Persepsi

Moon Lover Scarlet Heart: Seoul
Please Subscribe to read the full chapter
“ You are my person. Always be. Kamu tidak bisa meninggalkanku, karena aku tak akan pernah mengijinkanmu meninggalkan diriku. You always be,”                         Pria itu—atau dirinya menatap seorang gadis cantik di hadapannya dengan lembut. Ia melepaskan tangan lembut gadis itu yang merangkul wajahnya dan mencengkeramnya dengan erat. Setebal apapun dinding pertahanan yang pria itu bangun untuk menguatkan dirinya, akan hancur dan retak di hadapan gadis itu.             Haesoo. Haesoo, namanya. Nama yang selalu menggetarkan hatinya. Cantik pun tidak dapat mewakili gadis itu. Haesoo mengenakan hanbok merah dan memakai pin rambut pemberiannya—mahkota yang ia berikan kepada gadis yang mengisi setiap sudut hati dan jiwanya. Gadis itu tersenyum sementara kedua matanya menatap dirinya dengan kelu.             “ Aku baik-baik, saja. Aku akan baik-baik saja, “ ujar Haesoo seraya meraih tangannya dan memeluk wajahnya dengan kedua tangan mungilnya. Tersenyum.              Pria itu menggelengkan kepalanya dan melepaskan tangan mungil itu. Tangannya bergetar tidak ingin melepaskan tangan mungil tersebut. Pria itu—Wangso meraih Haesoo ke dalam pelukannya dan memeluknya dengan erat. Ia merasakan kedua tangan mungil itu meraih dan mendekap punggungnya erat seraya mengusapnya dengan pelan—menguatkan dirinya.             “ Soo ya, sejak awal dirimulah Ratu-ku. Hanya dirimu pengantinku dan tak akan pernah terganti,” *             Seoul             13.00             “ Apa yang kau rasakan, Tuan?” ujar seorang pria yang tampak berumur 40-an namun terlihat rambut keputihan telah mengisi beberapa bagian kepalanya. Pria itu menatap Junso dengan intens.             Junso menutup matanya sejenak seraya memijat keningnya pelan, “ Mimpi,”             Pria itu mengangguk pelan dan mencatat sesuatu dalam catatan yang ia pegang. Ia meraih alat perekam suara di atas meja, memencet tombol untuk kembali memulai merekam dokumen suara baru. Pria bernama Lee Kyungho menatap wajah sang pasien kembali, sudah terlalu sering ia menghadapi suasana seperti ini. Suasana hening yang ia ciptakan dalam ruang kantornya memengaruhi sesi konsultasi dengan para paseinnya.                         Tanpa sepengetahuan Kim Jongmin—sekretarisnya, Jeon Junso menemui psikiater, Lee Kyungho di kantornya yang terletak di Universitas Ewha Women University. Awalnya ia hanya ingin mengonfirmasi mimpi yang selama ini ia alami dan rasakan. Junso mencari penyangkalan bahwa mimpi tersebut hanyalah mimpi normal—tapi itu awalnya. Ketika akhirnya beberapa kali konsultasi, ia merasakan kenyamanan. Ia dapat menceritakan mimpinya tanpa takut pandangan dan persepsi aneh yang ia terima ketika mengungkapkan kondisinya. Mimpi yang terasa begitu nyata.             Di awal sesi, Jungso berharap  dosis obat tidur yang diresepkan oleh Lee Kyungho akan menghilangkan dan melupakan mimpi-mimpi tersebut. Alih-alih melupakan dan menghilangkan semua jejak mimpi—mimpi tentang Wangso dan gadis itu—justru semakin memperparah kondisinya. Ia semakin kehilangan.             Ia merindukan gadis itu. Gadis milik Wangso.             Hingga akhirnya ia menghentikan konsumsi obat tidur  dan membiarkan mimpi tentang gadis itu dan Wangso menguasainya. Ia berpikir ini semakin tidak normal—alih-alih tidak normal dan tidak mungkin terjadi, Junso merasa perasaan itu tampak seperti nyata. Dirinya seperti pria yang menginginkan berjumpa dengan gadis ia cintai.             Gadis milik Wangso.             Hari ini adalah tepat setahun, ia berkonsultasi dengan dokter Lee Kyungho.                  “ Bagaimana tentang mimpi yang kau rasakan? Emosi? Kisah? Atau?”             Junso menghela napas panjang, “ Kehilangan. Penyesalan. Dan... rindu,” ujarnya. “ Ada yang aneh dengan mimpiku. Pria itu—pria bernama Wangso itu seolah terikat denganku. Segala hal yang ia rasakan seperti terkoneksi denganku, atau... seperti, akulah yang merasakan dan menjalani kehidupan Wangso.”             Kim Kyungho mengangguk kembali,” Apa yang kau hilangkan?”             Junso mengangkat bahu seolah tidak mengetahui jawaban pertanyaan sederhana tersebut, namun tidak lama kemudian Junso tertegun seolah menemukan jawaban. Ia menatap Lee Kyungho dengan yakin.             “ Wangso kehilangan... jiwanya. Jiwa yang dibawa oleh gadis itu bersamanya. Gadis itu membawa jiwa dan kehidupannya.”             “ Wangso?”             “ Ya, Wangso. Pria itu...”             “ Baiklah, Jeon Junso. Kutanya kembali. Apakah gadis itu yang membawa jiwa Wangso atau jiwa-mu yang dibawa olehnya? Apakah Wangso yang kehilangan separuh kehidupannya atau dirimu yang kehilangan separuh kehidupan—hati dan jiwamu?”             Junso tertegun.             Wangso? Atau dirinya?             Mengapa kini ia tidak yakin atas jawabannya sendiri?             “ Aku tidak yakin, Kyungho ssi. “ ujarnya pelan. Ia tidak ingin mengakui bahwa dirinya pun kehilangan jiwa dan hatinya karena gadis itu. Gadis yang belum pernah ia jumpai.             Kyungho tersenyum sekilas dan beranjak dari sofa kemudian beralih menuju mesin kopi yang terletak di sudut kantornya. Pria itu menuangkan kopi panas ke dalam cangkir dan menaruh sedikit gula dan mengaduknya,  sementara itu ia mengambil satu kantong teh hijau yang ditaruhnya ke dalam cangkir berisi air panas, dan berjalan menghampiri Junso. “ Bagaimana jika itu bukanlah mimpi?” ucapnya retorik seraya menawarkan cangkir teh kesukaan Junso.             “ Lalu?”             Kyungho mendeham pelan, “ Ya, itu bukanlah mimpi tapi kenangan.  Kenangan yang muncul dari jiwa identik yang terluka. Kenangan Wangso adalah kenangan dirimu, Junso ssi.  Wangso adalah dirimu dan dirimu adalah Wangso, oleh sebab itu kalian berdua terikat dalam satu kenangan yang terjaga. Kenangan yang terjaga itulah muncul sebagai mimpi. “             Junso mengernyitkan dahi dan menghabiskan kopi yang sedikit lagi untuk membantunya mencerna informasi Lee Kyungho. Sekeras apapun otak jeniusnya, dirinya tidak dapat mencerna informasi tersebut. Bagaimana mungkin ia dan Wangso sama?             “ Junso ssi, apakah dirimu menyakini adanya reinkarnasi?” **             Midnight Summer Club house    
Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Theangely #1
Chapter 2: Waaaa... kerennn!!! Ga sabar buat chapter berikutnya
sierraimoet #2
Chapter 2: Dun dun dun...
Apa tuh? Percakapan dengan hantu dari masa lalu ya? Atau ada yang lain?
Dan akhirnya mereka bertemu.
ggexotica #3
Chapter 1: SUKKAAAAAH!!!!
IUkekeke #4
Chapter 1: Waiting for ur update. Its interesting keke
sierraimoet #5
Chapter 1: Ga bisa move on... Ga bisa move on (say it happily)
Wah ga nyangka akan ad yg nulis fan fic MLSHR pakai bahasa Indonesia dan di post di sini.

Tetap semangat! Bakal ttp nunggu kelanjutan nih cerita.
IUkekeke #6
Waiting for your updates !!! Yey sama masih blm moveon . Nonton ulang lagi. Haha