Inconvenient Truth

Journey of Us

Hyejin POV

Ini adalah hari pertama aku bekerja. Sudah pukul 10 malam dan suasana hatiku bisa dibilang cukup bagus meskipun Yoongi menghancurkannya kemarin. Setidaknya ia sudah meminta maaf dan kurasa itu sudah cukup.

Ah, benar. Sore tadi seorang pegawai lama baru saja mengajariku tentang menggunakan mesin kasir dan bagaimana cara menata barang-barang. Ia juga mengajariku tentang membuat laporan keluar masuk barang. Dia cukup tampan dengan surai cokelat gelapnya. Tapi, aku lupa siapa namanya...

“Kim Hyejin!”

Aku menengok. Laki-laki itu memanggilku. “Ah, Iya!” ucapku sambil bergegas menghampirinya.

Aku hanya perlu melihat seragamnya agar tahu siapa namanya. Benar.

“Ada apa?”

Kim... Sial! Bajunya tertekuk.

“Bisa tolong lihatkan daftar barang yang habis? Kurasa aku menulisnya di komputer.”

Taehyung. Kim Taehyung. Assa! Maafkan aku melupakan namamu. Akan kuhafal dengan baik.

“Baiklah,” ucapku dan segera melakukan apa yang ia minta.

KRING! Lonceng pintu masuk berbunyi. Menandakan ada pengunjung yang datang.

“Selamat datang!” ucapku agak keras tanpa melihat karena sedang mencatat apa yang dibutuhkan Taehyung. Ini juga diajari oleh Taehyung, jika ada pelanggan masuk jangan lupa ucapkan selamat datang.

Aku bergegas memberikan daftar barang habis kepada Taehyung dan kembali ke meja kasir karena pelanggan yang baru saja masuk akan membayar belanjaannya. Dua kaleng bir yang ia beli.

“Apa kau butuh kantung... oh?” Kenapa ada Min Yoongi di hadapanku?

“Berikan aku sebungkus Dunhill dan korek,” katanya datar. Rokok? Korek?

“Untuk apa?” Bisa kurasakan dahiku mengkerut. Benar. Untuk apa rokok dan korek?

“Untukku,” jawabnya singkat.

“APA?!” Aku hanya terkejut. Itu saja. “Kau merokok?!” Dan Yoongi tak menunjukkan perubahan ekspresi sedikitpun.

“Bisakah tolong kau berikan padaku? Pelanggan lain sedang mengantri,” tegasnya.

Aku segera menyadarinya dan sedikit membungkuk kepada pelanggan di belakang Yoongi untuk meminta maaf. Kuambilkan sebungkus Dunhill dan korek seperti permintaannya. Aku segera menghitung belanjaan Yoongi dan memberikan kembalian padanya.

“Kutunggu kau di depan,” katanya sambil berlalu ke luar.

Aku mencoba fokus pada pelanggan selanjutnya meskipun aku agak terkejut karena Yoongi merokok. Aku segera menyusul Yoongi setelah meminta istirahat 15 menit pada Taehyung. Yoongi sedang menghisap rokoknya dengan earphone di kedua telinganya.

“Sejak kapan?” tanyaku langsung. Yoongi masih menatap jalanan.

“Sudah lama,” jawabnya tanpa menolehkan wajahnya dari jalanan sedikit pun.

“Mengapa kau tak bilang padaku?” Aku menarik kursi di depan Yoongi dan mencoba menyimak.

“Untuk apa?”

“Ya! Apa aku bukan temanmu?!” Aku sedikit menggebrak meja. Mengapa ia mengatakan itu? Membuat perasaanku tidak enak saja.

“Kau temanku,” jawabnya singkat.

“Lalu?”

Yoongi terdiam. Ia kembali menghisap rokoknya sambil menyodorkan sekaleng bir kepadaku. Dari gerak-geriknya bisa kusimpulkan bahwa memang benar dia sudah lama merokok. Aku mencoba sabar menantikan jawabannya.

“Apa kau akan menjauhiku?” tanyanya setelah cukup lama terdiam.

“Kenapa?” tanyaku balik.

“Kau mungkin tidak akan menjauhiku karena kita sudah lama berteman. Kau juga sudah biasa melihat Seokjin hyung merokok beberapa tahun belakangan ini. Mungkin aku merokok akan terlihat biasa bagimu.” Yoongi kali ini meneguk bir di hadapannya.

“Tapi, apakah kau tidak akan menjauhiku jika aku mengaku ketika kita baru saja masuk SMA? Kurasa tidak,” jawabnya yakin.

Aku agak tertohok dengan ucapannya barusan. Apakah benar aku akan meninggalkannya begitu saja? Apakah aku tidak akan berteman dengannya lagi jika aku tahu ia merokok ketika kami masih SMA? Aku bahkan tidak bisa menjawabnya.

Aku meneguk bir di hadapanku. Apakah aku seperti itu di mata Yoongi? Apakah ia menganggapku setidak setia itu?

“Sekarang kau sudah mengetahuinya. Kita sudah sama-sama dewasa. Aku tidak akan menahanmu jika kau akan meninggalkanku,” katanya enteng sambil menghisap rokoknya lagi dan lagi. Tapi, bisa kurasakan tatapannya sangat dalam.

“Ya! Min Yoongi! Bisakah kau berhenti?! Aku tidak akan meninggalkanmu! Jangan berpikir macam-macam karena aku tidak akan berhenti menjadi temanmu!” ucapku penuh amarah. Enak saja ia berpikiran tentangku sejelek itu.

Yoongi kembali menghisap rokoknya sambil tersenyum kecil. “Syukurlah,” katanya singkat.

Kami kembali tenggelam dalam pikiran masing-masing. Aku hanya terkejut. Sungguh. Aku tak mau menjauhinya. Dia teman terbaik yang aku punya. Yoongi sudah seperti Oppa keduaku. Mana bisa aku meninggalkannya begitu saja hanya karena dia merokok. Dia temanku minum soju pertama kali ketika aku menginjak 20 tahun, menggantikan orang tuaku dan Oppa yang sibuk bekerja. Laki-laki ini sudah seperti keluargaku sendiri. Temanku. Keluargaku.

 

Flashback

Tahun baru 2018

Hyejin dan Yoongi hanya menikmati perayaan tahun baru di rumah Hyejin. Seokjin masih sibuk bekerja dan tak sempat pulang ke rumah. Ia sempat mengirimkan pesan selamat menginjak 20 tahun kepada Yoongi dan Hyejin sesaat setelah lonceng tahun baru dibunyikan. Orang tua Yoongi pergi ke pusat kota untuk merayakan tahun baru bersama orang lain. Yoongi yang tak menyukai keramaian memilih merayakan bersama Hyejin di dalam rumah.

Mereka hanya menonton televisi bersama beberapa bungkus makanan ringan dan soda. Semua saluran televisi menayangkan perayaan tahun baru. Hyejin pun mulai bosan.

“Apakah tidak ada acara yang lain? Tahun baruku begitu membosankan!” keluh Hyejin.

“Apa kau mau minum alkohol? Soju dan bir?” tanya Yoongi.

“Sungguh? Kau mau menemaniku minum?” Mata Hyejin langsung berbinar.

“Aku akan membelinya. Tunggu sebentar,” kata Yoongi lalu bergegas memakai jaket tebalnya.

Tak sampai 15 menit Yoongi sudah kembali menenteng sebungkus plastik berisi beberapa kaleng bir dan soju dan beberapa bungkus makanan ringan.  Hyejin tersenyum lebar sambil bertepuk tangan.

“Kenapa sojunya hanya satu?” tanya Hyejin ketika mengeluarkan sebotol soju dari kantung plastik.

“Ini pengalaman pertama minum. Jangan keterlaluan,” kata Yoongi. Ia mengambil dua gelas bening untuk mereka minum.

Hyejin berhasil menghabiskan dua kaleng bir dengan kadar alkohol rendah sementara Yoongi berhasil menghabiskan empat kaleng bir. Namun, Hyejin langsung tak sadarkan diri begitu meminum gelas soju pertamanya.

Yoongi bersusah payah membawa Hyejin ke dalam kamarnya karena Hyejin yang terus meronta-ronta ingin keluar rumah. Mabuknya benar-benar parah. Setelah 10 menit berlalu akhirnya Hyejin berhasil tidur.

Yoongi memutuskan untuk berhenti minum dan membereskan kekacauan yang dibuat oleh Hyejin. Sisa soju dan bir ia masukkan ke dalam kulkas untuk Seokjin. Ia memutuskan untuk tidur di ruang tamu Hyejin, berjaga-jaga seandainya Hyejin muntah keesokan paginya.

Benar saja. Pukul 4 pagi Yoongi terbangun ketika mendengar suara Hyejin muntah. Ia memijiat-mijat tengkuk Hyejin. Gadis itu terus mengeluarkan isi perutnya yang berbau menyengat.

“Kau ini benar-benar,” kata Yoongi pelan.

“Mianhae. Kau benar soal soju itu. Aku tak boleh meminumnya terlalu banyak,” kata Hyejin di sela-sela muntahnya.

Yoongi membawakan air putih hangat untuk Hyejin yang terkulai lemas di meja makan. Gadis itu benar-benar pucat dan rambutnya sangat berantakan.

“Kau benar-benar menyusahkan,” kata Yoongi lalu menghambur pergi dari rumah Hyejin.

“Mianhae,” kata Hyejin lemas setelah menghabiskan air hangatnya. Lebih baik begini, Yoongi pasti jijik melihatnya. Lebih baik ia pergi dari rumah Hyejin. Ia membaringkan tubuhnya di sofa ruang tamu karena kepalanya sangat berat. Mungkin tidur akan membantu menghilangkan mabuknya.

“Hyejin-a, bangun sebentar. Obati mabukmu dulu.”

Hyejin membuka matanya perlahan. Samar-samar hidungnya mencium aroma sedap.

“Minum ini lalu makan sup ini. Mabukmu harus benar-benar diobati,” kata Yoongi sambil menyodorkan sebotol obat pereda mabuk. Di hadapan Hyejin sudah tersedia sup tauge dengan asapnya yang mengepul ke udara.

“Pukul berapa ini?” tanya Hyejin sebelum meneguk obat mabuknya.

“Jam 5. Makanlah dan cepat tidur lagi,” perintah Yoongi.

“Kau membuatnya sendiri?” tanya Hyejin sambil menyeruput sup tauge hangat itu.

“Menurutmu?” jawab Yoongi tak acuh sambil menyantap sup taugenya.

Hyejin tersenyum kecil. Ia merasa bodoh telah menyusahkan Yoongi seperti ini. “Gomawo,” ucap Hyejin pelan. Kehangatan menjalar ke seluruh tubuhnya sembari ia menyantap sup tauge buatan Yoongi. Sesaat ia sangat bersyukur bisa memiliki teman seperti Yoongi.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet