All But Forgotten [1/2]

All But Forgotten

[1]

Yifan hanya pernah dua kali mengunjungi rumah sakit dengan perasaan yang kacau dalam seumur hidupnya. Hari ini adalah kali yang ketiga. Panik, cemas, takut, semua perasaan negatif memenuhi perasaannya. Peringatan mengenai larangan berlari di lorong rumah sakit dilanggar, mengindahkan teguran dari suster yang berpapasan dengannya di koridor.

Dia membuka pintu kamar rumah sakit yang dituju, mendapati sebuah senyum menyapa diiringi namanya melantun dari bibir pasien di kamar itu.

“Hei—Yifan.”

“Hei… Junmyeon.”

Junmyeon tersenyum lembut padanya. Seperti senyuman polos di masa lalu.

XoXo-XoXo-XoXo

Suster Kwon ingin mengomel, kenapa hari ini ada banyak sosok tampan yang berlari di lorong koridor rumah sakit? Apa ada adegan syuting film dimana pemeran utama wanita kecelakaan? Apa mereka tidak tahu kalau berlarian seperti itu menganggu pasien lain?!

“Ruangan ini kan?” Chanyeol bertanya pada Jongdae. Napasnya terengah.

“Ya, benar! Ayo cepat masuk.” Jongdae berseru.

“Junmyeon—”

“—hyung!”

Pasien yang dipanggil menoleh pada pintu yang dibuka. Memperhatikan dua sosok yang masuk ke ruangan dengan terengah. Alisnya berkerut. Chanyeol dan Jongdae segera menghampirinya. Mendapati bahwa Yifan sudah berada disana lebih dahulu daripada mereka, meskipun hanya sekian detik.

“Katanya kau kecelakaan—”

“Apa lukamu parah?”

Junmyeon menatap Yifan sebentar, lalu dua sosok itu bergantian. “Ehh—kalian siapa? Kau mengenal mereka, Yifan?”

Bola mata Chanyeol melebar, “Kau—tidak mengingatku?”

Jongdae menatapnya tidak percaya, “Bahkan aku juga…?”

XoXo-XoXo-XoXo

Kim Junmyeon, mahasiswa semester tujuh jurusan bisnis dan manajemen. Dua puluh satu tahun. Mengalami kecelakaan lalu lintas tadi pagi. Kepalanya diperban, tampaknya akibat benturan yang keras. Tentu tidak mengagetkan kalau ternyata dia hilang ingatan. Dengan segera Jongdae menyimpulkan dia gegar otak hingga amnesia.

“Tunggu, ini aneh. Kenapa kau mengingat Yifan-hyung, tapi tidak mengingatku, hyung?!” Chanyeol berseru. “Ini bukan candaan, kan?”

“Hei, Yeol. Ini rumah sakit.” Yifan mengingatkan. Tidak ingin diusir oleh suster karena ribut.

“Maksudmu, aku mengenal kalian berdua?”

“Kita teman kuliah, masa kau lupa?”

“Kuliah? Aku sudah kuliah?! Bukannya kita masih kelas tiga sma, sekarang, Yifan?” pandangannya tertuju pada sang sahabat.

Kali ini Yifan yang tampak terkejut, “Eh?”

Jongdae menghela napas, “Kita harus memanggil dokter, dan mengabari adiknya juga.”

“Aku sudah mengabarinya saat tadi masih di kampus, dia pasti segera sampai.” Chanyeol mengeluarkan ponselnya, untuk memastikan waktu yang berlalu.

“Aku punya adik?”

Yifan memijit pelipisnya perlahan, “Ya, kau punya. Sebentar lagi dia akan sampai kemari.”

Serusak apa sih ingatan Junmyeon, kenapa yang dia ingat hanya Yifan?

Chanyeol merasa ini tidak adil.

Dan pintu kamarnya kembali dibuka dengan tergesa oleh seseorang.

XoXo-XoXo-XoXo

“Dia adikmu, Kim Jongin.” Yifan mengenalkan seseorang lagi padanya. Sosok itu terlihat asing di matanya, namun mereka mengatakan kalau orang itu adalah adiknya.

Hyung, kau benar-benar kehilangan ingatan? Kau lupa kalau aku adalah adikmu?”

“Ah, maaf, aku tidak bermaksud untuk melupakan siapapun… tapi seingatku, selama seumur hidupku, aku adalah anak tunggal…” rasa sesak menerpa Junmyeon tiba-tiba, membuatnya susah bernapas dan terbatuk-batuk.

Hyung…?” Chanyeol tidak dapat banyak berkata. Kembali di berikan sebuah kejutan.

Di tangan Junmyeon ada banyak helaian kelopak bunga krisan kuning yang layu. Dimuntahkan oleh pemuda itu.

XoXo-XoXo-XoXo

Tadinya Junmyeon terbangun dengan rasa sakit di sekujur tubuhnya, tentu saja yang paling terasa menyakitkan adalah tubuh dan kepalanya. Tidak ada masalah ketika dia siuman. Kecuali tentang fakta bahwa dia hanya mengingat namanya dan Yifan saja, melupakan Chanyeol, Jongdae, bahkan Jongin. Tentu saja itu mengejutkan bagi mereka, ditambah kelopak bunga yang dia muntahkan.

Dokter datang kepada mereka setelah kepanikan sempat melanda di ruangan itu, mencari sanak familinya untuk menjelaskan keadaan Junmyeon. Jongin mengatakan dengan jelas, bahwa kedua orang tua mereka bekerja di luar negeri, dan baru bisa pulang seminggu lagi. Hingga dokter bisa mengatakan semuanya kepada mereka semua.

Dokter paruh baya itu menyampaikan dua hal yang menimpa Junmyeon; amnesia sebagian. Yang bisa saja hanya bersifat sementara atau permanen. Memastikan dengan beberapa pemeriksaan, fisiknya tidak mengalami luka yang berat, tapi ternyata ingatannya hanya sampai dia kelas tiga SMA. Sedangkan memori mengenai tiga tahun; kenangan setelah lulus hingga berkuliah lenyap begitu saja.

Selain kehilangan ingatan sebagian akibat kecelakaan lalu lintas, tampaknya Junmyeon telah lama menyimpan rahasia tentang bunga-bunga yang bermekaran itu secara rapat.

Hanahaki Disease, lebih dikenal dengan nama Hanahaki Byou merupakan sebuah penyakit yang muncul karena unrequited love. Di paru-paru akan bersemayam kebun bunga yang tumbuh dan bermekaran, memenuhi paru-paru, menyesakkan hingga kelopaknya memaksa untuk di keluarkan. Helaiannya memang indah, namun menyakitkan. Membunuh.

Cinta bertepuk sebelah tangan; mencintai seseorang yang tidak mencintainya.

“Siapa…?”

Mulut Yifan memang terbuka, ingin mengucapkan sesuatu, namun yang terlebih dahulu menanyakannya adalah Chanyeol.

“Siapa orang yang kau cintai sedalam itu?”

Junmyeon diam. Dia… tidak tahu. Dia tidak ingat.

Menyentuh dadanya yang tertutup pakaian khas rumah sakit berwarna biru muda, dia merasakan detak jantungnya. Disini, meskipun lupa untuk siapa cinta itu. Rasa sakitnya masih ada.

XoXo-XoXo-XoXo

“Jadi Junmyeon-hyung hanya mengingat masa saat dia masih sekolah, dan lupa tentang kita yang baru dikenalnya saat berkuliah.” Jongdae mengangguk paham.

Cukup masuk akal karena Yifan adalah teman Junmyeon semenjak SMA. Itu juga berlaku untuk Jongin, adik yang terlupakan—karena sebenarnya dia adalah adik tiri. Ayahnya menikahi ibu Jongin dua setengah tahun yang lalu, saat dia masih kuliah semester awal.

Itu menurut penuturan mereka.

Yang dia ingat tentang dirinya; Kim Junmyeon, tujuh belas tahun. Bersekolah di SM high School, kelas 3-A. Selalu sekelas dengan Wu Yifan semenjak kelas satu. Ibunya sudah lama meninggal, dan ayahnya sibuk bekerja di sebuah perusahaan besar.

Junmyeon tidak ingin percaya, berpikir bahwa ini adalah lelucon april mop, meskipun sekarang bukan bulan april (karena ada kalender di ruangannya dan dia telah menanyakan tanggal kepada perawat). Berpikir bahwa segala hal tentangnya kehilangan ingatan, ayahnya yang menikah lagi, tentangnya kuliah, dan memiliki adik yang sepertinya lebih tinggi darinya hanyalah dusta belaka.

Namun, mendapati sosok Yifan—sahabat yang dikenalnya semenjak sekolah tampak begitu berubah, terlihat tinggi dan lebih dewasa jika diperhatikan lebih dekat. Padahal rasanya baru kemarin dia belajar untuk persiapan tes masuk universitas. Kesannya seperti tiga tahun terskip begitu saja, dan dia terlempar ke masa depan. Dimana dia telah hampir selesai berkuliah. Bagaimana bisa dia menghadapi semua ini?

“Kalau kau berpikir kalau semua ini adalah kebohongan, ini adalah kebohongan yang merepotkan.” Ujar Yifan, berucap padanya yang tampak melamun.

“Siapa yang mau melakukan hal merepotkan semacam ini!” Chanyeol menambahkan. “Bagaimana bisa kau kecelakaan dan amnesia begitu saja—padahal kemarin kita baru pulang kerja bersama.”

“Aku… bekerja? Kerja apa?”

“Petani.”

“Ehh—benarkah? Aku bertani?”

Chanyeol menutup wajahnya, “Aku tahu Junmyeon-hyung itu orangnya baik—tapi masa dia mempercayai hal ini sih?!”

Jongin meringis pelan, “Hyung, mana ada pertanian di tengah kota Seoul begini.”

“Amnesia begini, tidak bagus membiarkannya keluar sendirian.” Jongdae menggeleng. “Kalau aku bilang dia punya hutang satu juta won padaku, mungkin dia akan segera memberikannya padaku secara tunai.”

“Kita bekerja part time di café—ah, aku harus memberitahu manajer, kalau kau tidak bisa masuk shift karena kecelakaan dan amnesia…”

“—lalu, tentang Hanahaki Byou yang Junmyeon-hyung idap… bagaimana?” Tanya Jongin.

“Aku tidak menduga, kau dapat merahasiakan penyakit Hanahaki selama ini, hyung.”

“Ah… aku juga tidak menduga, begitu terbangun mendapati hal semacam ini…” Junmyeon tersenyum miris.  

Yifan menghela napas pelan. Mereka tentu memikirkan hal yang sama. Terkejut karena mengetahui penyakit seperti itu bersarang di tubuh Junmyeon.

Ingatan Junmyeon, entah akan segera kembali atau tidak. Hanahaki Disease di paru-parunya telah berada pada tahap siaga. Untuk sementara perkembangannya sekarang berhenti karena dia melupakan sosok cinta bertepuk sebelah tangannya. Dan jika ingatannya kembali… jika Junmyeon kembali mengingat semuanya, termasuk orang yang menyebabkan dia mengidap penyakit itu, bunga krisan akan segera kembali berbunga.

XoXo-XoXo-XoXo

Hanahaki Disease, tidak banyak orang yang mengalaminya, bunga yang tumbuh berbeda-beda bagi setiap orang, entah itu bunga mawar, kamelia dan sebagainya. Tapi persamaannya adalah, bunga itu dapat membunuh pengidapnya dalam hitungan bulan jika tidak diobati karena menyumbat sistem pernapasan.

Sejauh ini hanya ada dua cara mengatasi penyakit Hanahaki, 1] membuat orang itu membalas cintamu, yang bukanlah hal mudah, 2] cara yang lebih mudah adalah operasi dengan side effect; kebun bunga beserta perasaan cinta terhadap orang itu musnah, hingga tidak akan bisa mencintainya lagi—setidaknya dengan rasa yang sama. Orang yang melakukan operasi itu memang tidak pernah kembali mencintai sosok yang sama.

Ah, Junmyeon merasa tidak percaya, takjub. Ada bunga yang mekar di dalam paru-parunya. Bunga krisan kuning yang tumbuh dan berkembang karena cinta. Cukup sulit untuk menerima kenyataan semacam ini.

Aku sekarang sudah dua puluh satu tahun. Berkuliah. Sudah lulus. Ayah menikah lagi. Memiliki adik bernama Jongin. Memiliki teman kuliah bernama Jongdae. Bekerja part-time di café bersama Chanyeol. Masih bersahabat baik dengan Yifan. Aku mengidap Hanahaki Byou…

“Aku tidak tahu mengenai hal ini, padahal kami serumah.” Jongin memijit kepalanya. Dia cemas setengah mati mendapati kakaknya kecelakaan lalu lintas, membayangkan tangan atau kakinya patah. Namun malah mendapati kakaknya muntah petal bunga di kasur rumah sakit.

Jongdae mengangguk pelan, “Junmyeon-hyung ternyata hebat dalam menyimpan rahasia, ya.”

“Yifan-hyung, kau yang terdekat dengan Junmyeon-hyung. Apa kau mengetahui hal ini?”

Yifan menggeleng pelan, “Akupun… tidak tahu.”

“Bukankah begini lebih baik? Kau hilang ingatan mungkin karena ingin melupakan orang itu. Sebaiknya kau memilih untuk melakukan operasi pengangkatan bunga-bunga itu secepatnya, hyung.” Jongin menyarankan.

Terlalu banyak hal yang Junmyeon pikirkan dengan keterbatasan dalam ingatannya. Ini membuat kepalanya terasa sakit dan pusing secara bersamaan.

“Jangan memaksakan dirimu untuk mengingat sekarang.” Ujar Chanyeol dengan dahi berkerut. Dia memegang bahu Junmyeon yang terlihat tegang.

“Aku tidak yakin untuk melakukan hal itu dalam waktu dekat.” Junmyeon menyahut pelan.

“Kenapa? Kau takut?” Jongin meraih tangan sang kakak.

Junmyeon tersenyum tipis padanya, “Jika benar cinta yang hanya bertepuk sebelah tangan ini begitu menyakitkan, aku penasaran, kenapa aku tetap memilih merasakan hingga sejauh ini? Bukankah lebih bagus jika aku bisa mengingat siapa dan apa alasanku mencintainya? Setelah itu aku bisa memutuskan apa yang aku lakukan dengan penyakit ini.”

“Apa benar pemikiranmu hanya sebatas anak umur tujuh belas tahun? Kau terlihat lebih bijak dari pada Jongin yang masih sma ini.” celutuk Jongdae.

”Hei!”

“Tapi aku tidak terima jika kau memilih mati bersama bunga-bunga itu, hyung.” Chanyeol berucap dengan nada serius.

“… dan kau tidak punya waktu sebanyak itu, Myeon,” Yifan menambahkan.

Itu benar. Sesak itu semakin terasa. Seperti ada yang menggelitik tenggorokannya. Lebih terasa dibanding sakit di kepalanya. Bagaimana bisa dia bertahan dengan rasa sakit selama ini?

Siapa yang kucintai sebanyak ini?

[All But Forgotten]

Wu Yifan, satu-satunya sosok yang tersisa di ruangan untuk menemani Junmyeon. Chanyeol harus masuk shift kerja untuk menggantikan Junmyeon karena café sangat ramai. Jongdae masuk kuliah agar nilainya tidak terancam sebab terlalu banyak kehadiran yang dia lewatkan. Sementara Jongin mengepak beberapa barang keperluan di rumah untuk dibawa ke rumah sakit, Junmyeon harus menginap beberapa hari.

“Ini tentu jadi hari yang berat untukmu. Melupakan banyak hal dan merasa tersesat.” Yifan duduk di kursi sebelah kasur Junmyeon.

Junmyeon yang berada pada posisi duduk bersandar menoleh padanya. “Kupikir jika aku tidur, aku akan terbangun dan mengingat semuanya, atau mungkin semua ini hanyalah mimpi. Tapi semua rasa sakit ini terasa begitu nyata.” Keluhnya.

Yifan ingin mengelus surainya, nyaris melakukan hal itu jika saja tidak menyadari kalau kepala Junmyeon masih berbalut perban, terluka dan amnesia.

Dia menarik tangannya, “Karena itu, kau harus memikirkan keputusanmu baik-baik.”

“Kau adalah sahabat terdekatku, kan? Apa kau tidak tahu siapa yang aku cintai?” Junmyeon memandangnya penuh makna.

“Kalau aku tahu—aku pastinya sudah menyuruhmu untuk operasi dibandingkan menahan rasa sakit seperti itu.”

“Jadi—cintaku ini bukan untukmu?” Junmyeon mengucapkannya tanpa beban, namun Yifan sedikit terkejut karenanya.

“Aku tidak tahu. Kau tidak pernah menceritakannya. Kita memang masih bersahabat, namun jurusan kita berbeda. Aku jurusan hukum, aku tidak tahu bagaimana saat kau melalui kelasmu, aku tidak tahu apa yang terjadi saat kau melewati harimu tanpa diriku. Meskipun tentu saja, aku berharap bisa melewati lebih banyak waktu bersamamu—seperti kita dahulu. Kau sudah seperti adik bagiku.” Yifan meraih tangan kanan Junmyeon.

“Bagaimana kalau ceritakan tentang hari-hari yang kita lewati, Fan. Mungkin aku bisa mengingat dengan cepat.”

Ada saat dimana power point yang disiapkan oleh Yifan untuk diskusi kuliah ber background animasi kelinci-kelinci kecil nan lucu berkat Junmyeon.

XoXo-XoXo-XoXo

Park Chanyeol. Berkuliah di kampus yang sama, namun jurusan yang berbeda. Rekan kerjanya di sebuah café. Orang yang juga ternyata cukup dekat dengannya semenjak setahun terakhir karena terkadang bekerja di shift yang sama—menurut Chanyeol. Beberapa rekan kerjanya turut mengunjungi, menceritakan beberapa hal di tempat kerja, yang siapa tahu dapat membantu Junmyeon untuk mengingat sesuatu. Meskipun tidak berhasil. Junmyeon tidak menyangka dia pernah mendapatkan label pegawai terbaik. Mereka pulang dengan meninggalkan oleh-oleh berupa sebuket bunga lili yang sedang Chanyeol pajang di vas bunga pada meja kecil di samping kasur pasien.

Bunga. Senyuman Junmyeon diiringi helaan napas. Di tubuhnya ada kebun bunga yang bermekaran entah untuk siapa, dan sekarang kebun itu meranggas.

Chanyeol. Pemuda itu berbeda dengan Yifan yang memiliki pembawaan sifat pendiam—meskipun terkadang ada juga keisengannya. Chanyeol adalah tipe yang ceria, dengan senyuman lebar yang selalu menghiasi wajahnya. Dia tampan, tinggi dan humoris. Selalu memiliki banyak hal yang diceritakan.

Apakah mungkin Chanyeol adalah orang yang disukainya? Atau salah satu rekan kerjanya di cafe?

“Hei, Yeol…”

“Ya?”

“Apakah mungkin, kalau aku menyukaimu?”

“Ehh—aku memang tampan, tinggi, pintar, memiliki banyak bakat dan kepandaian. Jadi aku maklum saja kalau kau jatuh hati padaku.”

“Kau, terlalu percaya diri. Sepertinya aku tidak mungkin jatuh hati pada orang sepertimu, ya.” meskipun sejujurnya Junmyeon mengakui beberapa hal yang diucapkan Chanyeol.

“Yaah—kalau aku orang yang kau sukai, tidak mungkin aku akan membiarkan bunga-bunga mekar di paru-parumu. Aku lebih memilih menanam bunga di bagian taman rumah masa depan kita.”

“Chanyeol—pasti sering merayu gadis di kampus dengan cara seperti ini…” ucap Junmyeon.

“Ehh… cara bicaraku yang manis dan sopan ini adalah salah satu poin bagus dari diriku!”

“Itu—namanya menggombal.”

XoXo-XoXo-XoXo

Kim Jongdae adalah teman kuliah satu jurusan dan sesama anggota paduan suara mahasiswa di kampus. Pertemuan mereka adalah saat awal perkuliahan. Orangnya ramah, lawak dan menyenangkan saat diajak mengobrol. Sama halnya seperti Chanyeol, pemuda itupun mengajak beberapa teman sejurusannya untuk menjenguk Junmyeon sambil membawakan buah-buahan dan boneka kelinci. Meskipun yang terjadi bukannya menanyakan kesehatan atau membantu kembali ingatan Junmyeon, mereka lebih fokus menikmati fasilitas kamar Junmyeon untuk nonton tivi berjamaah. Tentu Junmyeon mengerti, mereka juga bermaksud menghiburnya. Ketenangan kembali menyapa ketika teman seangkatannya itu pulang. Jongdae mengupaskannya apel dengan bentuk pinguin untuknya. Terlihat begitu lucu. Dia memotong kecil apel sambil menyanyikan lagu ballad dengan perlahan.

“Apa aku pernah mengatakan kalau kau memiliki suara yang indah?” Junmyeon bertanya.

Jongdae terkekeh, “Kau selalu mengatakannya. Kau selalu memuji suaraku. Sampai-sampai kau mendeklarasikan diri sebagai fansku, hyung.”

“Wah, aku pasti benar-benar menyukai suaramu. Lagipula ini adalah fakta. Mendengar nyanyianmu mungkin bisa membuatku mimpi indah.”

“Haha, akan lebih bagus jika nyanyianku mampu membuatmu mengingat kami—dan orang yang kau cintai itu, hingga kau bisa mengambil keputusan yang terbaik. Melihatmu menderita bukanlah hal yang menyenangkan.”

Junmyeon tidak menyangka, Jongdae terlihat begitu peduli padanya, “Jadi… aku ikut paduan suara? Apa aku ikut bernyanyi? Dirigen? Pemain piano?”

“Tentu saja menyanyi. Kau juga punya suara yang indah. Walaupun akhirnya aku baru mengerti kenapa akhir-akhir ini kau lebih memilih belajar main gitar pada Chanyeol dibanding latihan.”

Karena Hanahaki Byou.

“Ngomong-ngomong, aku fans-mu yang keberapa?”

“Kedua.”

“Oh, biar kutebak, fans yang pertama adalah pacarmu?”

Jongdae tertawa geli, “Fans yang pertama adalah ibuku. Dan aku masih single.”

XoXo-XoXo-XoXo

Empat hari berlalu, Junmyeon mendapatkan izin untuk pulang. Meskipun memiliki syarat agar mengunjungi rumah sakit secara rutin untuk pemeriksaan.

Mereka sampai di depan pagar tempat tinggalnya, ini memang rumah yang ditinggalinya. Namun ada banyak yang berubah dari ingatan Junmyeon ketika masuk. Pigura foto menampakkan empat sosok orang di sana, termasuk dirinya dan ayahnya. Ada Jongin dan sosok seseorang yang Junmyeon yakini sebagai ibu tirinya. Ada banyak foto potret keluarga bahagia di sana.

“Ponselmu rusak akibat terlindas mobil waktu kecelakaan dan tidak bisa diperbaiki, hyung. Jadi aku memutuskan untuk membelikanmu yang baru.” Jongin memberikan ponsel baru padanya. “Kembaran dengan punyaku.” Dia menunjukkan ponselnya yang memakai casing hitam, “Oh ya, nomor kontakku sudah tersimpan, kau bisa menghubungiku kalau ada apa-apa.”

“Terima kasih, Jongin.” Junmyeon menerima ponsel putih yang diserahkan Jongin.

“Jangan sungkan hyung. Kita adalah saudara. Selama ini aku selalu merepotkanmu lho.”

Junmyeon tersenyum tipis, “Dulu aku pernah ingin memiliki seorang adik. Kupikir kalau memilikinya, aku akan sangat menyayanginya.”

“Ya—kau sangat menyayangiku. Kau bahkan pernah mengajari semua mata pelajaran agar aku naik kelas dengan nilai yang bagus.”

“Lalu, hasilnya?” Junmyeon tampak tertarik.

“Bagus kok. Nilaiku bagus, dan ayah memberikanku motor yang ada di foto itu.” Jongin menunjuk foto dimana ada mereka berdua dan motor besar berwarna merah.

“Kau punya motor, dan aku… tidak?”

“Ayah bilang untuk memakainya sama-sama. Aku kan sering boncengin kamu ke kampus pakai motor itu.”

“Heeh—kau yang ngeboncengin dan aku yang diboncengin?!”

“Kau kan sukanya pakai sepeda, hyung.” Jongin menjawab. “Oh ya, kamarmu ada di lantai dua sedari dulu. Apa kau ingat letaknya?”

Junmyeon mengangguk. Dia menaiki tangga menuju kamarnya, sementara Jongin merapikan barang-barang yang dibawa pulang. Menyegerakan diri untuk membuka pintu, Junmyeon berpikir mungkin saja dia menemukan sesuatu yang bisa membuatnya mengingat di tempat ini.

Saklar disentuh, menjadikan kamarnya terang. Minimalis, tipikal kamar yang disukainya. Cukup rapi dan terlihat nyaman. Ada jadwal perkuliahan dan foto-foto bertempelan di dinding. Junmyeon mendekat untuk memperhatikannya. Foto-foto itu di dominasi oleh Yifan, Chanyeol, Jongdae, Jongin dan dirinya. Ada fotonya bersama Jongdae beserta tanda tangan dari pemuda itu. Junmyeon tertawa kecil, menggumamkan kata-kata kalau dia sepertinya benar-benar fans Jongdae. Untuk beberapa saat, sesak kembali memenuhi dadanya. Hingga dia terbatuk-batuk, dia berusaha menahan suaranya agar tidak terdengar oleh Jongin. Tenggorokannya sakit, terutama ketika yang keluar adalah kelopak bunga. Itu adalah kelopak yang layu. Karena dia amnesia, bunganya berhenti tumbuh—untuk sementara.

Setidaknya, rasanya tidak akan lebih sakit dari pada ini.

Mungkin benar, ada bagusnya kalau dia tetap lupa dan membuang semuanya. Seandainya saja, kebun bunga itu hilang bersamaan dengan ingatannya…

Junmyeon menjatuhkan helaian bunga dari jendelanya, membiarkan terbawa angin hingga hilangan dari pandangan. Dia membuka laci-laci dan lemari untuk menemukan buku harian, atau apapun yang bisa membantunya mengingat.

Tidak ada apapun. Rasanya seperti ada yang hilang dari sana.

Apa yang hilang darinya, Junmyeon masih belum bisa mengingatnya.

XoXo-XoXo-XoXo

 [tbc]

XoXo-XoXo-XoXo

a/n: Repost. Krisho ff project. Prompt: Hanahaki Byou. Two shoot.

Bisa menebak siapa orang yang disukai Junmyeon?

Kalteng—01/11/2017

-Kirea-

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet