-Wait There- (FIX VERSION)

Please Subscribe to read further chapters

Description

|| Author  :  Lovein || Rating : General || Length : Vignette || Genre : Romance || Main Cast : Kim Him Chan-B.A.P, Song Dani (OC) || Support Cast : Yoo Young Jae-B.A.P ||

 

Kau sudah ada di sana...

Akan melekat bersama...

Hati kosong ku sudah tidak akan bisa melepaskanmu.

Tak akan ku bukakan sedikitpun,

Bahkan jika aku tak dapat menggapaimu.

©Lovein

Foreword

**

Atmosfer sunyi masih mengambang ketika terik matahari musim panas mulai menangkupi hamparan pantai yang membentang luas di hadapannya. Gelembung paru-paru gadis itu belum kuat mengembuskan wacana, ia tampak terengah-engah. Ia berlarian menyusuri bibir pantai dengan tergesa-gesa. Matanya berbinar-binar, seolah menggambarkan kebahagiaan yang luar biasa. Angin musim panas bersemilir, menerpa kulit pucatnya. Memasuki setiap lubang porinya dan membuat cairan asin itu terus menerus keluar untuk meredam panas.

Perempuan itu sendiri. Song Dani, ia masih menggunakan seragam sekolahnya dengan lengkap. Ia menghimpun napasnya setelah berlarian cukup jauh. Dani menyusuri pinggiran pantai dengan semangat penuh. Tak ia hiraukan panas yang semakin menyengat kulit.  

Angin musim panas berhembus riang, dua gulungan biru menyatu, bertabrakan dengan gumul-gumul putih bak untaian kapas nan lembut.

Pelipis gadis itu meracu, bulir demi bulir mengalir mencoba menghalau panas. Kendati demikian, hal itu tidak mematahkan semangatnya untuk segera menapaki menara mercusuar yang sudah menunggunya di depan sana sedari tadi . Ia kemudian menapaki anak tangganya dengan hati-hati, sesaat anak tangga yang dia pijak berderak saat Dani berusaha menapakinya, setelah mencapai puncaknya ia termenung. Mengatur napasnya yang menggebu-gebu. Bergerumul dengan uraian gas karbondioksida itu.  Sedetik kemudian ia merogoh saku almamaternya, dan mengeluarkan selembar kertas. Di angkatnya tinggi-tinggi kertas itu. Kedua sudut bibirnya terangkat, sebuah senyum terlukis di sana. Sebuah surat keterangan lulus.

Angin musim panas bersemilir. Terasa hangat menyambar setiap inci indera peraba Dani. Gemuruh ombak pun beradu. Suasana yang amat ia suka. Gadis itu masih berdiri, terdiam di bawah bentangan langit yang mulai melukiskan semburat jingga.

“Aku berhasil,” gumam Dani.

“Apa kau akan datang?” ia berhenti sejenak. Kepalanya menunduk kebawah, sesekali gadis itu mengambil napas panjang kemudian mengurainya. “— apa kau akan memenuhi janjimu?” ia meneruskan.

Kenangan itu memenuhi setiap bagian sel kelabunya seketika. Kenangan-kenangan yang menoreh pengharapan serta rasa sakit yang mendalam itu, bagai tumpahan minyak yang siap disulut api. Dani merasakan nyeri di dadanya. Rasa sesak. Dan bosan.

“Song Dani!”

Dani melongok ke bawah. Kim Himchan. Lelaki itu sudah mematung di bawah menara. Kemeja biru tipis yang ia kenakan terlihat sedikit basah—udara musim panas memang bukan sahabat yang baik.

Dia segera menuruni anak tangga, perlahan seulas senyum terlukis di wajah Himchan yang dipenuhi keringat. Tapi panas tak terlalu berpengaruh pada cahaya di matanya, berbinar-binar bagai kristal yang di terpa sinar mentari.

“Kau sudah lama di sini?” Dani membuka pertanyaan.

Himchan hanya mengangguk, Dani tahu dia pasti sangat lelah setelah perjalannya dari Seoul.

“Kau belum pulang?” tanyanya.

 “Aku belum pulang ke rumah. Yah kau tahu, aku langsung mampir ke sini. Ada kabar?” tanya Dani pada Himchan.

“Kau mau jalan-jalan? Sayang sekali aku jauh-jauh mampir ke pantai seindah ini, jika akhirnya aku cuma harus memberitahumu sebuah berita, lalu pulang,” jawabnya.

Dani terkikik, sahabatnya yang satu ini memang sedikit nyentrik dan kekanak-kanakan. Dani mengiyakannya dengan beberapa anggukan kepala. Dan mereka pergi untuk berkeliling sebentar. “Sebentar—sebelum aku mendengar berita darinya.” pikir Dani.

“Kau akan meneruskan kuliah dimana Dani?” ia berkata, membuka pembicaraan, ketika keduanya sedang mencoba mendaki batu karang besar di sebelah menara.

Dani tak bergeming, alih-alih menjawab, ia lebih suka melempar pertanyaan itu balik kepada Himchan.

“Kau sendiri bagaimana?”

Himchan tak menjawab pertanyaan Dani, hening menyelimuti keduanya. Yang terdengar  hanya suara deburan ombak yang menghempas batuan yang mereka pijaki.

“Aku—aku mungkin ke Jepang,” akhirnya Himchan membuka mulut.

Setelah mereka mencapai puncak batuan itu, Dani duduk di samping Himchan, meraka mencoba menikmati desiran angin yang hangat. Himchan menggeser duduknya sedikit ke kanan, mencoba lebih dekat dengan Dani. Ketika manik mata mereka bersirobok ia mengulangi pertanyaannya.

“Sedangkan kau? Akan terus di sini?”

Untuk kedua kalinya Dani tak bergeming, ia hanya menekuk kedua lututnya dan mendekapnya kuat-kuat

“Haruskah aku pergi?” Dani bertanya.

“Ya, jika kau memang harus melakukannya,” Himchan menjawab pertanyaan gadis itu denggan enggan. Dan itu cukup menoreh hati Dani.

Dani menatap hamparan langit biru yang berada tepat di atasnya lalu menghembuskan napas berat, ia menatap manik koko milik Himchan untuk yang kedua kalinya.

“Sayang aku tak bisa, aku terikat janji.”

“Jangan bicara yang tidak-tidak. Itu cuma janji anak-anak!” ujar Himchan sembari mehempaskan bebatuan ke dalam derasnya aliran ombak.

Terlihat nada kemarahan di dalam kata-kata Himchan—dan juga kecewa. Dani, tak bergeming sedikitpun ia tak tahu harus berkata apa.

“Aku hanya belum bisa memahami diriku sendiri—aku rasa.” batin Dani.

“Tapi aku menganggapnya penting Him, dan sakral,” Dani berkata kemudian.

“Bahkan dia seperti tidak akan menepati janjinya, kau akan terluka lebih dalam Song,” jawaban Himchan menguak luka lama gadis itu.

Ia merasakannya sekarang. Tumpahan minyak itu benar-benar sudah terbakar. Dani menyelami lagi kenangan-kenangan di masa lalunya. Dan sebuah Janji. Janji seorang Yoo Young Jae.

Terlihat dalam sirat mata Dani, gadis itu tak tahu bagaimana harus menimpali perkataan Himchan. Dia terlihat marah memang. Ia tak senang jika Himchan berkata seperti itu pada Young Jae, tapi dia pun tak bisa menyangkalnya. Perkataan Himchan benar adanya. Dan ia benci itu. Benci jika ia  menjadi seorang yang tidak realistis.

 

 

****

 

“Aku akan kembali Song, aku janji. Aku akan kembali untukmu,” anak lelaki itu menatap wajah gadis di depannya.

“Kau benar-benar akan kembali? Kau pasti bohong,” gadis yang lebih muda itu menimpali perkataan lelaki, yang menjadi kakak kelasnya.

Angin musim gugur menerpa rambut gadis kecil itu, pita biru di rambutnya seakan hendak roboh ketika surai-surai hitam itu tertiup angin.

Lelaki itu maju beberapa langkah dan sedikit menunduk, menatap tepat di manik mata sang gadis.

“Aku akan kembali Song, pegang janjiku! Kau bahkan akan segera melihatku dari sana,” lelaki itu menunjuk menara mercusuar yang ada di belakangnya.

“Aku akan menjaga hatiku Dani, aku ada di sini,” ia menunjuk dada gadis kecilnya.

“Dan kau akan berada di sini,” ia menunjuk dadanya sendiri.

“Aku akan kembali dan kita akan bahagia selamanya, tunggulah aku. Aku akan kembali ketika kau lulus! Dan aku akan membawamu bersamaku! Aku Janji!”

Gadis kecil itu berhamburan memeluk si lelaki. Mereka tersenyum bersama kemudian. Dan hari itu adalah hari dalam sejarah hidup si gadis. Hari dimana ia memegang sebuah janji. Dan hari dimana ia harus menunggu.

 

****

Mata Dani terasa panas, ketika diam-diam ia menyentuh kembali memori lama yang seakan tetap hidup di benaknya. Ketika kristal bening itu hendak jatuh Himchan menepuk bahu Dani.

“Kau mengingatnya kembali? Sudahlah Song, jangan terus-terusan bersedih. Aku kesini untuk melihatmu tersenyum kan? Kenapa kau menyuguhi aku dengan sebuah tangisan? Sebelum air mata itu benar-benar jatuh, Ayo kita turun aku ingin melihat Sunset,” ujarnya, sambil bersiap menuruni karang.

Ketika mereka sudah benar-benar berpijak di tanah. Matahari  perlahan mulai di tarik ke arah barat. Seolah bola raksasa itu ditarik magnet yang luar biasa kuatnya,  kemudian semburat ke-emasan yang di pantulkan bola besar itu mulai kentara. Himchan menatap Dani. Kemudian ia menggeser sedikit tubuhnya untuk mendekati Dani. Manik kokoanya terlihat lebih bersinar ketika cahaya ke-emasan memasuki ruangannya. Dengan tiba-tiba Himchan menggenggam tangan Dani. Tangan-tangan itu terasa hangat dan begitu lembut.

“Aku harus mengatakannya Song, kau tahukan bagaimana rasanya menunggu kan? Lelah bukan? Aku hanya akan mengatakannya dan membuat hatiku terasa lebih baik” ia berkata.

“Apa yang ingin kau katakan?”

Himchan menarik napas dalam-dalam, sejurus kemudian ia mengurai gas karbondioksida itu perlahan.

“Aku mencintaimu Song,” ia berhenti sebentar, “—jauh sebelum Youngjae menyukaimu. Tapi aku yakin kau tak begitu,” sambungnya.

Dani hanya memalingkan wajahnya yang keperakan ditimpa sinar matahari yang sudah mencondong ke ufuk barat. Spontan sebagai tanggapan atas visualisasi yang gadis itu aktualkan dalam kalimat penggugah keterdiaman. “Ma—maaf Himchan tapi—“ ia membeku.

Kepala Himchan hanya menunduk kebawah, keringat dingin terasa di telapak tangan Dani. Kata-kata Himchan barusan bagaikan angin ribut yang mengaduk-aduk setiap tatanan hati gadis itu. Sahabat yang selama ini ia percaya, bahkan Himchan adalah orang yang paling sering mendengar semua keluh kesah Dani tentang Youngjae. Dan secara tiba-tiba ia menyatakn cintanya. Dani merasa menjadi wanita yang jahat sekarang. Bahkan dengan bodohnya ia tidak pernah menyadari hal itu selama ini.

“Aku memang jahat.” batin Song Dani.

 “Aku tahu. Tapi tak bisakah kau membuka hatimu padaku Song? Sedikit saja,” akhirnya Himchan berkata. Sebuah penegasan yang sia-sia ia pikir. Tapi Himchan masih berusaha mengajaknya berdialog. Jemari mereka masih saling bertautan, Dani merasakan Himchan menggenggam jari-jemarinya jauh lebih kuat.

“Dan juga Youngjae, dia tak akan pernah kembali.” Ia meneruskan.

Bagai ada seribu petir menyambar hati Song Dani kala itu. Kalimat Himchan barusan benar-benar menyulut emosinya. Ia tidak tahu lagi harus berkata apa. Mungkinkah Dani sudah terlalu membuatnya kecewa sehingga dia menjadi sebegitu benci terhadap Youngjae? Tapi dia tak harus berkata seperti itu di hadapan Dani.

“Pegang perkataanku Song, walau kau menunggu seorang Yoo Youngjae hingga sepuluh tahun atau bahkan seratus tahun kedepan dia tak akan pernah kembali. Kau harus menjalani kehidupanmu Song. Masa depanmu cerah, masa depanmu benar-benar harus kau gapai. Kau tidak bisa hidup terus-terusan seperti ini. Ikutlah denganku ke Jepang Song. Dan lanjutkan studymu disana,” ujar Himchan sambil mempererat genggaman tangannya pada Dani.

Dani tak bisa menjawab, gadis itu kelu. Hanya deburan ombak yang kian beradu. Langit sore akan benar-benar tenggelam beberapa menit lagi, Song Dani masih tak tahu harus berbuat apa.

“Janjiku pada Youngjae, aku tak bisa melepasnya begitu saja.” batin Dani.

 

“Aku akan kembali Song, aku janji. Aku akan kembali untukmu,”

 

Kata-kata itu kembali memenuhi setiap sel otaknya, kata-kata Yoo Youngjae menggema dalam setiap inci isi kepala Dani.

 “Aku sudah berjanji. Aku akan menepatinya. Aku percaya pada Yoo Youngjae, entah berapa lama lagi bahkan jika memang ia tak kembali” ia menguatkan argumen yang sekarang memenuhi isi hatinya. Dani merasa dilema. Ia tak tahu harus bagaimana, ia tak mungkin mengingkari janjinya pada Yoo Youngjae, tapi di satu sisi ia juga tak ingin melukai hati sahabatnya, Kim Himchan. Keduanya tak bergeming dalam waktu yang lama, sampai akhirnya Song Dani berkata “Maafkan aku Himchan,”

Sekali lagi Dani memberanikan diri menatap mata Himchan.

“Maafkan aku Himchan,” ulangnya, sembari melepas genggaman tangannya.

“Aku tidak bisa, aku tak tahu entah berapa lama lagi aku harus menunggu. Mungkin setahun,dua tahun atau bahkan seribu tahun kemudian. Tapi, aku percaya padanya. Bahkan jika dia tak kembali sekalipun, akan ku anggap itu adalah tahap penantianku. Kau bisa mendapatkan yang lebih baik. Jauh yang lebih baik dari aku.” Dani tersenyum sebelum melanjutkan  “aku akan terus di sini, entah berapa lama lagi. Aku akan selalu ada untukmu Himchan. Kau masih sahabat baikku. Dan akan selamanya begitu uhm?”

Himchan terdiam. Tubuhnya membeku.

“Beginikah rasanya mati rasa?” ia bertanya pada dirnya sendiri.

Tak ada kata yang mampu Himchan ucapkan, tenggorokannya tercekat. Ia mencoba sekeras mungkin agar air matanya tak jatuh. Akhirnya ia hanya menatap Dani, lalu lelaki itu menganggukkan kepalanya, kemudian tersenyum.

Dani membalas senyum Himchan dengan pelukan lembut, lalu ia membalikan badan, dan memulai untuk menjauh.

“Aku akan terus di sini Him, jika kau butuh aku sebagai seorang sahabat, aku masih tetap di sini,” ucapnya sebelum benar-benar pergi. Ada senyum tipis di wajah Himchan—walau aku tahu mungkin hatinya sedang teriris, ia mengangguk untuk yang kedua kalinya. Dani membalas senyumnya, lalu benar-benar pergi meninggalkannya sendiri.

****

Ketika wanita itu sudah benar-benar menghilang, mata lelaki itu terasa begitu panas, bulir bening di pelupuk matanya sudah hendak jatuh. Kendati demikian, ia mencoba menahannya. Lelaki itu mengangkat kepalanya, sembari mencoba menahan isakkannya.

“Maafkan aku Song, ini bukan kenyataan yang sebenarnya,” batinnya.

Kemudian ia merogoh saku celana hitam miliknya, lalu mengeluarkan sobekan kertas koran kumal yang ia pungut beberapa minggu lalu saat ia sedang berlibur ke luar negri.

“Maafkan aku Song, aku hanya tak bisa mengutarakan kebenarannya. Aku tak ingin membuatmu bertambah menderita. Kau akan baik-baik saja, jika kau tak mengetahui kebenarannya,” batin Himchan.

Hatinya bagai diiris dengan sembilu, bukan karena Dani menolaknya. Karena ia tahu sejak lama bahwa Dani pasti akan menolak cintanya. Himchan menghembuskan napasnya dengan kesal. Ia tak tahu Dani akan berkata demikian. Kenyataan yang sekarang dipegangnya menambah rasa bersalah di dalam hati Himchan. Kata-kata itu kembali bergema, “Aku tidak bisa, aku tak tahu entah berapa lama lagi aku harus menunggu. Mungkin setahun,dua tahun atau bahkan seribu tahun kemudian. Tapi, aku percaya padanya. Bahkan jika dia tak kembali sekalipun, akan ku anggap itu adalah tahap penantianku.”

Ia memandang kertas itu sekali lagi, meresapi setiap kata di dalamnya. Kemudian membuangnya ke dalam deburan ombak yang beradu. Menghilangkan kenyataan pahit yang sebagian sedang di tumpukan pada pundakknya. Terbesit senyuman Dani di benaknya sebelum dia benar-benar membuangnya. Himchan tersenyum. Kemudia benar-benar membuang kertas itu.

“Kau pasti akan bahagia Song, suatu hari nanti. Ada baiknya kita tidak mengetahui kebenaran dari pada tambah terluka.”

*** 

 

English News

Daily Telegraph.

Sebuah kapal tenggelam di lautan bebas Britania Raya kemarin malam. Tidak ada penumpang selamat termasuk seluruh staff. Kapal di identifikasikan berasal dari Republik Korea dan membawa seratus siswa, yang akan melanjutkan study di Inggris. Seluruhnya ada seratus tigapuluh lima korban. Pemerintah akan menindak lanjuti kejadian dan sudah melakukan evakuasi di daerah kejadian. Ada lima korban yang tidak di ketemukan. Salah satunya ketua dari SMA Byeonggun-Yoo Youngjae.

 

****

 

“Aku akan kembali Song, pegang janjiku! Kau bahkan akan segera melihatku dari sana.”

“Aku tidak akan membuka hatiku, jika kau memang tak kembali, aku akan bahagia dengan semua ingatan ku. Aku akan menunggumu di sini, hingga aku benar-benar menyerah. Aku tak akan bisa melepasmu dengan hati kosongku ini. Hanya kau yang bisa mengisinya. Bahkan jika aku harus menghabiskan seluruh waktuku.”

“Aku akan kembali dan kita akan bahagia selamanya, tunggulah aku.”

 

 

-FIN-

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet