Chapter 1

I AM A BIPOLAR

Hanya ini yang setiap hari ku nantikan. Bisa terlelap dengan tenang, nyaman dan melepaskan semua beban yang hampir setiap hari memenuhi kepalaku. Rasa sakit yang biasa muncul diantara tulang bagian belakang kepalaku perlahan demi perlahan terasa menghilang.

Nyaman. Ini yang kurasakan sekarang. Melupakan semuanya, itulah yang selalu kuharapkan. Tapi itu sangat sulit. Hanya sebagian kecil saja otakku dapat berpikir dengan baik dan normal. Sebagian besarnya aku hanya seorang pria yang hidup menderita, kesepian, kesakitan, traumatis, juga depresi.

Bipolar Disorder. Sebuah penyakit yang telah membuatku menderita hampir 10 tahun lamanya. Penyakit langka yang tanpa pernah aku sadari sedikit demi sedikit menyiksa batinku. Menjadi seseorang yang penuh dengan tawa dan rasa bahagia tapi dapat berubah menjadi seseoang yang Depresi, tidak dapat berpikir realistis dan hanya satu jalan yang selalu terbayang dalam pikiranku. Mengakhiri hidup.

Betapa menakutkannya saat penyakit itu datang tanpa diundang. Dan betapa menyakitkannya ketika orang terdekat menjauh karena ketakutan dengan apa yang sedang aku rasakan. Cuma obat penenang yang bisa jadi teman karena tidak ada siapapun yang bisa dimintai jawaban atau pertanggung jawaban atas apa yang kualami. Semakin banyak apa yang ingin aku lakukan. semakin jatuh aku dalam keterpurukan. Ditambah dengan seseorang setiap harinya selalu mengacaukan semua apa yang ingin aku lakukan. Dia datang lalu menghilang. Selalu seperti itu. Hingga akhirnya aku harus memutuskan Jalan gelap atau hanya jalan terang. Tetap tinggal bertahan atau tinggalkan.

Bukannya aku tidak mencintai hidup. Semua Depresi yang telah lama kualami ini membuatku memilih jalan maut. Sudah tak terhitung berapa kali aku mencari mati. Tapi tetap saja. Nihil, karena Dia aku tidak akan pernah berani melakukannya.

Sangat tidak nyaman memiliki hidup tanpa kontrol. Tidak dapat membedakan apa yang dipikirkan dan apa yang dirasakan. Semua kebodohan yang sering kulakukan tidak dapat pernah bisa kuhentikan. Hingga secara perlahan. Orang orang terdekat semakin menjauh dan menghilang.

Selalu seperti ini. Aku ditinggalkan. Setiap hari setiap saat, semuanya sama. Mereka pergi, disaat ku butuh empati dan sekarang kau juga pergi disaat ku bisa berdiri. dan akan tetap seperti ini. Melihat dunia dibalik foto. Menatap dunia yang kutakuti dan orang orang yang meninggalkanku pergi.

“Hyung.. kau dimana? Aku membutuhkanmu saat ini.”


12 January 2014

Sebuah cahaya terpantul di balik langit langit kaca memasuki ruangan yang sempit dan pengap karena kegelapan kini perlahan disinari sang pemimpin tatasurya. Kamar itu hanya tertutupi bukan oleh langit langit kamar seperti biasanya yang terbuat dari tanah liat atau pun kayu melainkan dari sebuah kaca. Ya cukup untuk menerangi kamarnya yang sama sekali tidak ada jendela. Saat menatap keatas. Akan terlihat Angkasa yang luasnya tidak akan pernah berujung.

Seorang pria sedikit melengguh perlahan. Terganggu akan sinar cahaya yang perlahan mengganggu matanya. Dia memutar tubuhnya dan menutup matanya dengan dihalangi lengan kirinya untuk menghindari sinar cahaya tersebut.

Dengan sweater berwarna krim yang ia kenakan juga celana tidur putihnya yang menjadi selimutnya semalaman ini. Selimut? Dia tidak akan pernah membutuhkan benda penghangat itu. Baginya, dia akan terasa nyaman bila selimut itu sendiri menjadi seprai dalam tidurnya.

Beberapa menit dia mencoba terlelap kembali. Berusaha berusaha berusaha bahkan dia memberi sugesti untuk dirinya sendiri agar kembali menutup matanya rapat. Namun hasilnya nihil. Semakin dia mencoba, semakin sulit dia akan memejamkan matanya lagi.

Merasa kesal dan marah. Perasaanya begitu sangat tersanyat. Dia hanya bisa tidur 2 jam saja setelah hampir  5 hari dia tidak bisa terlelap karena penyakitnya memberikannya penderitaan untuk tetap terjaga dan merasakan lebih dari Insomnia. Dia tidak akan pernah bisa tidur dengan rentan waktu lebih dari 5 jam dalam sehari. Bahkan seminggu ataupun berbulan-bulan.

Dengan terpaksa. Pria berkulit tan itu menarik tangannya yang menutupi kedua  matanya tadi. Menjatuhkannya kesal kesamping tubuhnya dan membuka perlahan matanya.

Sedikit sulit karena cahaya matahari yang langsung menyinari matanya tepat diatasnya itu membuatnya mau tak mau mebuka mata perlahan. Dalam hatinya selalu berkata di setiap paginya. “kau telah menemukan pagi baru lagi namun akan tetap sama tidak akan pernah berbeda.” Dan itu hanya bisa membuatnya membuang nafas perlahan.

Matanya kini bisa menerima dengan baik cahaya matahari yang kini telah bersinar menerangi setiap sudut kamarnya. Pandangan matanya yang awalnya menatap angkasa secara langsung kini mulai dialihkan kesamping kanannya untuk melirik jam.

Namun dia merasakan jantungnya seolah berhenti, nafasnya yang tadi berjalan normal kini merasa sesak. Hanya diam. Itu yang bisa dia lakukan. Tidak bisa terusik sama sekali bahkan untuk menggerakan tangan pun tidak mampu. Dia melihat sosok yang selama ini telah lama menghilang kembali muncul dengan tiba tiba di hadapanya.

“Pagi Jongin.. akhirnya kau bisa tidur juga. Bagimana dengan tidurmu? Apakah nyaman? Ayo kita sarapan. Aku sudah membuatkan makanan yang kau sukai.” Ucapnya dengan riang memamerkan senyum manisnya.

pria berkulit putih halus itu. Seolah menunggu dengan ajakannya terhadap jongin yang baru saja bangun dari tidurnya. merasa lelah menunggu akhirnya pria itu berjalan menghampiri Jongin yang masih berbaring diam di kasurnya. Dia menarik tangan Jongin untuk bangun namun jongin membalasnya dengan menarik tangannya kembali untuk terlepas dari genggaman tangan pria mungil itu.

Jongin menatap terkejut dan seolah merasa ketakutan jongin menjauhkan tubuhnya dengan menggeser tubuhnya sendiri yang setengah bangun.

“Hey.. kenapa kau menatapku seperti itu? Kau tidak senang aku berada disini?” ucapnya.

Namun Jongin tetap saja diam dan sibuk dalam pikirannya sendiri. “Hyung? Kau pulang?”

Pria manis itu tersenyum menunjukkan senyum cerahnya. “Tentu saja aku pulang. Hari ini adalah hari ulang tahunku. Dan kau harus merayakannya untukku.” Ucapnya dengan semangat. “Kau harus menunjukkan sisi baikmu terhadap Do Kyungsoo. Pria yang tengah berulang tahun hari ini.”

Perlahan Jongin sedikit membangunkan tubuhnya. Menatap Kyungsoo Lekat. Dia sudah menghilang setahun yang lalu dan kini dia kembali hanya untuk meminta merayakan ulang tahunnya. Satu yang dipikirkan Jongin saat ini. Apa Kyungsoo datang untuk kembali pergi meninggalkannya?


“Saengil cukhae hamnida..saengil chukhae hamnida.. saranghaneul uri Kyungsoo.. maeil saranghamnida..”

Kyungsoo dengan semangatnya bertepuk tangan sendiri dan bernyanyi menyanyikan lagu ulang tahun untuk dirinya sendiri. Tidak peduli dengan tatapan Jongin yang menatapnya lekat penuh tanda Tanya. Kyungsoo menutup matanya dan membuat sebuah permohonan untuk dirinya sendiri.

Beberapa saat Kyungsoo membuka matanya dan menatap jongin.

“apa yang kau lihat?” Tanya Kyungsoo. Namun jongin hanya diam dan membalas pertanyaan kyungsoo dengan tatapannya ‘apa’. Kyungsoo membuang nafasnya perlahan menghadapi sifat dingin Jongin. “Hey.. make a wish!” ucapnya bahagia.

“aku? Kenapa aku? Kau yang berulang tahun kenapa aku yang memanjatkan permohonan.”

“aku adalah urat nadimu yang membuatmu tetap hidup. Tanpa aku kau tidak akan pernah meninggalkan dunia ini bukan?” ucap kyungsoo dengan dipenuhi senyum khasnya.

Jongin hanya mendesis. Mendengar apa yang dikatakan kyungsoo seolah dia tidak akan pernah mengerti dengan apa yang dirasakan hatinya. Kecewa, sedih, marah. Dia tidak akan pernah tau. Dan jongin hanya bisa diam karena dia tidak bisa meluapkan semuanya begitu saja. Ada fase dimana dia akan memberontak karena rasa tertekan yang dia alami saat dia mengalami depresi. Dan itu semua terjadi akibat kontrol penyakit Bipolarnya yang tidak dapat dia kendalikan.

Bahkan untuk sekarang rasanya dia ingin sekali meluapkan emosi dan kemarahannya terhadap Kyungsoo. Selama setahun ini dia pergi meninggalkannya. Dan selama itu dia hanya datang 2 kali. Saat natal juga saat ini. Saat ulang tahunnya.

Saat Natal. Dia datang di malam natal. Dihari dimana Jongin benar benar merasa tertekan. Disaat semua orang berbahagia. Berkumpul dengan keluarga, teman bahkan orang orang yang dikasihinya. Tapi tidak untuk Jongin, setiap hari dia akan tetap sendiri. Hidup sendirian tanpa ada teman yang bisa dia curahkan seluruh perasaanya. Depresi berkepanjangan. Obat-obatan mahal yang dosisnya sudah melampaui diatas normal hampir setiap jam dia minum. Berharap dia bisa menghilang kan rasa sakit depresinya dan sekaligus bisa tidur nyaman atau bahkan tidur untuk selama-lamanya.

Namun, Kyungsoo. Dia datang dengan wajah bahagianya seperti saat ini. Dia datang membawa senyuman untuknya. Membawa kado, kue kering, buah-buahan, makanan dan juga sebuah pohon natal kecil yang hanya berukuran 80cm.

Seharian itu Jongin merasa kesal terhadap dirinya sendiri juga terhadap Kyungsoo yang beraninya datang dan pergi dengan sesuka hatinya. Apakah dia tahu bahwa itu sangat menyakitkan bagi seorang Jongin. Jongin Berteriak, menangis, Marah dan melampiaskan semua kekesalannya kepada Kyungsoo. Apa yang dilakukan kyungsoo saat itu? Dia hanya bisa diam, mendengarkan dan memberikan senyuman kepada Jongin. Tidak ada semua yang dikatakan jongin kepada dirinya yang membuat dia marah. Tidak ada. Dia sudah memaklumi dan terbiasa akan hal itu. Karena itu yang seharusnya dilakukan jongin. Meluapkan semua emosi dan isi hatinya melalui mulutnya. Bukan dengan memendamnya didalam hati. Seorang penderita Bipolar akan tetap merasakan Depresi bila dia tidak mengatakan semua yang ingin dia katakan. Dan sepertinya apa yang dilakukan Kyungsoo berhasil. Dengan penuh kesabaran dia mendengarkan semua umpatan, cacian dan kemarahan Jongin kepadanya. Hinga akhirnya semuanya selesai. Dengan perlahan. Kyungsoo menarik tangan Jongin untuk duduk disampingnya. Lalu membaringkan tubuhnya untuk tidur dalam pangkuannya.

Merasa lega dan nyaman, perlahan Jongin menutup mata dengan tenang yang sebelumnya mulutnya berbisik pelan. ‘aku membutuhkanmu hyung. Aku mencintaimu’. Dan sesaat dia benar benar terlelap dalam pangkuan Kyungsoo. Hingga dia kembali bertemu dengan pagi. Kyungsoo kembali menghilang dan kembali pergi meninggalkannya.

Tapi saat ini. Dengan tanpa rasa bersalahnya Kyungsoo datang kembali dan yakin keesokkan harinya dia akan menghilang. Dia menatap lekat Kyungsoo yang masih menatapnya penuh harap agar dia juga melakukan make a wish.

Akhirnya Jongin menyerah dan mengepalkan kedua tangannya. Dia menjatuhkannya dimeja dan menutup matanya untuk membuat sebuah harapan. beberapa detik kemudian dia kembali membuka matanya dan menatap Kyungsoo yang tersenyum bahagia menatapnya.

“sudah.” Ucap jongin singkat.

“kalau begitu ini waktunya untuk aku meniup lilin ulang tahunku.” Dan tanpa aba-aba. Kyungsoo meniup lilin-lilin kecilnya yang berada di kue tart dengan hiasan buah strawberry itu. Buah kesukaannya.

Kyungsoo menatap Jongin bahagia. “apa harapanmu untuk ulang tahunku?” Tanya Kyungsoo.

Jongin hanya diam dan langsung berdiri meninggalkan Kyungsoo yang masih duduk menatapnya melangkah menjauh.

“aku berharap kau pergi selamanya dalam kehidupanku.”


Seperti kebiasaanya. Jongin akan duduk sendiri. Menatap beberapa obat-obatan yang telah terpajang berantakkan yang telah terpajang hampir sepuluh tahun ini. Rasa ingin membuang dan melupakan obat-obat itu lebih kecil dibandingkan rasa kebutuhannya untuk menghilangkan rasa depresinya. Tanpa obat itu. Dia tidak akan melewati setiap episode fase dalam kehidupannya yang akan semakin buruk.

Manic, depress. Setiap hari dia rasakan. Dan obat-obatan yang terpajang itu moodstabilizer depakote, anti depressan serloff dan obat-obat anti depresi lainnya dengan dosis tinggi sering dia minum dalam sekali teguk. Bahkan tanpa air sedikitpun.

Dan sepertinya Jongin merasakan apa yang biasanya dia rasakan itu kembali lagi. Kecemasan, tidak dapat berpikir logis dan seperti merasakan hidup tak berarti kembali datang. Penyakit ini akan kambuh disaat apapun. Bahkan disaat dia mencoba untuk berpikir logis tentang seorang Kyungsoo yang tiba-tiba datang kembali. hasilnya? Jongin malah semakin tertekan. Semakin ingin merasa marah, menangis juga berteriak. Tapi dia tidak dapat mengeluarkannya dengan mudah. Semakin dia ingin mencoba mengeluarkannya. Semakin tenggorokannya terasa sakit untuk mengatakan semua yang ada dihatinya. Sepertinya organ tubuhnya kini kembali tidak dapat berjalan baik sesuai apa yang dipikirkannya.

Jongin meraih obat-obatan yang ada di mejanya. Mengelurkan semuanya dengan berbagai ukuran juga jenis. Bahkan sangat banyak dari yang biasa dia minum ataupun saran dari dokter psikiaternya. Dia langsung meraih obat-obatan yang sudah dikeluarkannya dan mencoba untuk langsung melemparkannya kedalam mulut dengan jumlah hampir belasan. Namun pergerakannya terhenti ketika Kyungsoo datang dan langsung menepis tangannya sehingga obat-obatan itu terbuang kelantai begitu saja.

Merasa marah dan kesal. Jongin langsung berdiri dan menatap Kyungsoo kesal.

“APA YANG KAU LAKUKAN? APA KAU TIDAK TAHU KALAU AKU SEDANG MEMBUTUHKAN OBAT ITU SEKARANG??” teriak Jongin tepat dihadapan kyungsoo.

Tapi sepertinya kyungsoo bersikap tetap santai menyikapi jongin yang jelas-jelas telah berteriak marah dihadapannya. “kau sediri belum makan.” Ucap kyungsoo halus.

! BAHKAN SETIAP HARI AKU MEMINUMNYA TANPA MAKAN SEDIKITPUN!”

“kau tidak makan karena tidak ada aku. Tapi karena sekarang ada aku disini kau harus makan.”

Jongin menatap remeh kyungsoo dan dia baru menyadari bahwa kyungsoo telah membawa nampan ditangannya. Lengkap dengan makanan dan juga gelas dan air putih didalam botol. Dia mendengus dan mengalihkan pandangannya kearah lain.

Kyungsoo tidak sabar lagi. Dia menyimpan nampannya di kasur Jongin lalu dengan keras mendorong tubuh Jongin untuk duduk. Begitupun dengan kyungsoo. Mereka duduk bersamaan dan Kyungsoo menyimpan kedua tangannya di kedua bahu jongin untuk menahannya tetap duduk.

“mau ataupun tidak kau harus tetap makan!” ucap Kyungsoo tegas.

“SUDAH KUBILANG AKU TIDAK MAU HYUNG!” ucap Jongin kembali berteriak dan kembali memberontak.

Kyungsoo tetap mencoba menahan keras tubuh jongin yang lebih jelas lebih besar dari dirinya. Tapi untuk kekuatan. Saat ini. Jongin jauh lebih lemah darinya. Hingga akhirnya dia bisa mempertahankan tubuh jongin untuk tetap terduduk. Mendiamakan dirinya untuk mengatur semua emosi yang keluar dari jongin. Dan Jongin kini telah sepenuhnya diam dan menundukkan kepalanya kelantai. Tidak ingin menatap sosok Kyungsoo yang tengah menatapinya lekat. Setelah beberapa menit Jongin berhasil mengendalikan dirinya sendiri. Kyungsoo mulai berbicara secara perlahan agar Jongin mengerti apa yang dia katakan.

“diamlah disini dan makanlah meski satu suapan. Setelah itu kau boleh melakukan apapun yang kau mau. Ingin meminum obat obatan secara berlebih, menenggak racun, menggantung diri di seutas tali, menjatuhkan diri diatas gedung, ataupun menabrakan  diri di depan sebuah kereta listrik. Aku tidak peduli. Yang terpenting kau makan sekarang.”

Jongin perlahan mengangkat wajahnya. Memberanikan diri menatap kyungsoo. “aku tidak bisa mati begitu saja hyung.” Ucapnya lirih. Dan berhasil. Jongin kembali menstabilkan perasaannya.

Kyungsoo tersenyum mendengar pernyataan Jongin yang berarti Jongin perlahan sudah mulai terlepas dari rasa semua kemarahannya. “baguslah.. kalau begitu kau makan.” Ucap Kyungsoo halus. Dia melepaskan tangannya yang tadi menahan tubuh Jongin. Memberikan semangkuk nasi dan sumpit. Dan lauk pauknya dia pegang sendiri.

Jongin menatap sayu wajah Kyungsoo. Cuma dia yang bisa menstabilkan semua kendali atas dirinya sendiri selain obat penenang. Selama hampir setahun Kyungsoo juga melakukan hal ini sehingga keadaannya membaik meskipun pada akhirnya memburuk kembali seperti sekarang. Andaikan saat itu Kyungsoo tidak pergi meninggalkannya. Mungkin sampai saat ini dia akan lebih cepat untuk sembuh dari Bipolarnya dan menikmati hari-harinya bersama Kyungsoo. Dan entah dorongan darimana Jongin menganggukkan kepalanya halus. Ternyata benar. Kontrol tubuhnya saat ini memang tidak bisa dikendalikan dengan pikirannya lagi. Dengan dipenuhi senyum Kyungsoo menyimpan mangkuk nasi dipergelangan tangan kirinya dan sumpit di tangan kanannya.

Sesaat Jongin menatap piring yang dipegang oleh Kyungsoo. Makanan dengan sayur sayuran yang lengkap. Jongin menatap Kyungsoo sayu. “apa kau lupa? Aku tidak suka makan sayur hyung.” Ucap Jongin lirih.

Kyungsoo tersenyum mendengar apa yang dikatakan Jongin. “Dulu saja kau bisa memakan sayuran. Apa sekarang kau sudah lupa bagaimana cara memakannya?”

Jongin hanya terdiam menatap mangkuk nasinya yang tengah dia pegang. Rasa ketakutan untuk memakan sayuran itu memang bukan berasal dari penyakitnya. Tapi itu memang nyata. Dia memang tidak menyukai sayuran. Dan sekarang setelah setahun lamanya dia tidak memakan sayuran karena kyungsoo tidak ada. Dia harus dihadapkan kembali dengan jenis makanan  yang paling dibencinya. Dan itu benar. Jongin memang telah lupa bagaiamana caranya dia untuk makan sayuran seperti dulu. Dan dia hanya bisa diam.

Kyungsoo mengerti dengan apa yang ekspresi Jongin. Dia bahkan saat ini begitu polos. Lebih mirip dengan anak kecil yang tengah merajuk tidak ingin makan sayuran tetapi di dalam perutnya dia merasakan kelaparan. Dengan halus Kyungsoo menuangkan segelas penuh air kedalam gelas. Lalu memberikannya kepada Jongin yang sebelumnya dia mengambil alih memegang Sumpit di tangannya.

“aku akan mengingatkanmu untuk bagaimana memakannya.” Ucap Kyungsoo halus.

Kyungsoo menyumpitkan nasi yang dipegang Jongin lalu menghadapkannya kearah mulut Jongin. “Pertama, kau memakan nasinya dulu.” Dan dengan reflex Jongin membuka mulutnya dan menerima suapan dari Kyungsoo. “Jangan dulu dikunyah. Dan lalu..” Kyungsoo menyumpitkan sebuah potongan sayuran sawi dan mengarahkan kembali kemulut Jongin. “lalu  kau makan juga sawinya.” Kyungsoo masih menunggu jongin untuk membuka mulutnya. Jongin sepertinya benar-benar ragu untuk memakannya. Kyungsoo menatap Jongin dengan penuh pengharapan bahwa ini tidak apa-apa. Dan akhirnya Jongin kembali membuka mulutnya meskipun dia harus menutup matanya rapat untuk tidak membayangkan rasa dari sayuran yang baru saja masuk kedalam mulutnya. “kunyah sekarang.” Jongin hanya menggeleng takut. Namun dengan sabarnya Kyungsoo terus menyuruh jongin untuk mengunyahnya perlahan. Dan jongin menurutinya. Ada rasa aneh dalam mulutnya saat ini dan ingin sekali dia memuntahkannnya sekarang namun dengan sigap Kyungsoo mengarahkan Gelas yang dipegang Jongin kepada mulutnya sendiri. “sekarang kau minum airnya.” Dan dengan cepat Jongin meminumnya dan akhirnya makanan itu berhasil melewati tenggorokannya.

Jongin langsung membuka matanya. Dan dia melihat senyuman bahagia kyungsoo yang menyambutnya. “kau sudah ingat sekarang?” ucap Kyungsoo bahagia. Jongin berpikir dan mengingat beberapa saat dan benar. Dia ingat sekarang. Dia akan memakan sayuran setiap huapannya dengan diselangi air putih. Itu kebiasaannya yang di ajarkan Kyungsoo sehingga dia bisa makan sayuran seperti ini. Dan dengan disertai senyuman Jongin menganggukan kepalanya. Kyungsoo tersenyum puas akhirnya Jongin kembali tersenyum. Dan kembali terus dia menyuapi jongin dengan cara yang sama hingga akhirnya dia benar-benar berhasil sepenuhnya membuat Jongin kembali makan dengan sayuran sampai habis.

Setelah selesai menghabiskan semuanya. Kyungsoo pun baru memberikan obat-obatan Jongin dengan dosis yang tepat. Lalu membiarkannya untuk meminumnya untuk menghilangkan rasa depresinya. Selesai. Kyungsoo kembali keluar dari kamar jongin seraya membawa nampan dan piring yang kotor untuk dia cuci.

Membutuhkan waktu cukup lama hingga Jongin menyadari bahwa Kyungsoo nya yang dulu memang benar–benar kembali meskipun dia tidak yakin bahwa pada akhirnya mungkin Kyungsoo akan kembali pergi. Jongin melangkahkan kakinya keluar kamarnya. Melangkah melewati ruang tengah hingga dia dapat melihat sosok pria kecil yang menghilang di kehidupannya. 2 tahun yang lalu untuk pertama kalinya dia mengenal Kyungsoo sebagai seorang tetangga yang begitu sangat ikut campur dalam kehidupannya. Tapi tanpa dia sadari, Kyungsoo lah orang yang tepat yang dia butuhkan. Melupakan semua penderitaan penyakitnya, pendreritaan traumatisnya, kehilangan keluarga, kehilangan teman bahkan kehilangan dirinya sendiri.

Dan sekarang perasaan itu kembali. Jongin memang membutuhkan kyungsoo saat ini untuk hidup bersamanya di sampingnya.


I am, A Bipolar.


22 Maret 2012.

Seorang namja dengan tubuh mungil dan kulit putihnya sedang sibuk menurunkan semua barangnya dari atas sebuah mobil box. Memindahkan barang-barang pribadinya untuk kembali disimpan ditempat yang kini akan menjadi rumah barunya. Dia bernafas lega setelah semua barangnya kini telah selesai diturunkan. Dan kini dia hanya tinggal menunggu petugas properti yang lain untuk memindahkan kedalam karena itu bukan keahliannya.

Namanya Do Kyungsoo. Dia baru pindah dari Busan ke Seoul. Setelah perjuangannya unuk 2 tahun akhirnya dia bisa memiliki rumah sendiri di Seoul. Dia merasa puas karena bukan hanya sebuah tempat sekedar untuk dia beristirahat ataupun sebuah apartemen yang berdiri diantara ratusan kamar lainnya. Ini adalah sebuah rumah layaknya tugas rumah adalah sebagai pelindung untuk pemiliknya.

Tidak terlalu besar. Meskipun cukup luas Kyungsoo memilih tempat ini karena alasan tempatnya yang sepi dan cukup mudah di jangkau cepat ke pusat kota. Meskipun pada awalnya dia ragu. Karena letak rumah ini lebih jauh dari rumah yang lain. Satu-satunya rumah yang begitu sangat dekat baginya adalah rumah besar yang ada disampingnya.

Dia melirik. Begitu sangat sepi juga kotor. Mungkin itu adalah rumah kosong. Kyungsoo bergidik ngeri membayangkan rumah itu saat malam hari. Mungkin akan sangat menyeramkan baginya. Sejak awal dia melihat-lihat rumah ini hingga membelinya dan pindah kesini. Satu yang dia takutkan. Rumahnya terletak berdampingan dengan rumah kosong. Kyungsoo tak percaya dengan keberadaan hantu atau yang lainnya. Tapi tetap saja itu akan sangat menakutkan untuk dibayangkan.

Tapi Kyungsoo membuang jauh-jauh semua pemikiran itu. Umur 20 tahun. Adalah umur yang sangat muda baginya yang telah memiliki sebuah rumah. Padahal dia belum bekerja sama sekali. Dia hanya Kuliah di sebuah universitas di Seoul dan baru menjalaninya selama setahun sebelum akhirnya dia berhasil mendapatkan rumah sendiri dan meninggalkan apartemen yang lama baginya. Kyungsoo bukan hanya seorang pria biasa. Sebenarnya dia adalah orang berada. Dia hidup bersama kedua orang tuanya dulu di Busan dengan serba penuh berkecukupan. Keluarga yang bahagia, harmonis juga penuh dengan kesejahteraan. Ayahnya adalah seorang direktur di sebuah Rumah Sakit di Busan. Dan ibunya adalah seorang Dokter Psikolog juga disana. Dan satu hal. Kyungsoo juga merupakan seorang Calon Dokter. Dia berkuliah dengan jurusan fakultas ilmu Kedokteran. Meskipun jujur dia tidak bergitu meminatinya karena impian utamanya adalah menjadi seorang penyanyi.

Tidak ingin mengecewakan kedua orang tuanya. Kyungsoo mengabaikan semua mimpi dan impiannya hanya demi mengejar cita-cita orangtuanya. Bagi mereka. Menjadi seorang penyanyi adalah jalan hidup terburuk didunia ini. Dan kata-kata itu selaru terucap dari ayahnya setiap kali dia menonton acara music di TV.

Memikirkan semua itu Kyungsoo hanya bisa menahan nafasnya. Takdir terbaik memang dibuat oleh orang-orang yang menyayanginginya. Dia yakin pilihan kedua orang tuanya adalah jalan yang terbaik sehingga dia mampu dan berusaha keras untuk belajar dan menjadi Dokter yang professional nantinya. Dia adalah putra satu-satunya dari keluarga Do. Dia adalah masa depan bagi kelanjutan keluarganya.

Kyungsoo membuang pandanganya dari Rumah yang berada disampingnya itu dengan cepat. Semakin lama dia melihat rumah itu. Semakin diak ketakutan. Dengan cepat dia langsung masuk kedalam rumahnya itu. Dan dia berharap. Malam pertama dirumah ini semoga bukanlah menjadi malam yang menakutkan baginya. Tempat tinggal, ruangan, kamar dan semuanya yang terlihat baru akan mulai dia biasakan mulai sekarang.


Kyungsoo menatap puas rumahnya yang kini telah sepenuhnya rapih. Semua property sudah tertata rapi. Tersenyum puas lalu menatap jam. Ah, suda 5 jam dia berkutat merapihkan kediaman barunya ini hingga jam kini menunjukan pukul 9 tepat.

Dia berjalan menuju dapurnya lalu mengambil segelas air yang berada di sana. Dia meminumnya cukup santai seraya melirik kearah jendela dapurnya yang masih belum tertutup sempurna. Dia cukup terkejut melihat rumah yang berada disampingnya yang tadinya gelap gulita dengan secara mendadak dalam tatapannya sendiri. Rumah itu menjadi terang karena semua lampunya telah dinyalakan.

Kyungsoo menyimpan gelasnya lalu berjalan menengok kearah jendela untuk memastikan. Ternyata rumah itu tidak sepenuhnya kosong. Rumah itu berpenghuni. Mungkin dia terlalu sibuk dengan pekerjaannya hingga baru jam ini dia menyalakan semua lampu rumahnya. Kyungsoo sedikit bernafas lega. Akhirnya dia tidak tinggal sendiri. Dia masih memiliki tetangga. Dia menatap kearah tumpukan makanan yang belum sepenuhnya dimasukkan kedalam lemari maupun kulkas. Dia tersenyum menatap makanan itu. Sepertinya dia harus membuat makanan untuk memberikan sebuah ucapan perkenalan kepada tetangga barunya.


Cukup frustasi bagi seorang Jongin. Menatap penuh obat-obatan yang kini berserakan di bawah lantai kamarnya. Terlalu sulit untuk dia berpikir sehingga bukannya meminum obat anti depresan nya. Dia malah membuang semua obat-obatannya. Dia melirik kearah jam yang ada di dekat pintu kamarnya. Jam 9. Bahkan hari ini dia baru bisa tertidur cukup lama dari tadi siang hingga tadi. Meskipun pada akhirnya dia harus terbangun lagi malam ini dan melewati malam yang sepi ini untuk tetap terjaga. Dia mulai bertanya-tanya sendiri. Sekarang berapa lama dia akan tetap terjaga apakah sehari? Seminggu? Atau bahkan berbulan-bulan? Dia tidak akan pernah mendapatkan tidur nyamannya. Dia akan tetap terjaga. Merasakan depresi berkepanjangannya dan hingga akhirnya dia mulai lelah dan berharap untuk segera mengakhiri hidup.

Jongin menatap langit-langit kamarnya. Menyaksikan angkasa yang langsung dapat terlihat di dalam kamarnya. Cahaya bulan malam ini cukup terang sehingga cukup menerangi kamarnya yang begitu gelap. Bukannya Jongin tidak mampu membeli lampu ataupun tidak bisa memasangkan lampu didalam kamarnya. Melainkan jongin merasa akan lebih nyaman bila dia berada dalam keadaan gelap seperti ini menutupi seluruh kamarnya. Bagaimanapun dia sendiri. Tidak ada yang memperhatikannya. Hanya sebuah boneka kelinci berukuran satu meter yang menjadi teman bicaranya juga menjadi teman setiap harinya.

Lucu sekali bila dia ingat apa yang dikatakan dokter psikolognya yang menganjurkan dia mempunyai teman bicara. Tapi Jongin sama sekali tidak mempunyai teman. Semuanya pergi menjauh setelah mengetahui apa yang dia derita. Bahkan keluarganya? Mereka seolah menghilang mengikuti nasib ayah dan ibu Jongin. Hingga akhirnya Dokter itu memberikan sebuah Boneka kelinci putih ini kepada Jongin. Dia meminta bila aku membutuhkan seseorang yang dapat mendengarkannya. Bodoh memang. Jongin mengikuti saran dokter itu dan dia menjalankan semua harinya bersama kelinci putih itu. Menangis, tertawa, menahan marah semuanya telah dia limpahkan kepada boneka Kelinci itu. Bila ada yang mengetahui kebiasaan Jongin ini. Pasti mereka akan menganggapnya Gila. Tapi itu memang kenyataanya. Mereka menjauh meninggalkannya karena secara medis Jongin memang gila. Bukan seperti orang gila lainnya yang menjadi seseorang yang bodoh di hadapan orang banyak. Jongin lebih kearah sikap yang rentan dan mudah depresi. Merubah mood seketika. Dia bisa begitu sangat bahagia, tertawa, dan merasa senang dengan berlebihan namun disisi lain dia akan menangis, marah, berteriak dan apapun yang bisa membuatnya melepaskan semua rasa sakit di batinnya.

Bipolar Disorder telah benar-benar mematikan kehidupannya. Karena penyakit ini dia ditinggalkan. Dia diabaikan. Dia dikucilkan. Dan sekarang. Selama bertahun-tahun dia menyembunyikan dirinya sendiri didalam rumahnya juga didalam kamarnya yang bagaiakan dunia sendiri untuknya. Tidak butuh teman, kelinci putih yang berbaring disampingnya sudah cukup menjadi teman baginya, dia tidak akan pernah protes ataupun berbicara kasar. Setidaknya dia hanya sebuah boneka. Benda mati yang tidak akan pernah hidup untuk meninggalkannya. Dan Jongin akan keluar meninggalkan rumahnya yang besar ini hanya untuk pergi ke Rumah sakit dan menemui dokter Psikolognya ataupun mencari dunia yang tidak pernah dia lihat menggunakan lensa kameranya.

Hari-harinya amatlah sulit. Bipolar akan datang dimanapun dia berada dan dimana saja. Bahkan seperti yang terjadi beberapa hari yang lalu saat dia pergi ke Supermarket untuk membeli kebutuhannya. Dia pergi dengan perasaan yang tenang layaknya orang normal lainnya. Tapi ketika dia sudah sampai. Dengan cepat perasaannya berubah. Dia mendadak merasa ketakutan dan secara tiba-tiba menangis tanpa alasan. Cukup itu salah satu yang membuatnya sulit menjalani hidupnya diluar. Dia tidak percaya diri untuk berbaur dengan orang lain. Pandangan orang pasti akan menatapnya sebagai orang aneh dan gila. Dan akan terus seperti itu.

Cukup lama Jongin terdiam. Bila dia menghabiskan waktunya untuk tetap berbaring seperti ini semalaman. Dia yakin rasa depresi itu akan kembali muncul kepadanya. Dia bangkit dari tidurnya. mengambil sebuah rokok yang ada di samping obat-obatannya. Lalu menghisapnya pelan setelah dia selesai menyalakan koreknya untuk menyumbu rokok tersebut.

Dia berjalan keluar kamarnya. Sesekali dia menghembuskan asap rokok dalam mulutnya. Sangat depresi bagi dia dan rokok cukup membuatnya untuk menghilangkan perasaan gelisah itu selain dari obat-obatan anti depresi nya. Umur yang sangat muda baginya bahkan untuk umur dia yang masih berumur 19 tahun. Dia sudah berani untuk menghisap rokok bahkan meminum alcohol yang jelas-jelas dilarang bagi umurnya saat ini. Tapi siapa yang akan melarang seorang Kim Jongin. Tidak akan pernah ada. Dia akan tetap bersikap seperti ini. Tetap sama. Menjadi seorang penderita Bipolar yang seharusnya butuh kekuatan tapi dia hanya seseorang yang kesepian.


Suara ketukan pintu menyadarkannya dari tatapan semua foto-foto yang menggantung dihadapannya. Sudah sangat lama rasanya hingga akhirnya ada seseorang yang berani mengetuk pintu rumahnya. Bahkan Jongin lupa siapa yang terakhir kali mengetuk pintu rumahnya dan masuk kedalam rumahnya.

Dengan rasa malas Jongin turun dari ruangan pribadinya untuk turun kelantai bawah. Berjalan menuju pintu masuk rumahnya dan membuka pintu rumahnya. Hanya sedikit yang dia buka karena tidak ingin menunjukkan seluruh bagian rumahnya didepan orang lain. Cukup hanya menunujukkan tubuhnya. Sepenuhnya ruangan itu dia tutupi sendiri dengan pintu.

Cukup terkejut dirinya saat melihat orang yang ada dihadapannya merupakan seseorang yang belum pernah dia lihat sama sekali. Dia tersenyum cerah menunjukkan gigi putihnya yang rapih dan menyapa begitu hangat.

“Selamat pagi.” Ucapnya bahagia. Untuk sekian lama. Jongin baru sekarang mendengar kembali orang yang menyapa paginya. Namun dia hanya bereaksi dengan tatapan menyelidik dan begitu datar dihadapan pria kecil itu.

Dia Kyungsoo. Dengan membawa sedikit makanan dipiring yang dia bawa. Juga semangkuk penuh buah-buahan. Dia menyapa Tetangga barunya. Dan jauh dari pikirannya. Pria yang tinggal di rumah ini masih sangat muda. Mungkin dia adalah anak dari pemilik rumah ini.

Jongin menatap sesaat makanan dan buah-buahan yang dibawa kyungsoo. “ada apa?” Tanya Jongin menyelidik.

Kyungsoo menunjukkan senyumannya. “perkenalkan. Aku adalah tetangga barumu yang tinggal di rumah itu.” Dia menatap kearah rumahnya untuk menunjukkan kepada Jongin. Jongin sedikit melirik dan kembali menatap datar pria yang ada dihadapannya. “Namaku Do Kyungsoo. Senang bisa bertemu denganmu.” Ucapnya ramah.

“ah.. iya.” Ucap Jongin singkat. Dia bingung harus melakukan apa. Bagaimanapun dia tengah berbicara dengan orang asing. Dan orang asing itu tidak mengetahui keadaannya yang sebenarnya.

Kyungsoo sedikit canggung dengan sikap pria yang ada dihadapannya. Bahkan dia terlihat begitu dingin dihadapannya. Apa dia salah. Padahal Kyungsoo telah bersikap seramah mungkin tapi dia menerima begitu sedingin ini. “jadi tuan––” ucap Kyungsoo. Dia menggantungkan ucapannya karena dia bingung harus mengatakan apa. Dia tidak tahu nama tetangga barunya itu.

“Kim Jongin.” Ucapnya. Kyungsoo menatap bingung. “Kim Jongin. Namaku Kim Jongin. Jangan panggil aku tuan. Aku masih berumur 19 tahun dan aku belum setua itu untuk dipanggil tuan. Panggil saja aku Jongin.” Jelas Jongin dengan sikap datarnya.

“ah.. baik Jongin.” Ucapnya mencoba mengingat nama tetangga barunya. “ah.. iya. Ini untukmu.” Ucap Kyungsoo menunjukkan makanan yang tadi dia bawa.

“apa ini?”

“itu tanda perkenalanku menjadi tetangga baru disini. Karena rumahmu adalah satu-satunya yang letaknya paling dekat dengan rumahku. Maka dari itu aku memberikan ini. Semoga kau menyukainya.” Jelasnya ramah.

Jongin Nampak menyelidik makanan yang dipegang Kyungsoo yang mengarahkannya kepadanya.  “apa kau memberi racun kedalam makanan itu?” ucapnya seraya menyipitkan mata.

“Apa??” Kyungsoo membelalakkan matanya. Apa dia seperti orang jahat. Ingin sekali rasanya dia marah atas apa yang dikatakan pria bernama Jongin itu dihadapannya. Namun dia mengurungkan hal itu.

Jongin melirik Kyungsoo yang nampaknya benar-benar terkejut. “tidak ada ya?” Jongin langsung menerima Piring makanan yang dibawa Kyungsoo juga buah-buahan itu. “ah.. aku malah lebih berharap bahwa makanan ini benar-benar dibubuhi racun.” Ucapnya pelan yang langsung menutup Pintu rumahnya.

Kyungsoo tersentak. Dia kaget. Apa maksud yang dikatakan pria tadi. Racun. Apa dia berharap bahwa kyungsoo akan membunuhnya sehingga dia dituntut untuk pergi dan meninggalkan rumah barunya ini. Kyungsoo mendesis kesal. Dengan terburu-buru dia berjalan meninggalkan rumah tetangganya.menutup pintu gerbangnya kasar. Dan kembali menuju rumahnya.

“Pria yang tidak sopan. Dia sangat menyebalkan. Kuharap keluarganya tidak seperti dia.” Umpatnya terus menerus.


Cukup lama Jongin menatap makanan yang tersimpan di dimeja makan. Tidak ada niatan untuk mencicipinya bahkan menyentuhnya. Yang bisa dia lakukan hanya menatap lekat-lekat piring yang berisi dengan makanan yang digoreng juga buah-buahan dengan begitu lengkapnya. Sekian lama dia tidak mendapatkan perhatian seperti ini. Ada rasa tak nyaman tapi jujur. Dia merindukan hal seperti ini.

Satu hal yang dia takutkan saat ini. Mungkin setelah pria bernama Kyungsoo itu tau apa yang terjadi pada dirinya yang sebenarnya dan merasakan sendiri atas kelakuannya. Mungkin dia akan pergi seperti orang-orang yang meninggalkannya karena rasa ketakutan.

Jongin hanya menghela nafasnya. Kembali dia mengacuhkan makanan yang dibawa Kyungsoo dan beralih menatap kameranya. Dia membutuhkan waktu untuk menatap dunianya lagi saat ini.


Selama seharian ini Kyungsoo masih merasa heran dengan sikap Jongin yang begitu sangat dingin juga tidak sopan. Masih terngiang dalam pikirannya saat dia berharapkan jyungsoo membubuhkan racun dimakanan yang dia berikan. Seburuk itukah pikirannya tentang Kyungsoo yang merupakan tetangga barunya.

Sesekali Kyungsoo melirik kearah rumah yang ditempati Jongin. Masih begitu sangat sepi. Kemana keluarganya? Apa sampai sesore ini kedua orang tuanya belum juga pulang? Kyungsoo merebahkan tubuhnya diatas Sofa. Nanti malam dia akan kembali kerumah itu. Bukan untuk menemui Jongin. Melainkan untuk menemui orang tuannya. Dan dia berharap Jongin tidak kembali menemuinya. Dia membenci itu.


Kyungsoo dengan semua keberaniannya dia kembali mengetuk pintu. Malam ini. Dia akan menyapa keluarga jongin lainnya. Mungkin karena dia datang terlalu siang sehingga dia tak bisa menemui kedua orang tuanya. Tapi hasilnya. Jongin kembali yang membuka Pintu rumah itu dan menatap bingung Kyungsoo yang kembali datang.

“kau lagi?” Tanya Kyungsoo heran.

“kenapa? Ini rumahku. Tentu saja aku yang membukakan pintu.” Ucapnya datar.

“aku kesini bukan untuk menemuimu.”

“kalau begitu kau salah masuk rumah.” Ucap Jongin dan kembali untuk menutup pintu rumahnya. Tapi Kyungsoo dengan cepat menahan Jongin yang akan menutup pintu itu.

“hei.. aku kesini untuk menemui anggota keluargamu yang lain.” Ucap Kyungsoo.

“siapa?” Jongin kebingungan dengan apa yang dikatakan Kyungsoo.

“tentu saja kedua orangtuamu.” Ucap kyungsoo singkat.

Seketika wajah Jongin berubah. Tatapannya menjadi begitu sangat lemah tidak seperti tadi. Kyungsoo yang menyadari perubahan ekspresi Jongin mulai sedikit khawatir. Apakah dia mengatakan sesuatu yang salah.

“Jongin––” ucap Kyungsoo lirih.

“aku tinggal sendiri. Aku tidak mempunyai orangtua bahkan keluarga.” Ucap Jongin pelan.

Kyungsoo merasa bersalah saat mendengar apa yang dikatakan Jongin. Dia benar-benar salah mengatakan hal itu. Pasti dia sangat sedih. Kyungsoo hanya mengutuk dirinya sendiri. Lain kali dia yang harus menjaga ucapannya.

“maaf.” Ucap Kyungsoo merasa bersalah.

“tidak apa-apa.” Ucap Jongin. Dia mencoba kembali masuk namun sesaat kembali menatap Kyungsoo yang masih terdiam menundukkan kepalanya.

“kau mau menunggu didalam? Aku akan mencuci piringmu dulu yang tadi kau berikan dan mengembalikannya.” Ucap Jongin. Bahkan dia tidak tau. Mengapa dia malah mengajak pria yang baru dikenalnya itu kedalam rumahnya.


Kyungsoo terdiam menatap ruangan ini yang ditempatinya. Ruangannya sangat besar. Tapi sangat sedikit perabotan yang ada disini. Hanya kursi dan sebuah lemari besar. Dan sepenuhnya hanya ruang kosong yang tak terisi. Bahkan didinding ruangan itu tidak ada sebuah bingkai foto satupun yang menunjukan foto-foto keluarganya. Begitu kosong dan hampa.

Hingga suara langkah kaki Jongin menyadarkannya dari mendeskripsikan keadaan rumah Jongin. Jongin memberikan piringnya lalu menyimpannya diatas meja tepat dihadapan Kyungsoo.

“kau hidup sendiri disini apa kau tidak merasa ketakutan?” Tanya Kyungsoo.

“setiap hari aku ketakutan.” Ucap Jongin singkat.

“apa?” Kyungsoo tidak dapat mengerti dengan apa yang dikatakan Jongin kepadanya.

Jongin menunjukkan senyum tipisnya. “aku sudah terbiasa hidup bertahun-tahun sendirian. Dan aku nyaman dengan itu.” Ucapnya lagi.

Kyungsoo hanya terdiam. Selama itukah dia tinggal sendiri sehingga dia mengatakan bahwa dia telah tinggal sendirian sudah hampir bertahun-tahun. Bahkan untuk dirinya yang baru setahun tinggal di Seoul masih merindukkan kedua orangtuanya. Bagaimana Jongin bisa melewati hari-hai kesepiannya.

“ah.. iya. Apa makananmu tadi ada sayurannya?” Tanya Jongin.

“ah.. iya.” Ucap Kyungsoo tergugup.

“sudah kuduga. Untung aku tidak memakannya. Aku tidak mau mati karena memakan sayuran.” Ucapnya santai.

Dan lagi Kyungsoo menatap Jongin. Apa setiap saat dia membicarakan tentang kematian. Apa dia benar benar ingin Kyungsoo membunuhnya saat ini. Kyungsoo hanya mendesis.

“aku tidak suka sayuran. Aku tidak pernah memakan sayuran. Dan makananmu aku belum mencobanya. Karena jenis makanan yang tidak aku sukai berada didalamnya. Jangan berpikiran aneh. Aku menghargai apa yang kau berikan tapi maaf aku tidak bisa memakannya jadi aku hanya memakan buah-buahan yang lainnya kau berikan.” Ucap Jongin.

Kyungsoo kini mengangguk mengerti. Setelah mencerna apa yang dikatakan Jongin. Artinya Jongin bukan bermaksud untuk mencela pemberiannya. Dia hanya tidak suka ada sayuran dimakanannya.

“kalau begitu aku akan kembali membuatkanmu makanan yang lain agar kau bisa makan dengan baik. Apa yang kau sukai? Aku akan membuatkannya.” Ucap Kyungsoo.

“tidak usah. Lebih baik kau tidak kembali kesini.” Ucap Jongin.

Kyungsoo menatap heran. Kenapa Jongin malah melarangnya untuk datang. Apa dia membencinya? Atau memang tidak menyukai semua pemberiannya. Padahal Kyungsoo melakukan ini karena ingin memberikan kesan baik bagi tetangganya.

Jongin yang menyadari tatapan Kyungsoo yang menatap heran langsung menjawab semuanya. “mungkin untuk saat ini kau bisa melihatku layaknya orang normal biasa. Bisa bicara, bertemu orang lain bahkan mencuci piring seperti tadi. Tapi itu tidak akan bertahan lama. Bila kau sudah mengetahui aku yang sebenarnya. Aku yakin kau akan ketakutan dan memilih untuk pergi meninggalkanku seperti yang lain.” Belum sempat Kyungsoo untuk bertanya. Jongin kembali menghalangi Kyungsoo untuk membuka mulutnya. “Jangan bertanya kenapa. Lambat laun kau akan mengetahuinya. Ada baiknya kau diam dan jangan kembali kesini untuk menemui ku. Mungkin ini adalah hal pertama bahkan untuk terakhir kalinya kau bisa masuk kedalam rumahku.”

Kyungsoo hanya terdiam. Dia bingung dengan semua yang dikatakan Jongin. Apa benar Jongin memang tidak menyukainya sehingga tak mengizinkan dirinya untuk kembali kerumahnya dan menemuinya. Apa dia telah ditolak secara halus sebagai tetangga. Kyungsoo hanya terdiam. Bingung harus mengatakan apa.

“Sudah malam. Sebaiknya kau pulang.” Ucap Jongin yang langsung berdiri berniat untuk mengantarkan kyungsoo.

“Ah.. iya benar.” Ucap Kyungsoo. Meski terasa canggung. Kyungsoo mengambil Piring-piringnya dan langsung buru-buru berdiri untuk menjauh pergi keluar. Mencoba menghindari Jongin yang akan mengantarkannya keluar.

Jongin menatap aneh sikap Kyungsoo yang langsung berlalu keluar. Belum sempat kyungsoo melewati Pintu. Jongin berteriak memanggil namanya. Dan Kyungsoo memutar tubuhnya untuk menatap orang yang memanggilnya.

“Terimakasih dan selamat malam, Kyungsoo.” Ucap Jongin disertai dengan senyumannya.

Kyungsoo hanya terdiam membeku. Untuk pertama kalinya dia menatap tetangga barunya itu tersenyum kepadanya. Hingga beberapa detik kemudian. Kyungsoo tersadar. Dia hanya membungkukkan tubuhnya dan langsung melangkah pergi meninggalkan rumah Jongin.


Setelah hari itu. Untuk waktu yang cukup lama. Mereka kembali tidak saling bertemu satu sama lain. Dan Jongin cukup merasa puas. Apa yang dikatakannya ternyata mampu membuat Kyungsoo untuk tidak kembali kerumahnya. Bukannya dia menolak akan keberadaan Kyungsoo sebagai tetangganya tapi dia terlalu takut bila nanti Kyungsoo yang akan menolaknya karena melihat keadaan Jongin yang sebenarnya.

Dan malam ini. Rasa depresi itu kembali lagi. Jongin tidak bisa mengendalikkan kontrol tubuhnya setelah dia membaca sebuah pesan yang baru dia dapatkan. Dia merasa ingin marah, berteriak, kesal bahkan merasakan ingin mengakhiri hidupnya saat ini. Dengan lekat kembali dia menatap Ponsel yang ada ditanganya. Membaca pesan yang diterimanya berulang-ulang.

Jongin.. lusa adalah tepat peringatan 2 tahun kematian Eomma. Pulanglah dan datang kesini. Aku akan menunggumu.

Kim Jongdae-

Merasa pesan itu tidak berguna. Jongin melemparkan Ponselnya kesembarang arah hingga akhirnya Ponsel itu terbanting ke dinding dan pecah begitu saja. Mendapatkan Pesan dari Kim Jongdae yang merupakan kakak kandungnya seolah menjadi pukulan berat untuknya. Tidak akan pernah ada keluarga yang akan menerimanya dengan baik. Semuanya akan mencibirnya akan semua yang dideritanya.

Dia marah kepada kakanya. Dia marah kepada keluarganya. Dia marah kepada dirinya sendiri. Tapi dia tidak tahu harus melakukan apa. Bahkan dia sama sekali tidak bisa menangis bahkan berkata-kata saat ini. Tenggorokannya terasa menahan dirinya untuk berkata. Dia hanya bisa memendam. Menahan asa sakit di dalam hatinya. Depresi yang dia derita saat ini begitu sangat menyakitkan. Dia tidak bisa berpikiran rasional. Pilihan jalan untuk mati adalah jalan satu-satunya. Itu yang ada dipikirannya saat ini. Bahkan dia sama sekali tidak ingat dengan obat-obatan yang dia miliki untuk mengurangi rasa depresinya. Dia terus membanting semua barang yang bisa dia jangkau. Tidak peduli dengan kerusakan nanti yang terjadi karena dia memang sering melakukan itu.

Dia hanya berpikiran disatu jalan gelap. Mati adalah jalan yang lebih baik. Dia membanting Gelas yang ada didekatnya. Pecahan gelas itu berserakan dimana-mana. Sudah merasa tidak berguna lagi untuk hidup Jongin mengambil pecahan gelas kaca itu dengan kuat membuat jadi jarinya ikut terluka. Tanpa pikir panjang dia menyayat lengan di bagian nadinya. Terasa perih, sakit, dan darah itu perlahan demi perlahan menetes dan mengalir dari tangannya.

Dan sesaat kemudian dia menangis. Dan berharap dia benar-benar mati saat ini. Pandangannya menjadi kabur. Matanya berkunang-kunang. Dia tidak bisa merasakan kakinya hingga beberapa detik kemudian. Jongin sukse terjatuh dan terbaring dilantai dengan keadaan darah yang masih terus mengalir deras melewati tangan-tangannya.


Satu yang dimimpikan Jongin saat ini. Bayangan masa kecilnya yang hidup bahagia layaknya keluarga yang sederhana. Ketika dia pertama memasuki sekolah kanak-kanak. Ketika dia sedang liburan bersama keluarganya. Dan juga ketika dia merayakan ulang tahunnya bersama keluarga dan teman-teman yang dicintainya. Begitu sangat bahagia. Jauh dari kesan buruk. Dia masih bisa melihat senyum Ayah dan Ibunya yang tulus. Seorang Jongdae yang menjadi kaka yang baik untuk menjaga dirinya. Sehun temannya yang sering bermain dan bersepeda setiap hari dengannya.

Namun semuanya terasa menghilang begitu saja. Ketika keuarganya hancur dalam hitungan beberapa hari. Untuk pertama kalinya dia melihat kedua orang tuanya saling bercekcok, saling memaki dan saling menghujat satu sama lain tepat dihadapannya. Rasa ketakutan yang setiap hari menyelimutinya saat itu. Kakanya menghilang saat tahu keadaan bahwa keluarganya tidak baik. Jongin masih berusia 6 tahun. Dia masih terlalu kecil untuk mengerti keadaan yang diterimanya saat ini. Dia hanya bisa mengurung dirinya dikamar. Merasa ketakutan, dan kesepian. Menutup telinganya rapat-rapat karena dia tidak ingin mendengar semua kata-kata kasar yang keluar dari mulut kedua orang tuanya. Hingga tak lama kemudian kedua orang tuanya resmi bercerai.

Dunia seakan runtuh bagi Jongin kecil. Keuarganya sudah terpecah belah. Ayahnya pergi menelantarkan anak-anaknya begitu saja tanpa rasa tanggung jawab. Jongdae yang tiba-tiba menjadi seseorang yang begitu keras juga ibunya yang hampir setiap hari menangis dan terus menangis. Dan Jongin. Dia hanya bisa terdiam tidak bisa melakukan apa-apa. Semua orang telah mengacuhkannya. Bahkan dia tidak berani untuk keluar dari kamarnya sejak perceraian itu terjadi.

Jongin tumbuh menjadi seorang remaja yang berkembang tanpa belaian kasih sayang. Dia merasa kesepian. Dia merasa tak berguna. Rasa traumatis yang terjadi di dalam dirinya kini perlahan semakin menumpuk menjadi sebuah ketakutan. Dia membenci keluarganya yang berantakan. Dia korban dari kesalahan ayah dan ibunya. Dia menjadi seseorang yang keras. Lebih keras dari Jongdae kakanya. Bahkan dia bisa melakukan sesuatu yang lebih menakutkan salah satunya mengakhiri hidup.

Dan disaat umurnya 10 tahun. Akhirnya dia menyadari apa yang terjadi kepada dirinya selama kurun waktu 4 tahun belakangan ini. Kenapa dia berubah lebih jauh dibandingkan kakanya. Dia didiagnosa menderita Bipolar Disolder. Butuh waktu lama Jongin untuk menangkap apa yang dideritanya. Namun sekian waktu berlalu. Kini dia mengerti. Dipandangan orang lain. Dia telah menjadi orang gila. Orang yang tidak pantas untuk didekati. Semuanya seolah mengacuhkannya. Perlahan semuanya menjauh. Sehun. Setelah dia tahu apa yang jongin derita. Dia pergi begitu saja dan seolah tak mengenal Jongin saat mereka saling berpapasan di sekolah. Jongdae, dia seolah malas untuk menyikapi sikap jongin yang terus menerus berubah dan membuatnya semakin kesal. Keluarga besarnya yang terus menganggap jongin layaknya orang gila. Dan ibu. Dia tidak pernah peduli. Dia masih terpuruk akan perceraiannya. Semua pergi. Semua menjauh dan gelap juga kosong. Dia tidak bisa lagi mebayangkan apapun. Masa kecilnya yang dulu bahagia telah terenggut begitu saja.

Dia merasakan susatu kini telah menyentuh pergelangan tangannya. Dia meringis dalam tidurnya dan perlahan dia membukamatanya. Dan retina matanya menangkap sosok asing sedang mengusapkankan handuk basah disekitar pergelangan tangannya yang dia sendiri tidak tahu sejak kapan tangannya telah diperban seperti itu. Dan dia masih hidup.

Kyungsoo menyadari pergerakan Jongin. Dia langsung menatap Jongin dengan disertai senyuman.

“kau sudah sadar?” Tanyanya.

Jongin langsung bangkit. “aku dimana?” dia merasa ketakutan.

“kau masih dirumahmu jadi jangan takut seperti itu.” Ucap Kyungsoo menenangkan.

“lalu kau sedang apa dirumahku?” Tanya Jongin tergugup.

“merawatmu.” Ucapnya singkat.

“apa?” Jongin terkesiap.

“ishh.. kemarin malam aku tidak bisa tidur karena keributan yang kau buat, aku mendengar suara bantingan secara terus menerus. Aku merasa kesal saat itu dan datang untuk memarahimu karena telah mengganggu tidur tetanggamu. Pintumu terkunci dan keadaan menjadi diam kembali saat kumengetuk kasar pintu rumahmu. Kupikir kau mengerti tapi saat aku hendak pergi aku melirik dari jendela dan aku terkejut menatapmu yang telah berlumuran darah dengan tubuh yang sama sekali tidak bergerak. Kupikir kau sudah mati. Untung saja aku datang kalau tidak. Kau akan menyesal karena harus mati dengan cara yang sia-sia.” Jelas Kyungsoo.

“lalu kenapa kau bisa masuk sedangkan rumahku terkunci.”

Kyungsoo melirik kearah Jendela yang terletak bersebelahan dengan pintu masuk rumah Jongin. Jongin terkejut ketika menatap Jendelanya telah pecah dan rusak begitu saja.

“kau menghacurkannya???” Jongin terkejut.

“itu pertolongan pertama. Karena keadaan darurat aku memecahkan jendela kacanya.”

Jongin terdiam. Dia tidak tau harus berbuat apa sekarang. Apa dia harus marah atau tetap diam. Dia bingung. Tapi jujur didalam hatinya dia begitu sangat kesal. Tanpa rasa bersalahnya Kyungsoo merusak rumahnya begitu saja. Kyungsoo yang menatap sikap Jongin langsung menangkannya.

“tenanglah. Aku akan menggantinya, jadi kau tidak perlu marah.”

“SEHARUSNYA KAU MEMBIARKANKU MATI SAAT ITU!” ucap Jongin yang berteriak tepat dihadapan Kyungsoo. Kyungsoo hanya diam. Menutup mulutnya dan menundukkan kepalanya. Untuk pertama kalinya dia dibentak oleh seorang Jongin. Bahkan dia merupakan orang yang baru dikenalnya beberapa hari.

Jongin langsung bangkit dan Berjalan menuju kamarnya begitu saja. Dia membanting pintu kamarnya begitu keras. “LEBIH BAIK KAU PULANG SEKARANG! JANGAN PEDULIKAN AKU!” teiaknya lagi didalam kamar.

Jongin merasa kesal dan frustasi. Dia meraih obat-obatannya dan langsung mengeluarkannya dan menelannya begitu saja tanpa air sedikitpun. Dan dengan cepat dia menjatuhkan dirinya keatas ranjangnya. Menutup matanya dengan tangannya dan mencoba terlelap tapi tidak akan semudah itu dia tertidur.

Dan Kyungsoo. Dia masih diam mematung. Dia masih terkejut dengan apa yang dilakukan Jongin terhadapnya.

“seburuk itukah dia sehingga dia lebih menginginkan untuk mati?”


Kyungsoo hanya terdiam diluar ruangan rumah sakit. Untuk kali pertamanya dia memikirkan hal-hal yang baru saja dia ketahui beberapa hari ini. Tepatnya disaat kejadian percobaan bunuh diri Jongin. Hampir beberapa hari ini. Pikirannya dipenuhi dengan tanda Tanya. Dia bingung dengan apa yang terjadi terhadap Kim Jongin. Sangat tidak penting baginya untuk memikirkan sosok tetangga yang membuatnya jengkel sejak pertama bertemu itu. Tapi semuanya seolah berubah. Kini Kyungsoo seolah tertarik dan diliputi bayangan-bayangan rasa penasaran terhadap sosok Jongin sebenarnya. Apa yang dia rasakan? Apa yang dia lakukan? Dan apa yang dia inginkan? Semua itu terus berputar-putar dalam pikirannya untuk beberapa akhir ini.

Dia masih mengingat hari itu. Hari dimana dia menemukan Jongin yang tergeletak lemah dengan darah yang terus mengalir dari pergelangan tangannya. Untung saja pecahan kaca itu tidak menggores nadi Jongin sehingga nadinya tidak terpotong dan jongin masih bisa terselamatkan. Dengan kemampuannya yang baru mempelajari sedikit tentang ilmu kedokteran. Dia bisa melakukan pertolongan pertama kepada jongin akibat percobaan bunuh dirinya.

Tapi tentang percobaan bunuh diri itu yang membuat kyungsoo merasa ganjil. Seburuk itu kondisinya sehingga dia memilih jalan mati? Dan pertanyaan-pertanyaan itu semakin bertambah seiring ketika Kyungsoo berjalan menuju dapur Jongin dia mendapati beberapa pandangan horror yang menjadi hiasan didapur tersebut. Sebuah tali tambang yang menyimpul bergantung begitu saja tepat di pintu masuk dapur. Bukan itu saja yang membuat dia bergidik ketakutan. Masih ada yang lain. Beberapa pecahan kaca yang terkumpul di sebuah tong sampah, obat-obatan yang tidak dia ketahui jenis obat itu berserakan dimana saja, beberapa obat pembunuh hama yang tersimpan rapi di dalam sebuah piring juga satu lagi yang membuatnya terhenyak ketakutan. Pisau yang tergeletak begitu saja dengan noda darah. Bahkan noda darah itu berceceran hingga sampai ke kamar mandi. Dan dapat Kyungsoo lihat dengan matanya sendiri. Noda darah yang telah mengering itu begitu mengotori dinding juga lantai kamar mandi tersebut. Kyungsoo langsung memundurkan tubuhnya menjauh.

Untuk beberapa saat. Dia berpikir Jongin merupakan seorang pembunuh. Tapi menepis anggapan itu dan kembali menatap kearah Tali tambang yang telah tersimpul itu. Dan Kyungsoo baru menyadari. Apa yang dia lihat dari jongin saat ini bukan percobaan bunuh diri yang pertama. Melainkan salah satu percobaan bunuh dirinya yang telah dia lakukan selama berkali-kali.

Kyungsoo berjalan pelan. Kembali menatap sosok Jongin yang kini telah berbaring disofa tak sadarkan diri. Dia mendekat dan semakin mendekat kearah Jongin. Dengan hati-hati kyungsoo sedikit mengamati tubuh jongin. Dia memposisikan dirinya untuk duduk disofa tempat Jongin berbaring. Karena rasa penasarannya. Dia sedikit menarik tangan  Jongin lainnya dan dia bisa lihat ada bekas luka tepat di pergelangan tangannya. Ingin lebih menyelidik lagi. Kyungsoo sedikit melirik dan menggeserkankepala jongin untuk menyamping. Dia kembali terkejut ketika melihat sebuah garis merah telah tertanda di lehernya melingkar.

Kyungsoo langsung menutup mulutnya menahan rasa terkejutnya. Benar. Dia sering melakukan percobaan bunuh diri. Apakah Kim Jongin memang sosok yang seperti ini. Ingin mencari kematian namun selalu gagal.

Dan dia baru mengerti saat ini. Apa yang sering dikatakan Jongin pertama kali kepadanya yang meminta dan berharap makanan yang diberikannya kepada Jongin saat itu ingin dibubuhi racun. Sekarang dia tahu. Jongin ingin mati. Apa sedangkal itukah pikirannya yang sering memikirkan mati? Disaat semua orang yang mempunyai penyakit mematikan berharap bisa hidup lebih lama. Dia malah memilih untuk mati dengan cara sia-sia. Dia begitu bodoh tapi Kyungsoo masih dilubungi rasa penasaran apa yang sebenarnya terjadi kepada Jongin saat ini.

“kau melamunkan seseorang?” ucap seseorang yang menyadarkan pikiran Kyungsoo dari alam bawah sadarnya yang memikirkan Jongin.

“ah.. kau Baek. tidak.. aku hanya membutuhkan udara segar. Seharian berada di ruang praktek operasi membuatku merasa sesak.” Ucap Kyungsoo beralasan.

“hey, jangan berbohong kepadaku. Kau memang benar benar memikirkan seseorang bukan. Ah.. siapakah orang yang beruntung yang bisa mengambil hati seorang Do Kyungsoo hingga membuatnya menjadi melamun hampir selama sejam ini.” Ucap namja bernama Baekhyun itu. Rekannya di kampusnya.

“jangan bercanda. Aku tidak memikirkan siapapun.” Ucap Kyungsoo dengan santai.

“ahh.. kau selalu seperti itu. Aku sudah mengenalmu sejak kita masuk Universitas. Dan aku cukup mengenal baik sikapmu.”

Kyungsoo terkekeh. “kau sendiri yang terlalu baik memperhatikanku,”

Baekhyun hanya terdiam dan ikut tertawa beberapa saat. Namun tawa Kyungsoo kembali diam. Dia masih diliputi rasa penasaran akan semua perbuatan kai.

“Hey, Baekhyun. Apa kau tau sebab kenapa seseorang mencoba melakukan percobaan bunuh diri hingga berkali-kali?” Tanya Kyungsoo menatap lekat Baekhyun.

“kenapa? Kenapa kau menanyakan hal itu?” Baekhyun sedikit mengkerutkan keningnya bingung.

“Tidak aku hanya penasaran saja. Akhir akhir ini di televisi banyak sekali bukan yang melakukan aksi bunuh diri.” Ucapnya beralasan.

“mungkin mereka sedang patah hati.” Ucap Baekhyun dengan nada bercanda.

“aku serius.”

Baekhyun terkekeh. Dan kembali menatap Kyungsoo yang kini tengah mendengus lemas menatap sepatunya sendiri. “Kau salah menanyakan hal itu kepadaku. Aku adalah calon dokter Bedah bukan seorang dokter Psikolog. Seharusnya kau menanyakan itu kepada Dokter Psikolog ataupun Psikiater. Bukannya ibumu adalah Dokter Psikiater eoh? Kenapa kau tidak menanyakan langsung saja kepadanya.”

Kyungsoo mendesis menatap Baekhyun. “Jangan bodoh. Bila aku menanyakan hal itu kepada ibuku. Mungkin dia akan menganggapku akan bunuh diri juga.”

Baekhyun tertawa lepas dan Kyungsoo dia hanya diam. “lagipula kau konyol sekali. Untuk apa kau menanyakan hal itu. Kita tidak mempelajari tentang itu bukan? Kenapa kau begitu tertarik untuk mengetahuinya.”

Kyungsoo hanya mendengus kesal. Bagaimanapun ini tidak akan pernah berhasil. Dia masih harus menyimpan rasa penasarannya lebih lama lagi sehingga waktu yang tepat yang akan menjawab semua pertanyaan yang membelenggu didalam hatinya.

Untuk beberapa menit dia menatap lurus kearah dua orang pasien anak kecil yang tengah saling bermain bersama memainkan bola diantara Koridor rumah sakit. Namun kini, pandangannya beberapa detik kemudian tertuju kepada seseorang yang tak lama berjalan melewati kedua pasien tersebut. Dari Kejauhan Kyungsoo sedikit menyelidik siapa sosok yang baru saja melewati kedua anak anak tersebut. Seperninya dia begitu mengenalnya. Tubuhnya terus berputar kebelakang menatatp sosok Pria dengan Jaket sweeter coklat yang menutupi tubuhnya dan juga mengenakan topi hitam tersebut yang sedikit menutupi sebagian wajahnya. Dan untuk beberapa detik. Jantungnya seolah berhenti. itu adalah Kim Jongin. Sedang apa dia berada di rumah sakit ini. Apa dia sedang sakit?


Minggu pagi. Perasaan jongin cukup baik saat ini. Perasaannya cukup stabil dan dia merasakan harinya begitu bahagia. Dan saat ini dia sedang memanjakan beberapa tanaman yang telah dia lupakan hampir selama sebulan ini. Bukan tanaman seperti bunga-bungaan yang dia tanam. Dia hanya menanam Kaktus. Ya, beberapa jenis kaktus terpajang rapi dihalaman rumahnya yang cukup luas. Kaktus-kaktus itu tertanam didalam sebuah pot dan berbagai jenis kaktus berderetan menghiasi halaman Jongin. Dengan teliti dan penuh kesabaran.  Jongin membersihakan rumput-rumput liar yang tumbuh disekitar tanamannya. Menyiraminya sedikit menata deretan kaktus tersebut.

Perasaannya kali ini memang sedang dalam keadaan baik dan stabil. Dia merasakan nyaman bila seperti ini. Bisa kembali merawat tanaman-tanamannya. Merasakan hangatnya sinar matahari pagi juga menikamati suasana pagi disekelilingnya. Dia benar benar merindukkan saat saat seperti ini.

“Pagi tuan Kim Jongin!” ucap seseorang ramah dibalik Pintu gerbang rumahnya.

Jongin melirik dan menatap sosok tetangganya yang tidak pernah bosannya selalu datang kerumahnya. Jongin kembali mengacuhkan Kyungsoo yang jelas-jelas telah memberinya sapaan dan senyuman ramahnya. Tapi Kyungsoo masih tetap bertahan dibalik pintu gerbang rumah Kim Jongin.

“Kau sedang apa tuan Kim Jongin. Merawat tanamanmu. Wah.. kau rajin sekali.” Ucap Kyungsoo yang menatap kegiatan Jongin.

Jongin merasa ganjal dengan apa yang yang dikatakan Kyungsoo untuk panggilannya. Risih dia harus dipanggil tuan padahal umurnya masih sangat muda. Jongin kembali melirik Kyungsoo.

“Sudah kubilang jangan panggil aku tuan. Aku masih berusia 19 tahun dan aku masih muda.” Ucap Jongin datar karena dia tidak ingin perasaannya kembali memburuk seperti beberapa hari kemarin.

“kau memang masih muda. Umurmu Sembilan belas tahun. Berarti kau harus sedikit bersikap sopan kepadaku.” Ucap Kyungsoo lagi.

“kenapa?”

“aku berumur 20 tahun dan aku lebih tua 1 tahun darimu. Maka dari itu kau harus memanggilku hyung.” Ucap Kyungsoo dengan ekspresi wajah yang dia mainkan untuk meyakinkan seorang Jongin.

“lalu kau mau apa bila aku tidak mau memanggilmu begitu?”

“Kau harus mengizinkan aku masuk kedalam rumahmu. Kita sudah saling bertetangga hampir 3 minggu dan kau tetap tidak mengizinkan aku masuk?” Tanya Kyungsoo.

Jongin hanya membuang pandangannya kembali memperhatikan tanaman-tanaman yang ada dihadapannya. Kyungsoo mencari cara lain untuk kembali membuat Jongin memperhatikannya. Dan dia kembali menemukan ide.

“Hey, bagaimanapun. Aku adalah seorang pahlawan.” UcapKyungsoo lagi dan sukses membuat Jongin meliriknya menatap kebingungan. “aku telah menyelamatkan nyawamu bukan? Bila aku tidak ada malam itu. Kau akan mati begitu saja.”

Jongin menatap lekat wajah Kyungsoo yang terus memintanya agar diizinkan masuk kedalam rumahnya. Jongin merasa heran kenapa pria ini seolah tanpa rasa bosannya datang menemuinya. Bahkan sejak malam saat dia membentak Kyungsoo dia pikir Kyungsoo akan menjauhinya karena takut dia bentak lagi. Tapi ternyata salah. Kyungsoo malah kembali dan terus kembali menemuinya. Tetangga yang mengganggu.

“hey kau akan tetap membiarkan tetanggamu untuk diam disini terus?” Teriak Kyungsoo lagi yang mampu membuat Jongin mendesah pasrah.


Kyungsoo terus saja mengagumi semua tanaman kaktus yang menjadi koleksi Jongin sedangkan sang pemilik hanya bisa diam merutuki dirinya sendiri yang membiarkan tetanggannya masuk kedalam wilayah rumahnya. Kyungsoo sepertinya tidak pernah jera untuk datang menemuinya. Mungkin karena dia tidak tahu apa yang sebenarnya diderita Jongin sehingga tanpa rasa takut dia selalu datang kerumahnya. Berbeda dengan tetangga lain. Mereka seolah menjauhi karena tahu dengan apa yang diderita Jongin. Meski mereka tidak tahu pasti penyakit apa yang diderita Jongin. Mereka menganggap Jongin hanyalah seseorang yang menakutkan dan dianggap seakan dia adalah orang Gila.

Jongin tidak pernah menyesali hal itu. Meski ada kalanya dia marah kepada setiap orang yang selalu memandangnya takut. Jongin malah lebih marah kepada dirinya sendiri. Dia memang orang yang tak berguna. Tapi Jongin merasa lebih baik. Dia lebih nyaman dengan keadaannya yang sendirian. Tidak pernah bergaul ataupun berbicara kepada orang lain. Setidaknya dia tidak akan melihat secara langsung penolakan orang lain terhadapnya ketika penyakitnya memperburuk keadaannya.

“hei.. kau hanya mengenal satu jenis tanaman saja?” Tanya Kyungsoo yang masih berdiri menatap Kaktus kaktus yang terpajang rapi.

“maksudmu?”

“kaktus. Apa kau tidak pernah berpikir untuk menanam tanaman jenis lainnya? Tanaman berbunga misalnya. Hanya warna hijau saja disini yang menghiasi halamanmu.” Tanya Kyungsoo menatap Jongin.

Jongin hanya mendesis. Kenapa Tetangganya ini begitu sangat ingin tahu tentang apa saja yang dia lakukan. “aku lebih suka Kaktus karena mereka mirip denganku.” Kyungsoo menatap bingung. Dia sama sekali tidak mengerti dengan apa yang dikatakan Jongin dan memilih untuk kembali menatap Kaktus-kaktusnya.

“hidupmu hanya tertuju dalam satu warna saja Jongin. Apa kau tidak pernah berpikir untuk melihat warna lain disekitar halamanmu?” Tanya Kyungsoo tanpa menatap sosok yang ditanyakan.

“apa?” Jongin menatap bingung.

Kyungsoo melirik dan menatap Jongin kembali. “ada baiknya kau menanam tanaman lain selain Kaktus.”

“aku tidak mau. Terlalu sulit untuk menanam tanaman lain bagiku.”

“untuk apa kau menanam tanaman bila kau sendiri malas untuk merawatnya. Jangan –jangan kau merawat kaktus ini pun jarang.” Tanya Kyungsoo menyelidik.

Jongin hanya diam dan mendesis perlahan. Dia tidak mau menanggapi lagi semua ucapan yang dikatakan Kyungsoo kepadanya. Kyungsoo menatap Jongin yang mengacuhkannya. Dia melirik sekitaran halaman rumah Jongin yang masih cukup luas dibandingkan halaman rumahnya. Kyungsoo berlari kecil kearah Jongin yang tengah terduduk dilantai rumahnya. Kyungsoo langsung duduk disamping Jongin. Menatapnya lekat dengan mata yang berbinar dengan senyuman yang merekah.

“Hey.. Jongin. Bolehkah aku menanam bunga dihalaman rumahmu?” Tanya Kyungsoo berharap.

Jongin menatap risih Kyungsoo. “yak! Kenapa dihalaman rumahku. Kenapa tidak dirumahmu saja. Ah tidak. Aku malas untuk merawatnya.”

“Halaman rumahku sangat sempit sedangkan halaman rumahmu cukup luas dan masih banyak ruang kosong. Dan jangan khawatirkan bagaimana cara kau merawatnya. Aku yang akan merawatnya. Itu kan tanamanku sehingga aku yang akan merawatnya setiap hari. Jadi kau hanya tinggal duduk diam, menikmati dan merasakan warna lain yang dapat kau lihat dihalaman rumahmu.” Ucap Kyungsoo menjelaskan dengan bahagianya.

“warna lain?”

Kyungsoo mengangguk. “Warna Kuning. Bunga Matahari. Aku menyukai bunga Matahari.” Ucapnya penuh rasa bahagia.


Jongin menatap Jam yang ada di dindingnya. Dan kembali menatap kearah luar dari jendela rumahnya. Kini dia menyaksikan sosok tetangganya yang kini tengah sibuk merawat bunga-bunga yang dia tanam dihalaman Rumahnya. Jongin hanya mendesah pelan. Menatap sosok Kyungsoo yang hampir selama seminggu ini begitu rajin mengunjungi halaman rumahnya setiap pagi untuk merawat tanaman Bunga Matahrinya. Dan ketika sore datang. Dia akan kembali, menyempatkan dirinya hanya sekedar untuk menyiram tanaman bunganya.

Tak kuasa saat itu untuk dirinya menolak ketika Kyungsoo terus saja merajuk kepadanya untuk menanam Bunga Matahari dihalaman rumahnya. Dan Jongin dengan pasrah membiarkan Kyungsoo untuk melakukan apa yang diinginkanya. Seperti sekarang. Kyungsoo Nampak bahagia merawat Tanaman bunga mataharinyameskipun tanamannya belum berbunga tapi dengan tekun Kyungsoo merawatnya begitu hati-hati.

Selama seminggu ini juga jongin kembali terdiam didalam rumahnya dan tidak memberanikan diri untuk keluar rumahnya. Dia malas untuk menemui Kyungsoo. Karena pasti setiap kali bertemu. Kyungsoo terus saja akan bertanya kepadanya yang membuat dia sendiri risih.

Kyungsoo hampir setiap hari disaat dia akan merawat bunga-bunganya. Dia akan berteriak dan menyapa Jongin. ‘Selamat Pagi Tuan Kim!” teriaknya setiap pagi dan ‘Selamat Sore Tuan Kim!’. Meskipun Jongin tidak pernah sama sekali menjawab sapaan Kyungsoo dan mencoba mengacuhkannya. Tapi tetap saja. Selama seminggu ini. Teriakan-teriakan yang menurutnya mengganggu it uterus terngiang dalam pikirannya.

Dan Sore ini. Entah kenapa Perasaan Jongin merasa cukup bahagia melihat sosok Kyungsoo. Perasaannya memang tengah baik hari ini. Dan dengan langkah perlahan. Dia membuka pintu rumahnya yang telah seminggu ini terkunci. Dan berjalan keluar. Melangkah mendekat dan berdiri disampingnya menatap tanaman-tanaman yang sedang dia rawat.

Kyungsoo terkejut dengan kedatangan Jongin yang tiba-tiba. Namun akhirnya dia menunjukkan senyumannya ketika melihat Jongin yang tersenyum menatap tanaman-tanaman Bunga Mataharinya yang belum berbunga.

“Kupikir kau tidak akan pernah keluar tuan Kim Jongin.” Ucap Kyungsoo.

Jongin hanya diam. Meski dia ingin protes dengan panggilan Kyungsoo terhadapnya. Tapi sepertinya dia sudah terbiasa dengan hal itu. Bagaimana tidak. Kyungsoo selama seminggu ini selalu menyapanya dengan panggilan tersebut.

“tinggal menunggu sekitar 3 minggu lagi hingga benar benar berbunga. Dan saat itu kau bisa melihat warna lain selain warna hijau.” Ucap Kyungsoo bahagia.

Dan Jongin hanya menganggukkan kepalanya. Lalu beberapa saat menatap Kyungsoo. “Kau haus?” Tanya Jongin. Dan Kyungsoo menjawab dengan tatapan Bingung.

Jongin sendiri setidaknya ingin bersikap baik kepada Kyungsoo sekali saja. Cukup lama mereka telah menjadi tetangga dan hanya Kyungsoo yang selalu membuatnya berbicara selain dari boneka Kelinci putihnya. Jongin memberikan sebuah minuman kaleng bersoda kepada Kyungsoo dan hanya itu yang dia punya yang bisa dia berikan. Tapi sepertinya  Kyungsoo tidak sedikit meyukainya dan menatap pemberian pertama dari Jongin.

“hanya itu yang aku punya. Jadi maaf.” Ucap Jongin.

Kyungsoo tersenyum. “Tidak apa-apa. Sebenarnya aku menjauhi minuman bersoda karena menurutku tidak baik bagi kesehatanku. Tapi ini sebuah pemberian. Sekali-kali aku akan meminumnya. Terima kasih.” Ucap Kyungsoo dan langsung membuka Minuman Kaleng yang dia dapatkan dari Jongin.

Keheningan yang mereka rasakan kini. Mereka saling menikmati minuman masing masing dan jatuh kedalam pikirannya masing masing. Ada Perasaan berbeda saat Jongin kini bersama Kyungsoo. Rasa yang nyaman yang sudah sangat lama dia tidak merasakannya. Untuk beberapa hari. Dia sudah membiasakan dirinya untuk menerima kehadiran Kyungsoo sebagai tetangganya. dan Kyungsoo. Sampai sekarang dia masih diliputi rasa penasaran tentang keberadaan Jongin yang berada di Rumah sakit sekitar minggu minggu kemarin. Dan mungkin ini saatnya dia untuk menanyakan rasa penasarannya.

“hmm.. Jongin. Beberapa minggu sebelumnya aku melihat kau yang ada di Rumah Sakit. Apa kau sedang sakit?” Tanya Jongin. namun Jongin hanya tertawa mendengar pertanyaan Kyungsoo. Padahal pertanyaan yang Kyungsoo ajukan saat ini sama sekali jauh dari kesan lucu. Dan Kyungsoo kembali diam.

“kenapa kau menanyakan itu. Apa saat itu kau ada dirumah sakit juga?” Tanya Jongin.

“ya.. aku sedang melakukan praktek di Rumah Sakit untuk pembelajaran kuliahku.”

“kau seorang Dokter?”

“bukan. Tepatnya aku calon Dokter.” Balas Kyungsoo seraya tersenyum.

Jongin kembali tertawa dan kyungsoo menatap Jongin aneh melihat dia yang terus tertawa padahal tidak ada sama sekali yang lucu yang dikatakannya.

“kalau aku tahu kau disana. Mungkin aku akan mengganggu belajarmu di rumah sakit itu.” Canda Jongin.

Kyungsoo hanya menatap risih. “Jadi itu benar–benar kau?” Tanya Kyungsoo. “kau sakit? Kau menemui dokter?” Jongin hanya mengangguk dan kyungsoo mengerti. “Lalu kau sakit apa?”

Jongin tersenyum lalu menatap Kyungsoo kembali. “aku tidak sakit. Aku hanya mengontrol kondisiku saja?” Kyungsoo menatap kembali bingung. “aku menemui dokter spesialis kejiwaan.” Ucap Jongin serius.

Sesaat Kyungsoo menatap heran lalu dia tertawa. “jangan bercanda Jongin.” tapi Jongin tetap menatapnya.

“aku serius. Aku menemui Dokter psikiaterku.” Ucap jongin kembali dengan tatapan lebih serius. Kyungsoo menutup mulutnya ketika mendapatkan tatapan yang tajam dari Jongin. “aku penderita Bipolar.”

Kyungsoo hanya terdiam. Bingung, heran sekaligus rasa aneh yang dia rasakan. Kyungsoo dengan cepat mengalihkan pandangannya. Mencoba berpikir untuk beberapa saat untuk mengartikan apa yang dikatakan jongin. Bipolar. Apakah benar Jongin menderita Bipolar. Dan Kyungsoo sekarang mulai merasakan risih ketika Jongin masih tetap menatapnya serius. Dia gugup. Dia masih belum mencerna dengan halus semua yang dikatakan Jongin. dan hanya bisa terdiam dalam kebisuannya.

“Sekarang kau sudah tau kalau tetangggamu ini pengidap Bipolar. Kau boleh meninggalkanku dan mengacuhkanku mulai sekarang. Janganlah kembali.”

Kyungsoo langsung menatap Jongin terkejut. Dirinya telah diusir secara halus.


Kyungsoo masih berpikir. Membiarkan pikirannya terbang begitu saja. Dia tahu tentang penyakit Bipolar. Tapi dia tidak tahu separah apakah penderita bipolar tersebut. Apakah salah satunya tentang beberapa percobaan bunuh diri yang dilakukan Jongin beberapa waktu lalu. Ini sungguh membuatnya frustasi. Dia merasa tidak masalah dengan apa yang diderita Jongin saat ini. Tapi disisi lain. dia sendiri bingung dengan sikap yang dilakukan jongin. Kyungsoo sama sekali tidak menolak ketika dia harus bertetangga dengan seorang penderita Bipolar. Tapi untuk ini. Kyungsoo merasa Jongin lah yang menolak dirinya sendiri untuk bersosialisasi. Bukan hanya dengannya tapi dengan orang lain.

Mungkin ini salah satu alasan. Kenapa Jongin tidak pernah keluar dari rumahnya. Lebih sering mengunci diri dirumah. Tidak pandai berbicara dengan orang lain. dan lebih banyak bersikap datar. Mungkin itu pengaruh dari apa yang dia derita.

Kyungsoo telah mencari semua informasi tentang penyakit Bipolar. Tapi dia masih belum mengerti. Dia masih sangat awam akan nama penyakit tersebut. Bahkan ini adalah kali pertama untuknya merasakan rasa penasaran yang sangat hebat dalam dirinya. Dan itu karena apa yang diderita Jongin saat ini. Dia tidak belajar tentang Psikologi. Dia bukan calon dokter Psikiater. Dia hanya seorang calon Dokter bedah.

Dia membaringkan tubuhnya berat ke kasur nyamannya. Begitu banyak pertanyaan yang kini memenuhi pikirannya. Dan itu semua tentang Jongin. tapi dia tidak mendapatkan satu jawaban sedikitpun. Dia melirik foto keluarganya. Dan seketika dia tersenyum ketika melihat foto Ibunya yang terpajang rapi. Ibunya adalah seorang dokter Psikiater. Kenapa dia tidak memikirkan hal itu sejak tadi. Dengan cepat dia bangkit kembali dan meraih ponselnya. Menekan nomor ibunya dan menunggu panggilannya dengan sabar untuk diangkat. Jam seperti ini pasti Ibunya sedang beristirahat.

“Yeoboseo, eomma aku ingin menanyakan sesuatu.” “Bipolar. Eomma tahu bagaimana cara menyikapi seorang penderita Bipolar?”


Chapter 1 selesai. ini fanfiction pertama saya bertema dan mengambil couple favorit saya dan untuk pertama kalinya saya post di Asianfanfic. aku wajah baru disini. KAISOO. I'm Kaisoo shipper. sedikit aneh pertama saya buat ff . but, i hope readers can love it.

terimakasih yang udah nyempetin baca. chu~ jangan lupa like, reviews, vote and subcribes nya. terimakasih^^

ditunggu next chapternya ya~ salam Kimpblossom!

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Maudyo #1
Chapter 1: bahasanya kece badai nih
oh ya di tag nya tambahin bahasa ato indonesia gitu chingu, biar yg nyari ff bahasa gampang. Awalnya aku tau di search twitter pas km promote tp kirain eng, n pas di post di ffn ternyata indo.
Lanjut cus ya hehe
flawlessdyo #2
woah ambil temanya bagus bgt :3 krna tnp disadari kita bisa aj pnya penyakit kejiwaan ini.. aaaa mungkinkah kyungsoo yg mengidap bipolar ? :3
tp setauku bipolar itu semacam perubahan mood yg ekstrim. contohnya skrg bisa senang tp detik berikutnya nangis meraung-raung.. hihu
so excited !! :3 fighting authornim~~