I'm Sorry

Journey of Us

Yoongi menghentikan langkahnya. Hyejin sedikit terlambat berhenti lalu berbalik badan menghadap Yoongi. Ia sedang menatap Hyejin dalam, tanpa sepatah kata.

“Malam untuk tidur,” kata Yoongi singkat. Hyejin jadi makin tak mengerti apa yang sebenarnya ingin diucapkan Yoongi.

Kesal, Hyejin memilih pergi meninggalkan Yoongi yang masih terdiam di tempatnya. Yoongi pun tak ada niatan untuk menyusul Hyejin untuk sekedar menjelaskan apa yang sebenarnya ingin ia bicarakan.

Hyejin langsung masuk ke kamarnya begitu tiba di rumah. Ia sudah biasa seperti ini, pulang tanpa ada siapapun di rumah. Kedua orang tua Hyejin sudah meninggal ketika Hyejin masih SD dan membuat Hyejin tinggal hanya bersama Seokjin, kakaknya. Seokjin selalu pulang malam karena pekerjaannya.

Seokjin selalu melarang Hyejin untuk bekerja. Bukan Hyejin tidak pernah mencoba untuk bekerja paruh waktu. Hanya saja, setiap bekerja, Seokjin akan mengetahuinya dan marah besar. Ia bilang akan mengurus semuanya sampai Hyejin lulus SMA. Setelah lulus Hyejin boleh bekerja namun tetap harus kuliah.

Dengan kondisinya yang seperti itu, mengapa Yoongi melarangnya bekerja? Yoongi bukannya tidak tahu kondisi keluarga Hyejin. Ia sangat tahu sampai ke detilnya karena Hyejin pernah bercerita panjang lebar di rooftop saat masih SMA. Lalu apa alasan Yoongi melarangnya bekerja?

Bunyi ponsel memecahkan perenungan Hyejin. Nama Min Yoongi tertera di layarnya.

“Kau harus minta maaf, Min Yoongi,” kata Hyejin sebelum mengangkat telepon dari Yoongi.

Tak ada suara sama sekali. Mereka sudah tersambung tapi tak ada yang membuka pembicaraan. Hyejin menantikan permintaan maaf dari Yoongi tapi Yoongi tak bergeming di seberang.

“Buka pintumu,” kata Yoongi setelah hampir dua menit mereka saling diam.

Hyejin langsung memutuskan sambungan dan beranjak keluar dari kamar. Ia membuka pintu rumahnya dan mendapati Yoongi dengan sebuah tas plastik putih.

“Ayo makan,” kata Yoongi dan menghambur masuk ke dalam rumah Hyejin.

Hyejin hanya memutar bola matanya sambil mengikuti Yoongi. Laki-laki itu membelikan Hyejin dua kotak ayam goreng dan beberapa kaleng bir. Ia menaruh satu kotak ayam dan dua kaleng bir di meja makan. Bir lainnya sedang ia masukkan ke dalam kulkas dan satu kotak ayam yang lain ia taruh di sisi lain meja makan.

“Untuk Seokjin hyung,” ucap Yoongi begitu selesai menata bir di dalam kulkas.

“Kau kan tahu sandi pintu rumahku. Kau bisa membukanya sendiri,” kata Hyejin agak ketus. Ia masih kesal dengan larangan tidak berdasar Yoongi.

“Aku malas membukanya sendiri. Cepat makan. Aku lapar,” balas Yoongi. Ia langsung membuka kaleng bir miliknya lalu mengigit sepotong ayam.

Hyejin menuruti perintah Yoongi tanpa kata. Mereka makan dalam diam.

Tidak ada yang berniat membuka pembicaraan selama hampir 10 menit. Hyejin mencoba menjaga egonya, tapi ia merasa itu sulit. Ia seperti ingin meledak melihat Yoongi hanya diam tanpa memberi penjelasan.

BRAK!!

Hyejin yang sudah kesal menggebrak meja dan menatap Yoongi tajam. Yoongi tidak terkejut sama sekali. Ia meneguk birnya dan melihat Hyejin dengan tatapan biasa.

“Apa kau tak akan meminta maaf?” tanya Hyejin dengan nada tinggi. Yoongi tetap diam.

“Apa kau tidak tahu bagaimana keadaanku dan Oppa? Kau tak ada hubungannya dengan kami tapi kau berani melarangku? Apa kau tidak merasa bersalah sedikit pun? Aku tahu kau hidup berkecukupan, orang tuamu masih bisa membiayai kuliahmu, tapi aku? Aku hanya hidup berdua dengan Oppa, tanpa orang tua! Kami harus bekerja sendiri untuk bisa makan!”

Mata Hyejin yang berkaca-kaca menatap Yoongi nanar. Laki-laki itu hanya menunduk, masih tak bergeming.

“Apa kau bilang? Malam untuk tidur? Apa kau berani mengatakannya pada Oppa? Kami tinggal satu rumah tapi aku bahkan tak pernah melihatnya di rumah! Aku tak tahu apakah dia pulang atau tidur di tempat kerjanya! Aku hanya ingin membantunya dan kau melarangku? Apa kau akan membiayai hidup kami?”

Pertahanan Hyejin akhirnya runtuh. Entah karena pengaruh alkohol atau terbawa perasaan, Hyejin akhirnya menangis setelah mengomeli Yoongi. Ia menaruh wajahnya di meja makan dan menangis sesenggukan. Seluruh tubuhnya bergetar akibat amarah. Ia benar-benar tak ingin menatap Yoongi.

Ia sangat kalut. Belakangan ini memang ia sedang banyak pikiran. Ia benar-benar tak ingin berkuliah tapi Seokjin memaksanya. Jika tak kuliah, Hyejin tak boleh bekerja oleh Seokjin. Tapi, bukankah biaya kuliah sangat mahal? Hyejin tak ingin membebani Seokjin tapi bujangan itu sendiri yang memaksa Hyejin berkuliah.

Di tengah pikirannya yang kacau balau, Yoongi tiba tiba mengatakan jangan bekerja. Hyejin langsung merasakan seakan Yoongi terlalu menyamakan hidup mereka. Padahal tidak. Yoongi memang berkecukupan. Orang tuanya memiliki rumah makan terkenal dan perusahaan properti sederhana. Sudah pasti hidupnya berkecukupan. Sementara Hyejin?

Tapi apa yang ia bilang? Malam untuk tidur? Jinjja. Batin Hyejin tak berhenti mengumpati Yoongi dan sikap bodohnya.

Kepala Hyejin tiba-tiba terangkat. Pandangannya menangkap Yoongi sudah berlutut di hadapannya. Kedua tangannya memegangi kepala Hyejin agar mau menatapnya.

“Mianhae,” ucap Yoongi singkat sambil menghapus air mata Hyejin. Ia bangkit dan membawa Hyejin dalam pelukannya. “Aku sungguh minta maaf,” lanjutnya.

Tangisan Hyejin semakin menjadi-jadi begitu Yoongi membawanya ke dalam sebuah pelukan. Sejenak Hyejin merasakan kehangatan menjalar ke dalam tubuhnya ketika mendengar permintaan maaf Yoongi.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet