THREE

DEAR MY BELOVED

Hyoyeon merapihkan kembali sepatu keds warna putih yang dipilihnya. Dipatut-patutkannya didepan cermin besar toko sepatu ternama itu. Wajahnya mengulas senyum. “Saya pilih yang ini.” Ujarnya sambil melepas kedua sepatu itu. Dibantu dengan pramuniaga toko, sepatu itu terbungkus sempurna. Sebuah merk kebanggan dunia internasional. Hyoyeon menyerahkan selambar kartu warna perak kehitaman miliknya.

“Terima kasih belanja ditoko ini nona.” Hyoyeon hanya mengangguk penuh keanggunan pada pramuniaga itu. Lalu beranjak meninggalkan toko itu. Ditangannya tidak hanya ada satu kantong tas belanja bermerk, tapi setidaknya ada 5 kantong belanja. Baju, tas, sepatu, jam tangan dan beberapa aksesori untuknya sendiri. Hyoyeon nampak bahagia hari ini. Siapa bilang dia butuh kedua sahabatnya. Dia bisa melakukannya sendiri, kok.

“Aku beli apa lagi ya? Mumpung hari ini ulang tahunku. Abeoji tidak akan marah kalau aku beerbelanja beberapa barang lagi. Unggggg…” Hyoyeon nampak memandang berkeliling pusat perbelanjaan paling elite dan terkenal dikota dan bahkan negaranya. Tanpa disadarinya dia berjalan sedikit kacau dan… Brukkk….

“Awww!!!” Hyoyeon jatuh terduduk dengan kantong-kantong belanjaannya berantakan disekitarnya. “Nona tidak apa-apa?” sebuah suara maskulin menyapanya. Hyoyeon mendongak dan nyaris memarahi seseorang itu, tapi suaranya tercekat ditenggorokannya, matanya tidak berhenti menatap wajah seseorang itu.

“Nona?” suara itu menyapa sekali lagi. Menyadarkan Hyoyeon dari lamunan singkatnya, “Ah ne… saya tidak apa-apa… awwww…” baru saat emncoba berdiri Hyoyeon menyadari kakinya terkilir. Untung saja seseorang itu menangkapnya dengan refleks. “Mian..” uajr Hyoyeon merasa bersalah karena ceroboh. Wajahnya memerah karena malu. Tapi seseorang itu hanya tersenyum dan memapahnya.

“Nona naik apa? Perlu diantar ke klinik atau ke rumah?” tanya seseorang itu. Ke pelaminan please? Gumam Hyoyeon dalam hati. Dia benar-benar merasa tidak keberatan jika pria ini menjadi pasangannya. Kemudian Hyoyeon sudah menggelengkan kepalanya, Ya Kim Hyoyeon, kumpulkan kesadaranmu! Kau gila?

“Tidak perlu. Saya bisa naik taksi. Terima kasih.”

“Kalau begitu saya antar.” Ujar seseorang itu cepat. Hyoyeon menggeleng dan bersikeras mencoba berdiri. Karena seseroang itu tidak serefleks tadi alhasil kini badan mereka sama-sama limbung. Dengan posisi Hyoyeon yang menimpa tubuh seseorang itu. “Ah jwesonghamnida. Maafkan saya.” Ujar Hyoyeon menahan malu. Namun bodohnya dia justru menutupkan wajahnya kearah dada seseorang itu. Dan baru beberapa detik Hyoyeon menyadari kebodohannya. “Ahhhh mian mian…” dia hanya mampu bergumam lirih karena malu. Seseorang itu justru terkikik.

“Saya antar pulang ya.” Tawar seseorang itu sekali lagi. Kali ini Hyoyeon hanya tersenyum dan mengangguk. Pasrah.

“Nama saya Jay. Jay Kim.” Ujar seseorang itu sambil membantu Hyoyeon berdiri. Wajah Hyoyeon memerah menahan malu, “Hyoyeon.  Hyoyeon Kim.” Ujarnya. Jay memapah Hyoyeon dan merapihkan kantong-kantong belanjanya.

 

***

 

“Terima kasih, Jay-ssi.” Ujar Hyoyeon sambil sedikit membungkukkan badannya. Jay mengantarkannya sampai ke apartemennya, dan dia merasa berterima kasih akan itu, rasa sakit kakinya jadi tidak terasa. Jay sedikit mengulas senyumnya, “Ah tidak apa-apa. Kaki anda baik-baik saja?” tanya Jay merujuk pada kaki kiri Hyoyeon yang terkilir. Hyoyeon hanya tersenyum sumringah kemudian menjawab singkat, “Tidak apa-apa. Nanti saya tinggal kompres pakai es.”

Jay nampak mengangguk-anggukkan kepalanya. “Ummm… baiklah. Saya pergi dulu. Selamat malam.” Ujarnya. Hyoyeon tersenyum dan melambaikan tangannya. Melepas kepergian Jay.

“Ah… kenapa aku tidak minta nomor teleponnya. Nan jeongmal pabo. Aku benar-benar bodoh.” Ujar Hyoyeon saat menyadari Jay telah pergi meninggalkannya.

 

***

 

“Selamat malam tuan muda. Tuan muda Kevin sudah menunggu anda diruang kerja anda.” Sapa seroang pengurus rumah tangganya. Jay tersenyum sambil mengangkat kantong belanja warna ungu. Berjalan bergegas menemui saudara sepupunya.

“Kevin Wu…” panggilnya. Seorang laki-laki jangkung yang tengah memandangi lukisan bergambar  pohon keluarga Kim menoleh dan tersenyum pada Jay. “Jay… my man..” sapanya sambil memeluk Jay. Jay memeperat pelukannya.

“Katakan padaku kau selama ini menghilang kemana huh? Aku jadi kelabakan mengurus resort di Jeju.” Ujar Jay. Laki-laki itu hanya terkekeh, “Sibuk mengurus masa depanku yang baru. Ah ya, pertunanganku akan dilaksanakan sabtu depan. Tentunya kau harus datang, Jay.”

Alis Jay bertautan, “Secepat itu? Bahkan kau belum mengenalkan gadismu padaku Kris. Baru 6 bulan kau berpacaran dan sudah memutuskan bertunangan. Tak kupercaya. Kau menghamilinya huh?” canda Jay. Lelaki itu yang dipanggil Kevin, tak lain adalah Kris Wu atau Wu Yifan. Kevin adalah nama lainnya secara resmi dikeluarganya dan di akte kelahirannya. Kris adalah nama pemberian ibunya semenjak kecil.

“Kau bisa menemui gadisku nanti saat pertunangan kami Jay.” Ujar Kris. Jay hanya tertawa-tawa sambil meninju pelan. “Jadi ceritakan padaku, kenapa kau membeli seuntai kalung Tiffany and Co. apakah kau sudah menemukan perempuan yang baru?” tanya Kris, merujuk pada kantong belanja yang diletakkan Jay di meja kerjanya.

Dimata Kris, Jay adalah seorang playboy sejati, yang tak pernah satu hari dilewatkannya sendirian. Tapi malam ini Jay nampak berbeda. “Gosh… kau jatuh cinta akhirnya?” tanya Kris. Jay terkikik, “Kalau perasaan aneh ini yang kau sebut jatuh cinta, yah mungkin kau benar. Tapi aku baru bertemu dengan gadis ini sekali.  Dan kantong belanja itu tertinggal. Dia lupa membawanya saat tadi aku membantunya turun dari mobil.” Ujar Jay.

“Really? Bagaimana ceritanya?” tanya Kris penasaran. Jay mengulas senyumnya. “Well, tadi kami bertabrakan. Lalu yah, aku membuat kakinya terkilir karena jatuh dan yah aku mengantarkannya pulang. So cheesy, right?  Tapi entahlah, aku merasa bodoh tadi. Sama sekali tidak bisa melakukan jurus-jurus cassanovaku untuk gadis itu. Yang kutahu dari dirinya hanya sebuah nama dan gedung apartemennya. Aku tak tahu dia tinggal dilantai berapa atau nomor berapa. Dan bodohnya, aku tak bertanya nomor teleponnya. Saat menyadari kantong itu ada dimobilku adalah saat aku tadi menghentikan mobilku dirumah.”

Kris terpana mendengar kalimat-kalimat Jay. Lalu Kris menepuk-nepuk bahu Jay. “Gurae? Tenanglah Amigo (Sobat), kalau kau berjodoh dengannya kau pasti bertemu dengannya lagi.” Hibur Kris. Jay hanya tersenyum. Dia merasa bodoh telah jatuh cinta begini mudah pada gadis ini. Perasaan gugup dan jantung yang berdebar-debar efek bertemu dengan gadis itu tidak juga pudar.

“Kurasa aku benar-benar jatuh cinta.” Ujar Jay lirih lebih kepada dirinya sendiri. Karena Kris sudah menghilang kerarah ruang tamu, menemui kedua orang tuanya.

 

***

 

“Omonaaaa…. Kalungku hilang!!!” pekik Hyoyeon setelah memeriksa barang belanjaannya dua hari yang lalu tidak diperiksanya. “Mwo?? Apa?? Ini tagihannya sudah datang ke mama. Kemana kalungnya?” ujar ibunya. Hyoyeon hanya menggeleng lemah. Kemarin dia tidak memeriksa lagi belanjaannya. Hanya masuk kedalam Lift dan memaksa badannya tidur. Setelah…

“Ah! Pasti dimobilnya.” Pekik Hyoyeon saat menyadari sesuatu.

“Mobil siapa?”

“Mobil seseorang yang menolongku.” Ujar Hyoyeon. “Kalau begitu, telepon dia.” Saran ibunya. Hyoyeon berbinar, akhirnya ada alasan untuk meneleponnya. “Ah, tunggu..” suara Hyoyeon berhenti, seiring tangannya yang mengambang diudara saat akan meraih ponselnya. “Aku tidak sempat meminta nomor teleponnya. Ah… nan paboyaaaa..”

“Apa dia mencurinya?” tanya ibunya khawatir. Hyoyeon menggeleng, “Dia menggunakan Masserati seri terbaru, bagaimana mungkin dia mencurinya. Dan dia… dia terlihat berwibawa dan memiliki segalanya. Mana mungkin mencurinya.” Ujar Hyoyeon lebih kepada meyakinkan dirinya sendiri. Karena sejujurnya dia tidak merasa yakin juga.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
chika_s_exo #1
Chapter 2: eon ceritanya keren
luhannya kemana???
keep writing ya eon