Kedua

I Don’t Mind the Pain

Jeon Jeonghyun mendengus kesal saat melihat sepatu adiknya yang tergeletak di depan pintu. Ia sangat kesal karena ketidakrapihan adiknya sama sekali tidak berubah, bahkan setelah ia masuk ke sekolah menengah atas. "Kau seharusnya bisa menata barangmu dengan baik. Kau bahkan tidak mengembalikan dobok yang kau pinjam kemarin," Mendengar tidak ada jawaban dari adiknya, Jeonghyun dengan paksa membuka pintu kamar adiknya. Saat melihat adiknya tergeletak di lantai dengan tatapan mata seperti orang kesurupan, Jeonghyung sempat khawatir. Tapi, saat ia memperhatikan gerak nafasnya masih normal, Jeonghyun kembali mengomel. “Guk, dengar, kau harus menjaga barangmu dengan baik, jangan sampai tercecer-”

"Aaargh! Aku mengerti! Aku akan menjaga barangku dengan baik, aku akan menjaga barangku dengan baik!!"

Mendengar adiknya menjawab dengan berteriak, Jeonghyun cukup kesal, tapi semakin khawatir juga. Pasalnya, berteriak di dalam rumah buka kebiasaan ‘normal’ Jeon Jeongguk. Sebagai keluarga pemilik dan pengelola dojang taekwondo nomor satu di Busan, tentunya keluarga Jeon mengamalkan prinsip taekwondo dengan baik, termasuk penghormatan kepada seorang seonbae.

"Kau berteriak?" Jeonghyun memelototi adiknya yang masih terkulai di lantai. "Dasar bocah. Bahkan sepatumu, kemeja sekolah, dasi, semua tercecer di lantai, apanya yang 'menjaga barang dengan baik' huh?" Kali ini Jeonghyun memungut kemeja Jeongguk dan melemparkannya ke wajah adiknya.

"Tapi hyung, aku benar-benar tidak salah hyung. Barangku berada di tempatnya dan dia yang... aaargghhh!" Jeongguk rasanya ingin menangis kalau mengingat bagaimana tadi siang di sekolah ia sudah membiarkan barangnya diremas begitu saja oleh orang yang tidak ia kenal.

Melihat adiknya seperti kesetanan, Jeonghyun hanya menggelengkan kepalanya dan mengambil dobok miliknya yang ia temukan di sudut kamar Jeongguk. Adiknya memang sempat meminjamnya karena dobok miliknya sudah terlalu kecil.

"Berhenti merengek seperti anak kecil. Ayah-maksudku dojoo-nim sudah menunggu di dojang. Kau tidak mau dapat hukuman dari dojoo-nim, kan?" Jeonghyun baru akan meninggalkan Jeongguk saat ia melihat tidak ada respon dari akhirnya. Makanya, ia tidak menahan dir dan memberikan omelan terakhir dengan sedikit afirmasi, "Cepat urus barangmu, Jeon Jeongguk!"

Barangmu.

Barangmu.

Ba-

rang

mu.

Kata itu terus bergema di kepala Jeongguk. Sialnya, yang terus terdengar malah suara laki-laki berkulit gelap mesum sialan yang sudah meremas barangnya pagi tadi. Harus Jeongguk akui, remasan itu membuat tubuhnya aneh karena... karena bahkan segera setelah kejadian itu, Jeongguk harus mengatasinya ketegangan itu di toilet. Ia sendiri tidak bisa memaafkan dirinya yang sudah melakukan hal memalukan di toilet sekolah. Untungnya ia melakukannya saat situasi sedang sepi, jadi tidak akan ada seorangpun yang mendengar lenguhannya. Well, soal itu, Jeongguk sendiri tidak bisa menjamin karena ternyata laki-laki berkulit gelap itu malah berada di luar toilet dengan posisi berlutut. Rentetan kejadian siang tadi membuat Jeongguk berkontemplasi soal dosanya di kehidupan sebelumnya sampai-sampai ia harus mengalami kenistaan itu.

Aih. Dipikir-pikir, jari lentik laki-laki itu juga panjang. Mungkin akan lebih enak kalau-tunggu, kenapa Jeongguk jadi berpikir seperti ini, Ya Tuhan. Jeongguk terus menggelengkan kepalanya dan membanting kepalanya ke lantai, berharap ia bisa menghilangkan ingatan memalukan itu dan membersihkan kepalanya dari kenistaan dan kemesuman yang ada.

Besok, Jeongguk akan meminta ibunya membuatkan bekal agar ia tidak perlu ke kantin. Ya. Tidak hanya besok. Sampai sisa waktunya di sekolah, Jeongguk tidak akan pernah pergi ke kantin lagi. Selamanya, ia tidak akan pernah mau bertemu lagi dengan laki-laki yang merebut kejantanannya itu.

.

.

.

"Sungguh. Aku benar-benar berlutut di depan anak itu. Suuungguh, sungguh!" Taehyung mengatakannya dengan rengekan karena kesal. Bahkan, sahabatnya sendiri, Park Jimin, terus bertanya soal kenapa Taehyung terlihat utuh setelah meminta maaf kepada Jeon Jeongguk.

"Dan dia membiarkanmu tanpa sedikitpun lebam? Dia bahkan bisa membuat seorang sunbae patah tulang dan dirawat seminggu di rumah sakit. Ia bahkan harus di gips selama dua bulan. Mana mungkin aku bisa langsung percaya?" Jimin bersikeras meyakinkan Taehyung soal reputasi kekejaman Jeongguk yang tidak terbantahkan.

"Aku bahkan mulai meragukannya. Kurasa ia terlihat cukup wajar dan imut. Suaranya juga, lembut, yeah, walau sorot matanya memang seperti mau membunuh orang," aku Taehyung. Pengakuannya membuat Jimin memandang Taehyung seolah ia adalah orang tidak waras.

"Kau sakit, kau jelas sakit. Astaga. Kuharap tidak ada mata-mata Jeongguk yang mendengar keraguanmu soal kekejamannya. Jangan sampai Jeongguk membuktikannya dengan langsung menghajarmu," canda Jimin.

"Aish. Kau ini teman macam apa? Inikah balasannya? Bahkan aku sampai meremas barangnya pun karena aku mengira itu roti stroberimu," pengakuan Taehyung membuat mata Jimin terbelalak sebelum ekspresi jijik tergambar di wajahnya. "Euh. Mulai saat ini aku tidak akan memakan roti stroberi lagi," gumaman Jimin membuat Taehyung tertawa lepas.

"Omong-omong, mulai besok aku tidak akan pergi ke kafetaria lagi. Rasanya, aku akan meminta kakak sepupuku membuatkan bekal saja, Jim," Taehyung menghela nafas. "Aku akan menghabiskan sisa waktuku di sekolah dengan menjadi penyendiri di atap sekolah. Ketimbang harus mengambil resiko bisa bertemu dengan Jeon Jeongguk lagi,"  Taehyung mengucapkan itu dengan dramatis sampai membuat Jimin memukul kepalanya dengan buku kamus bahasa Inggris yang tebal.

"Sudah kubilang, di atap ada hantu. Kau lebih suka ketemu hantu?"

"Well, setidaknya itu lebih baik daripada bertemu lagi dengan Jeon Jeongguk. Bisa jadi besok dia berubah pikiran dan dia menyerbu kelas di jam istirahat untuk menghajarku," jawaban itu membuat Jimin tersadar dan ia pun mengiyakan.

.

.

.

Esoknya, seketika setelah bel tanda istirahat berbunyi, Taehyung segera pamit kepada Park Jimin dan bergegas pergi ke atap. Sebelumnya, Park Jimin sempat mempertanyakan keyakinannya dan mengatakan kalimat terakhir "aku tidak akan tanggung jawab soal apa yang akan terjadi padamu di sana, senang mengenalmu, Kim," dan mungkin Taehyung akan mempertimbangkan untuk memutus ikatan pertemanan mereka yang cukup singkat itu.

Setibanya di anak tangga pertama, Taehyung sempat berpikir untuk kembali ke kelas dan merengek pada Park Jimin untuk menemaninya. Tapi, mengingat ini semua murni kesalahannya, Taehyung sekali lagi membulatkan tekadnya untuk melangkah. Yeah, asalkan ia tidak menghitung anak tangganya, ia tidak akan melihat hantu, kan?

Tapi, semakin Taehyung memerintahkan kepalanya untuk tidak menghitung, suara-suara hitungan anak tangga malah semakin jelas terdengar. Hal itu juga yang membuat Taehyung semakin takut dan berlari kencang. Ia bahkan sengaja melangkah dan melewati beberapa anak tangga sekaligus agar kutukannya tidak berlaku. "Aaih, tolong beri aku kedamaian. Permisi, permisi, permisi, numpang lewat," Taehyung awalnya mengucap dalam hati, tapi lama kelamaan ia lafalkan itu seperti mantra untuk membuatnya sedikit lebih berani. Sampai di anak tangga terakhir, Taehyung dengan segera membuka pintu ke atap dan bernafas lega karena ia tidak menemukan sosok hantu dalam wujud apapun. Yeah, setidaknya ia bisa menghabiskan bekal buatan Seokjin-hyung dengan tenang.

Matahari yang bersinar terik di atap membuat Taehyung berusaha mencari tempat teduh. Matanya menangkap sebuah bangunan yang tampaknya adalah tempat pemantau pembangkit listrik tenaga surya yang memang ada di atap sekolah. Ia melangkahkan kakinya untuk berlindung di bayangan bangunan itu. Well, perfect. Setidaknya, ia tidak perlu makan siang di bawah sinar matahari langsung atau kulitnya akan bertambah gelap.

Semua berjalan dengan baik sampai setengah bekalnya habis. Saat itu Taehyung mendengar suara pintu atap terbuka dan jantung Taehyung mendadak berdetak kencang, amat kencang. Ia mengutuk pada makhluk apapun itu dan berharap hantu itu tidak akan mengagetkan Taehyung secara tiba-tiba. Taehyung bahkan baru mengingat fakta kalau ia lahir dengan sebuah keadaan jantung yang lemah. Kaget sedikit saja, ia bisa hilang kesadaran atau malah mati. Oh God. Kenapa Taehyung begitu bodoh sampai ia lupa soal tubuhnya sendiri? Kalau begini, bahkan ditinju oleh Jeon Jeongguk di kelas terdengar lebih baik daripada mati jantungan di atap.

Taehyung segera mempercepat makannya dan menutup kotak bekalnya yang masih tersisa sedikit. Dalam batinnya kembali terjadi perdebatan karena ia merasa kalau situasi ini sangat amat janggal. Bagaimana mungkin pintu terbuka dan kembali menutup tapi tidak ada suara langkah kaki? Ia bahkan tidak melihat tanda-tanda seperti bayangan atau suara nafas. Ini jelas bukan manusia.

Taehyung berusaha menenangkan dirinya. Pikirannya sibuk memperhitungkan soal jarak dan kecepatan serta kemampuannya lari dari makhluk apapun yang ada di atap bersamanya saat itu. Urgensi untuk lari semakin tinggi saat Taehyung melihat kepulan asap berwarna putih yang amat jelas. Sial. Ia bahkan bisa mencium wangi manis. Pepermint? Vanilla? Lavender? Apapun itu, jantung Taehyung semakin berdebar kencang karena pekat asap itu semakin terlihat.

Taehyung berusaha menahan nafas. Dari berbagai film tentang hantu yang ia tonton saat masih kecil, sepengetahuannya, hantu tidak akan menyadari eksistensinya kalau ia tidak bernafas. Tapi, ekspektasinya segera terbantahkan karena Taehyung mendengar langkah seperti terseret yang semakin mendekat. Tidak. Kalau itu gwishin, seharusnya Taehyung tidak bisa mendengar suara langkah kaki. Atau itu zombie? Tapi kalau itu zombie seharusnya baunya tidak semanis ini. Oh God. Taehyung panik dan ia mulai merasakan tubuhnya melemas karena sedari tadi ia sudah menahan nafasnya.

Taehyung berusaha menutup mata, meskipun itu tidak mengubah apapun. Bersamaan dengan debaran jantung yang semakin menjadi, Taehyung juga mendengar seretan langkah kaki itu yang semakin terdengar mendekat. Tekanan dan urgensi untuk bernafas membuat Taehyung mengambil nafas panjang yang langsung ia sesali karena bau campuran pepermint, lavender dan vanilla itu seolah memenuhi rongga pernafasannya. Bahkan, kali ini rasanya sangat kentara seolah menandakan kalau gwishin itu sudah berada dalam jangkauan untuk menerkam Taehyung.

Terkutuklah muskulus levator palpebra superior yang mengatur kelopak mata Taehyung sehingga ia malah membuka matanya tepat ketika kaki gwishin itu berada di hadapannya. Taehyung tidak bisa menahan diri untuk tidak berteriak karena—benar seperti kata Park Jimin— gwishin penunggu atap adalah seorang laki-laki.

"YAH! YAH! Astaga jangan berteriak!" Taehyung yang mendengar suara gwishin itu eperti tidak asing akhirnya memberanikan diri untuk menatap wajahnya. Menyadari kalau itu bukan gwishin membuat Taehyung berhenti berteriak. Aih, ternyata, itu hanya Jeon Jeongguk.

Tunggu.

Jeon Jeongguk?

"Aaaaaaaaargghhhhhh!" Sekali lagi, Taehyung kembali berteriak dan kali ini tangan Jeongguk dengan sigap membekap mulut Taehyung. Membuat teriakan kencang itu teredam. Dalam hatinya, Jeongguk mengutuk karena dari semua manusia dan makhluk astral yang ada di dunia ini, ia malah dipertemukan kembali—secara aneh—dengan orang yang paling ia hindari. Great.

Tapi ada yang aneh.

Tunggu, Jeongguk tidak merasakan hembusan nafas dari hidung Taehyung. Apa sunbarnya ini menahan nafas sedari tadi? Tapi kenapa? Jeongguk sendiri lupa kalau ia masih membekap mulut Taehyung. Jeongguk baru akan melepaskan tangannya saat ia melihat kelopak mata Taehyung perlahan menutup dan tidak sampai beberapa detik hingga pemuda itu terkulai lemas.

Jadi,

Apa baru saja Jeon Jeongguk (tidak sengaja) membunuh orang?

Jeongguk segera bangkit dan bermaksud untuk meninggalkan (mayat) Taehyung. Ini di atap dan tidak ada cctv yang merekam perbuatannya. Kalau ia tetap diam, seharusnya Jeongguk bisa terlepas dari hukuman berat yang dapat menjeratnya. Ya, Jeongguk hanya perlu menutup mulut dan berpura-pura tidak mengetahui soal (kematian) Taehyung.

Tapi, saat Jeongguk mendongak ke atas langit ia melihat ke arah awan yang secara dramatis menutup sebagian matahari. Apa kata arwah para leluhurnya nanti? Para pemuka dojang keluarga Jeon yang telah mendahului mereka pasti akan malu dan tidak akan mengakui Jeongguk sebagai keturunan mereka kalau sampai Jeongguk tidak bertanggung jawab atas perbuatannya. God.

Baiklah.

Dengan sedikit terpaksa, akhirnya Jeongguk mendekati (mayat) Taehyung untuk memastikan kalau jantungnya benar-benar berhenti. Well, setidaknya, kalau mengingat umurnya yang masih di bawah 18 tahun, Jeongguk tidak akan sampai dihukum mati kalau kelak terbukti melakukan pembunuhan.

Tangan Jeongguk mencoba mencari debaran jantung yang tersisa di pergelangan tangan Taehyung sementara tangannya yang lain mencari di dadanya. Jeongguk sedikit tersipu saat menyadari kalau kemeja tipis Taehyung membuatnya bisa seolah langsung merasakan lembutnya kulit Taehyung di balik helai kain itu.

Dan akhirnya, inderanya menangkap samar debaran. Tapi, tidak ada nafas yang terproses di tubuh Taehyung. Seketika, Jeongguk mengalami kepanikan. Ia segera membuka mesin pencari di telepon pintarnya dan mencari 'cara menyelamatkan pasien yang tidak bernafas' sampai ia menemukan sebuah artikel dengan judul "Cara Memberi Nafas Buatan".

Sungguh?

Jeongguk berkontemplasi sebelum melakukan itu. Ia berniat untuk membawa Taehyung ke ruang kesehatan tanpa melakukan itu saat matanya menangkap beberapa pernyataan mengejutkan di artikel itu. 1) Apabila karena suatu hal seseorang tidak dapat bernafas, ia akan kekurangan zat asam. 2) Apabila dalam waktu 5 menit  ia tidak mendapatkan zat asam, maka sel-sel otaknya akan mengalami kerusakan total......yang berujung kepada kelumpuhan atau kematian.

GOD.

Berapa jarak ke ruang kesehatan?

Mustahil ia bisa membawa laki-laki ini dalam waktu 5 menit. Lagipula, guru piket kesehatan yang super galak itu pasti akan membunuhnya lebih dulu mendahuli laki-laki ini nantinya. Maka, dengan melihat tutorial singkat itu, Jeongguk memberanikan diri untuk memberikan nafas buatan.

Untuk pertama kalinya.

Kepada seorang laki-laki.

Yang sebelumnya telah melakukan pelecehan seksual kepadanya.

Entah kenapa, Jeongguk jadi mempertanyakan keadilan Tuhan.

.

.

.

 

[tbc]

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet