Punch Romance

Punch Romance
Please Subscribe to read the full chapter

 

Changmin itu anak jenius yang tahu bahwa otaknya lebih encer dibanding anak lainnya. Karena itu dia selalu malas saat berada di sekolah, itu membosankan baginya, dan pelajaran sudah tak menantang lagi. Walau begitu tetap harus bergaul kan, apalagi murid tahun pertama begini.

"Kamu Shim Changmin anak akselerasi itu kan? Pasti kamu belajar keras sekali ya."

"Berarti usiamu lebih muda dari kami kan? Seharusnya kamu memanggil kami noona."

"Kalau ujian kamu harus memberi contekan kalau begitu."

Ocehan-ocehan dari cewek-cewek teman sekelas itu tidak digubris Changmin. Perempuan itu berisik dan keriuhan itu membuatnya terganggu dibanding merasa nyaman. Hari ini dia sedang sial duduk sendirian dan tahu-tahu saja mereka mengerubutinya seperti semut menemukan gula.

Karena bosan, Changmin mengedarkan pandangan dan menemukan meja berjarak satu meja darinya yang dihuni segerombolan cowok. Dari badge-nya sih siswa tahun terakhir alias tahun ini bakal lulus.

"Siapa dia?" Changmin mengendikkan dagunya ke arah seorang laki-laki yang dari tadi terlihat antusias berbicara dan ditimpali lainnya. Seperti pusat arus.

"Dia Yunho sunbae. Kamu belum pernah dengar tentang dia?"

Changmin membutuhkan beberapa detik menyeleksi laci-laci ingatannya sebelum menggeleng.

"Jangan dekat-dekat dia. Tidak ada satupun anak kelas satu yang berani mendekatinya. Kudengar kelas dua saja juga tidak berani."

"Ah, gara-gara Kim Dong Jik oppa kan? Dia pacarnya?"

"Entahlah, tapi sepertinya bukan. Eh memang siapa pacarnya? Bukannya unnie kelas lima itu?"

"Dong Jik oppa itu kan baby sitternya...hahahaha~"

"Kamu naksir Dong Jik oppa dan gagal mendapatkannya kan? Mana mungkin kamu mengalahkan kecantikan Yunho sunbae."

Changmin masih diam menyimak sambil sesekali terang-terangan memandang Yunho. Orang yang lucu. Matanya lucu sekali. Lalu salah satu temannya menunjukkan sosok Kim Dong Jik yang ternyata duduk tepat di sebelah kanan Yunho. Tampangnya sangat tidak ramah. Tidak ada lucu-lucunya.

Saat mengembalikan tatapan dari Dong Jik ke Yunho tiba-tiba saja sepasang mata musang itu bertabrakan dengan milik Changmin. Keduanya bertukar pandangan dengan mematung tanpa kata. Akhirnya semua menoleh memperhatikan mereka berdua.

"Aku akan mendapatkannya," bisik Changmin tidak terlalu pelan untuk dilewatkan.

Kalimat itu menghentikan segala keriuhan.

Tentu saja, dia juga menyadari Dong Jik tersulut seketika.

 

*************************

 

Changmin mengerang kesakitan ketika menggerakkan tubuhnya. Seluruh punggungnya nyeri apalagi di malam musim dingin seperti ini. Rasanya tulangnya berubah jadi balok kayu yang dipatahkan dan semoga tidak ada yang patah.

Cih, Dong Jik sialan! Dia sama sekali tak bercanda.

"Wow...kamu masih hidup?"

Changmin memicingkan matanya melihat sosok tinggi menjulang di depannya. Lebih mirip raksasa godzilla daripada malaikat penolong meski tangannya terulur membantunya berdiri. Ternyata itu Yunho dan ini pertama kalinya Changmin memperhatikan sunbae-nya dengan detil dalam jarak dekat. Meski lampu jalan agak temaram namun ia bisa melihat beberapa guratan luka di wajah yang lembut dan terkesan empuk itu. Seperti marshmallow.

Ah, setidaknya itu Yunho sehingga lumayan mengurangi nyeri di hati Changmin karena harga diri diinjak-diinjak. Tapi kenapa harus pertama kali bertemu dalam keadaan memalukan begini?!

"Sepertinya Dong Jik benar-benar menghajarmu," ucap Yunho sambil memindai seluruh tubuh Changmin dan menekan-nekan lengannya yang dijawab erangan keras. "Ups...sorry~"

"Apa yang kau lakukan di sini hyung?"

"Memastikan apakah kamu butuh pertolongan."

Rasanya ada yang menyalakan kembang api di dalam hati Changmin. Sakitnya langsung berkurang drastis. "Kamu peduli padaku?"

"Jangan pede dulu," ucapan Yunho yang disertai ekspresi datar itu tak membuat Changmin gentar. Tetap menarik kok. "Aku ini anggota PMR dan sering melakukan hal seperti ini."

Yunho membatin saja betapa naifnya Changmin. Andai saja dia tahu berapa banyak korban Dong Jik yang kutolong. Karena itu juga tidak terlalu banyak yang balas dendam ke Dong Jik.

"Berarti benar kan kamu peduli padaku."

"Oke, aku peduli karena kamu anak kelas 1 jadi kuduga kamu tidak punya teman yang akan menolongmu."

"Hei...aku punya teman," Changmin tahu tebakan itu benar tapi gengsi mengakuinya.

"Mana?" senyum Yunho begitu meremehkan.

"Mereka sedang dalam perjalanan ke sini."

"Oh, kalau begitu kamu tak membutuhkanku. Aku pergi saja kalau begitu."

Changmin langsung terhenyak.

"Hei, yah! PMR macam apa kamu hyung?! Aku ini butuh pertolongan pertama, masa kamu tinggalkan begitu saja."

Yunho memutar bola matanya jengah tapi toh memapah Changmin juga pada akhirnya. Yunho pura-pura tidak tahu kalau anak kelas satu itu memindahkan seluruh beban tubuhnya padanya, mana cengar cengir pula sepanjang jalan. Sudah biasa menghadapi situasi seperti ini. Orang-orang seperti ini.

Akhirnya Yunho membawa Changmin ke convenient store untuk membeli minuman sekalian mengkompres bagian paling parah agar bisa berjalan lagi. Ogah juga kan menyeret-nyeret anak itu hingga rumahnya walau tak keberatan mengantar hingga depan pintu rumah. Kasihan juga kalau Dong Jik masih menghajarnya lagi besok karena ketahuan dia bantu begini.

Tunggu, sebenarnya itu ide pemaksaan dari Changmin yang pura-pura disetujui dengan berat hati oleh Yunho.

Changmin memang ahlinya modus. Jadi dia bertampang memelas terus agar Yunho tak meninggalkannya sendiri. Untung dia langsung punya ide saat Yunho berniat pulang.

"Aku lapar sekarang. Bagaimana kalau kita beli tteobokki dulu?"

Lalu pada akhirnya mereka berdua sudah berdiri di depan kedai penjual tteobokki.

Uap panas rice cake itu mengepul menghangatkan tubuh mereka di malam musim dingin begini. Hari ini memang agak lebih dingin dibanding biasanya meski tidak turun salju. Yunho memakai mantel agak tipis tapi syalnya begitu tebal hingga menenggelamkan mulut dan bibirnya, membuat saus tteobokki menempel di sana meski dia sudah mengurainya dari leher.

Changmin membiarkan tawanya membahana dan membuat Yunho manyun.

Yunho kemudian menjejalkan paksa tteobokki panas itu ke dalam mulut Changmin hingga nyaris tersedak. Dengan kejamnya dia hanya tertawa ketika Changmin batuk-batuk dan mencari minuman.

"Aigoo~ kalian manis sekali. Kalian kelas berapa nak?"

"Saya kelas tiga ahjumma~" ucap Yunho cepat dan mewakili Changmin yang belum bisa menjawab. "Dia kelas satu."

"Aigoo~ tahun ini harus ujian kelulusan ya. Semoga kamu lulus ya nak. Aku akan memberi kalian bonus kalau begitu."

"Kamsahamnida!" jawab Yunho dan Changmin kompak dengan lantangnya.

Sambil membawa bonusan tteobokki itu keduanya berjalan menuju halte bis. Yunho menawarkan mengantarkan sampai ke rumah karena takut tiba-tiba ambruk di jalan tapi Changmin meyakinkannya itu tidak akan terjadi. Bagaimanapun dia gengsi kalau sampai diantar di depan rumah. Jangan terlalu aji mumpung hingga terlihat tidak keren.

"Terima kasih untuk hari ini. Aku sangat menghargai pertolonganmu hyung."

"Kusarankan jangan cari masalah dengan Dong Jik lagi. Aku tidak bisa selalu membantumu."

"Jadi maksudnya aku tidak boleh berteman denganmu hyung?"

Yunho diam cukup lama sebelum menjawab samar-samar. "Tidak juga."

"Nggak papa sih kalau gak boleh berteman, tapi naksir boleh kan?"

Yunho yang dari tadi tidak bisa diam berdiri dengan terus tolah toleh melihat sekitarnya sekarang benar-benar diam. Dia membelalak kaget memandangi Changmin tajam. Wajah clueless-nya itu benar-benar tampak cute di mata Changmin yang masih betah cengar-cengir.

"Dia bukan pacarmu kan hyung?"

Yunho menunduk dan menenggelamkan dirinya di gundukan syal. Mulutnya yang tertutup wool menyuarakan jawabannya samar-samar. "Bukan sih..."

"Sudah punya pacar? Atau naksir seseorang?"

"Tidak. Tidak ada."

Changmin masih ingin mengorek informasi tapi akhirnya bus yang ditunggu datang. Tak ada pilihan lain selain masuk bus, Changmin masih tega pamit dengan begitu riangnya pada Yunho. "Aku pulang duluan ya hyung! Sampai jumpa besok!"

Yunho mengangguk pelan tanpa menjawab dengan kedua tangannya masih berada di dalam saku mantel. Namun Changmin bisa melihat dari mata itu sepertinya mengulaskan senyuman. Tak terlalu lebar sih tapi setidaknya bukan penolakan.

Ah, masih ada hari esok...

Apa enaknya masuk PMR saja ya?

 

*************************

 

Changmin boleh berencana tapi janji antar laki-laki tak bisa dilanggar. Esoknya Changmin sudah bertekad mengisi kolom ekstrakulikuler PMR tapi sobatnya mengingatkan untuk menemaninya masuk kelas seni. Berkilah seperti apapun ternyata tidak berhasil dan demi solidaritas persahabatan akhirnya dia menyerahkan kertas itu pada gurunya dengan isian "art".

Changmin pun uring-uringan karena ini kesempatan emas untuk bisa dekat dengan Yunho. Masuk PMR tahun depan juga percuma mengingat kelas tiga sudah lulus. Kelas satu wajib Pramuka tapi itu juga tak mempertemukannya dengan Yunho.

"Aku ikut kelas seni," ucap Changmin setelah duduk di sebelah Yunho. Sekarang mereka di dalam perpusatakaan dan tumben Yunho terlihat sendirian tapi jelas Changmin tak minat menanyakan dimana Dong Jik. "Padahal aku ingin masuk PMR."

"Kamu menguntitku?"

"Ini perpustakaan satu-satunya dan sekolah kita tidak luas," ucap Changmin biasa saja dengan wajah malas. "Kita kan sering berpapasan di kantin atau gerbang sekolah jadi apa aneh kalau ketemu di sini juga?"

Wajah Yunho tampak memerah dengan cepat dan buru-buru kembali

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
luvnanda #1
Chapter 2: Niceeee....finally i can read it.... :) horee horee horee i love minho or changho couple...
luvnanda #2
Nyut nyut nyut....kepalaku suka sakit klo penasaran gini....hehehehehe...
LovelySpringBreeze #3
Chapter 2: penasaran sebenerny knp dong jik protektif bngt ke yunho? hehhee...