3 I Wish

One Rainy Day (oneshoot collections)

Pairing : XingTao, slight!KaiTao

Genre : angst

Lenght : oneshoot

Rating: G

Warning        : genderbender, fem!tao

 

“gege, aku akan menyusulmu ke Seoul, aku janji.”

“kau mau menungguku, kan, gege?”

“aku janji aku tidak akan merepotkanmu, ge!”

“hitung saja ini sebagai latihan! Toh besok juga kita akan tinggal bersama sebagai suami istri! Kau mau jadi suamiku, kan, ge?”

“kau tahu kalau aku menyukaimu, kan, ge?”

 

 

“ge, kurasa aku.... menyukai Kim Jongin.”

 

 

--

 

Namamu Zhang Yixing. Kau adalah warga negara cina yang kini sedang menempuh ilmu di Universitas Seni Seoul. Kau mengambil jurusan instrumen dan penciptaan lagu.

Kau berangkat dengan dukungan penuh keluargamu, dan teman masa kecil sekaligus ‘tunanganmu’, huang MeiTao.

 

Kau tidak pernah mengerti bagaimana kau bisa dekat dengan MeiTao. Samar-samar kau ingat pertemuan pertamamu dengan Meitao adalah saat kakekmu memaksamu untuk bermain dengan seorang gadis kecil dengan rok ungu muda melambai-lambai yang datang ke rumahmu saat tahun baru.

“Meitao” jawab gadis kecil itu malu-malu saat kau bertanya siapa namanya. Senyum otomatis tersemat di wajahmu dan semburat warna pink makin intens tersebar di seluruh wajah gadis itu.

“aku Yixing” katamu sambil berusaha mengintip mata yang tersembunyi dibalik poni hitam yang jatuh seperti tirai sutra di depan wajahnya. Meitao sepertinya sadar kalau kau sedang memperhatikannya dengan teliti, gadis itu makin menundukkan wajahnya hingga nyaris menyentuh leher, kau hanya tertawa melihat tingkah laku lucu Meitao.

“kau cucu kakek huang?” Meitao mengangguk, bulu matanya rebah sampai pipi saat ia berkedip malu-malu. Manis. Kau pikir kau masih terlalu muda untuk mengerti arti cinta, tapi kau cukup besar untuk merasa suka pada seorang gadis.

Kau pikir kau menyukai MeiTao.

Kalian terdiam sukup lama sampai ibu Meitao memanggil gadis itu untuk mengucap salam sebelum pulang. Jujur kau tidak ingin Meitao pergi. Masih banyak yang ingin kau tanyakan dan kau nyatakan pada gadis kecil yang lebih muda 2 tahun darimu itu. Dan sepertinya Meitao membaca pikiranmu, atau dia memiliki pikiran yang sama denganmu.

“liburan musim panas aku akan kesini lagi.” katanya sambil melambaikan tangannya ke luar jendela sedan mahal ayahnya. “senang bertemu denganmu, gege.”

Kau merasa jantungmu berdetak begitu kencang dan melembung oleh rasa senang yang aneh hingga nyaris copot dari sangkar dadamu.

 

Musim panas datang lagi bersama dengan Meitao yang rambutnya tampak lebih panjang beberapa senti sejak terakhir kalian bertemu. Kalian bermain, polos seperti kebanyakan anak berumur 10 dan 8 tahun lainnya. Ciuman pertama kalian lugu, terekam dalam video tape tua orang tuamu saat kau memutuskan mungkin mencium Meitao setelah ayahmu meniup lilin terakhir di kue ulang tahunnya merupakan ide yang bagus. Dan melihat bagaimana senyum Meitao yang tak padam-padam hingga habisnya musim panas tahun itu, kau tahu kau telah melakukan hal yang tepat.

Musim panas kalian berakhir, dan bersambung setiap tahun hingga kau dewasa. Hingga kalian cukup dewasa untuk akhirnya kau memutuskan bahwa mungkin kau menyukai Meitao lebih jauh daripada kasih sayang seorang gege pada meimei-nya. Cukup dewasa hingga kau menganggap serius permintaan kakek Huang untuk menjaga cucu kesayangannya saat dia meninggal nanti.

Cukup dewasa sampai kau bingung menjawab apa saat Meitao berkata “Ge, kalau kita sudah cukup dewasa nanti, kita akan berjalan di atas altar bersama.” dengan kesungguhan yang tak bisa kau tentukan kadarnya.

Meitao masih 15 tahun saat mengatakannya. Tepat setelah kau mengumumkan di depan keluargamu kalau kau berencana mengambil program beasiswa ke Korea.

“aku akan menyusul ke Seoul ge, kau mau menungguku, kan?” adalah kata-kata yang Meitao katakan saat melepasmu di bandara. Kau ingat Meitao memelukmu seakan-akan aku akan menghilang kalau ia tak cukup kuat melingkarkan tangan langsingnya di sekitar pinggangmu.

“kau janji tidak akan melupakanku, sekalipun gadis-gadis korea jauh lebih cantik dariku, kan, ge?” kau tertawa lalu mengecup dahi Meitao saat gadis itu menatapmu dengan mata yang menyorotkan rasa takut.

“tak peduli secantik apa Kim Taehee yang sering kau tunjukkan padaku. Bagiku kau yang paling manis.” Adalah yang kau katakan sebagai jaminan padanya. Meitao tertawa, dan kau yakin tawa yang bisa menggetarkan seluruh tubuhmu tak akan kau temui dimanapun kecuali pada gadis langsing, berkulit kuning, bermata tajam dan berparas cantik, bernama Huang MeiTao.

 

Beberapa tahun kemudian Meitao benar-benar menyusulmu ke Seoul. Menurut apa yang kau dengar dari ibumu selama 3 tahun penuh Meitao mati-matian memperbaiki nilai akademisnya dan meraih beasiswa yang sama seperti yang kau dapat 2 tahun sebelumnya.

Kau menjemput Meitao dengan perasaan campur aduk di Gimpo. Kau tidak bisa tidur semalaman membayangkan bagaimana gadis kelas satu SMA polos yang kau tinggalkan berubah setelah 2 tahun tidak berjumpa, masih setinggi bahumu kah ia sekarang?

Kau berkali-kali menggigiti bibir bawahmu sambil berusaha menyisir ratusan kepala yang keluar dari pintu terminal kedatangan internasional. Berusaha mencari seorang gadis langsing berkulit kuning dan berambut sutra hitam berparas cantik, yang mungkin harus sedikit kau revisi karena terakhir Meitao mengirimkan fotonya padamu, garis-garis wajah gadis itu sudah lebih tegas dan berhias make up tipis. Kau menimbang pilihan untuk mencarinya hanya lewat gambar yang selalu terpatri dalam memorimu atau menulis plakat seperti yang diacungkan oleh orang-orang di sekitarmu.

Kau memutuskan untuk menunggu, mungkin MeiTao akan mendatangimu jika gadis itu melihatmu. Dan kau sendiri masih mengingat wajah Meitao dengan cukup jelas untuk mengenalinya saat gadis itu lewat di depanmu nanti.

Kau kira kau akan mengenalinya saat kalian bertemu, namun sepertinya kau salah. Karena saat dia berdiri di depanmu, untuk sesaat kau bingung untuk apa seorang model cantik, modis, lengkap dengan kacamata hitam bertengger di hidung mancungnya dengan senyuman lebar melambai-lambai di depan wajahmu.

“gege!” sebelum sempat kau sadar Meitao sudah memelukmu, seerat saat terakhir dia melingkarkan tangan langsingnya di sekitar pinggangmu. Dan di dadamu, kau masih merasakan gemuruh yang sama seperti saat terakhir kali kau memeluk Meitao.

 

__

Kau selalu menyukai hujan. Khususnya hujan menjelang musim gugur seperti yang saat ini turun di depanmu. Kau kini duduk di emperan samping ruang kelas yang lama kosong. Tanganmu bergerak otomatis menyusuri sutra hitam panjang, rambut Meitao yang berbaring diatas pangkuanmu. Tertidur kau rasa. Tipikal Meitao yang kau kenal.

Meitao selalu tertidur di hari berhujan.

“salahkan cuaca yang memberikan suasana yang cocok untuk tidur!” katanya sewot saat kau mencoba bertanya. Saat kau mengecek kalender di Hpmu, kau baru sadar kau menanyakan masalah sensitif di hari yang salah.

Sebetulnya kau tidak terlalu memikirkan mengapa Meitao selalu tertidur di hari berhujan. Malah kau senang, karena saat Hujan, Meitao selalu tertidur di pangkuanmu, seperti yang saat ini kalian lakukan. Kebiasaan ini berlangsung sejak lama hingga tak bisa kau pastikan apakah Meitao tidur di hari berhujan sepanjang kehidupan gadis itu, ataukan kebiasaannya baru muncul setelah kau dengan suka rela menyerahkan pangkuanmu sebagai bantal dan melengkapinya dengan gumaman lembut nina bobo yang kau senandungkan.

Entahlah.

Seperti yang kau katakan tadi kau tidak begitu peduli, asalkan kau bisa dengan bebas melarikan jemarimu di sela-sela helaian hitam rambutnya. Dan memandang wajah damai itu, wajah yang selalu kau rindukan dan selalu kau kagumi. Wajah yang selalu membuatmu meragukan entitas Meitao sebagai manusia. Bagimu mungkin Meitao adalah sesosok malaikat yang sedang menyamar, menyembunyikan sepasang sayap lembut di balik penampilannya yang tegas yang begitu kontras denganmu.

Kau suka saat Meitao terlelap di pangkuanmu seperti ini. Karena hanya pada saat-saat seperti inilah kau bisa dengan licik mengganti lirik lagu nina bobo yang polos dengan untaian pernyataan kasihmu pada Meitao.

Kau tersenyum kecut mengingat apa yang kris katakan padamu, “pengecut” saat raksasa itu memergoki pernyataan diam-diammu pada Meitao beberapa minggu yang lalu.

“kenapa tidak sekalian kau katakan saja padanya kalau kau mencintainya. Lebih daripada apa yang selama ini ia pikir.” Kau masih ingat bagaimana kris mengalihkan fokus matanya darimu kearah Meitao yang masih lelap. Lalu dengan intonasi lembut Kris melanjutkan. “dia akan sangat bahagia kalau tahu kau merasakan hal yang sama seperti yang ia rasakan selama ini.”

“Tao bercerita sesuatu padamu?”

Kris menggeleng. “dia mudah sekali dibaca, nyaris seperti buku” dan kau mengiyakan perkataan Kris di dalam hati. Kris selalu punya tempat untuk Meitao di hatinya, mengingatkan Kris pada adik semata wayangnya di Kanada. Dan kau yakin selain dirimu, Kris adalah salah satu dari sedikit orang yang memahami Meitao luar-dalam.

“dia masih bingung.” Katamu. Kris mungkin memahami Meitao luar-dalam. Tapi belum dalam penuh untuk tahu bagaimana Meitao sering bingung sendiri dengan perasaannya.

Kris mengangkat alis tebalnya, skeptis.

“anak ini masih belum tahu benar beda menyukai dan mencintai. Dan kurasa masih jauh jalannya untuk memahami semua itu. Dia masih belum paham benar apa yang sering dia katakan.”

“anak yang kau katakan ini adalah anak yang sama, yang secara konstan selama 10 tahun terakhir mengatakan bahwa ia akan menjadi istrimu di masa depan! Yixing, kau mungkin mengenalnya lebih lama dariku, tapi itu tidak membuatmu lebih memahami Meitao daripada aku.”

Kau tidak menyalahkan atau membenarkan pernyataan Kris. Dan kalian melewatkan topik itu dengan begitu mudah saat Meitao terbangun 10 menit kemudian.

 

Angin berhembus sedikit lebih kencang saat kau menyusuri memorimu. Mengingat bagaimana kau melewatkan akhir pekanmu dengan terbiasa melihat Meitao dengan rambut terikat kencang berusaha memasakkan makanan kesukaanmu. Kau suka melihat bagaimana alisnya berkerut saat ia dengan susah payah berusaha membaca resep tulisan tangan kakekmu.

Kadang saat dia sudah nyaris menyerah dan putus asa, kau akan mengatakan. “taruh saja disitu, gege akan meneruskan sisanya.” yang dengan cepat di sambar oleh Meitao dengan “tidak! Aku harus bisa memasak ini dengan tanganku sendiri! Aku harus bisa memasak makanan kesukaan gege kalau mau menjadi istri yang baik!”

Kau akan tertawa dan bibir Meitao akan maju lebih jauh.

 

Kau baru saja akan menyingkirkan beberapa helai rambut nakal yang berjatuhan di pipi Meitao saat kelopak mata gadis itu bergerak terbuka.

“selamat pagi.” Katamu sambil memamerkan lesung pipitmu pada Meitao yang tersenyum malas.

“hari sudah siang, gege” protesnya saat ia bergerak meregangkan tubuh panjangnya. Tinggi Meitao mungkin sudah bertambah lagi. Tiba-tiba kau merindukan saat-saat gadis itu hanya setinggi dadamu.

“terima kasih, gege.” Katanya saat ia menyadari kau menggunakan jaketmu untuk menyelimuti pundaknya. Kau balas dengan senyuman dan elusan lembut di puncak kepalanya, yang segera Meitao kembalikan dengan kecupan singkat di pipimu.

 

“kau yakin dia bukan pacarmu?” tanya luhan padamu begitu Meitao melenggang ke kelasnya setelah mengecup singkat pipimu. Kau mengangguk, mengakui, karena memang begitu adanya. Kau bukan siapa-siapa selain gege yang selalu melindungi Meitao. Kau mengangguk sekali lagi, dengan lebih keras seakan-akan ingin meyakinkan seluruh dunia saat Luhan melemparkan pandangan tak percaya padamu.

“kalian bertingkah terlalu seperti pasangan kekasih daripada kakak-adik seperti yang sering kau katakan padaku.”

“tapi, Lu. Aku dan...” luhan memotong cepat sebelum kau sempat menuntaskan kalimatmu.

“aku tahu, aku tahu. Cukup Yixing, aku bosan mendengarkan kalimat yang sama terus-menerus sepanjang hari dalam satu tahun.” Alismu berkerut tapi kau memutuskan bahwa menghabiskan bekal yang dibuatkan Meitao jauh lebih penting daripada mengurusi Luhan dan seluruh praduga-praduganya yang tidak pernah tepat.

Kau diam, cukup lama sampai Luhan menepuk pundakmu dan berkata dengan wajah simpatik.

“jangan sampai menyesal nanti. Aku tahu kau menyukainya. Mengapa tidak kau katakan saja selagi ia mengumbar kata cinta padamu?”

Kau menggeleng, menarik nafas pelan dan panjang.

“kau tahu, Lu? Meitao masih bingung dengan perasaannya sendiri, mungkin untuk saat ini dia berpikir aku adalah segalanya. Tapi siapa tahu nanti?”

Luhan mendengus mengejek, rambut berwarna madunya beriak sedikit diterpa angin sore.

“apasih yang kau takutkan? Kalau nanti memang Tao menyukai pria lain, toh kau masih bisa mendampinginya sebagai gege seperti sekarang.”

“haruskah aku mengingatkanmu pada Sehee, Lu?” luhan membuka dan menutup mulutnya beberapa kali sebelum mendecak kesal dan meninju pundakmu yang naik turun karena kikikanmu pelan.

 

“mau pulang?” Meitao menggeleng sambil mengulurkan tangannya padamu. Kau tarik ia berdiri dan segera membantunya meluruskan kerutan-kerutan yang timbul di kain pakaiannya setelah lama berbaring.

“masih hujan,” keluhnya sambil memandang jauh entah kemana. “dan lagi apartemenku terlalu jauh, ge.” Kau tidak perlu bertanya lebih jauh untuk membawa Meitao ke kamar Apartemenmu sendiri.

Sepanjang perjalanan kalian di bawah payung merah jambu milikmu Meitao terus-terusan mengoceh tentang hari-harinya. Tentang bagaimana susahnya ia mengikuti kelas-kelas teori yang disampaikan dalam bahasa Korea.

“tak masalah, aku yakin selalu nomor satu untuk urusan praktek dalam kelasmu.” Katamu menenangkan. Meitao mengerucutkan bibirnya lagi dan kau berpikir kapan kesepatanmu datang untuk mengecup Meitao tepat di sana, di bibir merah itu.

Lamunanmu terpotong saat Meitao bergerak menempelkan badannya lebih dekat padamu, menghindari tetes-tetes hujan yang memercik. Refleks kau memberikan lebih banyak ruang di bawah payungmu, Meitao berbinar dan langsung melingkarkan tangannya erat ke lehermu. Membunyikan lagi suara tawanya yang seperti gemerincing lonceng di malam sepi. Damai, dan kau berharap angin terus membawa kalian ke pulau yang kau siapkan.

Kau tidak sadar, bahwa alam, memiliki kuasa pada dirimu, bukan sebaliknya.

 

__

Kau pikir, kau bisa menunggu sampai Meitao bisa menegaskan perasaannya pada dirinya sendiri. Kau pikir dia akan bertahan, sebagaimana selama sepuluh tahun ini dia berdiri menunggumu. Tapi kau Cuma manusia, dan kodrat manusia adalah membuat pilihan-pilihan yang salah.

Hari itu hujan turun, deras. Kilat beberapa kali menyambar dan guntur berulang kali terdengar. Meitao duduk di depanmu, di atas sofa apartemenmu, sementara kau sendiri bersila di lantai, menggenggam tangan Meitao dengan erat. Bibirmu menyunggingkan senyuman yang dihiasi dua buah lesung pipit, sementara Meitao menatapmu dengan mata merah lengkap dengan maskara yang meleber kemana-mana dan air mata yang terus mengalir.

“ku...ku rasa... ge... ku rasa aku...” suaranya tercekat di tenggorokan.

Jujur kau sendiri bingung apa yang membuat gadis di depanmu ini menangis. Roman terbarukah? Ending drama yang terlalu mengiris hatikah? Atau apa? Kau berusaha membaca matanya, seperti yang sering kau lakukan, tapi kali ini kau tidak bisa menerjemahkan kalut yang berlari liar di mata hitam gadis itu.

Dia terisak lagi, buru-buru kau hapus air matanya lagi, yang turun terus nyaris tanpa akhir. Hingga kau khawatir, bagaimana jadinya kalau air mata Meitao kering?

Gadis itu tampaknya mengenali kekhawatiranmu, ia menunduk dan memelukmu, kau rasakan ujung hidungnya yang basah menyentuh lehermu.

“ku rasa, aku....... menyukai Kim Jongin.”

 

 

Kau tak pernah percaya saat mereka bilang kalau kata-kata menusuk jauh lebih dalam dari belati.

 

 

Tapi mengapa kini hatimu terasa sakit?

 

 

 

 

“aku harus bagaimana, ge?”

“gege, maafkan Meitao, ge. Maaf kan aku”

 

­­­Kau pikir,

Kau pikir.....

Kau tidak bisa lagi berpikir jernih.

Satu lubang muncul dan menyeretmu dalam kegelapan, dan lubang itu bernama penyesalan.

Samar-samar di balik bisikan kosongmu dan tangis Meitao, terulang lagi kata-kata Luhan.

“jangan sampai menyesal nanti. Aku tahu kau menyukainya. Mengapa tidak kau katakan saja selagi ia mengumbar kata cinta padamu?”

 

Mengapa tidak kau katakan saja saat Meitao menggandeng tanganmu di puncak Namsan waktu itu?

 

“gege, kau mencintaiku, kan, ge?” kata Meitao sungguh-sungguh, matanya menembus langsung dalam dirimu. Sesaat kau bingung, haruskah kau menjawab dengan hatimu, atau dengan harapan Meitao.

Dan saat kau berkata “tentu, Tao. Tentu.” Kau tidak yakin apakah itu keluar dari bibirmu sebagai refleks, atau dari dalam hatimu.

Dia tersenyum, yang paling cantik dari yang pernah kau saksikan.

“Aku janji aku akan selalu mencintamu, ge.” Balas Meitao.

Seharusnya kau cium bibir merah itu sesudahnya. Tapi kau memutuskan hanya membalasnya dengan senyuman, lengkap dengan lesung pipitmu.

Kau menyadari sedikit perubahan ekspresi pada wajah ayu Meitao. Tapi segera kau tepis. Dalam hatimu kau terus meyakinkan dirimu. Kalau Meitao masih tidak mengerti apa arti kata-kata yang ia ucapkan.

 

Kau baru menyadari arti perubahan ekspresi Meitao di detik ia telah menarik seluruh ucapannya berbarengan dengan rentetan kata “maaf” dan “aku menyukai Kim Jongin”. kepalamu berputar-putar dan lidahmu terlalu kelu untuk berucap sepatah kata.

Bahkan setelah Meitao memohonmu.

“kumohon, ge. Katakan sesuatu, ge. Kumohon.”

.

.

.

“kumohon, ge?”

.

.

.

.

.

.

.

.

“pergilah mengejarnya, Tao. Kalau kau benar-benar menyukai Jongin, kejarlah dia.”

 

Gege akan selalu mendukungmu

 

 

 

 

 

 

Because you are more important [to me] than anyone else
No matter how time passes I want you to remain smiling
No matter how this me who's wishing [for you] will become
May you always always find happiness

I wish - L'arc en Ciel

 

-there will be no end for this story-

 

 

 

 

 

 

 

 

sedikit ocehan Moony:

i really love this story [yap, walaupun saya sendiri yang menulis hehe].

jujur saya belum tidak puas dengan ending yang saya berikan untuk cerita ini T.T meitaodanyixingberhakuntukmendapatakhiryanglebihbahagiatapitangansayaberkhianatdidetikdetikterakhir3maaf

mungkin, mungkin suatu saat saya bakal meneruskan cerita ini dan memberikan yixing satu momen bahagia hahahah - - 

dan sedikit kuis, bisakah kamu menebak pairing mana yang akan muncul di cerita selanjutnya? 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
ephemeral24
2451 streak #1
Chapter 4: Sehee choosing to be mature after her heartbreak instead of just jumping ship is just admirable!
the fact that she considered that Jongin might become rebound and hurt not only him but also Meitao in the process, was very considerate and kind of her... shows how much of a good person she really is

I LOVE IT!
thank you so much for these genderbent offerings authornim!
ephemeral24
2451 streak #2
Chapter 2: okay i was too occupied at the idea of genderbent ChenbBek and KrisHo in the previous chapter that i chose to deliberately ignore the implications from there... but yeah, thank goodness for this other POV of sorta for the complete story...

i was right, Baek was in love with a taken Jongdae... but when Jongdae was chasing after Baek and confessed, i was worried he cheated on Jun! but apparently, Jun let him go coz she knew he loved Baek too! JUNYEON! YOU'RE A ING SAINT! HUHUHU

also, in the previous chapter, when Jun left the hospital while holding Kris' hand... i wished we'd get her side of the story... AND WE DID!

WHAT A FATED COUPLE!
how persistent did Kris have to be to still be pursuing Jun after all the rejection! not to mention, the fact that he's been somewhat harboring feelings for her for the longest time, since that fateful coincidence after Jun's breakup... COZ WHO KEEPS A RING LIKE THAT AND VOWS TO FIND A COMPLETE STRANGER AGAIN??? damn, i think Kris was in too deep from the very beginning... but still, what persistence! what determination! he waited and waited for Jun to notice him, to finally say yes to him AND IT WAS WORTH IT!!!

thank you to chrome's translate feature which allowed me to read this! I LOVE IT! THANK YOU SO MUCH AUTHORNIM!!!
ephemeral24
2451 streak #3
Chapter 1: GENDERBENT CHENBAEK + KRISHO???
I LOVE IT!!!
laalitos #4
Chapter 4: wuhuuu akhirnya bisa komen, anda tdk tau btapa susahnya saya akses aff hari ini ==

1. akhirnya keposting, terima kasih tuhan
2. tega nian kau nodai kepolosan sehun dengan kenistaan lulu
3. jongin kekerenen
4. "Sekali - sekali tidak ada yang menyalahkanmu untuk bertindak egois, kalau nantinya itu akan membuatmu bahagia." hul. apa ini apa
5. part yixing nyanyi itu sweet sekali, tak kira meitao bakal hepi ending disini. knp jongin mengambil alih? psss
6. keju mbak, jongin sok keju
7. next chap request ya. . SEMUTTTTTTTTTTTTTTTTTT!!!!! HARD , , DARK LULU and you know my style. saya harap minseol bunting trus dibuang luhan, akhirnya minseol jualan tteok sambil ngurus bayi
8. cepet update ya, saranghae <3
scarletwriter #5
Chapter 4: OMG
tdny gw cm mw baca krisho tp akhirny baca smua
aduh angstny bkin gregetannn
please yg meitao yixing diberesin plz
waiting for your update authornim
tsubaaaki
#6
Chapter 3: why ;;____;; xing ge

habis ini kaihun apa xiuhan...? mau liat seheee
tsubaaaki
#7
Chapter 2: moooooooooony aku datang *rolls*
ntah kenapa mau ketawa liat phobia si babah orz
ooh jadi ini insert story pas bagian chenbaek kejar2an
udah, mau cus baca xingtao ~
jeongjeong
#8
Chapter 3: THE ONE IVE BEEN WAITING FOR.. MEITAOOO ToT ToT ToT

Im think its... kaihun? Oh right. I mean kai-sehee
lelgeg
#9
Chapter 3: kaihee/kaihun, and then xiuhan, majimakkkkkkk chansoo
eh saya g boleh jawab ya harusnya?


hul yixing hul,
jeongjeong
#10
Chapter 2: FINALLY... FINALLLYY MEITAO IS HERE AS A CAMEO <3<3