Drawing The Line

One Rainy Day (oneshoot collections)

Pairing : KrisHo, broken!ChenHo, hinted!ChenBaek, past!KyuHo

Genre : fluff, slight!angst

Lenght : oneshoot

Rating: G

Word counts  : 2441

Warning        : genderbender, fem!ho

Note            : bagian dari ‘One Rainy Day’ oneshoot series. Judul diambil dari lagu royal pirates “Drawing the line”. Bisa dibilang terinspirasi dari dua bait lirik dari lagu ini. good song to jamming on i think :>

You keep on drawing the line, just a little bigger everytime

And I must be losing my mind, cuz i know I want you in my life

 

 

 

" Apa kau tidak lelah? Sampai kapan kau selalu menolakku, Junyeon-ah?"

 

“nuna, kurasa aku....” kau menggeleng, memutus kalimat Jongdae dengan paksa saat kau menariknya dalam sebuah ciuman. Kau menemukan rasa bersalah pada wajah Jongdae saat kau melepaskan ciumanmu. Dan kau berpikir, seharusnya kau yang merasa bersalah pada pemuda itu.

“nuna...” Intonasi suara Jongdae menurun saat mata kalian bertemu. Wajah yang biasanya bersinar jenaka itu muram dan meneriakkan kata maaf. Kau membawa jarimu untuk mengelus pipi dan mengacak rambutnya. Lalu kau tersenyum, berharap pemuda di depanmu memantulkan senyummu seperti biasanya, namun kali ini tidak. Malah pemuda itu mencoba mengalihkan pandangannya dari matamu.

“Jongdae-ya,” panggilmu lembut, selepas kau menarik nafas panjang dan dalam. Kau terpaksa menahan pipinya, hanya agar dia mau menatap langsung ke dalam matamu. Kau ingin Jongdae tahu bahwa bukan kau korban dari perasaan Jongdae yang menguap dan berpindah pada Baehkee.

“Jongdae-ya, lihat aku.” Katamu dengan nada memeritah saat jongdae mulai menatap pohon ceri yang masih hijau di kejauhan. Pemuda itu menurutimu, mungkin terdorong rasa bersalahnya.

“aku tahu kau menyukai Baekhee.” Mata Jongdae membelalak ngeri.

“aku mendukung kalian.” Sambungmu beberapa saat kemudian, dan alis pemuda didepanmu mengerut, tidak bisa mencerna pernyataanmu barusan.

“apa?” desis Jongdae. “Apa maksud nuna barusan?”

Kau menarik nafas sekali lagi, dalam hatimu kau merapal doa, semoga Jongdae bisa mengerti alasan yang akan kau tawarkan pada pemuda itu. Semoga Jongdae bisa menerima keputusan egoismu kali ini.

 

“Jongdae, dengarkan aku baik-baik.” Kau memulai dengan suara yang jauh lebih tenang dibanding dengan apa yang sebenarnya sedang terjadi jauh didalam hatimu. Di dalam dirimu sedang terjadi badai, dan badai itu mulai merusak rasionalitasmu.

Jongdae terdiam, mengenali keseriusan dalam tiap kalimatmu. Dan kau mulai bercerita, tentang apa yang berkecamuk dalam dirimu. Dan perlahan kau melihat ekspresi Jongdae mulai membatu, tak terbaca lagi.

 

__

Hujan turun setelah kau begitu lama mematung di depan jendela setelah punggung Jongdae berlari mengejar Baekhee menghilang di kejauhan. Meninggalkanmu sendiri di ruang serbaguna kampus. Mungkin tidak sendiri, karena kau yakin dia berdiri di balik punggungmu. Menunggumu membuka suara dan mengundangmu masuk dalam pelukannya.

Dan kau menemukan senyumnya saat kau berbalik, manis di bawah remang cahaya yang tak sampai ke ujung ruangan. Entah sejak kapan ia berdiri di sana. Mungkin beberapa menit yang lalu, tepat setelah kau biarkan Jongdae melepaskan dirinya dari tanganmu. Mungkin juga dia selalu berada di sana, mendengarkan cerita yang hanya kau ketahui sampai kau memutuskan mungkin Jongdae harus mendengarnya.

“kau disitu dari tadi?” tanyamu dengan nada sedikit menuduh dan dia hanya tersenyum kecil, kemudian menghampirimu dan memelukmu, membungkusmu dengan tubuh tinggi besarnya dengan sempurna.

“kurasa kau butuh tempat untuk menangis, dan bersembunyi mungkin?” gumamnya, mengirimkan getaran yang kau rasakan dengan pipimu yang menempel di dadanya. Rasanya, menenangkan. Dan untuk saat ini kau memutuskan bahwa kau membutuhkan perlindungan yang dibawanya. Jadi kau biarkan dia mendekapmu, dalam keheningan sampai kau merasa kau cukup tenang.

 

 

__

Kalian duduk diatas meja, menghadap jendela kaca yang tertimpa tetesan-tetesan air hujan berembun memantulkan gambarmu dan dia yang masih tak saling bicara. Kau melihat bayanganmu makin mungil bersanding dengannya. Kau menyukainya, kau selalu menyukai saat-saat ia menunduk jauh untuk bicara dan menatap langsung pada matamu. Kau menyukai perbedaan tinggi kalian, dan jujur saja hal itu adalah poin paling pertama yang kau sadari begitu kau bertemu dengannya.

“jadi siapa mencampakkan siapa?” celetuknya saat ia merasa suasana sepi diantara kalian berubah dari nyaman menjadi kikuk. Kau melemparkan pandangan tidak percaya dan memutuskan bahwa dia memang subjek paling menyebalkan yang pernah disebut di muka bumi ini.

“hei,” katanya sambil menyenggol lenganmu, “Cuma bercanda.”

Kau balas senyum-gusinya dengan lirikan marah dan sebuah walk out­, tapi langkahnya jauh lebih besar dan tidak butuh banyak waktu baginya untuk mengejarmu dan menangkap pergelangan tanganmu.

“maaf. Aku hanya bercanda.” Dia menunduk, mencoba menatap langsung pada matamu –yang kau balas dengan pelototan sewot.

“candaanmu tidak lucu, Kris-sshi.” Semprotmu. Di belakangmu petir menyambar sekali, menimbulkan efek horor yang membuat bulu kuduknya berdiri. “dan tolong lepaskan tanganku” tambahmu dengan suara mendesis.

Dengan kikuk ia melepaskan tanganmu, menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. Buru-buru kau meneruskan langkahmu, masuk kedalam gedung utama kampus. Kau berusaha tidak mempedulikan ia yang mengikutimu, bahkan setelah kalian masuk di lift yang sama.

Kau terus bergeming sampai lift yang kalian tumpangi berguncang dan mati.

“sial,” umpatmu, dan kau mengambil nafas panjang untuk kesekian kalinya dalam hari ini saat kau melihat ia bertransformasi menjadi gulungan besar tak berguna gemetaran di pojok lift. Kau baru ingat kalau dia pernah mengidap phobia ruang sempit dan phobia kegelapann yang cukup parah, dan rasanya phobia itu menyerangnya lagi. Dan kau harus melakukan sesuatu sebelum dia makin panik dan membuat nyawa kalian terancam.

Setelah berpikir lebih dari seribu kali, kau akhirnya memutuskan untuk meringkuk disampingnya dan berusaha menemukan tangan besarnya untuk kau genggam.

“harusnya kau malu dengan badan besarmu.” Omelmu pelan.

“m...maaf....” bisiknya, dan kau berusaha keras menyembunyikan senyummu. Kau pikir selain selisih tinggi badan kalian, kau juga menyukai dirinya yang seperti ini. Dia yang lemah dan butuh perlindungan. Kau pikir dia yang seperti ini terlihat manis.

“kupikir kau sudah sembuh,” katamu pelan-pelan, tanganmu sibuk meremas-remas tangannya sambil berpikir bisakah tangan manusia normal berubah menjadi sedingin es hanya dalam hitungan menit, “setelah hari itu.”

“kau menggunakan lift seperti orang normal setelah kejadian itu. Kenapa sekarang kambuh lagi?” tak ada jawaban darinya, dan percakapan kalian berakhir lagi.

Biasanya saat obrolan kalian berakhir, kau akan melengos pergi meninggalkannya tanpa memberikan kesempatan untuk topik baru lagi. Tapi kali ini, kau harus mencoba meneruskan obrolan kalian, setidaknya untuk sedikit menghilangkan kepanikannya.

“hei... kau masih ingat saat Yixing dan MeiTao terkurung dalam lift juga?” kau terdiam sebentar, menunggu reaksinya. Tapi dia masih terdiam dan gemetar, kau putuskan untuk meneruskan ceritamu.

“Kau ingat apa yang MeiTao pikir mengawasinya dari balik kegelapan? Dia bilang...” kau terdiam, baru sadar kalau cerita yang baru saja akan ia ceritakan ulang padanya hanya akan menambah kepanikannya.

“maaf,” bisikmu pelan. Dia hanya mendengus. Kikikan pelan kemudian terdengar dari buntalan besar penakut di sebelahmu. Dalam keremangan dalam lift kau melihat ia menatap langsung ke dalam matamu. Takut mungkin masih melapisi iris coklatnya, tapi setidaknya kau tak melihat ada panik disana.

“kau ingat apa yang Yixing lakukan agar MeiTao lepas dari kepanikannya, Junyeon-ah?” bisikya menggodamu, senyum jahil muncul di sudut bibirnya. Tatapan matanya menyiratkan sesuatu yang kalian berdua sama-sama tahu. Apa yang terjadi saat Yixing dan MeiTao terperangkap di lift yang sama bulan lalu. Dan tanpa bisa kau kendalikan rasa panas mulai merayapi lehermu.

“tidak.” Jawabmu cepat. Suaramu terlalu tegas untuk sebuah kebohongan. Kau ingat jelas apa yang dikatakan MeiTao. ‘Xing ge menggenggam tanganku, lalu dia.... dia menciumku unni!’ lihat! Bahkan kau bisa mengulang dengan tepat apa yang dikatakan MeiTao padamu.

 

 

Ia masih menatapmu di beberapa menit berikutnya dan kau merasa wajahmu panas terbakar. Ada sesuatu dalam caranya melihatmu yang membuatmu ingin lari menjauh. Kau belum siap menerima emosi yang terkandung dalam mata itu. Kau masih trauma dengan apa yang mereka sebut cinta. Kau terlalu takut membawa dirimu masuk lebih dalam pada sesuatu yang pernah menghancurkanmu terlalu jauh.

Kau takut pada komitmen, dan karena itulah kau menerima pernyataan main-main Jongdae. Kau takut dirimu terluka, karena itulah kau terus menerus menolak apa yang Kris tawarkan padamu, sesuatu yang jelas lebih bisa kau buat bersandar, sesuatu yang jelas selalu kau cari. Bahkan setelah kau tahu dia tidak akan melakukan apa yang paling kau takutkan dalam hidupmu.

Menghilang setelah menjanjikan keabadian yang manis. Janji yang tidak akan pernah bisa ditepati.

Sekelebat ingatan buram tentang sebuah taman di tengah hujan salju muncul lagi dalam otakmu. Dan setelah 3 tahun pun rasa sakitnya masih kau rasakan.

Cepat-cepat kau tarik tanganmu, dan bergerak mundur di luar kesadaranmu. Kau membangun lagi tembok yang beberapa saat lalu kau hapus sedikit. Dan saat kau melihat pandangan matanya yang sedikit terluka, kau tahu tidak seharusnya perutmu terasa terlilit.

“sampai kapan kita seperti ini?” katanya pelan, dan jelas terluka. Kau bahkan bisa mengukur sedalam apa luka yang kau berikan padanya dalam skala feet kalau kau mau.

“kau tahu aku tidak akan pergi meninggalkanmu. Aku bahkan sudah membuktikannya, bukan?” kau menghela nafas dalam. Kau mundur selangkah lagi begitu ia merangkak berusaha meraihmu. Posisi kalian saat ini sangat tidak wajar dan aneh. Dia yang setengah berlutut, dengan pandangan mata memohon di depanmu yang berdiri mematung dengan wajah kaku, nyaris seperti adegan drama dimana seorang budak memohon untuk tidak dihukum oleh majikan tirani-nya.

“apa kau tidak lelah?” suaranya melembut, kau tepis tangannya saat ia berusaha meraih tanganmu.

“sampai kapan kau selalu menolakku, junyeon-ah?” kau ingin dia berhenti bicara. Kau benci mendengar pertanyaan yang belum pernah bisa kau temukan jawabannya. Detik berikutnya kau menatap bayangan buram wajahmu penuh air mata dipantulkan cermin yang menjadi dinding lift.

“sampai kapan kau membangun tembok raksasa diantara kita?”  di titik ini kau hanya selangkah lagi dari membungkam paksa, tapi kau tidak bisa membawa tanganmu maju dan menahan bibirnya agar tidak membuka lagi. karena kau tahu, jauh di dalam hatimu kau juga menanyakan hal yang sama.

“kau tahu, kita sama-sama tahu aku bukan pria yang membuatmu menunggu dan menghilang.” Kali ini kau memandangnya dengan mata heran, darimana dia tahu tentang kejadian di taman itu?

Mata yang menatapmu sedari tadi membentuk guratan sedih. Begitu pula senyuman itu.

Tentu saja dia sedih. Kau sudah menolaknya sebanyak rencana tindikan yang akan dibuat MeiTao –yang dengan susah payah berhasil kau gagalkan- di tubuhnya.

Tapi yang kini berputar-putar di kepalamu bukanlah rasa bersalah.

“darimana kau tahu tentang Jo Kyuhyun?” desismu.

Dia tidak menjawab. Kau lihat tangannya merogoh saku kemejanya, dari sana ia tarik sebuah cincin bermata berlian putih kecil yang menjadi liontin kalung berantai perak kecil-kecil.

Kau kenal cincin itu!

Cincin yang sembarangan kau berikan pada orang asing di taman, beberapa menit setelah Jo Kyuhyun meninggalkanmu sendirian. Orang asing yang berbaik hati menawarkan telinganya untuk mendengar keluh kesahmu, mengeringkan air matamu. Kau tak pernah mengingat dengan jelas wajah orang itu karena kau terlalu sibuk menghitung lukamu, membandingkannya dengan banyaknya air mata yang menetes, nyaris membutakanmu.

Semuanya menjadi jelas saat ia tersenyum sekali lagi, sadar bahwa akhirnya.... akhirnya kau mengenalinya.

“aku tidak pernah berbohong, Junyeon-ah.” Katanya pendek.

 

--

Junyeon masih tersedu saat ia melepas cincin yang selama 2 tahun terakhir terus tersemat di jari manisnya. Ia pikir rasa sakit dan sesak di dadanya akan berakhir saat ia melepas cincin itu, tapi ia salah, rasa sakit itu berlipat ganda dan ia terisak makin keras.

“hei, hei, jangan menangis lagi! tidakkah kau lihat pandangan orang-orang padaku? Mereka melihatku seakan-akan aku baru saja menamparmu!” raksasa dengan rambut pirang mencolok di depanmu menggerak-gerakkan tangannya dengan kikuk dan panik. Ransel besarnya bergemerincing tiap ia mengangkat tangannya.

Junyeon meremas cincin sampai kepalan tangannya berubah putih. Entah apa yang ada dipikirannya saat itu, cepat-cepat ia menangkap tangan si raksasa yang masih menjuntai acak di udara dan segera ia jejalkan cincin itu dalam genggamannya.

“apa........?” suara berat itu terdengar bingung, jika junyeon mau mendongak sedikit ia akan berhadapan dengan untaian alis tebal dan pandangan mata bingung. Tapi rasionalitas Junyeon yang memutuskan untuk kembali disaat-saat terakhir memerintahkan junyeon untuk terus menunduk, mencoba menutupi identitasnya dengan sia-sia.

“tolong buang ini, akan lebih baik buatku.”

Sepi bersiul sekali lagi lewat desir angin yang melewati daun-daun kering dan kaku karena cuaca. Sesaat Junyeon mengira raksasa itu akan mengembalikan cincinnya, tapi hati gadis itu terasa sedikit enteng saat raksasa itu bersuara sekali lagi.

“barang semahal ini?” tanyanya ragu, yang cepat-cepat Junyeon potong.

“terserah, kau jual juga boleh. Hanya saja, bawa pergi benda itu. Aku akan sangat berterima kasih kalau kau melakukannya untukku.”

“kurasa kau tidak mau bertemu lagi denganku?”

“maaf... aku tidak bermaksud... kau tahu...”

Kikikan kecil lolos dari mulut pemuda raksasa itu dan Junyeon pikir otaknya tidak benar-benar berfungsi kembali dengan normal hari itu.

“aku tahu, aku tahu, jangan menangis lagi.” sungguh Junyeon pikir akhirnya datang juga hari dimana ia akan menggunakan kekerasan.

“anggap saja kita tidak pernah bertemu kali ini. Tapi esok atau esoknya lagi aku akan mencarimu dan kita bisa ‘bertemu untuk pertama kalinya’-lagi. dengan situasi yang lebih hangat dan, kuharap, lebih bahagia”

Junyeon tidak akan pernah percaya pada janji-janji lagi.

“aku pasti akan menemukanmu.”

­­--

Pikiranmu menjadi sibuk dan tiba-tiba putih, mencoba mencerna semua informasi dan mencocokkannya dengan kepingan-kepingan yang kau punya.

Cocok.

Semuanya terangkai apik dan senyum Kris tiba-tiba memenuhi pandanganmu.

“kau... sejak kapan..... bagaimana.....aku.....kau...”

“sudah kubilang aku akan menemukanmu.” Ucapnya.

 

--

Kau dan dia berdiri lama walaupun Lift sudah beroperasi kembali. Suara-suara panik teknisi tak kau hiraukan, bahkan wajah mereka berlalu begitu saja begitu pintu lift terbuka. Tidak ada yang sanggup menembus selaput emosi yang menyelubungimu saat ini.

Bingung, heran, terharu, senang. Semuanya membludak dan meledak-ledak. Dan tangannya yang menggenggam erat tanganmu, mungkin menjadi penahan agar kau tidak tumbang karena emosimu sendiri.

Kau membiarkan dirimu dituntun menuju balkon tertinggi gedung di kampusmu. Hujan sudah mereda dan hanya meninggalkan rinai tipis gerimis di langit yang mulai berbintang. Berdiri bersisian, pundakmu menempel pada lengannya. Dan selama itu tak ada satupun yang keluar dari mulut kalian. Mungkin dia berusaha memberimu kesempatan untuk berpikir.

Berpikir untuk apa?

Semuanya masih begitu kabur bagimu. Kau ingin menerima apa yang ditawarkannya, tapi tak mampu menerima konsekuensi jika apa yang ia tawarkan habis di masa depan nanti. Seperti es krim di tengah terik mentari. Dahagamu malah akan menjadi jika kau memakannya.

Tapi dia sudah membuktikan bahwa ia bisa menepati janjinya. Bisakah kau mencoba untuk mempercayainya? Bisakah kau mempercayai dirimu sendiri, untuk bisa menahan sakit yang kesekian kalinya?

Kau berpikir dan terus berpikir. Kau ingat-ingat lagi garis pembatas yang kau gambar setiap kali ia datang padamu, kau ingat-ingat seberapa besar garis itu. Jurang yang tercipta cukup besar diantara kalian, tapi dia dengan tekun dan sabar terus membangun jembatan-jembatan yang selalu kau hancurkan di penghujung hari.

Mungkin sudah cukup. Mungkin sudah cukup kau berlaku tidak adil untuknya dan untukmu sendiri.

“Kris,” panggilmu pelan. Tapi dalam keheningan, suaramu terdengar begitu jelas.

“hm?” kau merasakan ia berbalik menatapmu.

“kupikir.... kupikir aku......”

Sial, pikirmu. Kim junyeon tidak seharusnya terbata-bata saat mengungkapkan perasaan.

“ya?” suaranya penuh harap. Dan kau berharap kau tidak akan merusak apapun yang ada dipikirannya saat ini.

“kupikir aku....setelah kupikirkan lagi aku....”

Sial! Sial! Sial! Jantung berhenti berdetak terlalu kencang aku tidak bisa berpikir!

“setelah kau pikirkan lagi?”

Ah sial, entahlah. Adalah pikiran terakhirmu sebelum kau berputar dan menarik jumpernya hingga ia tersentak. Mata coklat tuanya berada persis di depanmu.

“sial, aku akan menyesali sifat impulsif keturunan ayahku ini suatu saat nanti.” Gerutumu.

Kau melihat langsung kedalam matanya. Dan kau pikir wajah bingungnya itu terlihat sangat bodoh.

 Dan sangat menarik.

Dan kau mengutuk otakmu sekali lagi.

Dan kau mengutuk semua hal yang bergerak di bumi ini, karena saat kau menempelkan bibirmu di atas bibirnya, kau merasa seakan-akan kau sudah melakukan hal yang paling benar sepanjang sejarah hidupmu.

Dan kau mengutuk otakmu lagi otakmu yang tanpa ampun mengingatkan bahwa kau menyukai si besar bodoh ini jauh sebelum kau memutuskan untuk menolak setiap pernyataan cintanya.

Dan garis hitam besar yang membatasimu darinya terhapus begitu saja tanpa sisa.

 

-end-

 

 

sedikit ocehan Moony:

ini juga cheesy asdfghjkljvjan

 

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
ephemeral24
2431 streak #1
Chapter 4: Sehee choosing to be mature after her heartbreak instead of just jumping ship is just admirable!
the fact that she considered that Jongin might become rebound and hurt not only him but also Meitao in the process, was very considerate and kind of her... shows how much of a good person she really is

I LOVE IT!
thank you so much for these genderbent offerings authornim!
ephemeral24
2431 streak #2
Chapter 2: okay i was too occupied at the idea of genderbent ChenbBek and KrisHo in the previous chapter that i chose to deliberately ignore the implications from there... but yeah, thank goodness for this other POV of sorta for the complete story...

i was right, Baek was in love with a taken Jongdae... but when Jongdae was chasing after Baek and confessed, i was worried he cheated on Jun! but apparently, Jun let him go coz she knew he loved Baek too! JUNYEON! YOU'RE A ING SAINT! HUHUHU

also, in the previous chapter, when Jun left the hospital while holding Kris' hand... i wished we'd get her side of the story... AND WE DID!

WHAT A FATED COUPLE!
how persistent did Kris have to be to still be pursuing Jun after all the rejection! not to mention, the fact that he's been somewhat harboring feelings for her for the longest time, since that fateful coincidence after Jun's breakup... COZ WHO KEEPS A RING LIKE THAT AND VOWS TO FIND A COMPLETE STRANGER AGAIN??? damn, i think Kris was in too deep from the very beginning... but still, what persistence! what determination! he waited and waited for Jun to notice him, to finally say yes to him AND IT WAS WORTH IT!!!

thank you to chrome's translate feature which allowed me to read this! I LOVE IT! THANK YOU SO MUCH AUTHORNIM!!!
ephemeral24
2431 streak #3
Chapter 1: GENDERBENT CHENBAEK + KRISHO???
I LOVE IT!!!
laalitos #4
Chapter 4: wuhuuu akhirnya bisa komen, anda tdk tau btapa susahnya saya akses aff hari ini ==

1. akhirnya keposting, terima kasih tuhan
2. tega nian kau nodai kepolosan sehun dengan kenistaan lulu
3. jongin kekerenen
4. "Sekali - sekali tidak ada yang menyalahkanmu untuk bertindak egois, kalau nantinya itu akan membuatmu bahagia." hul. apa ini apa
5. part yixing nyanyi itu sweet sekali, tak kira meitao bakal hepi ending disini. knp jongin mengambil alih? psss
6. keju mbak, jongin sok keju
7. next chap request ya. . SEMUTTTTTTTTTTTTTTTTTT!!!!! HARD , , DARK LULU and you know my style. saya harap minseol bunting trus dibuang luhan, akhirnya minseol jualan tteok sambil ngurus bayi
8. cepet update ya, saranghae <3
scarletwriter #5
Chapter 4: OMG
tdny gw cm mw baca krisho tp akhirny baca smua
aduh angstny bkin gregetannn
please yg meitao yixing diberesin plz
waiting for your update authornim
tsubaaaki
#6
Chapter 3: why ;;____;; xing ge

habis ini kaihun apa xiuhan...? mau liat seheee
tsubaaaki
#7
Chapter 2: moooooooooony aku datang *rolls*
ntah kenapa mau ketawa liat phobia si babah orz
ooh jadi ini insert story pas bagian chenbaek kejar2an
udah, mau cus baca xingtao ~
jeongjeong
#8
Chapter 3: THE ONE IVE BEEN WAITING FOR.. MEITAOOO ToT ToT ToT

Im think its... kaihun? Oh right. I mean kai-sehee
lelgeg
#9
Chapter 3: kaihee/kaihun, and then xiuhan, majimakkkkkkk chansoo
eh saya g boleh jawab ya harusnya?


hul yixing hul,
jeongjeong
#10
Chapter 2: FINALLY... FINALLLYY MEITAO IS HERE AS A CAMEO <3<3