chapter vi

To That Sunflower Garden

LEE HOWON

Komandan Yonghwan diikuti oleh anggota misi pengiriman logistik yang masih tersisa memacu kuda mereka kembali menuju Trost. Beberapa kali mereka melihat titan di kejauhan yang memaksa mereka untuk mengubah jalur. Tapi, mereka tak selalu beruntung, sekali dua kali mereka terpaksa bertarung melawan titan-titan itu, yang membuat jumlah rombongan mereka berkurang menjadi tinggal separuh dari sisa sebelumnya.

 

Howon tidak mendapat kesempatan untuk ambil bagian dalam pertarungan, dia terpaksa bertanggung jawab atas Sunggyu. Selain itu, Jaewon melimpahkan tugas menjaga Woohyun pada Howon juga, karena jumlah mereka kian sedikit Jaewon terpaksa ikut bertarung membuka jalan bagi Howon yang sekarang membawa Sunggyu dan Woohyun di belakangnya. Sunggyu berpegangan erat pada ujung jubah hijau Howon dengan satu tangan, dan memeluk Woohyun yang didudukkan di antara dirinya dan Howon dengan tangan satunya.

 

Beberapa jam sebelum matahari terbit, beberapa jam sebelum kekuatan para titan kembali penuh, dan kecemasan semua orang semakin meningkat. Tak ada yang yakin posisi mereka saat itu berada di mana, berkali-kali merubah jalur dan bertarung melawan titan membuat mereka kehilangan arah. Dan pastinya mereka masih jauh dari Trost, atau distrik manapun. Mereka hanya bisa terus menghela kuda, mengikuti kemanapun Komandan Yonghwan mengarah. Hingga akhirnya terlihat sebuah puri kecil di atas bukit. Mereka tidak punya pilihan, Komandan Yonghwan memutuskan untuk bersembunyi di sana selama matahari bersinar, mengistirahatkan kuda-kuda mereka yang lelah karena telah berlari semalaman. Setelah mengutus dua orang untuk memeriksa keadaan puri, diputuskan bahwa tempat itu cukup aman. Tak ada titan di sekitar sana, dan bangunannya masih tampak kokoh. Letaknya yang di atas bukit juga memudahkan untuk mengawasi keadaan sekitar.

 

Mereka menyembunyikan kuda-kuda di istal sebelum naik ke menara puri dan beristirahat di ruang-ruang yang ada. Dengan Sunggyu mengekor lekat di belakangnya, Howon menggendong Woohyun yang masih pingsan ke sebuah ruang bundar dengan dinding batu yang ada di menara. Beberapa anggota yang tidak mendapat tugas jaga juga beristirahat di ruang yang sama, membaringkan tubuh mereka yang lelah, merawat luka-luka yang didapat ketika bertarung melawan titan. Howon mengeluarkan peralatan mediknya juga, tapi bukan untuk merawat lukanya, dia sama sekali tidak memiliki luka, tergores pun tidak, melainkan untuk Woohyun. Howon membersihkan luka di kepala anak itu sebelum kemudian membebatnya.

 

Setelah Howon selesai, dia baru menyadari bahwa sedari tadi Sunggyu duduk di sebelah Woohyun, memegang erat tangan temannya. Sunggyu tak lepas-lepas memandang Woohyun, pandangannya penuh khawatir. Wajahnya pucat, matanya sembab, tapi dia sudah berhenti menangis sejak tadi. Howon menyunggingkan sebuah senyum lembut dan mengusap pelan kepala Sunggyu, berakting seperti malaikat sebagaimana yang biasa dia lakukan.

 

"Kau anak yang berani," puji Howon.

 

Untuk saat-saat seperti ini, pertanyaan 'apakah kamu baik-baik saja?' sangatlah tidak tepat, karena tentu saja Sunggyu tidak baik-baik saja. Dia baru saja menyaksikan belasan orang mati dengan cara yang amat sadis, tak akan ada orang yang baik-baik saja setelah melihat hal tersebut, terlebih lagi Sunggyu hanyalah seorang anak kecil. Bahkan Howon yang adalah prajurit terlatih juga cukup terguncang dengan kejadian mengenaskan tersebut. Melihat teman-teman sengkatan di akademi yang telah dikenalnya selama bertahun-tahun dan senior-seniornya yang tangguh berakhir di mulut titan membuat perutnya mual. Tidak mustahil dia juga akan berakhir dengan cara yang sama. Tapi Howon menabahkan diri, bukankah ini yang dia inginkan?

 

Sunggyu mengangkat kepala, matanya melebar, tampak bingung dengan kata-kata Howon.

 

"Kau lihat prajurit yang di sana?" Sunggyu menoleh ke arah yang ditunjuk Howon, ke beberapa prajurit yang sedang beristirahat tak jauh dari mereka. "Kau ingat yang tadi membawa Woohyun di kudanya? Namanya Jaewon. Tadi dia bertarung dengan sangat hebat sekali, bukan? Menebaskan pedangnya dengan gagah berani, bertarung seperti seorang ksatria."

 

Sunggyu mengangguk.

 

"Kau boleh tidak percaya pada kata-kataku, tapi bertahun-tahun lalu ketika pertama kali melihat titan, Senior Jaewon menangis ketakutan sampai kencing di celana."

 

Sunggyu melebarkan matanya lagi.

 

"Rumor yang aku dengar sih begitu, susah dipercaya bukan?" Howon terkekeh kecil.

 

Sudut-sudut bibir Sunggyu sedikit terangkat, dia menghembuskan nafas dari hidung, menahan tawanya.

 

"Tertawa saja, tidak apa-apa," kata Howon, mengacak rambut Sunggyu. "Kalau rumor itu benar, maka kau jauh lebih pemberani dari Senior Jaewon. Tapi jangan pernah bilang pada Senior Jaewon kalau aku memberitahumu hal ini ya, kalau tidak dia akan sangat marah padaku. Ini rahasia di antara kita berdua saja," Howon meletakkan telunjuknya di depan bibir. Dia merasa puas ketika Sunggyu kemudian benar-benar tersenyum, tapi sekejap kemudian muka Sunggyu kembali suram.

 

"Selama ini aku mengira titan itu hanya ada di dongeng," suara Sunggyu tidak lebih keras dari bisikan pelan. "Aku selalu mengira mereka itu tidak nyata, hanya ada dalam cerita-cerita yang dikisahkan oleh para orang tua untuk menakut-nakuti anak-anak, seperti monster di kolong tempat tidur."

 

"Yah, bukan kamu saja yang tidak percaya kalau mereka nyata. Makanya banyak orang dewasa yang juga tidak percaya ketika berita tentang titan menjebol Dinding Maria tersebar. Orang-orang yang tinggal di distrik-distrik di Dinding Sina dan di Capital hampir semua menolak untuk percaya, fakta tentang kejatuhan Distrik Shiganshina dianggap sebagai angin lalu saja oleh mereka dan dengan cepat terkubur. Aku rasa karena itulah kau tidak tahu apa-apa tentang hal ini dan nekat menyusup keluar Dinding Rose," kata Howon.

 

"Aku dan Woohyun hanya berniat mencari bunga matahari, aku benar-benar tidak menyangka kalau keadaannya akan menjadi seperti ini," bisik Sunggyu.

 

Howon mengerutkan kening. "Bunga matahari?"

 

Sunggyu mengangguk. "Ibu Woohyun memiliki kebun bunga, tapi semua bunganya rusak. Kecuali bunga matahari, bunga-bunga yang lain mudah didapat penggantinya, padahal bunga matahari adalah bunga favorit ibunya. Karena itulah Woohyun pergi mencari bunga matahari."

 

Howon melirik Woohyun yang masih berbaring dalam diam. Mencari bunga matahari, eh? Mengingat kata-kata Kapten Jisun mengenai Woohyun, Howon yakin yang dicari oleh Woohyun sebenarnya lebih dari sekedar bunga matahari. Kau dan aku sama, bisik Howon dalam hati.

 

Sama seperti Woohyun, Howon juga terlahir di luar pernikahan resmi. Hanya saja, tidak seperti Woohyun yang dibawa oleh Tuan Nam ke kediamannya, orang tua Howon menelantarkannya. Dia tidak tahu siapa ayahnya dan ibunya meninggalkannya dalam perawatan oleh nenek dan bibinya. Sadar akan keberadaan dirinya yang tidak diinginkan, Howon selalu berusaha menjadi anak yang baik, selalu menuruti perintah neneknya dan menyelesaikan segala tugas yang disuruh bibinya agar mereka menyayanginya. Tapi mereka selalu saja memandangnya sebelah mata, senantiasa menganggapnya tidak berguna. Yang Howon inginkan hanyalah pengakuan dari mereka, ingin keberadaannya dianggap. Tapi sepertinya itu tidak akan terjadi selama dia masih berada di dunia ini. Karena itulah dia selalu membantu semua orang disekitarnya dan di saat bersamaan selalu nekat melompat ke dalam bahaya. Ketika dia mati kelak orang-orang akan mengingatnya layaknya pahlawan, sebagai seseorang yang berguna, yang kematiannya ditukar demi terlaksananya suatu hal yang penting. Agar nenek dan bibi-bibinya mengakui bahwa dirinya ada, atau setidaknya, pernah ada.

 

Dan sama seperti dirinya, Howon yakin yang dicari Woohyun bukanlah sekedar bunga matahari, melainkan pengakuan dari Nyonya Nam. Woohyun bukanlah anak kandung Nyonya Nam, tidak heran jika dia juga tidak dianggap oleh Nyonya Nam. Dengan kedok mencari bunga kesayangan Nyonya Nam, Woohyun berharap sekembalinya dia nanti Nyonya Nam akan mengakui dirinya. Kita mencari hal yang sama.

 

"Mencari hal yang sama?"

 

Howon terbelalak, sepertinya tanpa sadar dia telah mengucapkan kalimat yang terakhir.

 

"Apa kamu juga mencari bunga matahari?" tanya Sunggyu dengan polosnya.

 

Howon terdiam sejenak. Bunga matahari, eh? Yah, boleh juga hal itu disebut begitu. Karena sebenarnya bunga matahari juga tidak berbeda jauh dengan  dirinya dan Woohyun. Bunga matahari selalu menghadap ke arah matahari, sama seperti dirinya dan Woohyun yang hanya bisa memandang sesuatu yang mereka damba dari jauh. Howon mengangkat sudut bibirnya.

 

"Ya, bunga matahari."


 

 


Howon menemani Sunggyu mengobrol selama beberapa saat sebelum anak itu akhirnya jatuh tertidur, dengan tangan Woohyun tetap berada di dalam genggamannya. Howon sebenarnya merasa letih dan juga ingin beristirahat. Tapi dia melihat kebanyakan para anggota timnya terluka dan mereka jelas lebih lelah dibandingkan dirinya. Karena itulah Howon menawarkan diri untuk melakukan tugas jaga duluan, memberi kesempatan pada anggota yang lain untuk beristirahat. Jaewon berjanji untuk membantu mengawasi kedua anak dari Yarckel selama dirinya berjaga.

 

Ruang pengawas berada di puncak menara, dan saat itu hanya ada satu orang yang bertugas menjaga, Daeryong. Daeryong duduk di ambang jendela, menatap kosong keluar. Ada perban melilit di tangan kirinya dan lehernya.

 

Howon ragu-ragu sejenak, tidak tahu apakah sebaiknya melanjutkan niatnya untuk masuk atau berbalik pergi. Dia tidak yakin apakah saat ini Daeryong sedang ingin dibiarkan sendirian atau ditemani. Sebelum Howon membuat keputusan, Daeryong tiba-tiba menoleh. Daeryong melambaikan tangannya, meminta Howon masuk. Bibir Daeryong tersenyum, tapi senyum itu terasa hampa.

 

Sambil menghela nafas, Howon masuk dan, seperti biasa, memasang senyumnya juga. Terkadang dia lelah dengan segala kebohongannya berperan laiknya malaikat, tapi itu adalah jalan yang telah dia pilih. Dia terjebak dalam pilihannya.

 

Howon berhenti di samping jendela yang di duduki Daeryong. "Dae…," bisiknya.

 

Daeryong tersenyum lebih lebar, tapi dia tampak jauh lebih lelah dari sebelumnya. "So belum mati, dia masih ada di suatu tempat di luar sana," dia menjawab pertanyaan Howon yang tak terucap.

 

Ketika satu demi satu anggota tim kembali berkumpul, Howon melihat teman-temannya satu demi satu muncul, termasuk Daeryong. Tapi dia sendirian, tidak bersama kembarannya, Soryong. Mereka berdua di tempatkan di sayap yang sama, seharusnya mereka kembali bersama-sama. Howon tidak tahu apa yang terjadi pada mereka, sebelumnya dia tidak sempat mengobrol secara langsung dengan Daeryong karena mereka sibuk berkuda mencari jalan kembali sekaligus menghindari titan.

 

"Atau setidaknya itulah yang aku percayai," lanjut Daeryong, dia kembali membuang pandangannya keluar jendela. "So bilang aku ini seperti kecoak yang tidak akan mati walau diinjak berkali-kali, dan memang benar, tidak terhitung berapa titan yang tadi nyaris menginjakku, tapi aku masih bisa selamat dan berada di sini. Dan karena So adalah kembaranku, maka dia juga kecoak, dia tidak akan mati dengan mudah. Kita akan bertemu lagi di Trost."

 

Howon meremas pundak Daeryong. "Tentu saja," katanya menenangkan, "pasti saat ini Soryong sudah berada ke Trost dan sedang menantimu kembali."

 

"Tadi aku mendengar pembicaraan Komandan Jonghwan dan Kapten Jisun, mereka tidak menyangka misi kali ini bisa separah ini. Biasanya walaupun gagal, jumlah kerusakan dan kematian anggota regu sangatlah minim. Ini 'kan bukan misi perjalanan keluar Dinding Maria, seharusnya kita bisa berhasil. Padahal ini misi pertama kita," keluh Daeryong.

 

"Mungkin sekarang titan yang masuk ke dalam Dinding Maria lebih banyak," gumam Howon menduga-duga.

 

 "Mungkin," Daeryong mengendikkan bahunya. "Aku berharap jika So belum tiba di Trost dia bisa mendapatkan tempat bersembunyi yang aman dan sebagus ini."

 

Howon melirik keluar jendela, langit malam yang gelap mulai merona jingga di ufuk timur, sebentar lagi matahari akan terbit. Berkeliaran di zona titan di siang hari jelas bukan pilihan yang bijak. "Pasti," kata Howon, "Soryong sangatlah pintar, dia pasti bisa menemukan tempat yang aman, dia tahu apa yang harus dia lakukan."

 

Kemudian Howon menawarkan Daeryong untuk berganti jaga. Tapi Daeryong menolak, dia terus menatap keluar jendela. Howon menemaninya selama dua jam, sebelum seorang anggota tim yang lain datang dan menggantikan tugasnya.

 

Matahari sudah separuh jalan menuju singgasananya, dan Daeryong masih tetap duduk di ambang jendela.


 

 


Setelah selesai dengan tugas jaganya, Howon kembali ke ruangan tempat Sunggyu dan Woohyun berada, kedua anak itu masih tertidur. Setelah mengisi perut seadanya dengan roti dan air bekal yang tadinya disimpan di kantung pelana kuda, Howon merebahkan dirinya di lantai. Wadah pedang yang terpasang di kedua pinggang dia letakkan disampingnya, benda sebesar dan seberat itu hanya akan mengganggu saat tidur. Tapi dia membiarkan perlengkapan manuver gear lain tetap terpasang di tubuhnya. Howon berbaring menyamping di lantai, dan tak sampai semenit kemudian dia pun telah terlelap.

 

Ketika Howon membuka matanya, ruangan batu itu penuh dengan cahaya matahari yang terang, sepertinya dia tidur cukup lama. Nampaknya tidak ada hal yang terjadi, karena jika ada sesuatu yang penting pasti dia telah dibangunkan. Beberapa prajurit lain juga masih tidur bergeletakan di lantai. Howon menyadari Sunggyu dan Woohyun tidak ada di sampingnya, setelah menoleh-noleh mencari, dia melihat kedua anak itu ada di sisi lain ruangan, di sebelah Kapten Jisun. Kapten yang baik hati itu sedang membagi jatah roti kepada kedua anak itu.

 

Howon merebahkan tubuhnya lagi, mungkin sebaiknya dia menambah tidur sedikit lebih lama, karena nanti malam mereka akan melaksanakan perjalanan lagi. Tapi seseorang masuk ke ruangan dan berbisik-bisik pada Komandan Jonghwan, membuat sang kapten berdiri dan berjalan ke jendela. Howon menjadi penasaran karena Komandan Jonghwan memandang keluar sangat lama. Dia bangkit dan beringsut mendekat.

 

"Komandan, ada apa?" tanya Howon.

 

"Titan," jawab Komandan Jonghwan singkat.

 

Howon ikut mengintip keluar. Benar saja, di bawah tampak tiga titan berkeliaran di sekitar puri, yang paling jangkung bertubuh setinggi lima meter, dua lainnya hanya setinggi tiga meter.

 

"Perlu diurus?" tanya Howon lagi.

 

Komandan Jonghwan menggigit bibirnya. "Tidak, biarkan saja. Aku khawatir akan menghabiskan gas dari gear kita, di siang hari seperti ini mereka lebih lincah dan agresif. Kita lebih memerlukan gear kita untuk perjalanan nanti malam. Semoga saja mereka segera pergi."

 

Howon mengangguk. Sentakan kecil di ujung jubahnya membuatnya berpaling.  Sunggyu berdiri memegang ujung jubahnya, Woohyun ada di sampingnya. Sepertinya Woohyun sudah cukup lama sadar dari pingsannya, selain perban yang di kepalanya, Woohyun tampaknya baik-baik saja.

 

"Ada titan lagi, ya?" bisik Sunggyu.

 

"Tidak apa-apa, mereka ada di bawah sana, kita aman di atas menara ini," kata Howon menenangkan.

 

"Woohyun belum pernah melihat titan," kata Sunggyu.

 

Howon segera paham maksudnya. Dia pun memegangi tubuh Woohyun yang pendek ketika anak itu berjinjit melihat keluar jendela. Woohyun terkesiap dan segera memalingkan wajahnya lagi.

 

"Tidak apa-apa," kata Sunggyu, meraih tangan Woohyun. "Howon akan melindungi kita, seperti yang dia lakukan semalam."

 

Howon meringis melihat kepolosan kedua anak itu. Dia kembali ke sudut tempat dia tadi berbaring, Sunggyu dan Woohyun mengekor di belakangnya. Ya ampun, sepertinya sekarang aku sudah jadi induk ayam, batin Howon.

 

Ketika Howon duduk, dia sangat terkejut karena Sunggyu tanpa segan-segan langsung berbaring di pangkuannya. Tapi dia juga tidak bisa mengusir anak itu, dia 'kan Howon yang berhati malaikat. Howon menghela nafas. Dari sudut matanya dia melihat Woohyun masih berdiri, tampak ragu-ragu. Tanpa pikir panjang Howon melambai, menyuruhnya mendekat. Perlahan Woohyun duduk dan beringsut mendekat, bersandar pada lengannya. Ya tuhan….

 

Dengan dua anak menempel padanya, sekarang Howon tidak bisa berbaring lagi. Dia menyandarkan kepalanya ke dinding di belakanganya, sambil mengedarkan pandang. Dia tersenyum ketika melihat Daeryong berbaring di antara beberapa orang prajurit yang sedang tidur. Ah, temannya itu akhirnya meninggalkan pos jaga dan beristirahat.


 

 


Sayangnya harapan Komandan Jonghwan tidak terkabul. Ketiga titan tadi masih tetap berkeliaran di sekitar kastil. Tidak hanya itu, bahkan sekarang ada beberapa titan yang juga ikut bergabung merubung menara.

 

"Sepertinya mereka mencium bau manusia," duga Komandan Jonghwan.

 

Ketika Howon mengintip lagi ke jendela, dia dapat melihat beberapa titan tampak berusaha memanjat menara batu tempat mereka bersembunyi. Mereka berhasil memanjat setinggi satu dua meter sebelum jatuh lagi.

 

"Mereka tidak akan berhasil memanjat kemari, di sini terlalu tinggi, dan mereka tidak punya kemampuan untuk memanjat," kata Kapten Jisun.

 

"Ya, tapi titan sebanyak itu akan merepotkan kita untuk keluar nanti malam, mereka akan dapat segera menyergap kita," desah Komandan Jonghwan. "Dan aku khawatir menara ini tidak dapat bertahan lama menahan berat mereka, lihat mereka semua merubung kemari, lama-lama menara ini akan roboh. Atau lebih parah lagi mereka akan memukul hancur menara ini."

 

Baru saja Komandan Jonghwan mengatupkan bibirnya, terdengar dentuman keras dan menara itu bergetar.

 

"Komandan, kata-katamu itu membawa sial," jerit Kapten Jisun.

 

 

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
diniazakee #1
Chapter 11: Amazing, author!
Ceritanya menarik dan menyentuh. Aku harap bisa menemukan ff Infinite/Woogyu sebagus ini, atau mungkin lebih.
Terima kasih, author atas ceritanya(ff). Semoga dikemudian hari aku bisa baca cerita/ff darimu.
Love love author ♡♡♡
keyhobbs
#2
Chapter 10: ahh.....woohyun meninggal,mana gk d lakukan upacara kematian lg,kasian....btw,nyonya nam jahat bnget, bahkan sampe d akhir hayatnya woohyun dia tetep gk mau ngakuin woohyun, kayaknya ini orang gk punya hati bnget-_- eh eh , awalnya kukira hoya itu udh dewasa lho..ternyata cuma beda beberapa tahun sma sunggyu hehe...
Alvin_19 #3
Chapter 10: Akhirnya q paham dan menangis.,,, cerita yang bener² bagus. Maksih buat author,,, cerita anda sungguh mengangumkan
Alvin_19 #4
Chapter 4: Ahh,,,, belum paham maksud ceritanya. *plakk (msih blum slesai udah kburu komen)
Maaf y,, Lanjut baca terus!!! ^_^
nwh311 #5
Chapter 10: tamaat xD demi apa terkejut woohyun tewas dimakan titan -- nyonya nam jahat banget sih gamau nerima bunga matahari woohyun T.T over all ff nya bagus meskipun ada beberapa part yang tulisannya masih agak berantakan /justmyopinyokay
nwh311 #6
Chapter 10: tamaat xD demi apa terkejut woohyun tewas dimakan titan -- nyonya nam jahat banget sih gamau nerima bunga matahari woohyun T.T over all ff nya bagus meskipun ada beberapa part yang tulisannya masih agak berantakan /justmyopinyokay
garichan #7
Chapter 10: tapi jalan ceritanya beda, tadinya sempet males baca soalnya mirip anime attack on titan. Tapi karna jalan ceritanya beda, jadi mau baca sampe abis apa lg menyangkut bunga matahari. Keren banget ff'nya. Dan kapan season 2nya??? Ditunggu thor!!!
garichan #8
Chapter 4: udah saya kira ini mirip shingeki no kyojin bukan mirip lg tapi sama dari tempat, nama dinding, dan seragam situasi juga. Apa lg ada titan
inspiritly_beauty
#9
Chapter 11: Udah tamat aja >.<
Awalnya aku aneh kok ga pernah ada updat lagi, ternyata aku ga subscribe. Mian... ;_;
Sad ending... kenapa Ny. Nam gamau terima bunga dari Woohyun? Tega banget.
Senang pas tau kamu ada rencana bikin Season 2. Semoga nanti ada karakter pengganti Woohyun >.< Atau ada anak lain yang punya nama sama kaya Woohyun. Soalnya sunggyu tanpa woohyun itu kurang afdol. lol
lovedio #10
Chapter 10: gilakk.. ini pengobrak abrik hati sayaaa T.T