Penyerangan

Patron

Taeyong tersenyum lega menatap gadisnya. Ya, orang yang mengamati gerak geriknya adalah dia sendiri.

"Jisoo-ya." Ucap Taeyong lirih, sudah bisa melihatnya tersenyum hari ini, membuat Taeyong bahagia. Ia kemudian bergegas pergi untuk kembali ke Markas Utama.

Sejak diperkenalkan dengan Jisoo, 17 tahun yang lalu, Taeyong selalu mengawasinya. Makin bertambahnya umur, makin berkembang pula perasaan Taeyong pada Jisoo. Namun, ia tidak bisa muncul begitu saja di depannya. Orang-orang seperti Taeyong. Semua yang mengabdi pada patron, tinggal di sebuah markas tersembunyi yang terletak di dimensi lain. Tak heran manusia tidak mengetahui keberadaan mereka. Bahkan saking rahasianya, manusia menganggap hal-hal yang berhubungan dengan patron dan deathmon hanyalah sebuah mitos belaka, parahnya ada sebagian manusia yang sama sekali tidak percaya pada mitos tersebut, termasuk Jisoo sendiri. Hal itu yang semakin membuat Taeyong terluka.

Sebenarnya Taeyong begitu menantikan saat ia berumur 15 tahun. Namun, saat ia memikirkan kembali, dia berubah pikiran. Setelah mengawasi kehidupan Jisoo seperti apa, Taeyong menyadari suatu hal. Kehidupan manusia seperti Jisoo berbeda dengan manusia yang tinggal di markas utama. Bisa dibilang peradaban markas utama layaknya kerajaan-kerajaan Eropa, hal-hal seperti menikah dini sangatlah mungkin. Namun, di dunia modern? Menjadi siswa baru di sekolah, belajar, berteman, bermain bersama teman sebaya, dan jatuh cinta. Hal-hal seperti itulah yang didambakan oleh semua gadis remaja di umur-umur belasan mereka. Taeyong tidak sanggup apabila Jisoo, di usianya yang belia, harus dipaksa menikah dengan patron yang bahkan tidak dipercayainya dan melahirkan keturunan patron untuk melindungi manusia. Terlebih lagi, sesudah itu, ia harus tinggal di markas utama selamanya demi menjaga identitas. Ah, betapa malangnya Jisoo, tidak bisa merasakan masa muda pada umumnya. Taeyong pun memutuskan tidak akan menikahi Jisoo hingga Jisoo mencapai umur yang matang sesuai dengan ukuran umur manusia modern untuk menikah. Tentu saja sangat berisiko, menunda tradisi penting dengan kondisi lapisan pelindung yang semakin melemah. Banyak di antara pengikut Taeyong yang kecewa dengan keputusannya, berpaling, dan meninggalkannya, tinggal beberapa saja yang tetap setia kepada sang Patron.

 

Wushh (suara angin berhembus)

"Kok merinding ya, aku merasa tadi ada yang sedang memanggilku deh, dengar gak Chaerin?"

"Ha? Apaan? Engga tuh. Perasaanmu aja kali."

"Hm." Jisoo mengangkat bahu. Menyingkirkan segala keanehan yang muncul tiba-tiba. Tetapi gagal, segera ia berkemas, Jisoo tak berminat lagi mengerjakan tugasnya. Saat ini mereka berada di kafe pojok sekolah, menemani Kang Chaerin membaca buku-buku sejarah konyolnya sambil mengerjakan tugas, tadinya.

"Kang Chaerin, aku duluan yah." Chaerin tersentak.

"Tunggu, Oh Jisoo! Yang bayar ini semua aku?!" Dari kejauhan Jisoo hanya melambaikan tangannya tanpa menoleh. Di dalam benak Oh Jisoo sekarang, hanyalah bisa pulang dengan selamat dan tidur. Entah kenapa, dia selalu merasa ada yang mengawasinya, sejak dulu, dan itu membuatnya sangat tak nyaman. "Ish, siapa si?! Aneh!" Batin Jisoo.

 

Suatu Malam di Seoul pukul 23.57

Semua orang terlelap, mungkin ada beberapa yang tidak, begadang? melembur? Tetapi yang terpenting, malam ini merupakan sebuah peristiwa tak terduga terjadi. Taeyong tahu, para penghuni Markas Utama tahu. Tepat pada tengah malam para deathmon akan berhasil menembus lapisan pelindung yang sudah melemah dan menyerang manusia! Tentu Taeyong dan pengikutnya sudah memprediksikan mimpi buruk ini. Kenapa? penyebabnya masih misteri. Itu hanyalah perhitungan mereka, dan ya! memang teramal. Betapa akan terkejutnya para manusia yang tidak tahu apa-apa, tiba-tiba diserang dengan makhluk paling aneh yang belum pernah mereka lihat. Taeyong sudah siap menerima risikonya dan sudah mempersiapkan pencegahan untuk mengurangi parahnya serangan deathmon. Mengevakuasi para manusia ke daerah khusus yang jauh-jauh hari sudah dibuat. Setidaknya itulah yang bisa ia lakukan. Yang paling terpenting membawa Jisoo ke Markas Utama, tempat teraman saat ini.

"Lakukan sesuai tugas kalian, dan ingatlah! Aku ingin kalian tetap saling menjaga satu sama lain. Jasa kalian kepada bangsa manusia tidak akan pernah terlupakan!" Teriak Taeyong memimpin operasi penyelamatan itu. Semua pasukan Markas Utama pun keluar dari persembunyiannya, melewati gerbang dimensi menuju dunia manusia, melakukan tugas mereka.

"Ran, aku ingin kau yang menghampiri Jisoo, bawa dia ke Hutan Selatan, kita akan bertemu disana. Untuk sekarang aku harus mengurus sesuatu."

Ran, pengawal pribadi Taeyong sejak lahir, segera melesat menuju rumah Jisoo, melaksanakan perintah Taeyong. Setelah sampai, tanpa ba-bi-bu, Ran langsung menerobos masuk dengan mudah, menuju kamar Jisoo tanpa mengeluarkan suara sedikitpun.

“Yang Mulia Jisoo! Yang Mulia Jisoo!” mata Jisoo perlahan terbuka dan kaget bukan main Jisoo melihat sosok asing di depannya, ia berteriak, tetapi Ran berhasil menutup mulut Jisoo sebelum mengeluarkan jeritan melengkingnya.

“Yang Mulia, maafkan aku mengagetkanmu, tapi sekarang kita harus bergegas pergi!” Ucap Ran penuh dengan penekanan.

"Woah, woah, santai, Bung! Memangnya siapa kau ini?!" Melihat respon Jisoo yang bingung dan ketakukan. Ran menghela napas dan melanjutkan perkataannya.

“Yang Mulia, aku tahu anda kebingungan, tapi dengarkan aku, aku akan menceritakan semuanya di perjalanan, oke? Jadi aku mohon, ikutlah denganku dengan tenang dan aku akan menyelamatkan anda.” Ran menatap tajam kedua bola mata indah Jisoo. Mengharapkan kepercayaan darinya.

Hening. Walaupun sedikit mencurigakan, pada akhirnya Jisoo mengangguk. Ran pun membantu Jisoo bangun dari tempat tidurnya.

“Oh Tuhan! Kenapa di luar ramai sekali?” ujar Jisoo saat Ran menuntunnya keluar dari rumah.

“Para bawahanku sedang mengevakuasi manusia, Yang Mulia.” Sebutnya sambil terus menuntun Jisoo pergi menjauhi rumah. Mendengar jawaban Ran, Jisoo mengangkat satu alisnya, tak mengerti apa maksudnya. Di tengah hiruk pikuk, seorang wanita yang telah berumur menyadari kepergian kedua orang itu.

“Oh! Yeobo! Anak kita dibawa pergi oleh seseorang! Jisoo-ya!” teriak wanita itu yang ternyata Ibu Jisoo, memberontak untuk dilepaskan dari orang orang aneh, menurut mereka. Jisoo yang mendengar teriakan ibunya sontak menoleh.

“Ayah! Ibu! Hei, apa yang kau lakukan dengan mereka?! Kita memisah!” Berontak Jisoo.

“Yang Mulia Jisoo, aku mohon tenanglah! Sudah kukatakan! Mereka sedang dievakuasi, sama seperti anda! Tidak lama lagi para deathmon akan datang menyerang! Aku tahu jika kalian merasa bingung, tapi aku mohon tetaplah tenang, kami berjanji akan menjelaskan semuanya nanti!”

“Ha! Yang benar saja! Aku tidak paham apa yang kau katakan!” Tanpa memperdulikan keluhan Jisoo, Ran terus menuntunnya.

Dalam beberapa menit, keduanya sampai di pinggiran kota, tetapi Ran tiba-tiba berhenti dan bersembunyi di balik sebuah pagar  tembok.

”Argh, Sial! Makhluk jelek itu sudah mulai bergegas, untung daerah ini sudah dikosongkan!” Jisoo kebingungan dengan umpatan Ran, Jisoo segera melongok untuk melihat apa yang dimaksud Ran. “Ya Tuhan!” teriak Jisoo dalam hati, kini matanya melebar dan mulutnya menganga, tidak percaya apa yang sedang ia lihat sekarang. “Jadi ini maksudnya deathmon atau makhluk jelek yang dimaksud orang ini!”

“Sekarang anda sudah paham, Yang Mulia? Tapi karena mereka telah tersebar dimana-mana, kita tidak punya pilihan selain melewatinya.” Ujar Ran tanpa melepaskan pandangannya dari para deathmon itu. 

“Melewatinya? Kau gila!” Berontak Jisoo, bagaimana tidak, yang benar saja, bisa-bisa mereka berdua mati dicabik-cabik oleh makhluk aneh itu.

“Anda tidak perlu khawatir Yang Mulia, mereka tidak bisa melihat, mereka hanya bisa mendeteksi musuhnya dengan suara dan pergerakan udara di sekitarnya. Memang ini terlalu beresiko, tapi ...” Ran mengalihkan pandangannya kepada Jisoo, air mukanya berubah serius.

"Apa?" Ucap Jisoo gugup.

“Yang Mulia, jika kita benar-benar terkepung, maka aku akan menghadapi mereka dan anda harus berlari sekencang mungkin menuju Hutan Selatan. Di sana anda akan bertemu dengan Yang Mulia Taeyong. Aku yakin sekali jika anda bertemu, anda akan langsung mengenalinya. Anda paham?” kata Ran serius.

“Maksudmu aku pergi sendirian dan aku akan menunggu orang itu, siapa tadi? untuk menyelamatkanku dengan hanya bermodalkan percaya?! Aku bisa mati!” pekik Jisoo frustasi.

“Yang Mulia Taeyong tidak akan membiarkan itu.” Ucap Ran dengan tenang, Jisoo memutar bola matanya kesal. Sedetik kemudian, Ran menuntun Jisoo dengan perlahan sambil memberi kode untuk tidak mengeluarkan bebunyian seminimal mungkin. Jisoo meneguk ludah, seumur hidup ia tak pernah merasakan hal mengerikan seperti ini, bahkan ini lebih parah daripada menonton film horor favoritnya. Dengan penuh kehatian-hatian mereka pun berhasil melewati beberapa deathmon yang ganas. Sampai akhirnya ...

 

Glutak!

“Argh, sialan!” pekik Jisoo lirih. Ekspresi horor mulai ditampakkan Ran. Benar saja, para deathmon di sekitar mereka menoleh dan melolong memanggil kawanan lain bahwa mereka telah menemukan musuhnya. Jisoo dan Ran tidak bisa apa-apa, mereka membuat posisi saling bersandar punggung untuk bersiaga.

“Yang Mulia Jisoo!” teriak Ran memberi kode. Jisoo tidak yakin, tapi ia tidak punya pilihan lain. Ran mengeluarkan pedangnya bersiap menyerang.

“Hyatt!!” Para deathmon mulai menggila, mereka menyerang Ran dengan brutal, untunglah kepiawaiannya membuatnya lolos dari setiap serangan yang ia terima. Kawanan deathmon terpaku dengan keributan yang dibuat Ran. Jisoo menggunakan kesempatan emas itu untuk berlari menuju Hutan Selatan dan meninggalkan Ran yang berusaha menghalau kawanan deathmon. “Aku harus cepat! Jika aku tidak ingin mati!”

Sekuat tenaga Jisoo terus berlari. Sayang, beberapa ekor deathmon tetap menyadari keributan Jisoo yang berlari penuh kepanikan. Hal itu tidak membuatnya putus asa. Ia terus berlari sambil sesekali mengelabuhi mereka dengan berbagai cara. Tak membutuhkan waktu yang lama, ia sampai di Hutan Selatan. Kini Jisoo dilanda kebingungan yang sejak tadi mengganggunya. Bagaimana caranya si orang yang bernama Yang Mulai Taeyong itu mengetahui keberadaannya, bahkan ia tidak tahu di mana dia dan seperti apa persisnya dia?! Jisoo semakin panik dan bingung setelah ia sampai di tengah hutan itu. “Dimana dia? Dimana dia?! Apa yang harus aku lakukan?! Haruskah aku berteriak namanya, tapi jika aku berteriak, makhluk itu akan mengetahui keberadaanku!” Tiba-tiba suara geraman yang ia benci datang dari belakang. “Ha! Oke! Aku akan mati disini!” Kawanan deathmon yang sedari tadi mengikutinya kini mengepung gadis itu. Tidak memberi celah sedikitpun padanya. Jisoo menangis ketakutan, ia tak berdaya lagi. Geraman para deathmon semakin mengeras. Jisoo menutup mata pasrah menanti kematiannya. Seekor deathmon dengan kuku panjangnya melompat menyerang Jisoo.

 

Jrat!

Cipratan darah terasa sekali mendarat di pipi Jisoo. Ia pikir itu adalah darah miliknya tapi ada yang aneh, ia tak merasakan sakit. Begitu ia membuka matanya. Seseorang telah mendekapnya dan deathmon yang mengepungnya, satu per satu, rubuh. Walaupun orang yang mendekapnya sedang bertarung tetapi dekapannya benar benar terasa nyaman, aneh.

“Taeyong?”

 

Bersambung ...

Nantikan part 3nya! Hehehe.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet