彼氏の姉御 (kareshi no anego) ~part two~

彼氏の姉御 (kareshi no anego) ~his older sister~

++++++

 

Aku meminjamkan pakaian milik Ruki yang masih tertinggal di rumahku kepada Moo-nee. Meski pasti aku akan kembali menerima tatapan sinisnya jika ia tahu bahwa pakaian yang dikenakannya adalah milik adiknya, tapi semua pakaianku pasti terlalu besar untuk ukuran wanita. Jadi aku hanya berharap ia tidak menyadari hal itu. Sambil memanaskan air untuk membuat teh hangat, aku menaruh makanan dan minuman ringan yang baru saja kubeli di lemari es.

 

“Terima kasih kamar mandinya”, wajahnya tampak sedikit fresh setelah keluar dari ofurou. Aku kemudian mengambil pakaiannya yang telah kukeringkan di mesin cuci dan telah kusetrika sebentar.

 

“Silahkan”, kataku sambil memberikan pakaiannya.

 

“Terima kasih!”

 

“Sama-sama. Oiya, apa Moo-nee sudah makan siang? Tadi aku sempat memasak makanan sedikit”

 

“Belum. Memangnya kau bisa masak?”

 

“Ahahaha. Ha… hanya sedikit. Tapi, Ini….. Silahkan dicicipi~”, kataku sambil membuka tutup saji meja makanku.

 

“Itadakimasu~” Moo-nee tampak sangat lahap memakan sepiring spaghetti yang tersaji di depannya. “Hmmm….. lumayan enak juga”

 

“Ahahahahaha~ benarkah? Ru… Ruki yang mengajariku memasak ini” Kataku sambil memberikan ocha hangat yang baru saja aku tuangkan untuknya. Tapi, Moo-nee sempat memandang tajam ke arahku begitu mendengar nama adiknya disebut olehku barusan.

 

“Hmmm.... Kalian sering memasak bersama seperti ini, ya?”, tanyanya sinis sambil menyeruput teh hangatnya.

 

“Ahahaha… Tidak juga sih. Ia hanya pernah mengajariku memasak sekali. Dan itu juga sudah lama sekali”, kataku berusaha meredam ketegangan, namun Moo-nee tampak tidak percaya dengan ucapanku lewat tatapan matanya yang masih sama dengan sebelumnya. “La..lagipula a…aku sudah jarang bertemu dengannya. Moo-nee tahu kan, setelah live di Dome kami semakin tidak punya waktu untuk istirahat”

 

“Ah iya…. Benar juga sih. Kalian tidak mungkin terus berdua sementara teman-teman kalian sibuk bekerja”, katanya sambil mengguratkan sedikit senyum. Aku hanya bisa mengangguk dan tertawa sedikit memecahkan suasana kaku. Ruki dan aku memang sudah tidak bisa terlalu dekat seperti dulu karena jadwal kerja kami yang semakin memadat. Moo-nee yang tampak sedikit lega mendengar jawabanku barusan langsung melahap kembali hidangan di depannya.

 

“Hmmm…. Kenapa melihatku begitu?”

 

“Tidak. Tidak ada apa-apa. Aku hanya senang Moo-nee ternyata suka makanannya ^^”

 

“Aku tidak begitu suka sih………….”, katanya datar dan membuatku sedikit menundukkan kepalaku. “Tapi, memakan makanan ini mengingatkanku akan masakan Ruki, aku sudah lama sekali tidak pernah mkencoba masakannya setelah ia memulai tur tahun kemarin”

 

“Ohya? Aku bisa memasakannya kembali dengan senang hati jika Moo-nee mau”, mataku berbinar mendengar ia memuji masakanku secara tidak langsung.

 

“Jangan melunjak begitu. Aku kan tidak bilang minta dibuatkan makanan olehmu”

 

“Ma…maaf”, kataku sambil menundukkan kepala sedikit. Karena terlalu bersemangat aku jadi luka sikap dingin kakaknya yang biasa terhadapku.

 

“Kau sedang sakit?”, katanya setelah melihatku meneguk beberapa butir obat.

 

“Ya, hanya sedikit demam karena terkena angin semalam”

 

“Semalam? Kau pergi dengan Ruki sampai malam kan kemarin?”

 

“I… iya” Dari mana ia bisa tahu ya. Ruki sempat berkata ia telah merahasiakan tentang belanjanya di Shinjuku kemarin pada kakaknya, karena takut ditanya macam-macam olehnya.

 

“Aku sempat melihat kalian berjalan berdua di Shinjuku kemarin”

 

“O…. ohya? Hahahaha” Aku bisa merasakan setetes keringat mulai jatuh dari dahiku.

 

“Lalu…….. apa sakitmu itu disebabkan Ruki juga?”

 

“Ti…. Tidak. Semalam aku tidak menginap di kamarnya!”, jawabku spontan tanpa memikirkan efek dari perkataanku kali ini.

 

“Aku kan tidak bilang kalau kau menginap di kamarnya. Jangan-jangan kau semalam memang……..” Dan benar saja, Moo-nee menghentikan makannya dan menatap dalam ke dua mataku. Ia sudah kembali menjadi Moo-nee yang biasa.

 

“Ti…. Tidak! Aku hanya salah ucap. I… itu karena aku terkena angin malam saat pergi ke konbini di tengah malam. Ya, begitulah~ Hahahaha”

 

“Begitu ya?”

 

“Iya! Ahahahaha…”

 

“Kalau begitu, maaf sudah menuduhmu. Aku hanya merasa ada orang lain yang masuk ke rumah kami dan meski tidak ada siapa-siapa awalnya aku menduga kau menyulusp masuk ke kamar adikku. Tapi…… mungkin hanya perasaanku saja. Ahahahaha~”

 

“Ahahahaha…. Iya. Itu Cuma perasaan Moo-nee saja. Hahaha….” Wanita ini benar-benar mengerikan. Kenapa ia seakan tahu segala hal yang dilakukan adiknya?

 

Lalu, setelah ia selesai makan, kemudia ia bergegas mengganti pakaiannya dengan pakaian kantornya di kamar mandiku. Aku yang membereskan piring dan beberapa peralatan dapur yang aku pakai barusan, lalu melirik ke arah tas kecil miliknya yang terbuka di atas meja dapurku. Tampak terdengar bunyi getaran kecil dari arah dalam tersebut. Dan benar saja, begitu aku menghampiri tas itu, ponsel merah kecil tampak tak berhenti menyala berkedip sambil bergetar di dalam tasnya. Namun, sebelum aku mengambil ponsel itu, getaran dan kelip lampu layarnya sudah berhenti. Tampaknya orang yang menghubungi ponselnya telah memutuskan sambungan teleponnya. Dan di display layar ponsel itu tertera nama yang sama dengan nama seorang pria yang aku dengar saat keributan di jalan tadi.

 

“Ada apa?” Aku terkaget melihat Moo-nee berdiri di depanku sambil berkacak pinggang. “Apa yang kau lihat?”

 

“Aaaa…. Ma… maaf. Tadi ada telepon masuk, jadi aku….. Ma-maaf sekali lagi” Celaka. Aku membuat kesalahan lagi. Siapapun pasti marah jika melihat orang lain memegang ponselnya tanpa izin. Aku langsung memberikan ponsel itu kepadanya tanpa berani menatap air muka Moo-nee. Ia pasti sangat marah.

 

Namun, hal yang kuduga itu tidak terjadi. Moo-nee tampak diam saja setelah menarik nafas panjang sambil menatap layar ponselnya. “Tidak apa-apa, bukan hal yang penting”, katanya sambil melirik ke arahku yang masih menundukkan kepala. “Maaf telah membentakmu” Ia memberikan senyum simpulnya sekilas.

 

Huft… untunglah, dia tidak marah. “Tidak apa-apa”

 

“Terima kasih atas makanannya~ Aku harus segera pergi ke kantor sekarang. Oiya, tentang kejadian di Shibuya barusan, bisa kau merahasiakannya pada Ruki?”

 

“Ba… baiklah. Tapi, kenapa?”

 

“Aku tidak ingin ia tahu kalau aku sudah berpisah dengan tunanganku”

 

“Ehhhh…. Jadi pria tadi……”

 

“Ya…. Orang yang dulunya berjanji akan selalu bersamaku. Tapi…..  Yasudahlah…. Toh nasi sudah menjadi bubur. Sekarang aku hanya tidak ingin Ruki mengetahui hal ini, ia sudah cukup lama bersahabat dengan Shinji juga. Aku tidak ingin membuatnya sedih”

 

“Begitu ya? Baiklah, aku mengerti”

 

“Terima kasih~”

 

“Oiya, di luar turun hujan, Moo-nee bisa pakai ini”, kataku sambil memberikan payung lipatku kepadanya. Wanita yang awalnya memandangku heran lalu menerima paying yang kuberikan dengan senyum.

 

“Sankyuu…”, katanya singkat dan membuatku terpana dengan senyum yang menghiasi segurat bibirnya. Senyum itu hanya sekilas memang, tapi aku bisa menemukan kemiripan dia dengan adiknya. Moo-nee dan Ruki sama-sama memiliki senyum yang memikat. Dan tanpa sadar aku pun memegang tangannya. Dia yang terkaget hanya memandang lekat kedua mataku heran.

 

Kali ini bukan pandangan tajamnya yang selalu kuterima selama ini jika aku berdekatan dengan adiknya. Kali ini bukan tatapan kesalnya sang kakak yang cemburu adiknya memiliki orang yang lebih dekat dari kakaknya. Aku pun terpana dengan tatapan mata indah itu. Dan tanpa kusadari kutautkan bibirku ke atas bibirnya yang merona di depanku.

 

Ruki, untuk kali ini aku mohon…. Tolong maafkan aku….

 

++++++++

 

Esoknya, hari yang ditunggu itu pun tiba.

 

Hari ini tanggal 12 Januari, hari ulang tahun Moo-neesan yang telah ditunggu. Semalam, Ruki menelponku setelah melakukan reservasi di sebuah restoran mewah di lantai teratas Tokyo Tower. Aku sempat kaget dengan tindakannya memesan restoran mewah yang biasa dikunjungi para pasangan muda kaya itu. Tapi dengan santainya ia menjawab,

‘Tidak apa-apa kan? Toh aku belum memakai uang sepeser pun dari live kita di Dome kemarin. Ditambah lagi, jika Moo-nee sudah pulang, kita bisa menikmati pemandangan dari restoran atap Tower berdua. Apa kau tidak mau, Rei?’

Ternyata seperti yang kuduga memang ada udang dibalik batu dari rencana yang akan cukup menguras kantong kami itu. Tapi biar bagaimana pun juga, wajahku mendadak memerah jika mengingat kembali perkataannya barusan. Ruki memang tidak hanya pintar membuat lagu dan mendesain goods band kami, tapi ia juga pintar memanfaatkan hal kecil untuk kepentingan yang besar seperti itu. Ia sengaja membelikan baju mewah untuk kakaknya ternyata untuk menyempurnakan rencana ini. Dan aku bisa merasakan rencana lainnya selain itu, dengan mengundangku ke pesta yang selalu mereka rayakan berdua setiap tahun, Ruki mencoba mendekatkanku dengan kakaknya. Ia benar-benar sesorang yang brilian.

 

Matahari tampak sudah lenyap dari peredarannya, cahaya terang pun mulai meredup dan terganti dengan lekatnya warna hitam langit malam. Ruki sempat berpesan padaku untuk datang lebih awal dari waktu yang dijanjikan. Ia ingin membuat kejutan kecil untuk kakaknya sebelum mengajaknya makan malam di luar. Sesuai rencana, aku membeli sebuah kue cokelat yang telah Ruki pesan sebelumnya di toko cokelat langganannya. Setelah mengenakan jas, aku segera menaiki Mustang kesayanganku dan bergegas pergi menuju Tokyo Tower setengah jam lebih awal untuk mereservasi kembali restoran.

 

“Silahkan okyaku-sama, ini meja nomor 14” Seorang pelayan pria menunjukkan lokasi bangku yang telah Ruki pesan.

 

Sebuah meja yang terletak dengan jendela restoran yang langsung bisa melihat pemandangan luar. Aku bisa melihat gemerlap sinar yang dari gedung-gedung pencakar langit yang mengelilingi Tower tertinggi di Tokyo ini. Sungguh pemandangan malam yang indah. Ruki memang memiliki selera bagus dalam memilih tempat yang nyaman seperti ini.

 

Selama menunggu mereka datang, aku meneguk minuman yang telah disediakan sambil duduk di bangku yang telah kami pesan. Sambil menegadahkan kepalaku ke sofa empuk, aku memejamkan mataku sebentar untuk istirahat. Hhhh…. Aku memang cukup lelah hari ini. Dari pagi aku menghabiskan waktu untuk menemani Uruha membeli gadget yang diincarnya di Akihabara, lalu setelah itu kakakku memintaku menjemput anaknya di sekolah dan menjaganya sebentar selama ia bekerja. Menjaga anak kecil itu jauh lebih lelah daripada mengantar Ruki atau Uruha berbelanja. Aku bisa merasakan pundakku yang terasa lebih berat dari biasa setelah seharian menemani anak itu bermain di game center.

 

“Re… reita. Sedang apa kau?” Aku menengok ke arah suara itu berasal di sampingku. Ke arah suara wanita yang terdengar familiar di telingaku.

 

“Moo-nee….” Aku terpana melihat wanita yang berada di depanku. Wanita yang biasanya selalu kulihat kaku dengan seragam kantornya kali ini terlihat sangat menawan dengan gaun terusan putih pemberian Ruki yang dikenakannya.

 

“Ruki…. Bisa kau jelaskan semua ini?” , tanyanya heran akan kehdiranku di pesta kecilnya bersama sang adik.

 

“Aa….. ahahaha.. Aku yang mengundangnya untuk datang. Karena, kakaknya sedang keluar kota jadi tidak ada yang menemaninya makan, jadi aku......” Ruki yang berdiri di sampingnya mencoba memberikan penjelasan.

 

“Hmm.... Begitu ya. Yasudah, baiklah.” Moo-nee pun terlihat memaklumi alasannya dan memberikan senyumnya kepadaku. Segurat senyum yang dipaksakan memang, tapi aku merasa cukup lega ia bisa memaklumi kehadiranku di sini.

 

“Otanjoubi Omedetou Nee-chan~~ Kanpai!!!!”  Kami pun bersulang dan meneguk segelas anggur setelah ia meniup lilin di atas kue ulang tahunnya.

 

“Kalian tahu, saat aku melihat Aoi berjalan bersama manajer kalian di Shinjuku, aku jadi benar-benar berpikir akankah Uruha akan cemburu. Ahahaha~” Wajah Moo-nee kali ini jauh lebih cerah daripada tadi. Moodnya memang sedang bagus hari ini.

 

“Itu tidak mungkin~ disamping wajah femininnya itu, Uruha sangat manly! Dan malah ia yang paling y diantara kami” , ujar Ruki menambahi.

 

“Lebih tepatnya lebih ert darimu, Ruu”, ujarku yang membuat Ruki langsung memberikan tatapan dinginnya padaku.

 

“Ahahahaha..... sudah-sudah. Tapi aku suka kalau melihat mereka melakukan fanservice. Aoi dan Uruha..... Mereka berdua memang pasangan yang sangat serasi”

 

“Hhhhh.... mulai lagi deh. Sudah kubilang mereka itu bukan pasangan” , gerutu Ruki sambil melahap potongan daging sapi bakar di depannya.

 

Aku hanya memandang heran ke arah kakaknya yang sedang melamunkan hubungan istimewa diantara dua teman kami. Ternyata aku baru mengetahui kalau Moo-nee seorang fujoshi yang cenderung menyukai hubungan cinta para pria, meski aku cukup heran mengapa ia tetap tidak bisa merestui hubungan antara aku dengan adikknya.

Tapi hari ini Moo-nee yang biasanya terlihat kaku dan sinis itu berubah menjadi lebih ramah dengan beberapa guyonan yang keluar dari mulutnya. Ruki yang duduk di sampingku mengkerlipkan sedikit matanya ke arahku. Aku pun membalas kerlipan matanya dengan senyuman dan menggenggam erat tangannya yang berada di sampingku.

 

“Kenapa, Ruki? Kau keberatan kalau kakakmu seorang fujoshi seperti ini?”

 

“Ti.... tidak.... bukan itu maksudku. Hanya saja.... aku cukup heran mengapa kakak yang seorang fujoshi tidak suka hubunganku dengan Reita sedangkan kakak sangat menyukai gossip affair antara Aoi dan Uruha?”

 

“Entahlah... Aku hanya tidak suka saja”, katanya sambil tersenyum yang dibalas Ruki dengan gerutunya. Moo-nee tertawa-tawa melihat muka kecut adiknya dan mengalihkan pembicaraan ke topik yang lain,

 

Tapi, setelah mendengar jawabannya entah kenapa aku memalingkan sedikit wajahku ke arah jendela. Wajahku berubah merah saat teringat kejadian sore kemarin. Aku sedikit tak mengerti alasanku untuk mencium Moo-nee pada waktu itu. Ditambah sikapnya yang tak menolak kecupanku pun membuatku semakin heran. Apa mungkin, sebenarnya ia………..

 

Tapi…….

 

Melihat sikap Moo-nee malam ini yang tampak seperti biasanya membuatku sedikit lega. Ya, mungkin saat itu kami hanya sama-sama terbawa oleh suasana saja. Saat itu ia baru saja putus dari tunangannya, sedangkan aku membayangkan wajah adiknya saat sebelum menciumnya. Ia pun sempat berkata terima kasih setelah itu. Tidak rasa cinta yang mendorong kami melakukan hal itu. Entahlah, baik aku dan Moo-nee pun mungkin sama-sama tidak mengerti apa yang membuat kami melakukan ciuman tersebut kemarin, tapi yang past saat ini aku sangat senang berada di tengah-tengah mereka. Karena sebelumnya memang jika di depan Ruki, Moo-nee tidak pernah seramah ini terhadapku. Suasana hangat yang terasa antara kami bertiga merupakan sesuatu yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Aku sangat suka suasana ini. Suasana hangat seperti berada di rumah sendiri.

 

“Ah...... tunggu sebentar ya~”

 

“Lho…. Kakak, mau ke mana?”, tanya Ruki yang heran setelah melihat kakakknya tiba-tiba beranjak dari bangkunya.

 

“Aku mau ke toilet sebentar” Moo-nee langsung meninggalkan bangkunya dan berjalan meninggalkan meja kami.

 

“Ada apa ya. Mukanya tiba-tiba terlihat aneh”

 

“Mungkin karena sudah kebelet ke toilet”, jawabku asal sambil mengunyah daging steak yang berada di mulutku.

 

“Tapi…… Kenapa ia tidak pergi ke arah toilet? Toiletnya kan ada di sebelah sana”

 

“Eh.......”

 

“Apa mungkin ia tidak tahu letak toilet di restoran ini”

 

“Masa sih?”, tanyaku sambil memandang ke arah yang sama dengan Ruki. Dan ternyata memang benar. Kakaknya berjalan ke arah yang berlawanan dari toilet restoran dan menghentikan langkahnya ke sebuah meja yang berada cukup jauh dari meja kami. Tak lama setelah itu, seorang pria tinggi tampak beranjak dari tempat duduknya dan pergi ke arah keluar restoran. Moo-ne mengikuti lelaki yang berjalan bersama dengan seorang gadis itu dengan sedikit tergesa.

 

“Biar aku lihat sebentar”, kata Ruki sambil bersiap beranjak dari kursinya.

 

“Tunggu, biar aku saja” Meski tidak terlihat jelas, tapi aku yakin pria itu adalah pria yang aku lihat bertengkar dengannya kemarin. “Kau tunggulah di sini, aku akan segera kembali” Aku teringat dengan perkataan Moo-nee kemarin, biar bagaimana pun aku tidak bisa membiarkan Ruki mengetahui masalahnya dengan pria itu. Meski penasaran, akhirnya Ruki terpaksa menahan rasa penasarannya itu dan kembali duduk di mejanya sambil tak luput memperhatikan kakaknya yang keluar dari restoran.

 

++++++++

 

Begitu aku keluar restoran, suasana sedang memanas seperti yang kuduga. Pria yang berdiri dengan wanita yang sama yang kulihat kemarin sedang beradu mulut dengan Moo-nee. Wanita disampingnya tampak tak kalah beradu mulut dengan Moo-nee untuk membela pria yang dicintainya. Dan tak lama aku melihat tangan Moo-nee tampak ingin melayangkan tamparan ke pipi wanita di samping pria itu setelah tak sanggup lagi menahan kesabarannya.

 

“Moo-nee….. Hentikan!” seruku sambil menarik tangannya untuk menghentikan laju tangannya yang hampir mendaratkan tamparan ke pipi pria itu. “Kau tidak ingin Ruki tahu tentang masalah ini kan?” Raut mukanya kembali tenang setelah ia mengingat bahwa adiknya berada di tempat yang sama kali ini.

 

“Cih…. Kau sendiri datang ke sini dengan pria kan?” Pria tinggi bernama Shinji itu menatap ke arahku dengan sinis. “Ternyata kau sendiri juga main di belakang dengan pria muda.”, kata pria itu sengaja untuk menyudutkan.

 

“Dia?”, tanyanya sambil menunjuk ke arahku dengan heran.

 

“Ya… dia. Pacar barumu kan? Atau.... hanya seorang pria muda yang kau sewa untuk membalaskan rasa sakit hatimu padaku?”

 

“Ka.... kau....”

 

“Memangnya apa salahnya” Moo-nee yang terus merasa tersudut membuatku mengeluarkan suara. “Apa salahnya jika ia tertarik dengan pria lain?”

 

“Re... Reita.......”

 

“Kalau aku memang kekasih barunya, lalu memangnya kau mau apa? Kau juga sudah tidak punya hubungan apa-apa lagi dengannya, kan?” Kataku sambil menggenggam tangan Moo-nee yang masih saja bergetar menahan amarahnya.

 

“He.... hei.....” Moo-nee menatapku heran dan mencoba melepaskan tangannya dari genggamanku, namun aku mencoba menenangkan dirinya dengan mengerlipkan sebelah mataku. Di saat seperti ini memang diperlukan suatu kebohongan untuk memukul telak pria itu. Dan Moo-nee yang akhirnya tampak menyetujui sandiwaraku ini membalas genggaman tanganku dengan senyuman yang sekilas menghiasi bibirnya. Namun, secara tak terduga Moo-nee mendekapku dan menautkan bibirnya sekilas ke atas milikku. Ciuman yang hanya sekilas memang, tapi aku bisa merasakkan aroma dari lip gloss yang dipakainya.

 

Sekejap setelah ia melepaskan dekapannya, aku menarik kembali nafasku dalam-dalam. Sedikit terkaget dengan kecupan kilat barusan yang membuat pria di depanku ini mengepalkan tangannya, menahan kesal. Kecupan kesekian kali yang kuterima dari para gadis memang memiliki sesuatu yang khas. Aroma manis yang hanya bisa kurasakan jika aku mengecup seorang wanita. Sesuatu yang manis dan lembut seperti cherry yang kini mengelilingi mulutku. Wajahku kemudian memerah tanpa henti.

 

“Memangnya kenapa kalau anak ini memang kekasih baruku?”, katanya sambil menatap pria tinggi didepannya tajam.

 

“Cih.... Kau benar-benar perempuan jalang”

 

“Hei.... Kau ini sudah jauh lebih dewasa dariku kan. Kenapa semarah itu kepada pria yang melirik mantan pacarmu...” Kutatap mata pria itu lekat dan menyunggingkan senyuman sedikit untuk meledeknya. “Hanya pria pengecut saja yang merasa marah jika mantan pacarnya menemukan kekasih lain”

 

“A….apa?” Pria yang tampak kesal itu menarik kerah bajuku dengan tangannya yang bergetar.

 

“Kenapa? Kau ingin memukulku? Kau merasa malu karena dipermalukan di depan umum karena seorang wanita yang telah kau buang seperti ini?”

 

“Kau.......” Pria yang semakin tidak bisa menahan amarahnya mencoba itu, kemudian mendaratkan kepalan tangan kanannya ke arah wajahku.

 

“Hentikan, Shinji!”, seru Moo-nee yang berusaha menghentikan perkelahian kami dengan memegang salah satu tangan pria yang menarik kerahku itu. Wanita yang daritadi berada di sebelah pria itu hanya menghisap kembali rokoknya dan tersenyum sinis ke arah kami. Dengan perlahan wanita itu melangkahkan kakinya menjauhi dari kami, ia tampak tak ingin peduli dengan keributan yang dimulai kekasihnya itu. Sementara itu, orang-orang yang berkerumun di sekitar kami tampak semakin banyak.

 

‘splassshhhhhh…………………’

 

Tiba-tiba saja seseorang menumpahkan segelas wine merah ke atas pria itu. Tuxedo berwarna biru muda yang dipakai pria itu mendadak menjadi ungu terkena tumpahan wine merah yang pekat. Dan kami pun terkejut dengan orang yang tiba-tiba menumpahkan wine itu.

 

“Sial! Kau lagi…….”

 

Seorang pemuda tanggung yang berusia lebih muda dariku memandang lekat ke arah pria yang setengah berteriak sambil memaki karena bajunya yang basah. “Hei, apa kau masih belum jera juga terus mengganggu hidup kakakku?”

 

“Ru... Ruki……”  Ya, pria tanggung yang menyiramkan segelas anggurnya tadi adalah Ruki.

 

“Aku sudah memperingatimu dulu kan. Jangan pernah mempermainkan hati kakakku lagi. Dan kuharap kau bisa mengerti” Ia lalu menatap lekat mata pria itu sambil menghembuskan asap rokok yang baru saja dihisapnya. “Tapi kalau kau tidak mengarti juga..... aku bisa memanggil temanku yang bekerja sebagai petugas keamanan tower ini karena keributan yang telah kau buat”, ujarnya sambil berusaha mengambil iPhone yang ia selipkan di saku.

 

Mendengar ancaman yang didengarnya, pria itu langsung merapikan jasnya dan bergegas meninggalkan kami bersama dengan wanitanya yang daritadi berdiri diam di pojok pintu keluar restoran. “Cih.... Ayo kita pergi, Sayuri!”

 

“Ayo kita juga pergi kak!! Kau juga, Rei. Ayo kita pulang!!” , seru Ruki yang sambil tersenyum ke arahku dan Moo-nee.

 

++++++++

 

“Terima kasih atas malam ini!” seru Moo-nee sambil membungkukkan dirinya ke arah kami. “Aku sangat senang sekali. Terima kasih banyak, Ruki. Kakak sayang padamu!!!”, katanya sambil memeluk erat adik kesayangannya itu sampai ia terlihat seperti kehabisan nafas.

 

“A... aku juga sa...sayang kakak.... Su... sudahlah se...sesak ini....” , gerutu Ruki yang merasa tidak berdaya dalam pelukan kakaknya yang lebih tinggi darinya itu.

 

Aku hanya tertawa kecil melihat keakraban mereka. Ruki yang menyadari akan kehadiranku hanya tersipu malu sambil mencoba lepas dari dekapan kakaknya. Dan setelah cukup lama bercakap-cakap dengan Ruki, aku pamit untuk pulang, Tapi sebelum sempat melangkahkan kakiku menjauhi pintu masuk rumah mereka, Moo-nee memanggilku dari arah belakang.

 

“Terima kasih ya atas bantuanmu. Dan aku mohon maaf tentang hal itu”, katanya sambil menunjuk ke arah bibirnya. Aku pun mengerti dengan maksud permintaan maafnya.

 

“Ahhh... tidak apa-apa. Aku bisa mengerti kondisi kakak”

 

“Huft... yokatta. Oiya, ini ada sedikit sisa pesta kecil kami tadi di rumah” Moo-nee memberikan bingkisan kecil yang berisi seperti bento untukku sambil tersenyum. Setelah mengucapkan terima kasih kepadanya, aku langsung bergegas keluar dari rumah mereka dan menuju mobilku yang kuparkir di halaman. Namun, sebelum aku masuk ke dalam mobil, seseorang menarik lenganku dari belakang.

 

“Nee.... Ue-chan!”

 

“Ru... Ruki. Ada apa?”, aku cukup terkaget melihat kehadiran dia yang tiba-tiba di belakangku. Raut wajahnya sedikit berubah dari raut wajah ceria saat berada di dalam rumahnya tadi.

 

“Kau mau pergi begitu saja?”, tanyanya sambil memelukku secara tiba-tiba dari belakang. Meski aku merasakan kehangatannya yang sedang mendekap erat punggungku, tapi aku tahu saat ini moodnya tidak bagus seperti biasanya.

 

“A....aku bisa dimarahi kakakmu kalau terus berada di sini”

 

“Aku rasa dia tidak akan marah. Terlebih tadi dia telah mengambilmu sebentar dariku” Kemudian Ruki melepaskan tangannya yang masih mengelilingi pinggangku dan menatap lekat kedua mataku dengan sedikit emosi yang tersimpan di balik sorotan matanya.

 

Ahhhhh.... ternyata Ruki juga melihat ciuman kami tadi. Ia cemburu. Ruki menggigit bagian bibir bawahnya menahan kekesalan yang tidak bisa diungkapkannya. “Maaf ya. Aku benar-benar minta maaf”, ucapku sambil menatap kedua matanya dan menggenggam erat tangannya.

 

Ia hanya menggelengkan kepalanya mendengar ucapanku. “Tidak apa-apa. Aku bisa mengerti kondisi kakakku saat itu”, katanya sambil tersenyum ke arahku. Meski aku tidak terlalu jelas melihat wajanya, tapi senyuman itu sungguh senyuman yang sangat indah darinya hari ini.

 

 “Hei, Ruu...... Aku boleh menginap di rumahmu malam ini?”, bisikku hangat ke telinganya dan membuat menarik dirinya jatuh ke dalam dekapanku.

 

“Sepertinya, malam ini aku harus berusaha keras menghapuskan aroma gloss kakakku yang masih menempel di bibirmu itu”, katanya sebelum melahap habis bibirku yang tidak sempat berkata apa-apa lagi setelah itu.

 

 

 

++END++

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet