All But Forgotten [2/2]

All But Forgotten

XoXo-XoXo-XoXo

All But Forgotten © Kirea

XoXo-XoXo-XoXo

“Hei.”

Sapaan dilontarkan oleh Yifan ketika Junmyeon membuka pintu yang melayangkan suara bel beberapa kali.

“Ada apa?”

“Ingin mengajakmu jalan-jalan ke tempat yang sering kita kunjungi. Siapa tahu bisa membantumu mengingat sesuatu.” Yifan langsung menyampaikan tujuan kedatangannya.

“Tapi penampilan seperti ini akan menarik perhatian.” Junmyeon menunjuk kepalanya yang masih diperban.

Yifan mengangguk, dia tersenyum lebar kemudian, mengalihkan beanie yang terpasang di kepalanya, berpindah tempat pada kepala Junmyeon. Sedikit longgar, membuat Junmyeon terlihat lucu.

Junmyeon memegang beanie di kepalanya dengan kedua tangannya. Menaikkan hingga tidak lagi menutupi dahinya. “Ish, kau ingin menyembunyikan lukaku atau wajahku?”

Yifan tertawa pelan, “Sip. Sudah tersembunyi. Yuk, jalan.”

Berada di rumah memang membosankan, dia telah melewatkan banyak waktu untuk melihat video dan album keluarga sehingga ajakan Yifan diiyakan olehnya. Dia segera mengirimkan pesan pada Jongin bahwa dia akan pergi bersama Yifan, sehingga adiknya tidak perlu cemas.

Mereka melewati jalan yang seingat Junmyeon selalu dia lewati untuk berangkat sekolah, ada banyak perubahan, namun suasananya masih sama. Pohon-pohon di sepanjang jalan memberikan keteduhan, juga taman yang biasa ramai saat sore, namun toko-toko dan café terlihat lebih banyak sekarang. Disertai jalanan yang terlihat semakin ramai.

Mereka menaiki bis kemudian, sesuai arahan Yifan yang memastikan agar Junmyeon tidak hilang dari sisinya. Duduk pada kursi paling belakang yang kosong.

“Kemana?”

“Kampus kita, Seoul University. Kupikir kau perlu melihat-lihatnya, ini adalah kampus yang kita idam-idamkan dan berhasil dimasuki.”

Mata Junmyeon menatapnya tidak percaya, “Wow. Aku masih tidak percaya bisa berhasil kuliah di kampus yang hebat.”

Rasanya seperti akan berkuliah pada hari pertama, Junmyeon berdebar ketika melewati gerbang kampus. Nyaris terlupa kalau tujuannya adalah untuk mengembalikan ingatan.

Ada beberapa orang yang menghampiri Yifan, membuatnya tersingkir dari samping pemuda China itu dalam sekejap. Nyaris terjungkal.

“Yifan, kenapa kau ke kampus?!”

“Apa kau ada mata kuliah hari ini?”

“Apa besok kau ada waktu?”

“Mau makan siang bersama?”

Ah, Junmyeon tidak mengenal mereka semua, yang kebanyakan adalah gadis-gadis cantik dengan lekuk tubuh yang bagus, juga para lelaki yang modis. Yifan ternyata sepopuler itu ya? Mata-mata gadis itu tampak memujanya.

Dia itu artis atau apa?!

Beberapa menit waktu Junmyeon berlalu dengan berdiam diri, berteduh di bawah pohon demi menunggu obrolan Yifan di keramaian itu berakhir.

Sebuah tepukan mengenai bahunya. Membuatnya tersentak kaget.

“Ah, benar, Junmyeon-hyung. Kenapa bisa ada di kampus? Kau sudah ingat atau bagaimana?”

Jongdae, dia mengingat nama pemuda dengan suara khas itu.

“Yifan mengajakku jalan-jalan, mungkin aku bisa ingat sesuatu jika berkunjung kemari.”

“Hmm… Yifan-hyung?” sebelah alis Jongdae terangkat. “Lalu dia kemana? Kenapa meninggalkanmu sendirian di sini?”

Junmyeon menunjuk keramaian yang berada tidak jauh dari mereka. “Yifan selalu populer, dimanapun dia berada. Bahkan sepertinya lebih terkenal dibanding waktu sekolah.”

“Ya, aku mengakui hal itu, dia memang artis kampus, saking populernya.” Jongdae mengelus dagunya, tampak berpikir, “Kalau begitu kau harus mengunjungi kelas dan ke ruangan anggota padus. Ayo ikuti aku.” Tangannya ditarik.

“Eh, tapi Yifan—”

Jongdae menarik napas dalam, sebelum berteriak kearah keramaian, “Heiii! Yifan-hyung! Junmyeon-hyung kubawa ke tempat biasa. Nanti susul saja kami yaa!”

“Heii! Tunggu dulu—Jongdae—”

Seruan itu tenggelam dalam keramaian.

“Nah, dia dengar. Yuk ikut denganku. Kyungsoo dan Minseok-hyung pasti senang bertemu denganmu.” Tangannya kembali ditarik dan dia mengikutinya dengan pasrah. Demi ingatan yang mungkin akan kembali.

Berjalan di sekitar kampusnya terasa cepat berlalu. Ketika dia kembali berpikir apa saja yang dilewatinya hari ini, dia telah berada di depan pintu ruangan tempat anggota padus biasa berlatih. Jongdae tersenyum lebar sebelum membukakan pintu untuknya. Segala keramahan menyapanya dari anggota padus. Dia mencatat hal-hal penting di note ponsel barunya. Ada yang bernama Kyungsoo—si kalem dan si imut Minseok-hyung, mereka menyanyi untuk Junmyeon. Rasanya seperti sedang menonton adegan konser live khusus untuk dirinya. Mereka terdengar seperti penyanyi level pro.

Apa dia pernah mengatakan kalau suara Jongdae itu sangat merdu?

Oh. Pernah dan sering —kata Jongdae.

Junmyeon adalah fans Jongdae yang nomor dua, setelah ibunya.

Hal itu turut tercatat di ponsel baru Junmyeon. Aku fans Jongdae yang nomor dua!

[All But Forgotten]

Tempat terakhir yang dikunjungi, café tempatnya bekerja. Junmyeon datang bersama dengan Yifan dan Jongdae. Salah satu tempat penting, dimana mereka sering berkumpul. Chanyeol memiliki penampilan yang berbeda, dia memakai seragam pegawai, melayani pelanggan dengan senyum lebar. Semakin lebar ketika Jongdae berseru menyapanya.

“Jadi Junmyeon-hyung datang sebagai pelanggan kali ini?”

Junmyeon mengangguk, netranya menyapu seluruh keadaan café yang luas. Cukup ramai di sore itu, namun masih ada kursi kosong tersedia. Di sudut ruangan ada panggung kecil lengkap dengan alat musik termasuk piano. Tempat untuk menyanyi live musik.

“Aku terlihat keren kan?” Chanyeol menaik-naikkan alisnya, bermaksud pamer.

Junmyeon hanya terkekeh pelan, “Ya, keren. Keren.”

“Hehe.”

Yifan berdehem, “Aku akan mentraktirmu kali ini, Myeon, silakan pesan apa yang kamu suka.” Ujarnya sambil menyerahkan menu.

“Ehh.. aku nggak ditraktir juga?” Jongdae cemberut.

“Kamu kan nggak sakit.”

“Masa aku mesti kecelakaan juga biar ditraktir.”

“Pesan strawberry sundae saja, akan aku berikan tambahan es krim lebih banyak daripada biasanya.” Chanyeol berkedip pada Junmyeon.

“Terima kasih… tapi apakah tidak masalah begini?” Junmyeon jadi merasa sungkan akan perlakuan mereka. Ya, dia memang amnesia sih. Tapi apa dulu juga dia diperlakukan seperti ini?

“Haha, jangan sungkan.” Chanyeol tertawa renyah sambil mencatat pesanan. Dia melambaikan tangan kemudian, berkata kalau dia akan segera membawa pesanan secepatnya.

Mata kecoklatan Junmyeon mengikuti arah kepergian Chanyeol, untuk mendapati pemuda itu tampak akrab bicara dengan seorang pegawai yang terlihat manis. Kalau Junmyeon tidak salah ingat, namanya Baekhyun. Turut mengunjunginya waktu masih di rumah sakit. Orangnya sama seperti Chanyeol, manis, ramah dan lucu. Melihat kedekatan itu, Junmyeon sedikit bertanya dalam hati. Seperti apa hubungan Chanyeol dan Baekhyun? Dia lupa.

“Kalau begitu, mumpung masih menunggu pesanan. Aku juga akan mempersembahkan sebuah lagu untuk Junmyeon-hyung di panggung pertunjukkan café.” Jongdae memasang pose peace.

“Ehh…”

Lagu yang dinyanyikan Jongdae memang sangat indah.

Junmyeon batuk beberapa kali, membuat pandangan cemas tertuju padanya. Dia menutup mulutnya dengan tisu.

“Tidak ada bunga, tenang saja.” dia tersenyum kecil. Tisu yang dipakainya dimasukkan ke saku celana. Benar, tidak ada bunga. Hanya ada bercak darah di sana.

 XoXo-XoXo-XoXo

Makan malam dia lewati hanya bersama dengan Jongin. Masih beberapa hari lagi sebelum orang tuanya pulang ke rumah. Sesekali dia menatap sang adik yang menyantap makan malam dengan tenang. Dia terbatuk beberapa kali kemudian. Meskipun tanpa kelopak bunga.

Hyung!” Jongin segera berdiri.

Junmyeon menahan pergerakan sang adik dengan mengibaskan tangan kirinya, “Aku tidak apa-apa. rasanya tidak terlalu sakit. Mungkin karena bunganya tidak lagi bermekaran.”

Jongin menatapnya beberapa saat, sebelum kembali duduk. Wajahnya masih menampakkan gurat kecemasan.

“Jadi bagaimana dengan jalan-jalannya tadi. Apa kau sudah mengingat… sesuatu?” dia bertanya dengan nada ragu di menit berikutnya.

“Tidak ada sih…” Junmyeon menghela napas.

“Begitu… menurutku tidak apa-apa, hyung, jika kau tidak mengingatnya.”

“Kenapa kau sangat ingin aku segera melakukan operasi?”

“Karena kau terlihat begitu sakit, hyung!”

Junmyeon menghela napas,“Aku masih memikirkannya. Tapi… apa semua orang selalu bersikap baik seperti ini padaku? Jujur aku merasa aneh lho.”

“Baik bagaimana?”

“Ya, perhatian dan mentraktirku begitu?”

“Tentu saja itu karena mereka khawatir padamu. Semua orang khawatir. Bahkan ayah dan ibu yang biasanya jarang pulang pun akan mengusahakan pulang untukmu. Lagipula ingatanmu mungkin saja kembali meskipun perasaanmu pada orang itu hilang. Nyawamu lebih penting.”

Bukankah itu sama saja artinya dia tidak akan pernah tahu siapa yang dia cintai?

Junmyeon terdiam. Hampir seminggu, dan dia masih belum dapat mengingat apapun. Jika dipikirkan secara logis, memang lebih baik menjalani operasi. Dia masih memiliki teman-teman yang peduli. Yang—terlihat lebih berharga dibanding cinta bertepuk sebelah tangannya.

XoXo-XoXo-XoXo

Ayahnya dengan tegas menyuruhnya untuk segera melakukan operasi, sementara ibu tirinya menatap penuh simpati. Dia tidak mengingat sosok ibu barunya itu, namun dia tahu pasti bahwa ibunya itu orang yang baik. Matanya memberikan keteduhan, menenangkan sang ayah, menanggapi dengan sabar. Bahkan meskipun lupa, dia merasa tenang berada disisi ibunya. Kendati masih merasa sungkan untuk memanggilnya ibu.

Di suatu sore, di kursi balkon belakang rumah. Junmyeon duduk bersama ibunya. Menikmati teh hijau sambil menatap kebun bunga di halaman mereka. Angin yang berderu membuat suasana terasa nyaman. Membuat bunga-bunga dan dedaunan menari. Mereka terlihat lebih indah dibanding bunga yang tumbuh di dalam tubuhnya.

Hanahaki Byou, ya… itu artinya kau sangat mencintainya. Meskipun tahu perasaan itu mungkin saja tidak akan berbalas.” suara sang ibu terdengar di telinganya.

Junmyeon tertunduk, menatap teh hijau buatan ibu tirinya. “Ibu… tahu?”

“Meskipun rasanya sakit, kau akan tetap menyukainya. Cinta terkadang seperti. Tapi, kau tahu jelas kan? Bahwa di dunia ini tidak hanya ada dia dan cintamu padanya. Bahwa begitu banyak orang yang lebih mencintaimu, lebih peduli padamu. Ada orang lain yang keberadaannya juga penting. Ayah, ibu, adikmu juga teman-temanmu.”

“Jadi… ibu juga ingin aku melakukan operasi.”

“Itu karena kami menyayangimu. Tidak ingin melihatmu menderita. Kau tahu, ayahmu rela lembur agar pekerjaannya cepat selesai. Supaya bisa pulang karena mendengarmu kecelakaan. Ibu mengerti, kau ingin mengingat orang yang kau cintai itu. Tetapi waktu dan bunga-bunga itu tidak akan menunggumu. Mereka memang tidak bermekaran. Tetapi mereka tetap melukaimu.”

Sebenarnya Junmyeon meyakini kalau orang yang dicintainya itu berada di antara teman-teman dekatnya. Cinta karena terbiasa, namun karena mereka berteman dan tidak ingin ikatan itu rusak, dia memutuskan untuk menyimpan saja hingga perasaan itu tumbuh menjadi Hanahaki Byou. Tapi, jika benar seperti itu… siapa yang mungkin di cintainya?

Yifan yang sudah seperti kakak-adik dengannya? Jongdae yang sangat dia kagumi suaranya? Chanyeol yang selalu ceria dan menghibur? Tidak mungkin Jongin yang merupakan adiknya, kan?

Meskipun dia berusaha keras mengingat, tidak ada satupun kenangan yang hinggap.

XoXo-XoXo-XoXo

Junmyeon tidak ingat, bagaimana biasanya dia melewati hari minggu—pastinya tidak dengan jalan-jalan sekeluarga seperti saat ini. Kenapa juga mereka sekeluarga harus pergi ke kebun binatang? Memangnya dia masih anak sekolah dasar yang excited terhadap semacam ini? Y—ya, walaupun Junmyeon harus mengakui kalau panda yang ada disana sangat lucu, pinguinnya juga lucu, kelinci-kelincinya imut, koala dan semuanya—

Hyung, lihat, teman-temanmu ada di sana?” tunjuk Jongin dengan antusias.

“Hah? Siapa?” Junmyeon segera mengikuti arah telunjuk Jongin. Apa mungkin Yifan? Chanyeol? Jongdae?

“Itu, mereka ada di dalam.”

Hanya ada kelinci yang berlompatan terlihat di sana.

“Ugh. Kau mempermainkanku ya.” Junmyeon memiting leher Jongin.

“A—ampun! Bercanda hyung!”

Kebun binatang hanya salah satu tempat yang mereka tuju, setelahnya mereka ke supermarket—dimana Jongin memasukkan banyak snack kentang ke dalam troli hingga ibunya mengomeli Jongin. Makan siang bersama sekeluarga, ayahnya dan adiknya tampak bersaing menghabiskan ayam goreng sebanyak mungkin.

Ibunya memperlihatkan lengkungan indah di bibir, “Apa kau menikmatinya?”

Junmyeon mengangguk pelan. Membalas dengan kurva bibirnya.

Ada elusan lembut pada surainya.

“Baguslah kalau begitu.”

XoXo-XoXo-XoXo

“Aku akan melakukan operasi Hanahaki.”

Ucapan Junmyeon terdengar tenang. Nyaris satu bulan tanpa sebagian ingatannya dapat dilalui berkat teman-temannya. Sampai detik inipun yang ada hanyalah memori baru. Tentu berat, mempelajari lagi materi perkuliahannya yang telah memasuki semester tinggi, namun Junmyeon cukup pandai dalam memahami pelajaran.

“Dokter bilang, bunganya memang tidak tumbuh, namun tangkai dan rantingnya mengenai organ tubuhku. Jadi, aku tidak akan bisa masuk kuliah beberapa hari. Mohon doanya.”

Pada akhirnya, Junmyeon memutuskan untuk menyerah.

Yifan dan Chanyeol tampak menanggapinya lebih tenang. Jongdae termangu beberapa saat, “Kupikir itu keputusan yang baik.”

“Ya, Jongin sangat mendukungku untuk melakukan hal ini. Ayah dan ibuku juga. Bahkan Jongin nyaris menangis saat dokter bilang ada ranting yang nyaris mengenai tenggorokanku.” Junmyeon tertawa ringan hingga batuk kecil menyertainya.

Yifan segera mengambilkan tisu untuknya, berbarengan dengan Chanyeol.

“Aku… memiliki banyak pemikiran tentang Hanahaki Byou.” Chanyeol menghembuskan napasnya, “Apa jika amnesia seperti itu masih bisa jatuh cinta pada orang lain? Atau kau akan kembali jatuh cinta pada orang yang sama? Adakah debaran cinta yang kau rasakan sekarang, hyung?”

Netra Junmyeon tertuju pada Chanyeol, “Aku tidak terlalu tahu. Tapi kupikir psikolog atau dokter bisa menjelaskannya. Saat ini yang kurasakan hanya rasa sakit saja.”

Chanyeol mendesah pelan.

“Kau tahu, ketika kita mengalami cinta bertepuk sebelah tangan, ada banyak hal yang kita rasakan. Tapi, rasa cinta dan rasa sakit sama besarnya, hingga kau tidak tahu apakah harus bertahan atau melepasnya. Namun, jika yang ada hanya rasa sakit saja, kupikir itu saatnya untuk mengakhirinya.” Jongdae berucap sambil merenung.

Junmyeon berkedip mendengar penjelasan Jongdae, sama seperti yang lainnya.

“Ya—aku kebanyakan dengar lagu ballad, makanya melankolis begini.” Jongdae mengibaskan tangannya, “Jangan berpikiran seakan aku alien begitu dong.”

“Kupikir kau mengucapkannya berdasarkan pengalaman.” Celutuk Chanyeol.

“Meskipun entah kenapa aku mengerti apa yang diucapkan, rasanya cukup aneh mendapatimu berkata seperti itu.” Yifan turut berkomentar.

“Akan lebih aneh kalau diucapkan oleh cowok populer macam kalian.” Jongdae menjawab dengan sewot.

Junmyeon tertawa, sepertinya dia sudah terbiasa dengan sikap kawan-kawannya itu sekarang. Sudah cukup lama waktu berlalu, dan dia memang harus terbiasa dengan hal yang ada.

Yifan masih terlihat serius, “Apa yang dokter katakan tentang operasi ini?”

“Tidak terlalu sulit katanya. Hanya saja, efek sampingnya yang cukup mengesankan mungkin…?”

“Kenapa kau berucap ragu begitu, hyung! Aku jadi cemas nih.” Chanyeol mengepalkan kedua tangannya sambil menggoyangkannya. Tampak gregetan karenanya.

“Aku akan melupakan perasaanku pada sosok itu. Jadi, meskipun suatu saat nanti ingatanku kembali. Aku tidak akan mencintainya lagi.”

Chanyeol mengangkat tangannya, “Uhm—kami sudah tahu tentang hal itu. Kebun bunga dan perasaanmu padanya akan musnah. Lalu sembuh. Begitu, kan?”

“Maksudnya, aku tidak akan pernah bisa mencintainya lagi.”

Tidak bisa jatuh hati pada orang itu lagi.

Jongin bilang, itu hal yang bagus. Sebab jika demikian, Junmyeon tidak akan merasakan sakit yang sama lagi.

[All But Forgotten]

Operasi telah berakhir beberapa jam yang lalu. Ketika bangun, yang disambut oleh penglihatan buramnya adalah, wajah ayah, ibu dan adik tersenyum padanya.

Rasanya seperti ada yang hilang dan kosong, namun juga terasa lega. Menyisakan bekas operasi yang tidak akan pernah hilang di dekat jantungnya.

Pernah ada seseorang yang sangat dia cintainya. Begitu dia cintai, hingga rasanya menyesakkan hati dan dada.

Junmyeon menangis. Airmatanya mengalir begitu saja tanpa bisa ditahan.

Dia mengusapnya cepat, “Eh? K—kenapa aku menangis?”

Sepertinya—airmata terakhir yang ditujukan untuk orang itu.

XoXo-XoXo-XoXo

[end]

XoXo-XoXo-XoXo

[Wu Yifan—side]

Aku memiliki seorang sahabat dekat, yang mana satu tahun lebih muda dariku. Kami berteman semenjak awal kelas satu karena berada di kelas yang sama. Awalnya dia duduk di belakangku—dan ternyata hal itu menjadi masalah karena dia pendek. Haha.

Dia pindah duduk di depanku pada akhirnya. Dulu aku selalu memperlakukannya seperti adik, karena tingkahnya terlihat manis. Terkadang dia merengut karena hal itu. Namun ada kalanya juga dia sengaja bersikap seperti itu agar ditraktir makan atau sedang menginginkan sesuatu.

Aku sering menginap di rumahnya—dan dia juga terkadang menginap di apartementku. Aku tinggal sendiri karena aku pindahan dari China. Meskipun akhirnya waktu kami semakin berkurang setelah dia memiliki adik tiri dan kami kuliah di jurusan berbeda. Hukum dan bisnis.  Anggota basket dan anggota padus. Dia semakin memiliki banyak teman baru, dan aku semakin banyak memiliki fans—mungkin? Junmyeon berkata dia iri padaku yang selalu populer dimanapun aku berada.

Meskipun aku mempertanyakan bagaimana diriku di matanya.

Sebenarnya aku tidak tahu, bagaimana caranya menghilangkan batas hubungan adik-kakak yang terjalin diantara kami ini. Banyak orang yang menyebutnya brotherzone. Tapi ini adalah tempat terdekat yang bisa aku miliki. Seharusnya ini cukup.

XoXo-XoXo-XoXo

[Kim Jongdae—side]

Paduan suara mahasiswa di kampus kami mempunyai banyak anggota. Butuh waktu untuk mengingat nama semua orang. Beberapa orang mudah diingat karena ada hal yang khas dari mereka. Contohnya Kyungsoo yang memberikan kesan datar dengan pandangan matanya. Membuatku berpikir kalau dia mungkin bisa saja tiba-tiba mendatangiku dan menusukku dengan pulpen karena berisik, haha. Tapi kyungsoo adalah orang baik. Minseok-hyung, yang terlihat lucu dan muda, namun ternyata lebih tua dariku. Juga Junmyeon-hyung yang sering datang paling cepat ke klub. Dia selalu memuji suaraku. Katanya suaraku sangat merdu, dan dia adalah fansku!

Kami sering masuk kelas yang sama dan berlatih bersama, hingga separuh hariku dilewati bersama dengannya. Namun akhir-akhir ini dia lebih sering memilih belajar main gitar kepada Chanyeol—hoobae dari jurusan lain yang sering mampir ke ruangan kami dibanding berlatih menyanyi bersamaku. Rasanya sedikit tidak terima tentang hal itu. Haah.

XoXo-XoXo-XoXo

[Park Chanyeol—side]

Sunbaenim di café tempatku bekerja, orangnya tampak sangat disiplin. Dari yang kutahu, dia pernah menjadi pegawai terbaik di café ini selama tiga bulan berturut-turut. Kupikir aku harus berhati-hati agar tidak membuat masalah dengannya.

Namun yang terjadi dihari pertamaku bekerja, saat aku membantunya mencuci piring. Keran air  bocor karenaku dan membuatnya basah kuyup.

Di hari keempat aku bekerja, dia terpeleset di saat aku mengepel lantai.

Tempat seminggu aku bekerja, kami semua bertugas membuat pemandangan café menjadi lebih menarik hingga banyak dekorasi yang diubah. Baekhyun menata letak kursi dan meja, Sehun memasang hiasan di dinding, aku mengecat tembok bagian atas dengan warna cerah. Hal buruk terjadi lagi—cat tumpah mengenai Junmyeon-sunbae.

Mampus. W—wwaaahh! Sudah kuduga, elemen api dan air tidak cocok berdekatan. Tapi karena dia berelemen air, mungkin itu sebabnya dia hanya menanggapi dengan kalem permintaan maafku.

Sungguh aku tidak ada dendam apapun padanya. Tapi sepertinya dia akan bersikap kejam padaku karena hal ini.

Entah hari keberapa aku bekerja, tapi aku ingat jelas kalau itu hari rabu tanggal dua, awan mencurahkan semua hujannya, langit gelap karena malam. Junmyeon-sunbae menawarkan untuk berada di bawah satu payung hingga halte bis.

Dia orang yang baik. Aku menyukainya sekarang!

XoXo-XoXo-XoXo

[Kim Jongin—side]

Aku memiliki kakak tiri bernama Kim junmyeon, tiga tahun lebih tua dariku. Dia kakak yang baik, sering membantuku untuk belajar. Dia menyayangiku, begitupula aku terhadapnya. Ayah dan ibu kami sibuk bekerja di luar negeri, hingga rumah besar ini hanya dihuni oleh kami berdua. Meskipun begitu, aku mengerti, mereka bekerja untuk membahagiakan kami. Aku cukup senang melewati hari-hariku bersama Junmyeon-hyung. Kakak kesayanganku.

Dia memiliki sahabat akrab semenjak sekolah SMA, Wu Yifan. Rekan kerja berisik yang sering mampir ke rumah; Park Chanyeol. Dan teman kampus sesama anggota padus; Kim Jongdae.

Akhir-akhir ini, hyung terlihat kurang sehat. Namun saat kutanya keadaannya, dia selalu mengatakan kalau dia baik-baik saja. Dia mulai menyembunyikan banyak hal dan bohong padaku.

Junmyeon-hyung amnesia dan muntah bunga. Dokter bilang itu namanya Hanahaki Byou. Penyakit karena cinta tidak berbalas.

Aku mengemasi barang-barang untuknya menginap. Yang kutemukan hanyalah petal bunga krisan kuning di kamarnya. Tidak ada diary maupun jurnal yang membahas tentang penyakitnya.

Ponsel Junmyeon-hyung rusak parah, namun tidak dengan memori card-nya. Ternyata dia menyembunyikan semua di sana. Ada banyak catatan tentang bagaimana rasa sakitnya Hanahaki Byou dan besar cintanya untuk orang itu.

Akhirnya aku tahu siapa yang disukai Junmyeon-hyung.

Aku tahu orang yang telah membuat kakakku menderita.

Kenapa dia memilih menderita untuk satu cinta itu sedangkan kami memberikan banyak cinta padanya?

Aku ingin marah. Namun aku tidak bisa menyalahkannya, terutama dengan keadaannya sekarang ini. Dia melupakan segalanya termasuk diriku dan cintanya. Tapi tidak apa-apa. Ini lebih baik.

Junmyeon-hyung lebih baik melupakan cintanya. Aku tidak ingin dia menderita. Setelah ini, dia akan lupa perasaannya pada sosok itu selamanya.

Hyung akan baik-baik saja selama ada diriku di sisinya.

XoXo-XoXo-XoXo

[Kim Junmyeon—side]

Aku menyukainya, orang itu membuat duniaku berwarna karena kebaikannya. Meskipun tentu saja aku tahu, kebaikannya, keramahannya, senyumnya, semua hal itu juga diberikan sama rata pada orang lain.

Ini adalah cinta yang berbeda. Bukan semacam sayang terhadap sahabat atau keluarga. Kupikir berada didekatnya adalah hal yang cukup. Aku tahu dia tidak pernah menganggapku lebih dari sekedar sahabat dekat. Namun, melihatnya dekat dengan orang lain membuat hati ini terasa sakit. Aku mempertanyakan, apa hak diriku untuk merasa cemburu?

Aku tidak mempunyai hak istimewa semacam itu.

Ada saat dimana aku merasa begitu dekat dengannya, dan di saat yang lain kami memiliki jarak begitu jauh. Meskipun begitu, aku tidak cukup berani membuat perubahan di antara aku dan dia.

Aku membiarkan rasa sakit itu terasa setiap kali tidak bisa mengungkapkan perasaanku. Hanya bisa tersenyum tipis melihatnya hingga dada ini terasa sesak.

Ahh, seperti ini kah rasanya mencintai seseorang? Sakitnya tidak tertahan, namun satu senyuman darinya membuat rasa sakit itu tiada arti.

Sama seperti cinta, bunga itu bermekaran.

Hanahaki Byou. Aku—akan menikmati rasa sakitnya hingga sampai batasku.

[All But Forgotten]

Jongin berjongkok, membakar dedaunan yang ada di halaman belakang rumah. Sebuah memori card dilemparnya ke dalam nyala api. Menghapus apa yang masih tersisa.

“Hei, Jongin, kau sedang apa? Ibu bilang cepat masuk. Dia sudah memasak sup rumput laut.” Junmyeon berseru dari depan pintu.

“Aku sedang membakar sampah, aku akan segera ke sana!”

“Kalau tidak cepat, aku habiskan jatahmu lho.” Junmyeon tersenyum lebar.

“Tidak akan kubiarkan hal itu terjadi!”

Jongin memastikan benda itu lenyap dalam nyala api.

“Kau membuat luka di hati, paru-paru dan tubuh Junmyeon-hyung.”

“Selamat tinggal Wu Yifan. Kakakku tidak akan pernah mencintaimu lagi.”

Kau tidak akan bisa menyakitinya lagi.

XoXo-XoXo-XoXo

[after story—end]

XoXo-XoXo-XoXo

a/n: terima kasih sudah mampir di ff ini. :)

Kalteng—09/11/2017

-Kirea-

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet