WEIRDO MOMMY VS BROTHER

BABY FEET

THE WEIRDO MOMMY VS BROTHER

.

.

.

.

.

“Hati-hati..nanti kau jatuh...”

“Jong In please..kamarmu cuma di lantai dua, kau lupa dengan kaki panjangku?”

Kris memutar bola matanya malas. Menurutnya Jong In sedikit berlebihan dengan kata “jatuh” tadi. Lagi pula kemampuannya memanjat dinding tidak seburuk itu kok.

“Tapi-“

Sstthh~

Kris mencegah Jong In untuk berbicara lebih banyak. Sebelum cerewetnya kambuh dan mengundang penghuni rumah yang lain bangun dari tidur, lebih baik ia segera kabur dari sana kalau tidak ingin berakhir di pemanggang ibu Jong In.

“Aku tidak akan jatuh, sayang. Sudah berkali-kali kau menyaksikan aku melompat dari jendela kamarmu dan sampai sekarang aku masih hidup OK. Sudah, aku pulang dulu. I love you...” Kris mengecup sejenak bibir merah Jong In lalu segera melesat menaiki kusen jendela kamar Jong In dan sekejap mata pria itu sudah menghilang.

Jong In mendekat ke arah jendela dan memeriksa apakah Kris sudah keluar dari pekarangan rumahnya. Benar saja, pria tinggi itu baru saja melompati pagar rumahnya yang hampir setinggi dua meter.

Ah...sudah hampir pukul dua dini hari tapi matanya tak kunjung tertutup.

Angin dingin khas malam hari berhembus melewati gorden putih jendela kamarnya. Jong In tak ingin repot-repot menutup jendela karena entah sejak kapan ia selalu berharap Kris akan datang ke kamarnya setiap malam (pada kenyataannya pria itu secara rutin bertandang tiap malam ke kamarnya) lalu memeluk tubuhnya hingga tertidur. Sampai saat ini jendela itu akan selalu terbuka, Jong In takut jika sejenak saja ia menutupnya Kris tak bisa masuk dan menemani sisa harinya.

Pria manis itu beranjak menjauhi jendela kamarnya. Ia duduk di pinggir ranjang berhadapan tepat dengan meja belajarnya. Pigura-pigura yang penuh dengan fotonya bersama Kris, kekasihnya, membuat Jong In tak berhenti tersenyum.

Ia bahagia...

Sangat bahagia...

Meskipun hubungan mereka belum bisa dikatakan lama, baru memasuki setengah tahun, Kris seakan-akan sudah memberikan seluruh hidupnya untuk Jong In. Memberinya kasih sayang, cinta yang amat banyak, perhatian setiap waktu dan tentu tidak mengekang waktu untuk pribadinya. Yah kadang-kadang terjadi perbedaan pendapat, tapi bukankah semua itu membuat hubungan mereka makin terlengkapi.

Tahun depan angkatannya akan mendapat giliran untuk menghadapi ujian kelulusan. Sementara Kris? Umm...bagaimana Jong In mendeskripsikan pria blonde itu, mungkin lebih tepat jika ia sedang berpacaran dengan seorang ... ahjussi? Kris bahkan seumuran dengan pamannya.

Dan keluarga terutama orang tuanya tak pernah setuju ia berpacaran dengan Kris. Setelah genap sebulan mereka menjalin kasih, Jong In membawa Kris ke rumahnya untuk berkenalan tepat saat acara ulang tahun neneknya entah yang keberapa puluh tahun, Jong In tidak pernah ingat umur nenek-neneknya.

Perawakan Kris yang berpenampilan santai bahkan tampak seperti seorang anak yang masih duduk di bangku kuliah. Kris terlihat lebih muda di mata Jong In, begitupun di hadapan keluarga besarnya yang mengira Kris tidak jauh lebih tua dari Jong In.

Momen itu menjadi pertama dan terakhir kalinya Jong In membawa Kris menemui keluarganya. Ia tak mungkin membiarkan ibunya merealisasikan sumpah serapahnya pada Kris, memanggang kekasihnya dalam oven. Hari itu adalah hari terburuk dalam hidupnya. Wajah manis Jong In berubah mengerikan hingga beberapa pekan. Ia tak lagi secerewet biasanya apalagi kalau tak sengaja melihat ibunya.

Kris panggang tampaknya sangat memikat hati keluarganya hingga mereka berdua harus bermain kucing-kucingan untuk mempertahankan hubungan mereka. Jangan sampai keluarganya terutama sang ibu tahu Jong In belum berakhir dengan pacar e-nya (julukan itu diberikan ibu Jong In saat tahu anaknya berpacaran dengan seorang pria yang lebih tua 21 tahun).

Kunjungan tengah malam adalah salah satu program tetap dalam masa tegang mereka dengan keluarga Jong In. Hal ini wajib dilakukan Kris sebab Jong In sudah layaknya seorang anak gadis yang dilarang keluyuran setelah jam pulang sekolah sampai menjelang pagi berikutnya. Jong In hanya diperbolehkan keluar rumah untuk berangkat ke sekolah, selebihnya, Joonmyun kakak laki-lakinya yang akan mengantar kemana pun Jong In mau. Kecuali bertemu dengan Kris tentunya.

Ya Tuhan..sepertinya ibu ingin aku melajang seumur hidup!

Satu kalimat itu terus berputar memenuhi otaknya saat Jong In menyadari ulah ibunya yang sudah keterlaluan.

Memangnya kenapa kalau ia berpacaran dengan Kris?

Memangnya kenapa kalau Kris jauh bahkan sangat jauh lebih tua di atasnya?

Memangnya kenapa?!

Apa ada yang salah dengan cinta mereka?

Bahkan Jong In tidak akan sanggup sedetikpun tanpa Kris di sekitarnya apalagi kalau ibunya sampai memaksa Jong In mengakhiri hubungannya dengan Kris. Pikiran ibunya benar-benar masih kolot. Bukankah kalau sampai ia berhasil menikah dengan Kris maka orang tuanya tidak perlu khawatir dengan masa depannya. Dengan apa yang bisa kris berikan untuk keluarga mereka nantinya, apa Kris bisa memenuhi kebutuhannya sehari-hari, memberikan perhatian pula untuk orang tuanya tanpa mereka harus menghadapi masa-masa sulit baik itu dari segi finansial maupun hubungan kekeluargaan. Ayolah, Kris itu seorang pria penyayang, ia tidak sulit beradaptasi dengan anak kecil dan tentu saja tahu bagaimana berkomunikasi dengan orang yang lebih tua.

Jong In masih ingat, Kris bahkan tetap bertahan dengan posisi tubuhnya membungkuk sementara ibunya memberikan cacian bertubi-tubi tentang betapa tidak cocoknya ia disandingkan dengan putra bungsu mereka, Kim Jong In. Meskipun ayahnya tidak ikut ambil bagian untuk bersuara tapi Jong In dan Kris sadar akan tatapan tajam yang hampir membunuh mereka sementara Kim Joonmyun adalah seorang kakak yang tidak dapat Jong In andalkan. Pria itu sangat penurut pada orang tua mereka, karena itu Jong In tidak banyak berharap padanya.

Jong In menghela nafas panjang, lelah.

Mengingat-ingat masa sulit mereka yang bahkan kurang dari sepuluh menit membuatnya mengantuk. Yah..setidaknya bisa membuat dirinya sebentar lagi tertidur. Tidak buruk.

Dan belum satu menit Jong In sudah tenggelam dalam mimpi.

.

.

.

.

.

Semalam hampir menjadi akhir dari segalanya. Agaknya cukup berlebihan mengatakan bahwa secara tidak langsung sebenarnya nyonya Kim sudah berhasil merealisasikan salah satu dari keinginannya yang paling tidak masuk akal, menurut Jong In.

MEMANGGANG KRIS HIDUP-HIDUP!!

Bukan..bukan melumuri tubuh Kris dengan bumbu madu dan lemon lalu memasukkannya secara paksa ke dalam oven pemanggang serbaguna yang ukurannya saja tidak lebih dari seperempat ukuran tubuh pria tinggi itu. Melainkan menyemburkan api murka langsung ke wajah tampan Kris.

Jong In sempat dengan teganya tertawa melihat wajah kekasihnya sudah bagaikan daging matang yang bahkan terlalu matang untuk sekedar menatap pada calon mertuanya saja nyali sudah ciut. Hahahaha...

Setidaknya ekspresi Kris tadi malam membuatnya sedikit terhibur dengan fakta mengejutkan bahwa minggu depan ia akan hengkang dari rumah keluarganya.

Jong In tidak sedang merencanakan untuk kabur dari rumah, tapi keadaannya saat ini bahkan berhasil memaksa orang tuanya untuk melepas putra bungsu mereka yang kelewat manis ini.

Ia amat sangat bahagia sekarang karena delapan bulan ke depan, ia akan tinggal di apartemen Kris di China sambil menanti anak pertama mereka lahir ke dunia.

Ya..Jong In sudah memeriksanya ke dokter dan kemarin siang ia mendapatkan pelukan yang begitu hangat dari Kris begitu tahu kekasih tercintanya tengah mengandung darah dagingnya.

“Kkamjjong...”

“Oh ibu..”

Jong In berdiri untuk menghampiri sang ibu di ambang pintu. Wanita cantik di hadapannya berdiri tegak sambil membawa nampan kecil berisi segelas susu hangat. Ia tersenyum begitu manis pada ibunya dan wanita itu tak dapat menahan senyumnya ketika melihat putranya tengah begitu antusias.

Mereka berdua duduk di ujung ranjang Jong In yang berwarna putih. Kamarnya terlihat begitu rapi karena nyonya Kim memang sudah menanamkan dalam diri anak-anaknya sejak kecil untuk selalu hidup bersih dan rapi.

“Ada yang bisa ibu bantu?” wanita itu menawarkan setelah melihat pakaian Jong In yang belum sepenuhnya masuk ke dalam koper.

“Tidak bu..ini hanya pekerjaan kecil. Aku tidak ingin merepotkan ibu.” Jong In kembali tersenyum tapi kemudian ia tidak tahan untuk menunduk dalam, melawan deru nafasnya yang semakin tidak teratur. Ia tidak ingin terlihat cengeng di hadapan ibunya. Jong In akan banyak belajar dari wanita ini bagaimana menjadi seorang istri dan ibu yang baik. Tidak perlu ideal karena ia tidak ingin terlihat palsu di hadapan calon mertuanya nanti.

Tanpa aba-aba ia melepas sejenak kain-kain di tangannya lalu menghambur ke pelukan sang ibu. Ia tidak tahan untuk tidak menangis di saat seperti ini. Tinggal menghitung hari dan Jong In akan meninggalkan rumah yang sejak kecil menyaksikan pertumbuhannya hingga sekarang ia yang akan menjalani hidup baru di luar tembok kokoh ini.

“Hei..jangan menangis. Seorang calon ibu tidak boleh cengeng. Kau harus belajar banyak sayang. Ibu akan memberikan yang terbaik untuk keluarga kalian nantinya. Ibu tahu, Kris adalah pria yang baik yang bisa menjagamu selain ibu dan ayah. Ibu hanya terlalu takut...”

Jong In menatap mata ibunya yang berwarna coklat, lautan dalam yang penuh dengan misteri kehidupan. Ah...para wanita memang sudah seperti itu. Dilingkupi teka-teki yang sulit.

Ia berusaha menyimak cerita sang ibu yang tampaknya mulai melankolis.

“Ibu takut kau akan meninggalkan ibu, suatu saat kau akan terlalu sibuk dengan suami dan anak-anakmu lalu melupakan wanita tua ini dan ibu akan mati hanya dengan mengingat wajahmu. Oh..anak kesayangan ibu, ibu tidak mau sampai harus seperti itu.”

Yah..dan akhirnya kamar Jong In dipenuhi dengan isak tangis malam itu.

Ibunya benar, Jong In adalah sosok bocah penurut sejak kecil. Menjaga baik-baik nasihat-nasihat orang tuanya dan menjadi anak yang begitu dikasihi keluarga besar mereka. Tubuhnya bermasalah sejak bayi. Ia sedikit tidak tahan dengan pekerjaan berat dalam waktu panjang meskipun secara fisik terlihat sangat sehat. Jong In sering terserang penyakit ringan seperti flu atau demam dan sebenarnya belum sampai mendapatkan masalah yang serius dengan ketahanan tubuhnya.

Jadi, ia pikir tidak akan masalah jika sekali seminggu pergi berkencan bersama Kris. Toh tidak akan menyebabkan daya tahan tubuhnya menipis. Mungkin sedikit memberontak akan membuat anti body dalam tubuhnya cukup kebal.

Begitulah Jong In yang terkadang mulai nakal sejak mulai mengenal kisah asmara bersama kekasihnya membuat kedua orang tuanya cemas bukan main. Dan puncaknya sudah terjadi DUA KALI! Ibunya yang spontan bercita-cita akan memanggang kekasihnya dan semalam sudah berhasil memanggangnya meskipun tampaknya hanya berhasil di wajah saja.

“Maafkan aku ibu...” Jong In mengusap wajahnya untuk kesekian kali. Ia cukup sadar untuk tidak mengotori pakaian ibunya dengan air mata maupun ingusnya.

“Semuanya sudah terjadi sayang, ibu harus apa kalau ternyata anak ibu sudah sedewasa ini. Meskipun apa yang kalian berdua lakukan tidak cukup menunjukkan kedewasaan itu tapi ibu senang setidaknya kalian berniat untuk bertanggung jawab...”

Nyonya Kim yang pertama kali melepas pelukan itu lalu matanya menyusuri setiap bagian wajah putra bungsunya.

“Heum..pantas saja ibu perhatikan kau makin cantik saja akhir-akhir ini.”

Wanita itu mengambil jeda sambil menghela nafasnya. Jong In masih setia menunggu gelagat ibunya yang sepertinya belum mau mengakhiri percakapan mereka.

“Ibu bahkan tidak percaya akan segera menimang cucu secepat ini, bukan dari kakakmu malah dari putra kecil ibu ini..”

Detik berikutnya mereka lalui dengan  tertawa. Jong In sedikit tidak suka bahwa ibunya masih menganggap ia seorang anak kecil. Lihatlah, beberapa bulan berikutnya ia berjanji akan benar-benar memperlihatkan diri sebagai sosok seorang istri di hadapan ibunya. Dan begitu bayinya lahir ia tidak akan merepotkan ibu maupun mertuanya untuk ikut mengasuh bayinya nanti.

Jong In akan menunjukkan itu.

“Aisshh...susunya sudah mulai dingin. Cepat habiskan lalu istirahat dan mulai sekarang kau, Kim Jong In, tidak boleh melakukan hal-hal berat yang bisa membuatmu lelah. Mengerti?”

“Iya, bu..”

Nyonya Kim tersenyum lalu mengecup lembut puncak kepala Jong In sebelum beranjak meninggalkan kamar putranya.

.

.

.

.

.

Penantian selama seminggu bagaikan seabad menurut Jong In. Rasa-rasanya jarum jam bergerak begitu lambat, dalam hati ia hanya berharap semoga waktu cepat berlalu dan ia bisa kembali melihat kekasih tercintanya lalu mereka akan pindah ke China untuk mempersiapkan pernikahan mereka.

Ahh...

Jong In sudah sangat tidak sabar.

Hamil satu bulan itu belum menunjukkan perbedaan yang signifikan pada Jong In. Perutnya belum menggembung seperti ketika ia masuk angin, moodnya juga masih normal-normal saja, tidak ada morning sick atau mengidam yang macam-macam.

Tersisa tiga hari lalu Jong In akan segera melihat ibunya mengamuk agar ia tidak pergi jauh dari jangkauannya. Sekali lagi bahwa Jong In itu adalah anak kesayangan ibunya meskipun kadar kasih sayang selalu rata dibagi kepada kedua anaknya, namun keadaan yang memaksa nyonya rumah itu untuk lebih memusatkan perhatian pada putra bungsu mereka yang bahkan sudah berusia 17 tahun. Dan sebentar lagi penyihir (entah mengapa ibu Jong In punya banyak istilah aneh untuk calon menantunya) akan segera merampas -_- anak kesayangannya jauh dari keluarga. Hal ini mengundangnya lebih bersikap frustasi daripada sekedar mengkhawatirkan keadaan Jong In kedepannya.

Ayah Jong In sendiri sudah tidak bisa membedakan raut wajah sedih dan marah pada istrinya. Dan jangan tanya bagaimana keadaan Joonmyun, minggu ini full perayaan hallowen baginya. Ibunya benar-benar menakutkan.

“Kau serius akan pindah ke Cina?”

Joonmyun melanjutkan kunyahannya setelah melontarkan pertanyaan pada Jong In. Hari ini rumah terlihat sangat sepi karena ayah mereka akhirnya bisa mengajak ibu mereka keluar untuk menenangkan diri. Entah kemana kedua orang tua itu, Jong In maupun Joonmyun tidak mau ambil pusing.

“Kau pikir mudah saja minta restu dari orang tua Kris, sampai kau rasa aku tidak seserius itu?”

Joonmyun itu kakak yang kurang sabaran tak terkecuali untuk adik tercintanya. Pria itu hanya memutar bola matanya malas lalu lanjut mengunyah marsmallow dari mangkok putih di tangannya.

“Aku akan sangat kesepian nantinya. Tidak ada yang bisa diajak perang, kau tahu?”

Suara gelak tawa Joonmyun membahana ke setiap sudut rumah mereka. Meskipun kata teman-temannya Joonmyun itu seorang kakak idaman karena tampang malaikat yang diwarisi dari ibunya, Jong In justru agak menyesal kenapa yang keluar dari perut ibunya adalah bocah seaneh Joonmyun. Iya, Joonmyun itu aneh, wajahnya saja yang tampan tapi tidak dengan perlakuannya pada Jong In selama ini.

Dasar iblis!

Jong In mencibir dari seberang counter dapur. Tawa Joonmyun terdengar sangat sumbang di telinganya. Bagi Jong In tawa itu adalah tawa pelecehan baginya. Pria itu suka sekali menginjak-injak harga dirinya.

“Hyung..bisa tidak kau hentikan tertawamu, anakku tidak suka punya paman yang suara tawanya saja sudah jelek seperti itu!” Jong In mengambil gelas panjang berisi susu yang beberapa saat lalu ia buat. Satu tegukan cukup menelan rasa laparnya di sore hari.

“Sayang, kau juga kenyang?” Ia mengelus perut ratanya yang terasa penuh dari dalam. Jong In sama sekali tidak bermasalah dengan nafsu makan. Layaknya orang normal, ia makan 3 kali sehari + minum susu hamilnya dua kali sehari. Oh jangan lupakan Joonmyun yang semakin meningkat intensitas kejahilannya. Setidaknya itu masuk dalam salah satu menu (entah kenapa) wajibnya setiap hari. Joonmyun yang menyebalkan!

“Sayangnya aku memang paman dari anakmu Kim Jong In hahaha..berbanggalah karena dia punya seorang paman setampan diriku..”

Jong In berusaha untuk tidak meledak. Ia mengelus-elus perutnya sambil bergumam untuk tenang. Kalau saja ia tidak sedang hamil saat ini mungkin pisau dapur sudah melayang ke arah kepala kakaknya. Tenang Jong In..tenang, tidak akan lama sampai kau benar-benar bisa membunuhnya!!

Joonmyun sudah selesai dengan acara makannya saat Jong In mengangkat sebuah keranjang berukuran sedang ke halaman belakang rumah mereka. Joonmyun mencari-cari keberadaan adiknya tanpa tahu bahwa pria manis itu tengah berkutat dengan pakaian bersih siap jemur.

Tanpa sadar Joonmyun sudah mengelilingi setiap ruangan tapi tak juga menemukan Jong In. Ia menyerah dan memutuskan untuk bersantai saja di dalam kamar.

“Ya! Apa yang dilakukan anak itu di sana?!”

Joonmyun berteriak pada kaca jendela kamarnya yang menghadap ke halaman belakang. Sosok Jong In begitu jelas di matanya sedang berjinjit meraih rentangan tali untuk menjemur kain-kain selimut. Tanpa basa-basi Joonmyun segera berlari menuruni tangga dan menghampiri adiknya.

“Apa yang kau lakukan idiot?!”

Joonmyun merampas sebuah selimut yang semula akan Jong In jemur. Ia menggantikan pria itu menjemur semua kain yang tersisa. Pekerjaan itu diselesaikan Joonmyun dengan cepat tanpa harus menjinjit seperti yang dilakukan Jong In. Sebut saja karena tubuhnya yang memang lebih tinggi dari tubuh adiknya meskipun Jong In tak bisa dibilang pendek.

Menjemur pakaian bukanlah sesuatu yang sulit dilakukan. Tapi ya Tuhan! Adik bodohnya sedang berbuat bodoh!

“Kau bisa jatuh kalau berjinjit seperti tadi! Kau tidak berpikir kandunganmu bisa celaka?! Mimpi aku punya adik setidak peka ini!!”

Jong In rasa kakaknya sudah benar-benar melankolis bahkan sampai harus meremas rambutnya cuma gara-gara berjinjit saat menjemur. Suara jitakan diikuti rintihan (sebenarnya sih geraman) Joonmyun. Oh..tangannya sudah sangat gatal untuk memberi pelajaran pada pria itu.

“Jangan berteriak di depanku, nanti anak ini kaget!”

“Kau itu yang bodoh, berani-beraninya menjitakku!”

“Joonmyun!”

“Jong In!”

“Apa-apaan kalian ini!”

Sesosok wanita melewati pintu halaman belakang sambil ikut berteriak seperti yang dilakukan Joonmyun dan Jong In.

“Joonmyun apa yang kau lakukan pada adikmu?! Kau tahu kan dia sedang hamil, kenapa malah bertengkar dengannya?!”

Oh..situasi ini membuat kepala Jong In tiba-tiba pusing. Perutnya sedikit bergejolak.

“IBU!! HYUNG!! BISAKAH KALIAN DIAM AKU PUSING!!!”

Dan Jong In kehilangan kesadarannya setelah berteriak cukup nyaring untuk menghentikan adu mulut antara ibu dan kakaknya.

“JONG IN!!”

.

.

.

.

.

END

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
mpreggoland
#1
Chapter 3: KaiRis's moment was so details! I love it! ^^
I can't wait for the second baby to be born healthy...hehe
PatriciaEdward #2
Chapter 2: Awww!!! Ini tuh cute banget!!! Beda dari yang lain!! Update soon please!!
Christian_Wu
#3
jujur, cerita ini baguuuuss banget menurut saya.. It's so beautiful I just can imagine Kris and Kai having a baby girl. I can imagine them being all lovey dovey in their own ways. It's nice to read a kriskai fic that doesn't need in it (not that I'm complaining, I love kriskai no matter what lol) tp ini ky sesuatu yg fresh. serius sy sukaaa banget sm fic ini

saya harap jibyung-sshi mau melanjutkan ny.. sy lyat ff ini d ffn juga, sy heran kq dikit banget yg komen ny .__.

I do hope that you will keep writing fics. Sy suka sm bahasa yg kamu gunakan ;) sopan, baku dan..kesan ny halus apalagi pas sy baca ' Sofia.. putri kecil ayah' aaahh melting~

anyways, maaf ramble. but you deserves compliment ;) hwaiting~
persephonehmn #4
Chapter 2: kenapa digantung?akhirnya ada juga drabble kriskai yang berbeda.kekekke
harus dibuat banyak yah.bahasanya sopan dan baku.semangat ^o^ d=(´▽`)=b
mpreggoland
#5
Chapter 2: oh apa akan jadi seterusnya? kenapa ditamatkan macam tu aja? I hope Jongin was fine~
Ohshaadoh #6
GUYS ,f(x) comeback coming soon ,maybe this month .LETS Support them
ParkYeonRin #7
update soon ::))