chapter 2

Reflection
Please Subscribe to read the full chapter

Pagi ini aku dan Hoya berencana bertukar tempat pada jam pelajaran pertama dan akan kembali menjadi diri kami masing-masing di pelajaran berikutnya. Jujur aku sedikit tegang karena ini pertama kalinya kami melakukan penukaran tempat. Selama perjalanan menuju kelas aku terus menerus berdoa dalam hati agar tak ada yang menyadarinya.

’Ok...aku tinggal masuk ke dalam. Duduk. Berpura-pura menjadi Hoya. Keluar. Kembali menjadi Howon. Ayo Howon, ini tidak sulit.’ Lirihku memberi semangat dalam hati.

Satu hal yang aku lupakan untuk strategi ini; tempat duduk Hoya atau setidaknya nama teman sebangku Hoya. Namun kembali ke kelasku untuk menanyakannya pada Hoya akan terlalu beresiko. Maka aku putuskan untuk masuk ke dalam kelas dan mencari bangku yang kosong.

”Pagi Hoya!” sapa seorang namja mengejutkanku.

”Hah... Ah...pagi!” jawabku terbata karena rasa kaget. Wah...senyuman namja ini membuatku ingin ikut tersenyum juga. Sejenak aku lupa bahwa aku kini tengah mencari bangku Hoya.

”Hei...kok diam saja?! Sini, duduklah!” ucap namja itu kembali.

”Kau sebangku dengan Hoya?” tanyaku. ’Aduh...bodoh, kenapa aku menyebut namanya seolah aku ini bukan Hoya.’ ”Ma...maksudku, kau sebangku denganku?” ucapku cepat sebelum namja ini merasa aneh.

”Hahahahahaha....ada apa denganmu Hoya?! Pagi ini kau terasa aneh. Haruskah aku menjawab pertanyaanmu?”

”Tidak. Tidak perlu! Tawamu sudah menjawab pertanyaanku.”

”Kau marah? Hahahahaha..... Maaf...maaf... Iya, kau sebangku denganku. Kemarin kan kita mengambil kertas undian yang berisi nama teman sekelas. Kebetulan kau sebangku denganku.”

”Iya, aku mengingatnya kok. Aku hanya mentesmu saja. Bagus kalau kau juga ingat.” Ucapku dengan sok yakin.

***

’Bagus. Satu lagi yang aku lupa tanyakan pada Hoya adalah keberadaan buku paket pelajaran hari ini. Hoya bukan anak pelupa, tetapi kenapa buku itu tidak ada di tasnya. Aduh...bagaimana ini?!’

Jujur saat ini aku sangat tegang. Takut ada saat di mana guru menanyakan soal di buku paket. Ketika aku sedang merasa tegang dan ketakutan, tiba-tiba teman sebangku Hoya menyimpan buku paketnya di antara kami. Tanpa berkata apa-apa, ia tetap memandang lurus ke depan.

”Terima kasih.” Ucapku.

”Hoya, jangan berisik! Apa ada yang ingin kau tanyakan?” suara guru membuatku terkejut.

”Ah...tidak...tidak... Maaf.” Jawabku dan dilanjutkan dengan aksi menunduk menunjukkan bahwa aku benar-benar merasa bersalah.

Selang beberapa saat tanganku diketuk menggunakan pensil dan ketika aku mengarahkan pandanganku sudah ada tulisan kecil di sudut buku.

Guru ini memang galak. Sebaiknya bila ingin berkomunikasi kita menulisnya di buku.

Awalnya aku sempat bingung. Antara menjawab pernyataannya atau tidak. Setelah berpikir beberapa saat akhirnya aku memutuskan untuk ikut menulis di buku paketnya.

H: Terima kasih sudah berbagi buku denganku.

Tak masalah. Kita kan teman sebangku.

H: Bukumu jadi penuh dengan tulisan.

Hehehehe...gampang, nanti bisa ku hapus.

H: Kau tak memperhatikan ke depan?

Pelajaran ini membosankan. Daritadi aku mengantuk. Kau sendiri tidak memperhatikan?

H: Hehehe...aku lebi

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
rhe3a_1891 #1
Chapter 1: Seru nh kyakny ... Hoya-howon kembar ... Update hwaiting ...