mereka. Mereka bercengkrama langsung terlihat seperti reuni teman lama.

'Sehyun~' kali ini yang tertangkap indera pendengarannya adalah suara merdu Sulli. Kedatangan wanita itu selalu tanpa diduga-duga. Wanita yang dalam asumsinya tidak bekerja itu. Yang ia tahu kalau Minho—tunangan Sulli—adalah seorang Jaksa. Kenapa kakaknya memilih wanita yang terlihat seperti tante-tante girang ini?

Pintu kamarnya terbuka dan ia tidak lekas berbalik.

'Sweety, hari Minggu ini aku tidak ada pemotretan jadi ayo jalan-jalan.' ajaknya antusias lalu melingkarkan lengannya di sepanjang pinggang Sehyun dari belakang, 'Kau mau 'kan? Ayolah, ayo~'

'Pemotretan?' tanya Sehyun, yang mulai berpikir bagaimana itu yang namanya pemotretan.

'Masa kau tidak tahu kalau kakakmu yang cantik ini seorang model?' ujar Sulli langsung ngambek.

'Pergi dengan siapa lagi?'

'Minho?' jawab Sulli terdengar ragu-ragu. 'Tapi dia sedang bekerja. Kalau begitu berdua saja!'

'Kau mau belanja lagi?'

Sulli mengangguk di bahu Sehyun.

'Barang belanjaan yang kau belikan padaku saja belum ada yang kupakai dua kali.' kata Sehyun dan Sulli lalu menoleh ke belakangnya untuk melihat lemari Sehyun dengan tangan yang masih melingkar di pinggang gadis itu.

'Kau melakukan pemborosan pakaian dan sepatu baru,' cibir Sulli mengerucutkan bibirnya lucu, kembali meletakkan dagunya di atas bahu Sehyun.

'Kau sendiripun tahu sehari-hari tidak pernah ada hari spesial ataupun orang spesial untukku. Kecuali saat hari ulang tahun ibu, ulang tahunmu, ulang tahun kak Minho,'

Sulli menggumam, mengirim getaran pada bahu Sehyun, 'Ooh, kau tidak tahu mau mengenakannya untuk ditunjukkan pada siapa? Hey, cantik,' Sulli menyeringai sambil menggoda Sehyun setelah menyolek pipinya. Rasanya mendengar Sulli menyebut dirinya cantik sudah familiar.

'Hm?'

'Aku tahu akan mengajakmu ke mana kali ini,' ujarnya menunjukkan seringaian yang semakin lebar.

'Ke mana?' bukannya penasaran, Sehyun malah punya firasat jelek.

'Pakai baju yang paling cantik baru aku akan memberitahumu. Oke? Aku akan menunggu di luar.' Sulli tertawa senang lalu melepaskan pelukannya pada pinggang Sehyun. Suara sepatu haknya terdengar jelas membuat langkah lari yang kecil-kecil pada lantai kayu yang mengkilap di kamarnya. Ia lalu mendengar pintu yang ditutup dan menghela nafas panjang. Kembali fokus pada ibunya yang masih bercengkrama di bawah sana. Tapi tak lama kemudian ia lalu berbalik untuk bersiap, seperti anjing penurut, entah kenapa sepertinya Sulli telah menghipnotis dirinya.

'Chanyeol? Kau baru kembali?'

Seakan bumi berhenti untuk berotasi, setiap tiga jarum yang ada pada jam pun ikut berhenti, nafas, detak jantungnya sendiri. Semuanya berhenti. Dalam slow motion ia membalikkan kepalanya. Adegan yang harusnya sekejap dilakukannya itu kini terlihat seperti adegan mendebarkan dalam drama.

Mulutnya yang tak tertutup rapat mengeluarkan nafas yang tiba-tiba tak stabil. Matanya yang bisa menatap tajam lebih dari siapapun itu mendapati sesosok orang lagi yang bergabung dengan ibunya. Tetangga baru. Si Tukang Bully di sekolahnya.

Membuat ia benar-benar percaya dunia ini memang terlalu kecil. Sangat kecil.

'Chanyeol?'

Chanyeol melepas helm, ia lalu meletakkan benda itu di atas skuternya dan menjawab pertanyaan ibunya, 'Iya 'kan cuma mengantar barang ayah yang ketinggalan.' Chanyeol tersenyum ear to ear lalu menyapa Seoljin.

'Ah, dia anak tunggal yang kau bicarakan. Kau manis.' puji Seoljin tersenyum membalas senyuman Chanyeol. 'Di mana kau sekolah, Chanyeol?'

'Aku sekolah di Sekang. Kelas sebelas.' Chanyeol menjawab entah kenapa agak gugup.

'Sekang?' ulang Seoljin karena teringat anaknya juga sekolah di sana. Ini antara buruk dan tidak buruk. Ia menjadi takut apa nanti jika mereka tinggal bertetangga Chanyeol mungkin bisa saja menyebarkan keadaan anaknya yang aneh saat di rumah itu di sekolahnya. Karena anaknya mungkin saja akan semakin menderita menjadi bahan gosip di mana-mana. Apa jangan-jangan ia salah satu orang yang mem-bully anaknya? Biasanya senior 'kan yang mem-bully junior? Baru kali ini tetangga gang rumahnya ada yang satu sekolah dengan anaknya.

'Anakmu juga sekolah di sana?' tanya Mina—ibu Chanyeol— mengingat kalau tadi Seoljin juga sempat cerita kalau ia juga memiliki anak tunggal.

'Y-ya, dia sekolah di sana.'

'Mungkin aku mengenalnya. Siapa dia? Laki-laki? Perempuan?' tanya Chanyeol sebagai bentuk sopan.

Seoljin menatapnya beberapa saat begitu ragu dengan niatnya untuk menjawab.

'Kita tidak punya banyak waktu, Sehyun. Cepat masuk ke dalam mobil!' Sulli menggiring tangan Sehyun dari kamarnya bahkan sampai mereka sampai ke luar rumah dengan paksa. Karena pemaksaan ini ia mungkin saja bisa terjerat sebuah hukuman tapi kelihatannya, orang yang dipaksa pun hanya tersenyum, entah lucu karena ekspresi Sulli atau diperlakukan seperti ini—sama ketika Baekhyun menariknya untuk bersembunyi di rumahnya dan—lupakan saja.

'Hey!' Sehyun memprotes saat Sulli memaksanya masuk ke dalam mobil lalu menutup pintunya persis seperti adegan-adegan penculikan.

Sulli lalu menatap Sehyun tajam agar ia tidak memberontak. 'Sehyun sayang, kau juga belum meletakkan make up apapun di wajahmu. Siapa yang suruh kau untuk memakai sweater cyan dan rok putih itu?'

'Entahlah, aku hanya memakai apa yang ada di lemariku.' jawabnya santai.

'Ugh, baiklah.' geram Sulli lalu memutar dari depan mobilnya. Sebelum masuk untuk duduk di kursi kemudi, Sulli menoleh ke kanan dan kiri, ia mendapati ibu Sehyun dengan beberapa orang lagi di sana.

'Ahjumma!' panggil Sulli dengan cengiran lebar menghiasi bibir merah menyalanya. Kompak Seoljin, Mina, dan Chanyeol menoleh ke arah ia yang melambai dengan kunci mobil.

'Sulli?' Seoljin menautkan alis terkejut, tidak salah lagi kalau anak itu pasti sudah lebih dulu menculik anaknya.

'Sulli?' Chanyeol dan ibunya kompak mengulangi nama familiar itu.

'Aku akan kembali lagi nanti malam, ya! Jangan lapor polisi!' seru wanita itu lalu tertawa kuat-kuat dengan mengerikan. Ia langs

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Sweethyunee
#1
Chapter 14: TT
Sweethyunee
#2
Chapter 13: Pertemuan mereka berdua bikin mewek TT
Sweethyunee
#3
Chapter 12: Baekhyun benar2 putus asa sampai bohong gitu
Sweethyunee
#4
Chapter 11: Sehun disini menghibur banget wkwk
Sweethyunee
#5
Chapter 10: Uwah udah nggak sabar mereka ketemu :-)
Sweethyunee
#6
Chapter 7: Chat nya dyo sama sulli kok lucu ya hehe
Sweethyunee
#7
Chapter 8: Sehyun sama Baekhyun sama2 menderita TT
Sweethyunee
#8
Chapter 9: Wah bentar lagi mungkinkah??
Sweethyunee
#9
Chapter 6: Kyak nya ntar chanyeol suka sama sehyun??
Sweethyunee
#10
Chapter 5: Sehyun juga merindukan baekhyun sebenarnya. Duh pengen cepet2 baca chap pas baekhyun ketemu lagi sama sehyun TT