The Ending of Us
It's still you
Bukan hal mudah menjalani hubungan seperti Kami di lingkungan yang menganggap hal ini tabu.
Norma, agama, Kami harus mengesampingkan kebahagiaan Kami demi aturan tak tertulis yang memang sudah ada sejak dulu.
Tapi Kami juga tak mau begitu saja menyerah, tak ada salahnya untuk berjuang bukan?
Meski Kami tak sepenuhnya terbuka kepada kedua orangtua Kami, tapi Aku yakin Mereka juga mungkin sadar akan hubungan Kami yang jauh lebih dari sekedar sahabat.
Aku memang sempat berpikir untuk mengakhiri semuanya, tapi tak bisa, tatapannya seolah berteriak 'Berjuanglah, sebentar lagi, Kau tak sendirian, karena Akupun berjuang demi Kita!'
Ya dan setelah badai berhenti, Aku tahu, Dia adalah hal pertama yang membuatku bisa bertahan selama ini.
Dan kami berhasil melewatinya, lagi dan lagi, hingga ke titik ini.
**
"Ya, hati-hati dengan kuenya, Aku tak mau kau mengacaukannya!"
"Karangan bunga yang didepan tolong rapikan, jangan sampai menghalangi jalan!"
"Pastikan seluruh tamunya bisa ikut merasakan kebahagiaan hari ini!"
Ramai
Sibuk
Semua keluarga dekatku berkumpul kali ini, mereka ikut sibuk bekerjasama dengan WO memastikan semua bisa berjalan dengan lancar dan sesuai harapan.
"Yaaaaa lihat ini, Kau sangat cantik dengan gaun pengantin ini Jen. Aku rasa calonmu memang memiliki selera yg tinggi. Benarkan?" ujar pamanku sambil menggerakkan alisnya naik turun.
Dia memang humoris, mungkin melihatku terdiam dia berinisiatif mencairkan suasana.
Aku hanya tersenyum kecil padanya.
"Jen, mari menuju ke altar. Ini sudah waktunya!"
kulihat Ayahku lengkap dengan setelan jas yang rapi menghampiriku Dia tersenyum dan mengulurkan tangannya.
Dia menuntunku menuju altar.
Semua tamu tersenyum, begitu pula denganku, kami berjalan perlahan, ya seperti efek kamera di film-film romantis yang sering ku tonton dengannya.
Kulihat Disana, diatas altar sana ada yg sudah menungguku, dia tersenyum, 'manis' pikirku.
Ayahku menyerahkan ku padanya dan Dia menerima dengan senang hati.
Maka tibalah saatnya dia mengucap janji dihadapan Tuhan dan semua yang menghadiri pernikahan ini.
"Jennie Kim, Saya memilih engkau menjadi istri Saya. Saya berjanji setia kepadamu dalam untung dan malang, di waktu sehat dan sakit, dan Saya mau mencintai dan menghormati Engkau seumur hidup."
"Kim Jongin, Saya memilih Engkau menjadi suami Saya. Saya berjanji setia kepadamu dalam untung dan malang, di waktu sehat dan sakit, dan Saya mau mencintai dan menghormati Engkau seumur hidup"
"Marilah kita berdoa bagi kedua mempelai ini yang sudah menikah di hadapan altar. Semoga Mereka seumur hidup bersatu dalam cinta kasih." Ucap Pendeta dihadapan kami menghaturkan doa.
Lantas Kami berhadapan dan Jongin perlahan membuka tudung pengantin yang kupakai, Dia lantas mendekat dan menciumku singkat.
Riuh
Seisi gereja bertepuk tangan bahagia dan kulihat Dia, di barisan para tamu, Dia disana tersenyum, hingga matanya membentuk bulan sabit. Dia ikut bertepuk tangan.
**
"Hey, selamat atas pernikahan Kalian!" Ucapnya pada pria yangg katanya sekarang adalah suamiku dan sesekali melirikku dengan ujung matanya, kata yang Ia ucapkan penuh ketulusan, bagaimana mungkin Dia bisa setenang itu dihadapanku.
Aku hanya menatapnya datar, Dia harusnya memaki, marah, meluapkan seluruh emosinya padaku, tapi tidak. Dia sama sekali tak terlihat seperti itu, Dia hadir dan dengan tulus mengucapkannya.
"Kuharap kau segera menyusul Rosé!" Ucap Jongin sambil tertawa dan Dia pun sama, hanya tertawa kecil tak menjawabnya.
"Ahh Aku tak bisa berlama-lama penerbanganku hanya sekitar 2 jam lagi, jadi kurasa Aku harus pamit!" Ucapnya sedih
"Yaa~ kau akan meninggalkan Jennie dihari bahagianya? Oh ayolah, di pernikahan sahabatmu setidaknya Kau harus menemaninya sampai para tamu bubar mungkin. Iya kan Jen?"
'Sahabat'
Aku hanya diam, tak berkata apapun, hanya menatapnya intens dan ...
Tak terasa air mata ini tiba-tiba saja keluar.
Sialan.
Dan Dia memelukku, erat.
Rosé memelukku.
Lagi-lagi Aku tak bereaksi, mungkin jika ada penghargaan untuk manusia patung atau semacam nya, Aku akan langsung meraih juara satu.
Diapun terisak dan air mataku semakin banyak,
entah, begitu tiba-tiba.
Dia melepaskan pelukannya dan menggenggam tanganku
"Semoga kalian berdua diberkahi pernikahan yang bahagia Jen!" ucapnya sembari menatapku dalam dan sedikit lama, hanya menatapku dengan matanya yang basah.
Dia memutar tubuhnya dan berjalan tergesa keluar dari gereja.
siluetnya semakin menjauh, menjauh dan kemudian menghilang.
Dan yang kutahu itu adalah hari terakhir Kami bertemu sebelum akhirnya Kami benar-benar menjalani kehidupan masing-masing.
Aku dengan Jongin.
Dan Dia,
entah.
Tapi Aku harap Kau juga menemui kebahagiaan Rosé, meski bukan denganku.
***
5 tahun kemudian
Terdengar ketukan pintu dari luar ruangan
"Ya masuk!"
"Selamat siang Nona Park, ini beberapa CV dari bagian HR untuk perekrutan karyawan baru. Beberapa dari mereka sudah diberi tanda untuk dipertimbangkan mengenai kemampuannya" ucap perempuan berambut pendek sebahu sembari menyerahkan beberapa map di meja yang terdapat papan nama bertuliskan "Roseanne Park" diikuti kata CEO dibawahnya.
"Ah terimakasih Sakura" Ucapnya sambil tersenyum lembut.
Gadis yang bernama Ssakura lantas segera keluar dari ruangannya.
Dia membuka beberapa map, dan
Jennie Kim
Lulusan S2 International Relations Major
Seoul National University (SNU)
Lengkap dengan foto closeup dengan rambut berwarna brunette terurai dan latar biru.
Nona CEO hanya menatapnya dan tersenyum.
'Jennie'
FIN.
Comments