Chapter 1

Rose Pink

Kris menyesali berbagai hal dalam hidupnya; ia menyesal bersusah-payah lulus kuliah dari jurusan yang sama sekali tak berguna baginya saat ini, ia menyesal pernah menerima tawaran dua proyek film dan satu drama kejar tayang sekaligus, ia menyesal tak cukup banyak membuat onar saat masih di bangku sekolah menengah, ia menyesal tak sempat merasakan enaknya bebek peking ketika ia syuting di Beijing gara-gara ia sedang masa diet, dan berbagai penyesalan lainnya.

Tapi yang pasti, saat ini Kris menyesal tak mematikan ponselnya sebelum ia tidur. Ia lebih menyesal lagi  telah mengangkat telepon Luhan. Dan yang paling ia sesalkan adalah: ia menyesal telah menerima Luhan sebagai teman baiknya. Sungguh menyesal.

Ia ingat, bertahun-tahun yang lalu, ketika mereka masih sama-sama duduk di bangku sekolah menengah, Luhan tersedak minumannya ketika ia bertemu Minseok untuk pertama kalinya.  Luhan, si anak pindahan, ditakdirkan untuk menempati bangku kosong di sebelah Kris. Kris tak ingin terlibat dengan si anak baru, baginya itu cukup merepotkan, ia malas ditanyai macam-macam apalagi diminta memberinya tour kesana-kemari keliling sekolah. Jadi ketika Luhan mengajaknya berkenalan, Kris hanya menjawab ala kadarnya. Ia berharap Luhan pun tak mengacuhkannya.

Yang tak Kris duga hanyalah, bahwa Luhan jauh jauh dari perkiraannya. Ia sama sekali bertolak belakang dengan Kris (dan Minseok). Singkat cerita, Luhan tak menyerah untuk menjadi teman baik Kris, dan voila! tiba-tiba Kris menyadari bahwa Luhan berada di sampingnya hampir setiap saat. Maka ketika suatu hari saat jam makan siang Minseok menghampiri Kris untuk menyampaikan pesan dari seorang guru, Kris tak menyangka bahwa reaksi Luhan akan sangat di luar dugaan.

“Oh Tuhan, Kris, aku baru saja bertemu bidadari!” teriaknya saat itu, membuat Kris menundukkan kepala dalam-dalam karena malu. Apa Luhan tak sadar mereka ada di tengah-tengah kafetaria sekolah yang sedang ramai?

Ia mengakui bahwa wajah Minseok memang jauh di atas rata-rata (itu salah satu sifat dominan di keluarga mereka, wajah dan penampilan yang cukup luar biasa), ia hanya tak menduga bahwa Luhan bisa terang-terangan memuji saudarinya dan menyebutnya bidadari. What the hell, bidadari dari Hongkong?

Lambat laun Kris pun menyadari bahwa rasa suka Luhan pada Minseok lebih dari sekadar kekaguman. Sayangnya karena saat itu Minseok masih menjalin hubungan dengan Dongwoo (seorang senior yang menurut Kris berwajah mirip dinosaurus), maka Luhan hanya bisa gigit jari (dan sesekali mencuri-curi pandang). Maka ketika akhirnya Minseok memutuskan hubungannya dengan Dongwoo, Kris tak segan untuk memberikan Luhan kesempatan.

Ia mengira cinta monyet Luhan tak akan bertahan lama (jangan tanya Minseok, menurut Kris saudarinya itu agak-agak tak punya perasaan).

Ia mengira beberapa minggu (atau hari) kemudian mereka akan putus tapi oh tentu saja ia tak bisa menduga jalannya takdir.

Siapa sangka pasangan paling tidak cocok sejagat raya itu tetap langgeng dan melangsungkan pernikahan tiga tahun setelah mereka lulus kuliah?

Kris sempat membeli caffe latte dingin dalam perjalanan menuju apartmen Luhan dan Minseok. Matanya terasa berat dan perih. Ia baru pulang dari syuting salah satu film-nya jam tiga dini hari, dan Luhan meneleponnya ketika bahkan jarum jam belum menunjuk angka 12. Kris ingin mengumpat keras-keras. Hari ini adalah hari liburnya setelah sekian lama ia menjalani syuting yang melelahkan, ia ingin tidur sepanjang hari, ia ingin tidur tanpa diganggu. Tapi ternyata si rusa jantan selalu bisa mengacaukan harinya.

Kris menyesal dulu ia tidak mendepak Luhan ketika lelaki itu duduk di sampingnya di hari pertama kepindahannya.

Sampai di depan pintu apartmen Luhan dan Minseok, Kris memencet tombol bel dengan ogah-ogahan. Belum ada tiga detik berselang, pintu di hadapannya mengayun terbuka dan wajah Luhan menyembul dari baliknya. Tentu saja, diiringi senyum lebar khasnya.

“Kau kan tahu kodenya, ngapain mencet-mencet segala, sih?” Luhan bertanya sembari merapikan sepatu Kris yang dilepas sembarangan. Samar-samar Kris mendengar gumaman Luhan, “Minseok akan membunuhmu kalau tahu kau tak meletakkan sepatumu di tempat semestinya.”

Persetan dengan Minseok dan OCD-nya yang menyebalkan itu.

Kris langsung duduk di sofa tunggal, di sofa panjang di sebelahnya Minseok duduk menyilangkan kaki sambil memainkan suatu game di ponselnya. Hah, fruit ninja, konvensional sekali, pikir Kris ketika mendengar suara hyat hyat dan dentingan pedang. Luhan kembali dan duduk di sebelah Minseok sambil mengusap-usap kepala istrinya. Kris yakin, kalau itu orang lain, orang itu pasti sudah habis dipukuli Minseok karena berani menyentuh kepalanya. Kris mulai membayangkan, apa yang pertama dialami Luhan ketika ia berani menyentuh Minseok ketika mereka masih pacaran dulu?(bonyok? mimisan? patah tulang?)

Kris menggigit ujung sedotan ice caffe latte-nya. Ia mulai tak sabar dengan kelakuan pasangan di hadapannya. Tidak, bukan Minseok, maksudnya adalah Luhan. Rusa jantan yang suka berpikiran kotor itu mulai melakukan tindakan-tindakan aneh yang membuat Kris curiga (dan senyumnya itu, si rusa jelek itu tersenyum begitu lebar sampai-sampai Kris berpikir sebentar lagi bibir Luhan akan sobek). Sedangkan Minseok, seperti Minseok yang dikenalnya, sama sekali tak menunjukkan reaksi terkesan atas tingkah laku suaminya.

"Minseok, kau mau kemana?" Luhan bertanya ketika Minseok hendak berdiri dari posisi duduknya di sofa di samping Luhan.

"Mengambil minum."

"Akan kuambilkan!" Luhan berkata lalu bergegas hengkang dari tempat duduknya dan melesat ke dapur.

Kris menatap Minseok penuh curiga. "Suamimu kenapa, sih?"

"Kau kan tahu ia memang berlebihan." Dengan tanpa ekspresi Minseok menjawab. Ia mengambil kembali ponselnya yang tergeletak di meja di hadapannya dan memainkan game yang tadi ia hentikan.

"Tapi sekarang ia seperti berlebihan yang sangat berlebihan," Kris menggumam, menyesap minumannya, tak puas dengan jawaban Minseok. Belum sempat Minseok membalas, Luhan telah kembali dengan segelas minuman berwarna hijau terang.

"Kubuatkan kau lemon hangat," ujarnya gembira dengan senyum yang tak lepas dari wajahnya. Minseok menerimanya dan meminumnya. "Bagaimana? Apa terlalu asam? Apa kurang manis?" Matanya memandang Minseok penuh harap.

Wanita di sebelahnya mencecap, meneguk sekali lagi minuman di tangannya. "Hmm, agak terlalu panas sih."

"Benarkah?" Luhan segera meraih gelas di tangan Minseok dan meniup-niupnya.

"Yah, yah, apa yang kau lakukan? Kau memindahkan bakteri di mulutmu ke minumanku, tahu!" Minseok merebut gelasnya dari Luhan dan meletakkannya di meja. Sementara Luhan memandangnya dengan ekspresi anjing dibuang. "Aku hanya ingin mendinginkannya," gumamnya pelan dengan nada terluka.

"Apakah minuman buatanku bisa meredakan rasa mualmu?" Luhan bertanya lagi, kali ini tangannya beralih ke perut datar Minseok.

"Kau sakit?" Kris bertanya, mau tak mau mulai khawatir.

"Abaikan saja kata-kata Luhan," sahut Minseok, mengabaikan wajah cemberut Luhan. Minseok mengalihkan tangannya dari ponselnya hanya untuk menggaruk punggung tangannya yang terasa gatal.

Sedetik kemudian Luhan kembali berseri-seri dan meraih tangan Minseok. "Tangan Minseok-ku gatal? Sini kugarukkan," ujarnya riang sambil mengusap-usap punggung tangan Minseok. Minseok sama sekali tak terpengaruh, ia membiarkan saja Luhan menggaruk lembut punggung tangannya, sementara satu tangannya yang lain mengetik sesuatu di ponselnya.

Kris sudah tak tahan. Ia mulai muak melihat adegan menjijikkan di hadapannya.

"Oke, baiklah!" katanya akhirnya memecah keheningan. "Luhan, kau memanggilku pagi buta untuk datang kesini hanya untuk melihat kelakuan memuakkanmu dengan saudariku?"

"Yah, ini adalah tanda rasa cintaku pada Minseok!" Luhan berusaha membela diri. "Lagipula, hehehe, Minseok pantas mendapatkannya, iya kan, Istriku?"

Wajah Minseok tetap datar. "Kau belum memberitahunya?"

"Memberitahu apa?" Kris mulai tak sabar.

"Kabar itu terlalu sakral untuk disampaikan lewat telepon!" sanggah Luhan tak terima. Ia mengalungkan lengannya di bahu Minseok dan mendekapnya erat. "Kami punya kabar bahagia untukmu, Kris!"

Kris mengangkat sebelah alisnya.

Senyum Luhan semakin berseri-seri. "Baozi-ku akan punya baozi kecil, horeeee!"

Satu alis Kris yang lain ikut terangkat. Ia tak mengerti. Pandangannya beralih pada Minseok yang masih menampilkan ekspresi datar seolah sama sekali tidak heran dengan tingkah suaminya yang sedang menari-nari gembira.

"Aku hamil."

Kris tersedak caffe latte-nya.

Kris berusaha mengabaikan Luhan yang bercerita dengan penuh semangat; bagaimana tadi pagi Minseok mual-mual dan Luhan yang menduga Minseok terserang virus berbahaya langsung melarikannya ke rumah sakit (pukul empat dini hari), lalu mendapatkan kabar gembira bahwa Minseok hanya hamil empat minggu. Kris hanya melongo menatap Minseok yang sibuk membalas pesan di ponselnya, sama-sama mengabaikan Luhan.

“Min,” panggil Kris.

“Hmm.”

Luhan masih bercerita sampai mulutnya berbusa.

“Kau tidak bercanda kan?”

Minseok menatapnya tanpa ekspresi. “Kalaupun aku ingin mengerjaimu, apa kau pikir Luhan bisa berbohong?”

Oke, Kris pikir Minseok benar.

“Tapi ini bayi…” Kris menatap pasangan muda itu dengan tatapan horor. Terlintas di benaknya apa yang akan terjadi dengan keponakannya nanti jika dia lahir: mungkinkah ia akan mirip sepertinya ibunya, tidak berperasaan, wanita yang bisa mematahkan tangan seseorang bahkan dengan ekspresi datar? Atau jangan-jangan ia akan mirip ayahnya, yang bodoh, mudah dibohongi, tapi sering punya pikiran kotor?

Oh tidaaakk, Kris tak rela ada seorang bocah kecil tak berdosa harus menanggung kenistaan kedua orangtuanya…

“Yah!”

Buukk!

“Aww!”

Kris mengusap wajahnya yang terasa panas seketika ketika Minseok memukulnya dengan bantal. Ia melotot tajam ke arah Minseok yang hanya menampilkan seringai kecil. Dasar iblis!

“Kau jangan berpikir macam-macam tentang anakku-”

“-anakku juga!” Luhan tak mau kalah.

Kris menghembuskan nafas panjang. “Maksudku, kalian kan tak punya pengalaman mengurus bayi, apa kalian yakin akan tetap melanjutkan…rencana…menjadi…orangtua?” Ia berkata dengan hati-hati. “Mungkin kalian ingin… kau tahu, menunda dulu… atau abors—WADAW!”

Minseok berhasil mendaratkan tendangan supernya tepat di tulang kering Kris.

“Baiklah, baiklah,” Kris kembali memulai setelah ia meminta maaf pada Minseok (yang memelototinya dan mengancam akan membakarnya hidup-hidup bila Kris berani menyebut kata terlarang itu lagi) dan pada Luhan (yang mulai menitikkan airmata, tak percaya bahwa sahabatnya sendiri bisa mengusulkan sesuatu yang begitu mengerikan). “Maksudku adalah kalian tak punya pengalaman sama sekali mengurus bayi, bagaimana kalian akan bisa mengurus anak kalian nanti? Kau pikir punya anak itu gampang?!”

“Punya anak memang gampang kok,” Luhan menyela dengan senyum mencurigakan, matanya mengedip menjijikkan. “kan tinggal memasukkan-”

“Maksud Kris bukan itu!” Minseok dengan cepat menoyor kepala Luhan, tak ingin kehidupan ranjangnya diketahui orang lain bahkan bila itu adalah saudaranya sendiri.

(Kris menangis dalam hati. Ia memutuskan punya keponakan yang mirip Minseok jauh jauh lebih baik daripada mirip Luhan.)

Minseok kemudian menjelaskan bahwa mereka akan ikut kelas persiapan orangtua (Kris tak bertanya lebih jauh apa itu kelas persiapan orangtua, toh ia pun tak akan mengerti kalau dijelaskan). Luhan menambahkan bahwa ia akan menimba ilmu pada teman-teman di kantornya yang telah berpengalaman (“Ada seorang teman di kantorku yang memiliki paman dengan sembilan anak! Bayangkan, Kris! Sembilan! Angka yang fantastis, bukan? Aku akan meminta paman temanku itu untuk mengajariku bagaimana bisa membuat anak sebanyak itu—aakkh, ampun, Minseok, ampun—maksudku, aku akan memintanya mengajariku cara mengurus bayi.”)

Kris menahan keinginannya untuk membenturkan kepalanya di meja di depannya. Mereka berdua benar-benar hopeless, pikirnya. Ia tak tega untuk mengatakan pada Minseok bahwa ia sama sekali tak punya sifat keibuan dan bahwa Luhan sama sekali belum pantas menjadi seorang ayah.

“Kris, kau mau melihat sesuatu?” Minseok menawarkan ketika mereka telah beralih dari topik bayi.

“Apa?”

Minseok tersenyum. (Kris berusaha mengabaikan kenyataan bahwa semua hal yang diawali dengan senyuman Minseok tak akan pernah berakhir baik—setidaknya untuk orang lain). Ia berdiri dan masuk ke kamarnya. Kris berusaha melempar tanya pada Luhan, tapi si rusa jantan itu juga menggeleng tak tahu. Tak berapa lama Minseok kembali dengan sebuah benda pipih sepanjang jari tengah berwarna putih. Minseok menyerahkannya pada Kris.

“Apa ini?” Kris memegang kedua ujung benda itu dengan tangannya, membolak-baliknya, lalu membauinya. Ada sebuah tanda dua garis merah di bagian tengahnya.

“Ah, itu!” Luhan berseru dengan semangat. “Itu namanya test-pack. Itu test-pack yang tadi dipakai Minseok.”

“Apa itu test-pack?” Kris masih memegang-megang benda tersebut dengan penuh penasaran.

“Itu loh, alat tes kehamilan. Dua garis tandanya positif hamil, iya kan, Sayang?”

Minseok hanya mengangguk dengan senyuman penuh arti.

Dahi Kris mengerut, kesadaran mulai menghinggapinya. Tunggu, ia ingat samar-samar ia pernah menonton suatu film dengan adegan seorang wanita yang mengecek apakah dirinya hamil atau tidak… sepertinya memakai benda seperti ini juga yang dicelupkan pada…

“BANGSAT KAU MINSEOK!”

Tawa iblis pun berkumandang di ruangan tersebut.

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Navydark
#1
Chapter 2: Ahahahahahha, gak berenti ketawa bacanya.
Aaaaaa, sumpah ini lucu banget. Nyesel baru nemu. Aku akan menunggu updatean mu author dengan sabar, kekeke...
kajujul
#2
Chapter 2: author aku sayang kamu -tulisannmu- keep writing ya! xiuhan hardshipper mendukungmu!
btw kalo bikin ff pair krismin juga kayaknya bakal lucu;-;
3K_121418 #3
Chapter 2: kocak banget interaksi antara mereka ber3... hehhehee
suka deh sama ceritanya... yeay \^^/
update soon thor.. pengen liat interaksi kris sama lay.. ^3^
Clovexo
#4
Chapter 2: update soon ya thor... gak sabar nunggu ada yixing~
Julianeka
#5
Chapter 2: Author cepet update chap 2 ya.
kimzy1212 #6
Chapter 2: Wah akhirnya update,janji ya kk chapter depan ada yixingnya.....
KimJiyong #7
Chapter 1: duh si Kris jadi om ganteng... #miris sirik#
tp setuju sm Kris klo ntr ponakan ny lahir biar mirip Min ajah, klo mirip Luhan, terlalu kotor nanti pikiran ny...
g sabar nunggu polah usil duo pasangan nista ini >0<
update soon, author-nim!! Fighting!!
yixingmaid #8
Chapter 2: agak kurang nyaman baca ending chap 1..

'BANGSAT KAU, MINSEOK !'

Wow...masa' dgn saudara bilang gitu, author-nim..
wuv_kray
#9
Chapter 1: Ok.
Gw pengen duduk disamping Kris dan elus2 dada nya dia.
Sabaar2, ngadepin kelakuan Drama Queen Lu -,-
tp kocak!
Wkwk.
Anak nya Xiuhan bakal gimana perilaku nya?
Btw, main pair nya Xiuhan ya? Tp kray nya juga banyakin yaaahhh, pwease :3
fast update thor :)
Clovexo
#10
Chapter 1: lanjut dong, lanjut~