--three

Fight for This Unrequited Love [Indonesian]

 

Author’s POV

“Song Hani! Jangan bilang kecelakaan tadi itu bukan benar-benar kecelakaan?!” Hyosung melipat kedua tangannya ke dada sementara yeoja yang ia ajak bicara dengan santainya menyeruput susu kotak yang berada pada tangannya. Hyosung yang sudah tahu bahwa Hani agak kurang suka dengan Jiyeon pun mengatakannya dengan berani di hadapan sahabatnya tersebut.

“Hani-ya..Apakah kamu benar-benar menyukai namja gay tersebut?” Sunhwa memandang wajah Hani memelas hanya untuk mendapatkan tatapan mematikan dari Hani yang tidak suka jika namja kesayangannya dipanggil gay.

“Kalau memang iya aku sengaja, kalian mau apa?Kalian sahabatku, kalian seharusnya mendukungku!”  jawab Hani emosional, lalu membuang kotak susunya yang sudah kosong.

“Dia itu...terlalu arogan dan menyebalkan!” lanjut Hani yang kemudian meninggalkan Sunhwa dan Hyosung yang hanya bisa mengangkat bahu mereka pasrah. Sudah bertahun-tahun mereka berteman dengan Hani sehingga mereka hafal betul bahwa Hani selalu ingin mendapatkan apa yang ia mau, begitu juga dengan namja. Sudah sejak berada di sekolah menengah pertama Hani selalu mendapatkan namja yang ia suka. Tak ada kata ditolak ataupun kalah dalam kamusnya. Yang ia tahu, ia dan namja yang ia suka harus menjadi sepasang kekasih. Ia tak mengenal kalimat lain selain itu.

________

Jiyeon menghembuskan nafasnya berat. Dilihatnya jas seragamnya sudah tidak layak pakai, bau kari dan juga hampir seperempat bagiannya penuh oleh kari. Sudah berulang kali ia bersihkan jas seragamnya menggunakan tisu basah dan bilasan air, tapi kari yang terlanjur tumpah di seragamnya tersebut nampaknya enggan pergi dan masih meninggalkan bau serta noda.

Ia kemudian melepas jas seragamnya tersebut, meninggalkan hanya sebuah hem putih dengan dasi melekat pada tubuhnya. Ia kemudian agak tersenyum lega karena mengetahui bau kare tidak sampai pada hem seragamnya. Menilik kembali penampilannya pada cermin, Jiyeon kemudian keluar dari kamar mandi wanita setelahnya dengan jas yang ia tenteng dengan tangan kanannya.

Di detik ia keluar dari kamar mandi wanita, didapatkannya banyak pasang mata menatapnya, terutama pasang mata para namja. Yah, sudah menjadi takdir sih bagi para namja untuk tidak melepaskan matanya pada sebuah pemandangan yang bagi mereka menyedapkan mata. Seorang queenka dengan tubuh ideal berada dalam balutan hem ketat dengan bahan kain tipis yang membungkus lekuk tubuhnya. Bagaimana itu tidak bisa menjadi sebuah perhatian? Jiyeon sendiri juga heran, ia baru kelas 2 SMA tetapi seragamnya sudah terasa sangat kesempitan. Meskipun begitu, ia harus tetap berpura-pura untuk merasa nyaman dengan hem putihnya tersebut dan tidak menghiraukan pandangan agak tidak mengenakkan para namja.

Jiyeon kemudian duduk di bangkunya, dengan masih dipandang oleh banyak pasang mata namja. tak sedikit juga yeoja yang merasa iri akan lekuk tubuhnya dan berbisik-bisik sana sini.

“Apakah dia sedang mencari perhatian para namja?”

“Entahlah. Mentang-mentang punya tubuh oke,eoh?”

Beberapa komentar negatif menyerangnya tanpa mereka sadari bahwa sebenarnya Jiyeon dapat mendengar suara mereka. Namun itu bukan merupakan masalah baginya. Saat ini yang menjadi masalah baginya adalah dinginnya udara musim gugur yang mulai menerpa tubuhnya, ditambah dengan fakta bahwa ia kurang tidur semalam. tapi bukan Jiyeon, yeoja yang dianggap sempurna, namanya kalau dia patah semangat dan pergi ke UKS. Egonya terlalu tinggi, ia menganggap remeh setiap gejala dari tubuhnya. Ia menahannya, menahan setiap rasa pusing dan juga rasa tidak enak badan yang mulai mengganggu dirinya.

________

Setengah hari telah berlalu, sore pun datang. Jiyeon melangkahkan kakinya gontai ke arah aula untuk latihan drama ‘Little Red Riding Hood’ yang akan dilombakan beberapa minggu lagi. perlahan ia memasuki aula, berusaha tegar meskipun tubuhnya telah memberinya banyak ‘isyarat’ agar dia istirahat. Yang ada malah isyarat yang ia rasakan bertambah banyak dan berat. Tapi, ia mengesampingkan semua isyarat tersebut dan meyakinkan dirinya sendiri bahwa semuanya akan hilang seiring dengan berjalannya waktu.

“Jiyeon-ah, mana partner kamu?” tanya Tn. Lee,sang sutradara sekaligus scriptwriter, segera setelah Jiyeon memasuki lokasi latihan. Jiyeon hanya bisa berkedip,memasang wajah blank menanggapi pertanyaan Tn. Lee lalu beberapa detik kemudian ia kembali ke bumi dan menjawab pertanyaan tersebut.

“Umm..Saya kurang tahu, sajangnim. Apakah saya perlu membawanya kemari sekarang juga?” tanya Jiyeon sambil menahan keseimbangan tubuhnya yang siap runtuh kapan saja.

“Ya cepat cari dia sekarang juga! Latihan akan dimulai 2 menit lagi.” Tn. Lee memberinya instruksi, yang tentu saja membuatnya harus berbalik arah. Ia berjalan dan berjalan hingga ia sampai di depan sebuah kelas yang berpapankan tulisan “3-D” .

Ia kemudian melongok ke dalam hanya untuk menemukan kelas sudah sepi tidak ada tanda-tanda kehidupan. Wajar saja sebuah kelas sudah steril di waktu satu jam setelah bel kepulangan. Apalagi ini adalah kelas 3-D, kelas yang terkenal memiliki grade paling rendah di angkatan kelas 3 SMA Woollim tersebut.

Jiyeon yang kecewa atas kosongnya kelas tersebut pun terpaksa harus menyusuri setiap isi sekolah, menelusuri setiap sudut tempat yang kemungkinan bisa menjadi tempat bagi Woohyun untuk nongkrong. Dan ia teringat akan suatu tempat, ruang musik. Dan benar saja, ketika ia melihat ke arah ruang musik, dilihatnya Woohyun sedang memetik senar gitarnya pelan dan menyanyikan sebuah lagu. Jiyeon mengakui bahwa alunan suara Woohyun memang sangat indah dan ia ketagihan untuk mendengarkannya dan ia agak kecewa ketika ternyata keberadaannya menghentikan lagu yang sedang Woohyun senandungkan.

“Jiyeon-ah~” sapanya, meletakkan gitarnya. Ia kemudian mendekati Jiyeon yang hanya berdiri di dekat pintu masuk.

“Kamu tampak pucat, gwaenchana?” tanyanya, memfokuskan matanya ke wajah Jiyeon yang hanya tersenyum tipis membalas pertanyaan Woohyun.

“Gwaenchanayo.” Jawabnya lirih.

Bukan Woohyun namanya kalau begitu saja percaya dengan apa yang Jiyeon katakan. Woohyun kemudian memajukan badannya dan memajukan wajahnya ke arah Jiyeon. Jiyeon yang melihatnya hanya bisa menahan nafas karena jarak wajah mereka yang terlalu dekat.

End of Author’s POV

Jiyeon’s POV

Aku mencari keberadaan Woohyun untuk mengajaknya latihan drama yang sedang aku geluti, ‘Little Red Riding Hood’. Ya, sekarang dia adalah partnerku sebagai hukuman keterlambatannya. Entah mengapa dia bisa terlambat, padahal biasanya dia selalu berangkat awal dan bermain basket di gymnasium. Ada sesuatu yang aneh pada dirinya, apakah dia baik-baik saja?

Aku yang melihat bayangan Woohyun pun hanya bisa berdiri di dekat pintu, tidak ingin mengganggu dendangan lagunya. Iya, suara Woohyun sungguh sebuah anugerah dari yang di atas. Begitu lembut,gentle dan merdu. Entah aku tidak tahu bagaimana untuk menggambarkannya. Hanya saja, aku merasa tenang saat mendengarkan alunan lagu yang ia nyanyikan dengan petikan gitarnya.

Aku menarik nafasku berat entah untuk yang keberapa kalinya hari ini. badanku merasa sangat tidak bersahabat setengah hari ini. Ada sesuatu gejala ‘cold’ tetapi aku belum bisa mengatakannya seperti itu karena hey, aku tidak boleh lemah! Ini hanya gejala kecil, aku tahu itu dan aku tidak ingin aktivitasku terpengaruh oleh rengekan kecil tubuhku ini.

“Jiyeon-ah~” Woohyun yang akhirnya mengetahui keberadaanku menyapaku.

“Kamu tampak pucat, gwaenchana?”  Aku tersenyum tipis, berusaha menarik sudut bibirku sebagai jawaban atas pertanyaannya. “Gwaenchanayo.”

Tetapi entah dia itu makhluk paling keras kepala atau apa, ia malah mendekatkan wajahnya ke arah wajahku dan menempelkan jidatnya ke jidat jenongku, tidak percaya bahwa aku memang tidak kenapa-kenapa. Anehnya, aku merasakan mual saat dia melakukannya tapi aku membuang perasaan aneh tersebut dan menganggapnya sebagai gejala masuk angin yang aku rasakan.

Tapi sebenarnya, jauh di dalam hatiku, hal ini mengingatkanku pada seseorang hingga membuat sarafku memberikan memerintahkan otot abdomenku untuk memberikan gejala mual.

Seseorang yang sering melakukan hal ini terhadapku. Dan Woohyun baru saja mempraktekannya.

Woohyun dan dia terlalu mirip.

Woohyun selalu mengingatkanku kepada dirinya.

Aku terlalu sering melihat sosok dirinya dalam diri Woohyun.

Dan entah, aku bahkan kadang-kadang membayangkan Woohyun adalah dirinya.

Mereka terlalu mirip.

Atau mungkin memang aku terlalu banyak memikirkannya?

Entah,

Aku terlalu bingung dengan diriku sendiri tetapi aku yakin akan suatu hal,

Aku masih belum bisa melupakannya.

Aku masih belum bisa melupakan namja yang meninggalkanku dan meninggalkan Woohyun.

Entah arwah apa yang mengendalikan tubuhku, aku menatap mata Woohyun dalam dan memegang bahunya sambil membisikkan

“Woohyun-ah, mengapa kamu terlalu mirip dengan dirinya?”

Semuanya terasa sangat abu-abu saat itu, saat aku mengatakannya, karena hal terakhir yang aku ingat adalah ada sebuah air yang mengalir di pipiku. Aku terlalu lemah untuk menjadi seorang Park Jiyeon. Aku tidak seharusnya menghasilkan air yang mengalir tersebut. Tapi, ya, itu terjadi begitu saja.

End of Jiyeon’s POV

Woohyun’s POV

Jiyeon mendatangi kelasku dengan hanya berdiri bersandarkan pada tembok di dekat pintu. Untung saja aku segera sadar akan keberadaannya karena dia hanya diam saja di sana,tak bergeming.

 

“Jiyeon-ah~” aku menyapanya dan mulai mendekati dirinya dengan langkah pelanku. Semakin kudekati, semakin aku merasakan ada sesuatu yang aneh pada dirinya. Bukan hanya karena ia hanya menggunakan seragam hemnya yang sangat tipis,ketat dan agak transparan itu—well, dia memang memiliki semua yang diinginkan para namja dan hal tersebut membuat jantungku lagi-lagi tidak patuh dengan memompa sangat cepat aliran darah dalam setiap pembuluh darahku.

Bukan hanya karena itu, Jiyeon tampak sangat pucat. Matanya tampak sangat sendu dan aku tahu apa yang harus aku lakukan karena Jiyeon sering mengalaminya.

Ia terlalu sering mengalaminya.

Jiyeon, sahabatku yang tidak peka akan tubuhnya sendiri, sering mengalami demam ketika ia menghadapi banyak masalah dan banyak aktivitas. Apalagi sekarang ini dia tidak mengenakan seragam jasnya. Hanya untuk informasi saja sih, musim gugur di sini sangat mengerikan. Jangan sekali-kali mencoba untuk tidak memakai jaket,mantel,sweater atau apapun itu ketika berada di luar rumah.

Aku mendekati wajahnya dan mulai mengajukan kepalaku. Kulihat wajah Jiyeon memerah, mungkin suhu tubuhnya telah begitu parah hingga membuat wajahnya begitu merah. Mencapai jarak yang sudah dekat, aku menempelkan jidatku ke jidatnya dan kurasakan panas dari jidat Jiyeon terkonduksi ke jidatku.

Sudah kuduga. Ya Tuhan, Jiyeon, kamu sudah sepanas ini dan kamu tidak menyadarinya? Aigoo...Aku tidak heran lagi sih tapi dia itu terlewat cuek dengan dirinya sendiri.

Sesaat setelah aku mengecek panas tubuhnya dengan jidatku, aku merasakan tubuh Jiyeon terasa semakin berat, berat dan berat membebani tubuhku. Di saat aku melihat ke wajahnya, kulihat ia sudah menutupkan matanya dan membisikkanku sebuah kalimat yang sedikit—atau mungkin banyak menusuk hatiku.

“Woohyun-ah, mengapa kamu terlalu mirip dengan dirinya?”

Aku membulatkan mataku sempurna.

Jujur, aku tidak suka dengan kalimat yang ia ucapkan. Namja yang paling aku benci sedunia, Jiyeon menyamai diriku dengan dirinya. Jiyeon-ah...kapan kau akan mengerti perasaan yang kurasakan kepadamu?

Mengapa Jiyeon-ah? Mengapa kamu terlalu menangis untuk namja laknat itu sementara ada aku di sini yang selalu menunggumu?

Apakah namja laknat tersebut memang sudah tidak bisa kamu hapus dari kehidupanmu, dari ingatanmu?

_______

@ UKS

Aku membuka mataku perlahan dan saat aku benar-benar telah tersadar, aku melihat Jiyeon sedang memandangku dengan senyum manisnya.

“Gomawo” ucapnya, lebih tepat berbisik karena suaranya yang sangat pelan. Aku tersenyum balik kepadanya.

“Paracetamol ternyata sangat efektif eoh?” ucapku pelan dan menyadari bahwa ternyata baru saja aku tertidur di samping tempat tidur tempat ia tidur.

“Ya begitulah. Ayah selalu membawakanku obat generik itu.” Jawabnya sambil menunduk lemas. Iya, siapapun yang dekat dengannya pasti sudah tahu dengan kebiasannya yaitu demam, tak terkecuali aku dan ayahnya.

“dan kamu terlalu hafal dengan diriku sehingga kamu mengambil obat tersebut dari tasku.” Lanjutnya, disusul dengan kekehan pelan.

Aku ikut terkekeh.

Entah, hari ini aku sama sekali tidak melihat sisi dari dirinya yang galak dan membenci diriku.

Seharusnya kami bertengkar saat ini, entah dengan topik apapun, dia selalu menyanggahku dan membentakku. Anehnya, sangat anehnya, aku tidak merasa marah dia melakukannya. Bagiku, itu adalah perhatian khusus yang ia berikan kepadaku. Cinta itu memang aneh, jika kamu memang benar-benar berada di dalam keadaan dimana kamu sangat menyukai seseorang hingga kamu bahagia atas apapun yang orang tersebut lakukan kepadamu.

“Tapi, Tuan Nam, tidakkah ini aneh? Mengapa kamu memberikan kompres air dingin kepada orang demam?” tanyanya lagi. baru saja aku menganggap dirinya manis hari ini dengan tidak berusaha menyanggahku.

“Ada apa dengan kompres dingin eoh? Jangan bilang...” aku berusaha memikirkan sesuatu dan Jiyeon kemudian melanjutkan kalimatku.

“Kamu seharusnya mengetahuinya, Nam-ssi. Untuk mengompres orang demam, kita butuh air hangat bukan air dingin. Air dingin hanya akan membuat tubuh kita bertambah panas karena hipotalamus akan menganggap bahwa tubuh kita bertambah dingin dan menganggapnya sebagai sesuatu untuk menaikkan set point.” Jelasnya dengan sangat lancar.

Aku merasa kalah telak. Dia baru duduk di bangku kelas 2 SMA tetapi ilmunya jauh melampaui ilmuku.

“Apakah itu juga yang ayahmu katakan kepadamu?” aku tertawa ringan, berusaha membuat lelucon. Jiyeon kemudian tertawa lemah lalu tersenyum getir ke arahku. Saat ia tersenyum getir itulah aku menyasali mulut bodohku untuk mengucapkan kalimat tersebut.

“Iya, setiap aku demam ia bukannya menanyakan apakah aku baik-baik saja. ia pasti akan memberiku sebuah ‘ceramah’ yang tidak tahu berapa paragraf panjangnya.” Jawabnya, masih berusaha tersenyum mengingat betapa ayahnya memperlakukannya.

“Tapi..aku lalu menyadari bahwa bentuk kasih sayang orang tua berbeda-beda, dan aku menganggapnya sebagai bentuk kasih sayang yang ayah berikan kepadaku.” Ia masih berusaha tersenyum dan aku semakin jatuh hati kepada yeoja tersebut.

Kadang ia menunjukkan sisi kekanak-kanakkanya padaku dan kadang ia menunjukkan sisi dewasanya yang mencengangkanku.

Ia kemudian turun dari kasurnya untuk pergi entah kemana tapi sebelum hal itu terjadi, aku mencekal pergelangan tangannya.

“Mau kemana? Istirahatlah. Tubuhmu butuh istirahat.” Kataku dengan wajah serius menatap dalam wajahnya. Beberapa detik Jiyeon hanya diam dan memandang wajahku tanpa sedikitpun mengedipkan matanya. Aku tak bisa mengartikan pandangannya tapi hal tersebut cukup untuk membuatku menjadi salah tingkah lalu melepaskan genggamanku ke pergelangan tangannya dan mengalihkan pandanganku. This is too much.Im so weak. I even cant ressist her stare at me.

“Baiklah..Tapi, bisakah kau memberitahu Tuan Lee mengenai ini? Kurasa ia sedang menunggu kehadiran kita.”

Woohyun’s POV Ends

_________

Jiyeon’s POV

Semua kejadian sejak Woohyun mengecek suhu tubuhku hingga sekarang terlalu mengingatkanku akan namja tersebut. Namja bermarga ‘Kim’ yang meninggalkanku dan sama sekali tidak membalas pernyataan cintaku, mengahncurkan dan meremukkan semua harapanku kepadanya. Awal dari sebuah ketidakpercayaanku akan sebuah cinta.

Aku ingin menangis lagi, tetapi aku tidak bisa menangis ketika Woohyun berada di sini..Dan itulah yang membuatku ingin pergi dari tempat ini.

Tapi, Woohyun mencekal tanganku dan mengatakan sesuatu yang sama seperti apa yang namja yang sempat mengisi hatiku katakan beberapa tahun yang lalu ketika aku masih berada di sekolah menengah pertama.

“Mau kemana? Istirahatlah. Tubuhmu butuh istirahat.” Ucap Woohyun kepadaku. Aku meamndanganya lama, cukup lama, terlalu lama.

Woohyun-ah..

Maafkan aku, tetapi aku butuh waktu sendiri

Kamu terlalu mengingatkanku akan dirinya..Akan sosoknya...

“Baiklah..Tapi, bisakah kau memberitahu Tuan Lee mengenai ini? Kurasa ia sedang menunggu kehadiran kita.”

Thanks to my tricky brain, I give him some excuse so I can escape from him.

Saat kulihat Woohyun semakin menjauh dan akhirnya menghilang dari pandanganku, aku turun dari ranjangku dan melangkah pergi ke kelas untuk mengambil tasku.

_____

Aku berjalan tanpa arah. Setelah keluar dari gerbang sekolah, aku menelusuri derah pertokoan setempat. Kemana aku pergi, aku tidak tahu.

Kulihat berbagai macam toko yang kulewati dan barang-barang yang mereka tawarkan tapi tak sedikitpun aku tergoda untuk masuk dan membeli beberapa di antaranya karena yang ada di kepalaku saat ini adalah pikiran mengenai dirinya, mengenai Kim Myungsoo...

Ya akhirnya aku menyebutkan namanya, nama seorang artis yang sedang naik daun.

Sudah dua tahun aku tidak bertemu dengannya tetapi pikran tentang dirinya tak kunjung hengkang dari kepalaku.

Langkah tiada akhirku pun berhenti pada sebuah toko buku, tempat terakhir aku bertemu dengannya.

Saat itu juga musim gugur.

betapa aku benci musim gugur.

Flashback

Aku dan Woohyun sedang membeli buku saat itu.Woohyun membeli buku tentang musik sedangkan aku membeli buku masak. Sudah beberapa bulan ini Myungsoo tak juga nampak. Biasanya aku,Woohyun dan dirinya selalu bersama kemanapun kita pergi,termasuk pergi ke toko yang menjadi langganan kami, toko buku. Mereka berdua selalu dengan senang hati menemaniku membeli buku. Kita adalah tiga serangkai yang tak pernah lepas dan semua orang di sekolah kami tahu akan hal itu.

Aku dan Woohyun sangat merindukan Myungsoo, tapi mau bagaimana lagi, ia sudah pindah rumah dan sejak saat itu, ia tidak menampakkan batang hidungnya.

Setelah memilih semua buku yang kupilih, aku dan Woohyun menuju ke kasir dan membayarnya. Kami kemudian keluar dari toko dan hendak berjalan pulang –saat itu Woohyun belum diijinkan untuk membawa mobil sendiri jadi kami berjalan kaki dari rumah—ketika aku menabrak seorang yang berpakaian serba hitam. Mantel hitam, topi hitam bahkan kacamata hitam.

Aku pun meminta maaf dan saat aku mendongakkan kepala dari posisi terjongkokku, aku melihat dirinya, aku melihat Kim Myungsoo. Ia lalu menawariku sebuah tangan agar aku bisa berdiri.

“Aku juga minta ma—“ ucapannya terpotong ketika ia melihat wajahku.

Aku sontak menyebut namanya karena aku juga sama kagetnya dengan dirinya “Kim Myungsoo...” Awalnya kulihat ada cahaya di matanya dan tampak wajahnya yang ingin berkata banyak kepadaku tetapi cahayanya kemudian redup ketika seseorang di sampingnya—seorang namja yang kira-kira 15 tahun lebih tua darinya bertanya kepadanya.

“Apakah kamu mengenal gadis tersebut?” tanya namja yang lebih tua darinya tersebut kepada dirinya. Ia kemudian menarik tangannya yang ingin membantuku bangun dan berkata

“Tidak. Aku tidak kenal gadis ini. Ayo hyung, kita kembali ke dorm.”

Flashback Ends

------

Aduh jadi agak angst ><

Dan cerita tentang Woohyun jadi Trial Boyfriendnya juga belum tampak yaa.. Slow but sure aja ya readers :) hehe

Myungsoo... :((

Maaf buat yang Myungyeon shipper..tapi kali ini aku nggak lagi bikin ff myungyeon tapi wooyeon. hehe

 

Bonus biar kalian nggak ngambek sama author karena udah bikin Myung jadi antagonis. hehe 

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
molmolyeol
kalian ingin siapa yg jadi sahabat ceweknya jiyeon.author mau ngerencanain dia muncul,pulang dri singapura :)

Comments

You must be logged in to comment
Alvin_19 #1
Chapter 10: Author lanjutin ceritanya ya,,, penasaran tingkat dewa,, *ahhh lebay amat ;-)
Alvin_19 #2
Chapter 6: Malang ya masib kaliam,, terjebak dalam kisah cinta yang begitu rumit.
Btw, it's a perfect story,, Good job
*mian belum slesai baca keburu komen
NamWoomin #3
Chapter 10: ff ini keren banget. Lanjut juseyo~
WhieKYUYEON #4
Chapter 10: wwwwwoooooo woohyun ~ah buruan nyatain lah udah kesel nih... keduluan chanyeol. berabe dah... nata de coco???? ini reader baru di wp kyuyeonandothercouple.wp.com yah? yang request wooyeon couple kan???
WhieKYUYEON #5
Chapter 9: persetan dengan eyd hahahhaha lama2 nyaman kok bacanya update terus semangat!!!
pjystar
#6
Chapter 9: Maaf banget baru komen di part ini.
Itu kayaknya ada pemeran baru lagi yang jadi sahabat perempuannya jiyeon?
Aaah namu bilang aja kek kalo suka.
Si hani sebenernya antagonis apa gimana ya?
Ditunggu nextnya
joeylou #7
Update soon admin. Duh suka bgt ffnya>_<
namyeon
#8
Chapter 2: Tuh kan tuh kan tuh kaaaannn... Woohyun suka ma jiyeon... Huuufffttt jiyeon kapan sadarnya siiiihhh??? Trus knp tiba2 ada myungsoo??? Myungsoo emang pernah apain jiyeon??? Ish ish ish
JiYeon_Lover #9
Ane lbh ngeshippin jiyeon sm namu drpd sm myung :3
namyeon
#10
Chapter 1: Wah ayahnya jiyeon keras banget yaaaa... Apa woohyun suka ama jiyeon??? Ditunggu momen woohyun-jiyeonnya :)