Jet Lag

20 Years Waiting For You

Jet Lag

What time is it where you are?

I miss you more than anything

Back at home you feel so far

Waitin' for the phone to ring

It's gettin’ lonely livin’ upside down

I don't even wanna be in this town

Tryin' to figure out the time zones makin' me crazy

What time is it where you are?

Five more days and I'll be home

I keep your picture in my car

I hate the thought of you alone

I've been keepin' busy all the time

Just to try to keep you off my mind

Tryin' to figure out the time zones makin’ me crazy

I wanna share your horizon

I miss you so bad

And see the same sunrising

I miss you so bad

Turn the hour hand back to when you were holding me.

You say good morning, when it's midnight

Going out of my head alone in this bed

I wake up to your sunset and it's drivin' me mad

I miss when you say good morning

And my heart, heart, heart is so jet laged

 

Suatu hari, aku menerima telpon dari temanku saat di sekolah dasar dan sekolah menengah. Shindong menelponku. Dia bercerita kalau dalam waktu dekat akan diadakan reuni untuk alumni sekolah menengah kami, khususnya tahun kami tamat. Reuni itu akan di adakan di sekolah. Jadi aku diharapkan untuk datang. Kukatakan kepadanya, aku akan berusaha untuk bisa datang ke reuni itu.

Setelah Shindong, Joon Soo, menelpon juga. Dia juga temanku saat bersekolah. Dia juga mengajakku datang ke reuni itu. Jawabanku sama dengan yang kukatakan kepada Shindong. Selain itu dia menanyakan kabarku setelah bertahun-tahun tidak bertemu. Kukatakan kalau kabarku baik-baik saja. Sayangnya, aku tidak bisa datang ke reuni itu.

Setelah mereka berdua, Donhae juga menelponku. Selain mengajakku kereuni itu, dia juga menceritakan bahwa Jong Woon sudah bekerja di pemerintahan. Aku terkejut. Karena tidak menyangka kalau Jong Woon, orang yang paling nakal dan tidak mau sekolah, bisa mendapatkan pekerjaan di pemerintahan. Dari Donhae, aku mendengar kalau Jong Woon bekerja di badan inteligen.(yang aku sangat sulit mempercayainya). Darahku kembali berdesir kencang mendengar berita itu.

Tak lama setelah Donhae menelponku, Jong Woon sendiri menelponku. Awalnya aku tidak percaya dengan keberuntunganku. Aku bisa kembali mendengar suaranya. Walau sedikit berubah, lebih tegas dan lebih matang. Tapi, aku tahu dengan pasti bahwa itu adalah suara Jong Woon. Ternyata Tuhan sangat menyayangiku.

Beberapa kali dia menelponku. Karena aku takut mengganggu pekerjaannya, aku tidak pernah mencoba menelponnya. Apa lagi dia bertugas di wilayah rawan. Jadi aku takut saat aku menelpon, dia sedang bertugas. Dan akhirnya membahayakan nyawanya.

Tapi, setelah beberapa waktu bertelponan denganku, tiba-tiba Jong Woon kembali menghilang. Aku tetap tidak berani menelponnya. Karena, aku takut mengganggunya. Aku merasa kehilangan dia lagi. Kali ini lebih berat dari saat aku masih bersekolah. Tapi, kembali aku menguatkan diriku. Aku beranggapan bahwa dia sudah terlalu sibuk, jadi tidak bisa lagi mengobrol denganku.

Jadi kembali aku kehilangan Jong Woon. Lebih kesepian dibandingkan saat masih bersekolah. 26 tahun berpisah, ternyata aku masih memikirkannya. Aku terlalu bodoh dan kepala batu. Masih saja memikirkannya yang tidak mungkin kuharapkan. Dia tidak pernah tahu perasaanku. Bahkan mama, dan Eun Rin tidak mengetahuinya. Padahal persoalan yang lain aku selalu bercerita kepada mereka berdua. Apapun persoalanku. Karena aku takut mengatakan kebodohanku sendiri. EUN WIN BABO!!.

Setahun kulewati dengan rasa sepi yang semakin menggayuti dadaku. Aku semakin merasa pesimis. Usiaku semakin bertambah, jam biologisku sudah mulai memaksaku untuk menemukan pendamping hidup. Tapi, siapa? Dimana? Kapan aku bisa menemukannya?  Tuhanku, cobaan ini berat sekali.

Aku hanya bisa berpasrah diri. Mungkin ini memang jalan yang harus kulalui untuk bertemu dengan pendamping hidupku. Siapa pun dia, maka pasti dialah yang terbaik untukku. Tuhan tidak akan memberiku seseorang yang tidak baik untukku. Hanya itu yang ada dalam pikiranku. Itu menguatkan aku dalam menjawab pertanyaan orang-orang. Yang selalu bertanya kapan aku menikah.(bagaimana bisa menikah, kalau pasanganku saja aku tidak tahu siapa).

Tiba-tiba Jong Woon menelponku lagi. Sebenarnya telponnya itu membuatku senang. Tapi, aku takut untuk kambali berharap. Aku tetap menerima telponnya seperti biasa. Tapi lama kelamaan, Jong Woon terlihat berusaha mendekatiku. Dia mulai memberi perhatian lebih pada masa-masa saat aku berpacaran dengan Hangeng. Ada apa?. Juga saat bersama Min Gun. Apa saja yang sudah kami lakukan selama berpacaran. Bahkan saat bersama Gun Boom oppa dan Jun Dong oppa. Saat kukatakan kalau Jun Dong oppa mengajakku ke hotel hanya setelah beberapa hari berkenalan, dia marah dan akan menjumpai Jun Dong oppa untuk memberinya pelajaran. Aish!! YA, JONG WOON. Maksudmu apa??? Aku terkejut, saat mendengar ucapannya itu. Karena dia sangat serius mengatakannya. Walau rasanya tidak dapat dipercaya, aku tahu dia sangat serius saat mengatakan hal itu.

Setiap hari dia menelponku. Hingga mendekati dini hari, baru dia menyudahi telponnya itu. Aku merasa sangat heran dengan kelakuannya itu. Karena penasaran, aku sering bertanya kepadanya.

“Jong Woon, kenapa kau setiap malam menelponku?”tanyaku satu waktu.

“Aku suka mendengar suaramu, juga karena aku bisa bicara enak sama kamu”jawabnya padaku.

“Jong Woon, kenapa kau betah mengobrol denganku?”tanyaku beberapa kali kepadanya. Tapi dia hanya tertawa saja.

“Jong Woon, kenapa kau tidak menelpon istri atau pacarmu?”tanyaku dilain waktu. Dia, kembali hanya menjawabku dengan tertawa.

Lama kelamaan aku mulai terbiasa menerima telponnya. Jika dia telat menelponku, aku jadi kebingungan sendiri. Dia mulai sering merayuku. Yang kutanggapi hanya dengan tertawa kecil. Dia sering terdengar cemburu jika tanpa sengaja aku menyinggung nama Hangeng, atau Min Gun atau bahkan nama pria lain yang kebetulan berteman denganku.

Dia marah saat kukatakan kalau aku hanya berteman dengannya. Jadi kukirim pesan kepadanya.

‘Jong Woon, kamu marah? Mianhe=send.

Dia segera menelponku lagi.

“Jong Woon, kenapa marah? Bukankah kita memang hanya sekedar teman?”tanyaku kepadanya.

“Eun Win, apa ada seorang yang sekedar teman bisa cemburu?”tanyanya lembut. Aku terkejut mendengar jawabannya.

“Tidak, sih. Tapi apa sebabnya kamu cemburu?”tanyaku lagi.

“Aku tidak mau kau di ambil orang”bisiknya lirih.

“Mwo???”tanyaku. Aku takut salah dengar dengan ucapannya.

“Aku tidak mau, kalau kamu tidak bisa kutelpon lagi”jawabnya.

“Oh, jangan takut. Aku masih mau menerima telponmu”jawabku.

“Tapi beda, kalau kamu sudah punya pacar atau suami”ujarnya.

“DasarJong WoonBabo”gumamku

“Apa?’tanyanya.

“Dasar Jong Woon babo!”ujarku lagi.

“YA!! Kenapa aku dikatai babo?”tanyanya.

“Jelasajakaubabotidaksadarkalauakumenyukaimu”ujarku dengan sangat cepat.

“YA!! Bicara yang jelas”ujarnya lagi.

“DuapuluhtujuhtahunAkuMenunggumuBisanyaKamuTidakMenyadarinya”gumamku lagi dengan kesal.

“Eun Win, tolong bicara yang jelas. Karena yang kudengar barusan, adalah kau mengatakan kalau kau sudah menungguku selama dua puluh tahun lebih”ujarnya lembut. Aku hanya diam.

“Eun Win, kalau kau mau tahu. Aku juga sebenarnya menyukaimu sejak dulu”ujarnya lirih. Wajahku spontan merah padam.

“Eun Win, kenapa baru sekarang kau bilang kalau kau mencintai aku?”tanyanya kesal. Aku hanya diam saja mendengar kekesalannya itu.

“Kenapa tidak dari dulu kau mengatakannya? Paling tidak, sepucuk surat bisa kau berikan kepadaku”tanyanya lagi.

“Aku sudah mengirimimu surat. Tapi tidak kau balas”jawabku lembut. Dapat kudengar dia tersentak.

“Kau titipkan kepada siapa?”tanyanya.

“Surat itu kutitipkan kepada Joon Soo”ujarku kepadanya. Aku mendengar keretakan giginya.

“Kenapa tidak disampaikannya? Kenapa tidak sampai kepadaku?”ujarnya lirih.

“Aku tidak tahu. Karena aku tidak menerima balasanmu, kuanggap kau tidak memiliki perasaan yang sama denganku”jawabku.

“Sialan, si Joon Soo”geramnya kesal.

“Kalau kau tanya sekarang, aku ragu dia masih ingat titipanku itu”ujarku menyabarkannya.

“Yah, tidak mengherankan. Dia juga menyukaimu waktu itu. Wajar, jika dia tidak menyampaikannya”ujar Jong Woon kesal.

“Jinja??”tanyaku tidak mempercayai perkataannya.

“Jinja, Jagi-ya”bisiknya lembut.(KYAA!!!, wajahku merah padam lagi)aku tertawa kecil.

“Kau semakin fasih saja merayu yeoja”ujarku kepadanya.

“YA, jangan menuduh seperti itu. Aku serius mengatakannya. Aku memang menyayangimu”ujanya lagi.

“Gomawo, Jong Woon”ujarku lembut.

“Jagi, kau tahu kalau kau itu idola namjadeul di sekolah dulu?”tanyanya.

“Molayo”jawabku.

“Jinja!!”ujarnya lagi.

“Kau juga”ujarku lembut.

“Aniyo”ujarnya tertawa kecil

“Jeongmalayo”ujarku lagi

“Mola”ujarnya. Aku menarik nafas dalam, mendengar dia tidak percaya perkataanku.

“Saat kau berulang tahun sewaktu kita duduk di tahun kedua Sekolah menengah kenapa kau tidak mengundangku? Padahal teman-teman yang lain kau undang”tanyanya kepadaku tiba-tiba.

“Kau kuundang. Hanya saja kau tidak datang. Kau hanya mengantarkan Tiffany kerumahku. Bahkan Tiffany bilang kalau kau tidak mau ikut keacara ulang tahunku. Padahal undangannya kutitipkan kepada Tiffany, untuk di berikan kepadamu”jawabku.

“Kau menunggui Tiffany diluar rumahku. Kuajak masuk pun kau tidak mau. Kau bilang kalau aku tidak mengundangmu. Sementara menurut Tiffany, undanganku kau buang ke tong sampah”ujarku dengan mata berkaca-kaca.

“Itu benar?”tanyanya tidak percaya.

“Ne, itu benar. Aku sanggup bersumpah, bahwa yang kukatakan itu benar”jawabku lagi.

“Mianhe, jagi-ya”ujarnya dengan lembut. Membuat jantungku berdesir dengan kencang.

“Ne, gwaenchana. Aku sudah terbiasa tidak kau percayai”jawabku lembut.

“Jangan berkata seperti itu. Kapan aku tidak mempercayaimu ”tegurnya.

“Sering, Jong Woon. Sewaktu berkali-kali kukatakan kalau kau itu menjadi rebutan yeoja di sekolah, kau tidak percaya kepadaku. Sewaktu berkali-kali kukatakan kalau aku diminta yeojadeul itu untuk menjauhimu, kau juga tidak percaya kepadaku. Sewaktu berkali-kali kukatakan kalau aku sampai dimusuhi oleh mereka karena kita dekat, kau pun tidak percaya kepadaku”jawabku lembut. Dia terdiam mendengar ucapanku.

“Mianhe”ujarnya lembut.

“Gwenchana, jagi-ya”bisikku.

“Eun Win…….,  jangan buat ini semakin buruk untukku. Jebal”bisiknya

“Apa maksudmu?”tanyaku.

“Ya, perkataanmu itu membuatku tidak betah lagi disini. Aku ingin segera pulang ke Seoul sekarang”ujarnya kepadaku.

“Mianhe”ujarku lembut.

“Bogoshippo”ujarnya lirih.

“Aku juga, sangat”bisikku.

“Eun Win…., jangan berkata seperti itu. Membuatku ingin terbang saja saat ini juga untuk menjumpaimu”ujarnya lagi. Tanpa kusadari aku tersenyum.

“Bersabarlah, aku tidak akan kemana-mana”ujarku lembut.

“Eun Win………,20 tahun lebih perasaan ini ada untukmu. Kalau saja aku tahu, kau juga mencintaiku. Anak kita pasti sudah besar”ujarnya dengan nada kesal. Mau tidak mau, wajahku merah padam mendengar ucapannya itu.

“Jong Woon…….., atau aku saja yang kesana”gumamku.

“JANGAN!!! Berbahaya. Jangan coba-coba kesini. Aku tidak mau membahayakan nyawamu”ujarnya tegas.

“Jangan, jagi-ya. Kalau kau kesini, aku tidak akan bisa berkonsentrasi”

“Baiklah”jawabku lembut.

“Kalau menuruti kata hati, aku sudah akan terbang malam ini juga kembali ke Seoul”ujarnya lembut.

“Gwaenchana, aku bisa bersabar sedikit lebih lama lagi. Jadi, jika menunggu sedikit lebih lama lagi, gwaenchana”ujarku lembut.

“Tapi, aku tidak mau membuatmu menunggu lebih lama”ujarnya lembut. Aku tersenyum mendengar ucapannya itu.

“Gwaenchana, jagi-ya”bisikku lembut.

“Eun Win….., kau ini. Sudahlah, sekarang kau tidur. Ini sudah jauh malam. Besok pagi kau harus mengantarkan Joon Moon. Besok malam aku telpon lagi, ya”ujarnya lembut

“Ne”jawabku.

“Annyeong, jagi-ya. Saranghe”ujarnya.

“Annyeong, yeobo. Bogoshippo”jawabku sebelum memutuskan sambungan telpon. Pesan text darinya dengan cepat tiba.

‘jagi-ya, nado bogoshippo. Saranghe, saranghe, saranghe’=>Jong Woon

‘****’=>send

‘kau mau membunuhku,ya’=>Jong Woon

‘wae??’=>send

‘*<3*<3*<3’=>Jong Woon. Aku tersenyum membaca pesannya itu. Telponnya terus berlanjut selama beberapa hari kemudian.

“Jagi-ya, mulai besok. Selama dua hari aku tidak bisa menelpon. Karena aku harus pergi. Jadi kalau kau telpon dan ponselku masih belum aktif, berarti aku masih berada di laut”ujarnya kepadaku.

“Ne, hati-hati”ujarkku kepadanya.

“Ne, jagi-ya. Apa pun untukmu”ujarnya lembut. Aku tertawa kecil mendengarnya.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet