A Trial

Maybe
Please Subscribe to read the full chapter

Hari ini aku berjalan menuju rumah Kim Taeyeon dengan hati senang tapi juga agak takut. Takut jika hasilnya akan buruk. Tapi aku yakin, bahwa sahabat-sahabatku pasti akan membantuku. Mereka tidak akan meninggalkanku dalam kesulitan.

 

Seperti biasanya Sejeong dan Taeng sedang berdiskusi sambil menikmati Kimbap buatan ibu Taeng dalam gudang rumah Taeng yang sudah kami sulap seperti tempat percobaan rahasia yang nyaman.

 

“Halo, Taeng, Jeong.”, sapaku pada mereka berhigh five satu persatu.

 

“Halo Am!”, balasnya padaku bersamaan.

 

“Bagaimana kamu sudah siap dengan percobaan pertama kita?”, tanya Taeng bersemangat.

 

“Tentu saja. Tubuhku fit untuk hari ini. Aku rasa percobaan pertama kita akan sukses.” , sahutku tersenyum pada mereka lalu duduk ditengah antara mereka.

 

“Oh iya Am, aku sudah meneliti lagi soal dimensi Amber muda itu berasal. Dia berasal dari dimensi C, dimana semuanya berkebalikan dengan dunia kita. Dimensi B adalah dimana semuanya mirip dengan dunia kita, namun wajah berbeda, tapi nasib dan secara keseluruhan sama. Dalam dimensi C ini, 1 hari disana berarti cuma 1 jam disini. Dan karena ada 24 jam dalam 1 hari kita, maka maksimal kamu bisa menjelajah dimensi lain adalah 24 hari waktu dimensi C. Sebelum itu kamu harus segera kembali. Atau….”, ucap Jeong serius, dan ragu mengatakan kalimat selanjutnya.

 

“Atau apa Jeong?”, tanya Taeng tidak sabar.

 

“Atau kamu tidak akan pernah dapat kembali ke dunia kita lagi.”, lanjut Jeong hati-hati. Taeng kelihatan terkejut dan terdiam. Suasana menjadi sunyi.

“Hei.. hei.. tenang kawan… aku hanya membantu Amber muda sebentar saja kok. Tidak sampai 1 jam. Lalu kembali. Jadi aku pasti bisa kembali kesini.”, ucapku memecahkan kesunyian, menenangkan kedua sahabatku.

 

“Hmmmm… ya ya.. Am pasti akan kembali segera. Kita tenang saja.”, sahut Taeng lagi menyetujui pendapatku. Jeong hanya mengangguk diam dan menyesap Kopi Luwak Instannya lagi.

 

Tak lama setelah itu, pintu gudang Taeng terbuka, nampak gadis cantik idamanku datang kesini, Soojung.

 

“Am!”, teriak Soojung berlari langsung memelukku erat. Aku heran, biasanya dia tidak pernah seperti ini. Jika kami berdekatan atau terlalu skinship, pasti kami sendiri merasa awkward.

 

“Ada apa soojungie?”, tanyaku heran mencoba melepaskan pelukannya sebelum Taeng dan Jeong meledek kami berdua. Tapi mereka berdua kelihatan nampak jinak hanya tersenyum melihat kami.

 

“Kamu beneran mau masuk ke dalam mesin itu dan menjelajah dimensi?”, tanyanya padaku dengan muka cemas.

 

Wait… darimana dia tahu kalau aku akan menjelajah dimensi?

Aku melihat Taeng, dia terlihat menatapku dengan muka tidak tahu menahu. Aku lalu melihat Jeong, dia kelihatan nyengir nyengir saja. Ahhh dasar Jeong, selalu menceritakan apapun pada Soojung.

 

Jeong suka sekali membuatku makin awkward dengan Soojung. Hobinya menggodaku dengan atasanku, Victoria Song. Padahal amit-amit jika aku bersama Vic. Walaupun dia atasanku yang harusnya bijak, tapi tidak ada bijak-bijaknya. Dan satu lagi, dia itu moody dan jutek, mana tahan aku menghadapinya. Aku bisa bertahan karena mau bagaimana pun dia atasanku. Mau tidak mau.

Namun karena Jeong terus menggodaku dengan Vic di grupku bersama Soojung, kadang membuat Soojung agak bersikap seperti cemburu. Menggodaku balik dengan Vic, anytime anywhere. Bahkan pada topik yang tidak berhubungan dengan Vic, Soojung bisa mengangkat nama Vic dalam percakapan. Aneh kan?

 

“Jeong bilang padaku, kamu akan pergi membantu Amber muda dari dimensi lain. Kamu yakin aman kan?”, ucap Soojung padaku menatapku dengan serius. Aku menatap Jeong sebal. Dia hanya tersenyum seakan mengatakan : Itu sudah urusanmu, Am. Urus sendiri ratumu. Lalu dia dan Taeng berpindah ke komputer Taeng mempersiapkan semuanya, meninggalkanku menghadapi Soojung sendiri.

 

Sial.

 

“Semua aman Soojung. Tenang, ada Taeng dan Jeong yang akan mengamankanku. Mereka akan mengobservasiku selama aku menjelajah dimensi. Kamu tenang saja ya.”, ucapku padanya berusaha menenangkannya.

 

Dia lalu mengangguk, mempercayai kata-kataku.

 

Mesin sepertinya sudah dinyalakan oleh Taeng, dan Jeong sudah mengaktifkan programnya. Aku dan Soojung mendekati mereka berdua.

 

“Kamu sudah siap, Am?”, tanya Jeong padaku serius.

 

“Aku siap Jeong.”, ucapku bersemangat.

 

“Am, pakai ini. Ini adalah alat supaya kamu bisa berkomunikasi dengan kita walaupun beda dimensi. Aku membuatnya sudah lama. Tapi belum aku coba, apakah berfungsi dengan baik, karena mesin kita belum siap. Pakailah, Am.”, kata Jeong memberikan alat seperti Bluetooth Headset. Aku lalu mengambilnya dan memasangnya di telingaku.

“Terima kasih Jeong. Aku akan mengetesnya, apakah berfungsi dengan baik.”, sahutku pada Jeong tersenyum.

 

“Semuanya sudah siap, Am. Kamu mau mencobanya sekarang?”, tanya Taeng yang sudah selesai mencek semuanya.

 

“Ya.. aku siap.”, jawabku pada mereka.

 

“Hati-hati Am..”, kataku Taeng dan Jeong bergantian menyalamiku.

 

“Aku akan baik-baik saja, guys. Jangan khawatir. Aku tidak pergi berperang.”, ujarku tertawa mencandai mereka yang sangat serius dan khawatir padaku. Mereka hanya tersenyum kecil.

 

“Hati-hati Am. Kamu harus selamat, kembali kesini.”, sela Soojung memelukku erat.

 

Untuk pertama kalinya, aku lalu memeluknya kembali. Sejenak kami berpelukan, merasakan kehangatan tubuh kami berdua.

Taeng dan Jeong hanya tersenyum memperhatikan kami. Tidak ada ledekan dari mereka berdua.

 

“Aku akan selamat. Aku akan baik-baik saja, Soojung. Jangan khawatir.”, kataku lembut melepaskan pelukan kami. Soojung hanya mengangguk dengan wajah lumayan tenang.

 

Aku lalu melangkah perlahan menuju mesin itu, menekan tombol merahnya untuk membuka pintunya. Dan masuk ke dalam dengan hati-hati, berdiri di dalamnya.

 

“Sudah siap, Am?”, tanya Jeong padaku yang sudah berada di dalam mesin.

 

“Siap, Jeong.”, kataku dengan penuh keyakinan dan bersemangat.

“Laksanakan.”, jawab Jeong lalu menekan aktivasi programnya.

 

Perlahan pintu mesin itu menutup. Kulihat Jeong, Taeng dan Soojung menatapku dengan harap-harap cemas. Memberikan tanda semangat dengan kepalan tangan mereka. Aku tersenyum dan membalas kepalan tangan mereka dengan semangat.

 

Itu pemandangan yang kulihat untuk terakhir kalinya. Sebelum kurasakan seperti ada sengatan listrik yang mengalir keseluruh tubuhku dan semuanya menjadi gelap.

 

 

Aku lalu tersadar, sudah berada di dalam ruangan gelap. Tapi seperti tabung mesin yang kami ciptakan.

 

Apakah percobaannya tidak berhasil?

Apakah aku malah mati karena tersengat listrik?

 

Tapi perlahan-lahan pintu dari tabung itu terbuka. Dan ketika kubuka semua, kulihat Amber muda itu berdiri disana dengan muka kaku, ditemani beberapa pengawal berpakaian rapi, tinggi tegap dan berwajah seram.

 

Aku lalu perlahan keluar dari tabung itu. Kulihat sekitar, lab nya jauh kebih bagus, lebih putih, lebih bersih dan modern daripada lab kami di gudang rumah Taeng. Ada beberapa orang lain berpakaian layaknya ilmuwan dengan jas putih panjang tampak sibuk memperhatikan layar monitor, ada beberapa yang sedang mengetes suatu robot dan yang lain sibuk mengecek mesin waktu itu.

 

“Selamat datang Amber. Ayo kita ke sekolah. Seperti janjimu.”, kata Amber muda itu menarik tanganku dan mengajakku pergi dari ruangan itu segera. Aku hanya bisa mengikutinya menuju mobil mewah yang sudah terparkir di halaman.

 

Kulihat Lab ini berada di paviliun rumahnya. Terpisah dengan rumah utama yang tampak besar dan megah. Ditengah parkiran ada pancuran air cukup besar dan taman kecil dengan bunga-bunga berwarna warni yang indah memperindah rumah ini. Sejenak aku menikmati pemandangan luar biasa ini. Sebelum mobil mewah yang membawa kami meninggalkan rumah itu.

 

 

Kami lalu melewati perjalanan dengan sunyi senyap. Agak awkward. Ayo Amber, ini kan kamu juga. Kamu harus mengajaknya mengobrol. Kamu harus tahu soal mengapa ini terjadi.

 

“Am, boleh aku bertanya?”, tanyaku hati-hati. Amber muda itu memandangku sejenak dengan dingin dan mengangguk.

 

“Bagaimana kamu bisa menemukanku?”, tanyaku lagi dengan tenang.

 

“Kamu bisa lihat lab tadi? Itu adalah lab yang aku minta dari orang tuaku. Aku meminta mereka agar aku bisa mengembangkan hobiku disana. Dan karena aku dan ilmuwan lain telah berhasil menciptakan mesin jelajah waktu antar dimensi, kenapa aku tidak mencobanya untuk membantuku.”, ujarnya tenang dan serius.

 

“Wahhh.. agak tidak menyangka aku di dimensi lain seorang chaebol. Hahahaa..”, candaku untuk meringankan suasana. Namun tawaku berangsur-angsur berhenti karena Amber muda itu tidak ikut tertawa denganku.

 

Apa candaanku tidak lucu?

Aku lalu menelan ludahku dan kembali mencoba bertanya.

 

“Kamu meneliti dan mengembangkan robot-robot itu dengan teman-temanmu kan? Pasti seru bisa berkarya dengan sahabat sahabat yang satu hobi. Seperti aku, Taeng dan Jeong.”, ucapku tersenyum mengingat bagaimana aku dan duo Kim itu begitu bersemangat ketika membicarakan passion kita bersama

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet