Mental Brakdown #2

Evanesce

 

06.00 am

 

            Tak biasa memang untukku sudah berada dibus ketika jarum jam menunjukkan pukul 6 pagi. Ini terlalu pagi untuk siswa pindahan pembuat onar layaknya Jang Jaehyun. tapi, hal ini harus kulakukan untuk memastikan jika aku membidik orang yang tepat. Hari ini tepat hari ke-4 aku memasuki sekolah aneh bernama haneul(read:surga) meski pada kenyataannya sudah seperti neraka ditengah kota Seoul. 2 hari sebelumnya kuhabiskan untuk membuntuti ah, tepatnya menyelidiki kebiasaan Kim Jiwon. mulai dari sekolah hingga luar sekolah. Tapi yang kudapat hanyalah hal  - hal biasa seperti kekamar mandi, mengumpulkan tugas keruang guru, berdiam diri diatap. Hanya saja hal yang terlihat signifikan adalah Kim Jiwon sudah tak pernah lagi mengunjungi perpustakaan dan juga tak pernah bergaul dengan siapapun kecuali bersama pria kurus yang aku tak tahu siapa namanya. Bahkan semenjak aku melihatnya begitu marah pada Jin Seyeon saat itu, aku tak pernah lagi melihatnya bersama Lee Donghae dan Yoon Sohee.

            Sedangkan untuk kegiatan luar sekolah, tak ada yang menarik. Gadis itu hanya berdiam diri dirumah, lalu mengunjungi minimarket terdekat untuk membeli ramyun. Maka itu, alasan mengapa aku berangkat sepagi ini adalah untuk menyamai jam berangkat Kim Jiwon. aku ingin tahu apa yang ia lakukan ketika berangkat sekolah.

            Aku menempelkan kepala pada jendela bus, menatap jalanan Seoul dengan kedua mata lelah-setengah mengantuk. Uap tanda kantukku keluar begitu saja, mengimbangi laju bus yang sebenarnya sedikit tidak beraturan. Bahkan berkali – kali aku hampir menabrak kursi dihadapanku karena sang sopir menekan pedal rem secara mendadak.

 

CITT

 

            “Akh.” Akhirnya kepalaku membentur kursi juga. Sial, terbentur kursi bus ternyata lebih sakit dari yang kubayangkan. Tanganku terangkat mengelus kening, mendecak kesal karena tubuh lemahku tak bisa seimbang seperti sebelumnya.

            “Aish, ahjussi! Bisa menyetir tidak, huh?!” Suara pria paruh baya yang duduk dikursi seberangku terdengar begitu ketus dan kesal. Aku mengangguk dua kali, menyetujui ucapan pria paruh baya itu.

            “Arasseumnida, maaf.” Sopir bus itu membalas dengan berteriak dan juga nada yang sungguh aku benci. Karena ia sudah kentara jelas jika salah tapi masih bisa bersikap santai tanpa mau meminta maaf secara tulus.

            Setelah meneriakkan permintaan maaf yang semakin memicu kekesalan, sopir bus yang tampangnya seperti habis minum alkohol itu membuka pintu bus. Dan disaat itu pula, tubuhku sempurna menegak. Gadis yang sejak tadi kunanti kedatangannya, akhirnya muncul. Dia, Kim Jiwon.

            Gadis itu memakai earphone dikedua telinga, menempelkan kartu lalu berjalan kearahku untuk mencari tempat duduk. Aku segera mengalihkan pandangan kearah jendela lagi, tak mau membuatnya curiga. Wajahku kubuat sama datar sepertinya.

            Secara mengejutkan Kim Jiwon memilih duduk disampingku dari sekian banyak kursi kosong yang berada dibus ini. Bisa kulihat dari ekor mata, kini ia memainkan ipad-nya. Entah apa maksud gadis ini duduk disini, aku tidak tahu.

            Bus mulai melaju, namun kini tak sebrutal sebelumnya. Syukurlah, kepalaku tidak akan berpotensi terbentur lagi. diam – diam aku menoleh kearahnya, gadis itu masih terlihat memasuki dunianya sendiri. Seolah dunianya ada didalam layar ipad itu. bola mataku turun kebawah, senyuman miringku terulas tanpa suara. Dunia didalam ipad Kim Jiwon yang sepertinya tak dapat disentuh oleh siapapun adalah, webtoon. Oh, betapa sederhananya pemikiran gadis ini.

            “Kau...” Alisku terangkat ketika tiba – tiba ia berucap seperti itu. jemarinya berhenti bergerak untuk menscroll down layarnya. Aku menatapnya dengan bingung, apa dia berbicara denganku?

            Ia mematikan layar ipad, membuka earphone sebelum menggantungkan dileher. Kemudian menatapku dengan wajah tanpa ekspresi. “Sebenarnya kau siapa?” ia melanjutkan ucapannya dengan nada tanpa irama sama sekali.

            “Aku?” aku menunjuk diri sendiri, memasang tampang bodoh khas seorang Jang Jaehyun.

            “Kenapa kau mengikutiku sejak 2 hari yang lalu?” Jiwon kembali melontarkan pertanyaan tanpa basa -  basi dengan nada yang sama. Aku mendecih sebelum tertawa kasar.

            “Ya! jangan sembarangan menuduh orang seperti itu! Tch, sepertinya kau tipikal gadis yang terlalu jauh membayangkan hal – hal seperti didalam drama ketika seorang pria tampan sepertiku berada disekitarmu, ya? bagaimana ini? kau salah besar, nona. Aku tidak mengikutimu.”

            Gadis itu terdiam cukup lama sebelum menghela napas panjang. “Aku melihatmu ketika aku membeli ramyun dimini market, juga melihatmu ketika kau diam – diam membuntutiku pulang kerumah. Berhenti menyangkal seperti orang bodoh!” wajahnya masih sama tak berekspresi,  meskipun kedua matanya tengah menatapku penuh emosi. Seingatku  2 hari kemarin aku sangat berhati – hati melakukan penyelidikan. Bagaimana bisa gadis ini tahu?

            “Tch, sepertinya kau salah orang, nona! Aku... ani, seharusnya aku yang mencurigaimu. Mengapa memilih kursi ini ketika masih banyak kursi kosong lain, huh? Ah... apa mungkin kau ingin berkenalan denganku? Maaf saja, meski aku tampan tapi aku tidak suka gadis narsis sepertimu.”

            Tawa pendeknya keluar bersamaan dengan segaris senyuman miring mengerikan, hanya terjadi selama beberapa detik sebelum wajahnya kembali datar seperti sebelumnya. “Apa kau menyukaiku?”

            BINGO! Inilah pertanyaan yang kutunggu sejak ia menyadari kehadiranku ketika membuntutinya. Kurasa jika pikiran seperti itu tertanam diotaknya akan semakin memudahkanku. “M-mwo?! A—aku... menyukaimu? Hah, kau... sepertinya kau sangat narsis, nona.” sepertinya balasanku yang meninggalkan kesan penuh kegugupan seperti itu sudah lebih dari cukup untuk meyakinkannya jika aku memang benar – benar menyukainya.

            Kim Jiwon tak menjawab, lebih memilih kembali memasang earphone-nya. Menatap lurus kedepan, menyandarkan tubuh pada kursi kemudian kembali tenggelam dalam webtoon-nya. Sesekali aku meliriknya, apa berhasil? Apa ia sudah menganggapku menyukainya? Sayang sekali, ekspresi gadis ini benar – benar sulit ditebak.

 

***

 

            Kami berjalan dengan jarak sekitar kurang dari 5 meter, kubiarkan gadis yang masih mengenakan earphone itu berjalan mendahuluiku. Tak ada hal khusus yang bisa kulakukan selain memandangi punggung Kim Jiwon. halte bus tak jauh letaknya dari sekolah, hanya menempuh waktu tidak sampai 5 menit aku sudah bisa sampai disekolah.

            “Selamat pagi, Kim Jiwon!” sapaan yang terlontar dari pria kurus yang tadinya berjalan dari arah berlawanan membuat Jiwon melepas earphone.

            Aku bisa mendengarnya membalas, “Annyeong, Eunhyuk oppa!” kemudian mereka berdua memasuki gerbang sekolah bersama – sama. Bahkan Jiwon tak menolak ketika pria kurus yang baru saja kuketahui bernama Eunhyuk itu menggantungkan tangannya dileher Jiwon.

            “oppa?” aku bergumam namun langkahku tetap bergerak menuju gerbang. Setahuku, kami berada ditahun terakhir sekolah menengah. Tapi, Kim Jiwon memanggil Eunhyuk oppa? Apa mereka ada hubungan darah atau semacamnya?

            Langkah kupercepat ketika Kim Jiwon dan Eunhyuk tak terlihat lagi, memasuki pintu gedung utama sekolah seraya mengeratkan jaket. Bulan yang bersalju telah mengucapkan selamat datang, matahari pun bersembunyi entah dibalik awan yang mana. Dan jujur saja, aku tidak suka musim dingin seperti ini. tubuhku memang kuat, namun melemah ketika terserang hawa dingin yang berlebihan.

            Langkah yang sebelumnya cepat kini kurubah tempo sedikit pelan kala melihat Kim Jiwon tengah bercakap dengan Lee Soohyuk. Ah, tak lupa juga Eunhyuk yang masih setia berada disampingnya.

            “Kau bertengkar dengan Donghae?” aku bisa dengar suara Soohyuk, penuh kecemasan khas seorang kakak.

            “Bukankah memang kami tidak pernah akur sebelumnya?” balas Jiwon setelah mengeluarkan decihan, benar – benar gadis tak sopan.        

            “Tapi tetap saja, kau tidak boleh menghindari Donghae seperti itu. dia benar – benar kacau.”

            “Dia kacau atau tidak, apa itu akan menjadi masalah untukku?” Aku bisa merasakan, juga mendapati dari ekor mata jika kini Lee Soohyuk tengah menatapku.

            “Ah, Jang Jaehyun!” langkahku berhenti, berbalik santai menatap Soohyuk dengan datar. Menunggu pria yang ternyata seumuran denganku itu bicara.

            “Kemarilah, aku perlu bantuanmu.” Aku mengangkat alis, melirik Jiwon yang menatapku dengan tatapan jangan dengarkan dia! Dan sungguh, tatapan itu semakin membuatku penasaran jika aku menerima permintaan Lee Soohyuk akan seperti apa dia.

            “Ne, seonsangnim.” Dengan langkah cepat aku sampai dihadapan Soohyuk. Pria itu mengulas senyum, kemudian mulai berucap

            “Tolong bantu Jiwon untuk mengambil persediaan buku biologi diperpustakaan dan taruh dimeja kelas 3-1.” Aku menoleh kearah Jiwon yang kini menatap Soohyuk dengan tatapan kesal.

            “Biar aku saja yang membantu Jiwon, seonsangnim.” Aku tidak tahu apa yang terjadi di kelas 3-1 nanti, tapi aku bisa melihat jika Lee Soohyuk punya rencana sendiri dengan menyuruhku membantu Jiwon menaruh buku di kelas 3-1.

            “Ani. Lebih baik kau kembali kekelasmu. Lebih efektif jika Jaehyun dan Jiwon yang melakukannya karena satu kelas, dan juga kelas 3-1 lebih dekat dengan kelas 3-2 dari pada kelasmu.” Soohyuk menatap tajam Eunhyuk, pria itu terlihat menyimpan dendam yang bukan main – main. Alih pandangan, beralih pula ekspresi Soohyuk. Ia menatapku dan Jiwon dengan senyuman tipis, “Kalian bisa ke perpustakaan sekarang.” Usai mengucapkan kalimat itu, Soohyuk menggedikkan kepalanya seraya menatap Eunhyuk. Menyuruh pria itu mengikutinya. Ekspresi Eunhyuk pun terlihat sama mengerikannya dengan Soohyuk.

            “Kau bisa menaruhnya sendiri,  kan?”

            “Mwo?” Jiwon menatapku dengan datar.

            “Kau, antar sendiri buku – buku itu kekelas 3-1. Ada yang harus kulakukan.” Gadis itu berucap dengan nada cepat namun ringan, membuatku tertawa kasar karena sikapnya yang tak punya sopan santun dan rasa bersalah  itu. Jiwon memutar bola matanya malas, kemudian berjalan  kearah Eunhyuk dan Soohyuk pergi sebelum aku mencekal tangannya.

            “Eo...diga?”  suaraku yang sebelumnya hendak meneriakinya berubah menjadi sedikit lirih ketika merasakan suhu tubuhnya yang sudah seperti patung es. Ia menarik tangannya kasar seraya menatapku kesal. “Kau sakit? tanganmu dingin sekali.” Aku tak bisa menahan diri untuk mencemaskannya, karena tangan itu dingin sekali. Dan dengan bodohnya gadis ini tak memakai jaket.

            Kim Jiwon menyaku tangan kedalam almamater, “urus dirimu sendiri!” tukasnya tajam.

            Aku menghela napas dalam, mengambil persediaan hotpack disaku dalam jaketku. Menarik tangannya keluar dari kedua saku almamaternya, kemudian memasukkan masing – masing hotpack-ku kedalam sana.

            “Cuaca sangat dingin tapi kau tak memakai jaket. Tch, kau pikir kulitmu terbuat dari baja?” Jiwon hanya terdiam, menatapku dengan tatapan yang berbeda dari sebelumnya. Aku berdehem pelan, mengusir kecanggungan yang tiba – tiba menerpa. “Kajja! Kau tidak akan membiarkanku sendirian mengantar buku – buku yang sangat banyak itu, kan? Aku percaya kau gadis yang selalu menepati janji.” Lanjutku, kemudian segera berjalan mendahuluinya.

Satu langkah, aku tidak mendengar ia mengikutiku. Dua langkah, masih sunyi. Hingga langkah ketiga, aku bisa mendengar suara langkah kakinya yang berjalan cepat agar bisa sejajar denganku. Aku menoleh kearahnya seraya tersenyum kecil. Raut wajah Kim Jiwon masih saja datar dan tak tertebak. Baiklah, satu hal yang bisa kusimpulkan disini adalah Kim Jiwon tidak semengerikan itu. ia masih punya hati nurani.

 

***

 

            “Apa tidak apa membawa buku sebanyak itu? berikan padaku sebagian!”

            Aku menurunkan kedua tanganku yang sudah penuh oleh tumpukkan buku agar ia bisa menaruh diatasnya. Namun ia hanya mendorong pelan  tanganku dengan tumpukan bukunya, seraya menggeleng acuh tanpa menghentikkan langkahnya. Aku tertawa kecil, berjalan disampingnya.

            “Soal mengapa aku mengikutimu, benar! Karena aku memang menyukaimu. Jadi mulai sekarang kau harus mempersiapkan diri mendapat perhatian lebih dariku, hm?!”

            “Lakukan sesukamu.” Tukasnya singkat, benar – benar tak ada ekspresi apapun dari wajahnya. Bukankah biasanya disaat seperti ini seorang gadis normal akan memasang wajah malu – malu mau-nya? Bukan sombong, tapi aku cukup popular dikampus.

            Tubuh gadis itu tertegun tiba – tiba ketika kami sudah berada diambang pintu, kedua matanya menatap kearah dalam kelas 3-1 dengan wajah tegang. Aku pun mengikuti tatapannya, menarik alisku keatas saat menemukan Lee Donghae yang juga tengah memandang Sam RinWon. Pria itu duduk dibangku nomer 3 dari depan, paling dekat dengan jendela.

            “Ada apa dengan situasi ini? kau tidak masuk?” Aku bertanya seraya memasuki kelas, menaruh tumpukan buku diatas meja guru. Berbalik, menghela napas panjang menyadari RinWon masih saja berdiam diri diambang pintu. Tanpa bicara aku mengambil alih buku – buku itu hingga ia menatapku dengan kedua mata melebar. Kudekatkan wajahku padanya  hingga hanya sejengkal tangan, aku tidak merasakan hembusan napasnya sama sekali. Apa ia gugup sampai tidak bisa bernapas? Tch, ternyata seorang Sam RinWon bisa gugup juga.

            “Kenapa kau suka sekali terdiam di ambang pintu, huh? Tanganmu tidak sakit?” Aku mengulas senyuman miring sebentar kemudian menarik diri menjauh darinya, membalikkan badan dan satu pemandangan mengejutkan terlihat. Hampir saja aku melemparkan buku – buku ini didepan wajah Lee Donghae yang tiba – tiba berdiri didepanku. Entah kapan ia berjalan kesini, aku tidak mendengar langkahnya sama sekali. Pria itu menatapku tajam, seolah ingin memakanku hidup – hidup. Ada apa dengan pria ini?

            “Wae?  ingin mengatakan sesuatu?” wajahnya semakin mengeras ketika aku melontarkan pertanyaan ringan. Kepalan tangannya terlihat terkepal kuat, begitu pun dengan langkahnya yang maju selangkah mendekatiku.

            “Lee Donghae!” aku menoleh kebelakang, menatap RinWon yang kini menatap Donghae dengan waspada. “Kita bicara.” Lanjut gadis itu kemudian meninggalkan kelas. Begitu pun dengan Donghae yang tanpa basa – basi mengikuti langkah RinWon.

            Kedua kelopak mataku berkedip bingung, secepat mungkin menaruh tumpukan buku diatas meja kemudian berjalan cepat guna mengekori kemana kedua orang itu pergi. Tapi lorong terlihat begitu sepi, tak ada aktivitas apapun. Kepalaku menggeleng, mereka benar – benar cepat. “Ada apa dengan semua orang disini? Ck!”

 

***

 

            Suara kegaduhan kantin ketika jam makan siang berlangsung seolah sebuah  lagu sambutan ketika aku baru saja memasuki ruangan berbau sedap ini. Aku mengelilingi kantin dengan kedua mataku, senyuman kecilku terulas ketika menatap Sam RinWon yang kembali duduk ditempat itu sendirian. Tatapanku berpindah kearah Jongdae dan Jong in, dua orang sahabat yang mempunyai nama hampir sama itu menatapku dengan senyuman. Apalagi Jongdae yang sudah melambaikan tangan seraya menunjuk makanan yang sudah ia ambilkan untukku. sungguh teman yang pengertian.

            Aku berjalan kearah mereka, mengambil piring yang berisi makanan kemudian kembali berjalan menuju kearah Sam RinWon setelah berterima kasih pada Jongdae. “Aku boleh duduk disini, kan?” RinWon hanya menatapku datar sejenak sebelum kembali melanjutkan memakan makanannya. “Aku anggap itu suatu persetujuan.” Aku duduk dihadapannya, mulai memakan makananku tanpa suara seraya sesekali menatapnya.

            “Oh, siapa ini?” aku mendongak, menemukan pria kurus-ah, maksudku Hyukjae yang kini menatapku heran meskipun ia masih menarik kursi disampingku. “RinWon-ah, kau mengenalnya?” kembali Hyukjae bertanya.

            “Aku Jang Jaehyun.” tukasku karena RinWon tak kunjung menjawab.

            “Ah... Jang Jaehyun? aku Lee Hyukjae.”

            “Kenapa pria ini duduk disini?” gerakanku yang hendak memasukkan potongan bawang kedalam mulut terhenti ketika mendengar suara orang lain lagi. astaga, tidak bisakah mereka membiarkanku makan dengan tenang?

            Aku mengulas senyum, menatap Lee Donghae yang sudah mengambil tempat disamping RinWon dengan tatapan bersahabat. Tak peduli jika ia masih menatapku setajam itu. “Aku  Jang  Jaehyun, jika kau ingin tahu juga.”

            “Aku tidak peduli siapa kau, tapi untuk apa kau disini?”

            “Donghae-ya, sudahlah makan saja, hm?” ujar Hyukjae menyuruh Donghae segera memakan makan siangnya dengan raut wajah memelas. Lee Donghae akhirnya menyerah, memakan makanannya tanpa suara. Aku pun begitu meski kini nafsu makanku tak sebaik sebelumnya.

            “Kenapa tidak dimakan bawangnya? Kau tipe pilih – pilih makanan, ya?” aku tak bisa menahan pertanyaan ketika melihat RinWon yang seringkali menyingkirkan bawang dari nasinya.

            “Itu bau.” Singkatnya, namun tak lama kemudian ia menghentikkan gerakannya. Menatapku dengan tatapan datar seperti sebelumnya, “Dan juga, sebenarnkenapa kau duduk disini? Berhenti menanyakan hal tidak penting jika ingin terus menerus duduk disini. Mengerti?”

            Aku mengulas senyuman manis, “Karena kau sudah tahu jika aku menyukaimu, bukankah sudah kubilang untuk mempersiapkan diri, hm?”

            Ia hanya mendecih, lalu melanjutkan memakan makanannya dengan acuh. “Mwo?! kau menyukainya?” pertanyaan dingin dari Donghae membuatku bisa menyimpulkan jika pria ini menyukai Sam RinWon. Aku jadi tahu alasan mengapa ia selalu menatapku setajam itu.

            “Eo! Kau tidak ada masalah, kan?”

            “Tch, tentu saja itu masalah. Asal kau tahu, aku dan Sam RinWon sedang dalam hubungan yang spesial. Jadi mulai sekarang jangan dekati dia lagi!”

            “Berhenti membual, Lee Donghae!” RinWon segera menegur pria itu dengan nada tajam. “Kita tidak ada hubungan apa  - apa, jadi tutup mulutmu!”

            Aku tak bisa berbuat apa – apa ketika menatap dialog panas ini. apalagi melihat bagaimana tajamnya tatapan RinWon dan Donghae. Selalu seperti itu ketika mereka bertatapan, seolah mereka telah hidup didunia lain yang hanya ada mereka saja. tak ada yang lain.

            Suara desahan keras Lee Hyukjae membuatku menoleh kearahnya, menatap wajah frustasinya dengan alis terangkat. “sudahlah, hentikkan.” Begitulah yang ia ucapkan meski tak ada yang meresponnya sama sekali.

 

***

 

            “Berhentilah mengikutiku!” Aku bisa melihat tubuhnya berhenti dipertengahan lorong. Tak ada siapapun yang mengikuti RinWon kecuali aku yang kini bersembunyi di balik dinding. Ia tidak mungkin dengan mudah menemukanku, kan? Jarak kami cukup jauh.

            Ia berbalik, aku segera merapatkan diri pada dinding. Bisa kudengar helaan napasnya dilorong sepi ini. “Keluarlah. aku tahu kau ada disana, Jang Jaehyun!”

            Kedua mataku melebar, dia benar – benar sesuatu. Apa dia punya indera ke-6 atau apapun itu? Aku berdehem,  tak ada pilihan lain selain keluar dari persembunyian bukan?

            “Woah, apa kau mempunyai penciuman anjing, huh? Bagaimana bisa kau tahu jika itu aku?” RinWon memejamkan mata frustasi, jika aku diposisinya juga pasti akan kesal. Ada seorang pria yang tiba – tiba mengikutinya kemana pun seperti penguntit.

            “Kenapa mengikutiku?”

            “Kau membolos. Jadi aku harus tahu kemana tujuanmu membolos.”

            RinWon menatapku cukup lama, mungkin memikirkan cara untuk menyingkirkan kehadiranku dari hidupnya.  Tanpa kusangka ia mengangguk ringan, “Baiklah, jangan menyesal.”

            Dahiku mengernyit mendengar ucapannya yang sudah seperti kode itu.  Sial, gadis ini selalu mengucapkan hal – hal aneh. Seperti julukannya, geeks.

 

***

 

AUTHOR

 

            Sam RinWon menghentikkan langkah didepan dinding besar yang memang memutari sekolahnya. Sebagai tindakan preventif untuk siswa – siswi yang sering membolos.

            “Perlu bantuan?” tanya Kyuhyun, sejak tadi ia mengikuti RinWon.

            Hela napas panjang RinWon keluar, berbalik seraya menatap Kyuhyun tajam. “Kau masih saja mengikutiku?” tukas gadis itu, sama tajam dengan tatapannya.

            Kyuhyun mengangguk ringan, dia benar – benar melakoni peran sebagai Jang  Jaehyun si pembuat masalah dan mengesalkan. “Sudah kubilang aku ingin tahu kemana kau membolos. Lagipula tidak seru jika membolos sendirian, asal kau tahu.”

            “Aku tidak main – main dengan ucapanku, Jang Jaehyun! aku tidak berucap kosong  dengan kalimat Jangan menyesal.”

            “Aku juga tidak main – main dengan keinginanku, Sam  RinWon.”

            RinWon menahan kekesalannya setengah mati. Ia benar – benar kesal dengan pria yang ia tahu bernama Jang Jaehyun ini. Namun hanya sejenak, sebelum ia mengulas senyum miringnya. “Keure, lakukan sesukamu. Tapi keselamatanmu bukan  urusanku.” Balas RinWon dingin, kembali menatap dinding besar itu sebelum memanjatnya dengan cepat.

            Tubuh Kyuhyun tertegun, antara bingung dengan ucapan  RinWon juga tak menyangka dengan  tubuh sekecil itu Sam RinWon  bisa memanjat dinding sebesar ini dengan cepat. Tak mau membuang waktu lama, Kyuhyun menyusul RinWon. Memanjat dinding itu kemudian berlari kecil agar bisa  berjalan disamping gadis itu.

            “Karena kau sudah mengizinkanku, jadi aku tak akan berjalan dibelakangmu lagi.” ucap Kyuhyun, namun tak mendapat balasan apapun dari RinWon.

            Tak ada percakapan apapun ditengah perjalanan itu, mereka sibuk dengan pikirannya sendiri. Kyuhyun pun tak berani bertanya kemana tujuan mereka sebenarnya. Ia harus benar – benar waspada karena  ucapan RinWon tadi, bisa saja jika  pembunuh sebenarnya Sam RinWon kan?

            Banyak hal  yang begitu mencurigakan menurut  Kyuhyun. Mulai dari sikap RinWon  dan golongan –nya yang tak seperti siswa – siswi pada umumnya. Mereka terlihat bersikap lebih dewasa dari yang lain meski wajah mereka masih pantas disebuat sebagai murid Sekolah menengah.

            “Kau tunggu disini, ini benar – benar peringatan terakhir.” RinWon tiba – tiba berucap, langkahnya berhenti didepan sebuah gedung tua. Seperti didalamnya terdapat sebuah hall yang sudah tak pernah digunakan selama ber tahun – tahun.

            RinWon memasuki gedung, meninggalkan Kyuhyun yang memang sengaja tidak masuk kedalam sana. Ia tidak akan melakukan sesuatu yang membuat RinWon curiga. Setelah pintu tertutup, Kyuhyun menunggu  beberapa detik sebelum membuka pintu itu pelan. Terkunci, tentu saja jika RinWon pintar seharusnya ia mengunci pintu.

            Kyuhyun mencoba mencari celah, gedung ini berada dipinggir jalan, masih dalam lingkungan yang sama dengan sekolahnya. Jadi  masih banyak orang – orang berlalu lalang didepannya. Pria itu berjalan cepat menuju lorong kecil yang berada disamping gedung. Mencoba mencari pintu belakang gedung yang sudah seharusnya ada.

            Senyuman kecil Kyuhyun terulas kala menemukan sebuah pintu yang sudah hampir rusak. Sangat mudah memasuki pintu yang menyambungkannya dengan dapur hall itu. Ia berjalan dengan langkah hati – hati, berusaha tak membuat suara apapun. Hingga sesekali ia bisa mendengar suara percakapan dua orang wanita meski samar – samar. Kyuhyun mempercepat pergerakannya, berhenti dibalik pintu dapur yang memiliki satu jendela bundar tepat dibagian atas pintu. Persis seperti pintu dapur mewah yang sempat terkenal pada 5 atau 7 tahun yang lalu.

            “Pembunuh Jung Nara, pasti kau kan?” Kyuhyun bisa mendengar dengan jelas jika itu suara RinWon. Berusaha melihat siapa lawan bicara RinWon dari balik jendela itu. Dahi Kyuhyun mengernyit ketika menemukan Jin Seyeon lah yang menjadi lawan bicaranya. Wanita yang selalu terlihat elegan diperpustakaan itu terlihat sangat berbeda sekarang, pakaiannya serba hitam. Rambutnya kini menjadi pirang dan keriting.

            Jin Seyeon hanya tersenyum menanggapi pertanyaan RinWon. Membuat RinWon geram, gadis itu mendekati Seyeon dengan gerakan yang benar – benar cepat. Bahkan Kyuhyun belum sempat mengedipkan kedua mata, RinWon sudah berada tepat didepan Seyeon. Tubuh Kyuhyun membeku, bibirnya terbuka. Ia tercengang dengan apa yang baru saja dilihatnya.

            RinWon merogoh saku dalam almamaternya, namun belum sempat ia keluarkan Seyeon sudah memukul dada RinWon hingga gadis itu terpental beberapa meter kebelakang. Keringat dingin Kyuhyun semakin banyak keluar, apa yang ia lihat tadi... mustahil jika dilakukan oleh seorang manusia, kan?

            Seyeon mendekati RinWon, entah bagaimana caranya wanita itu berlari tapi tiba – tiba Seyeon sudah mencengkeram kerah RinWon. Kyuhyun tahu bukan waktunya untuk menonton pada saat seperti ini, ia memutari dapur dengan kedua matanya. Menemukan sebuah kayu besar didekat perapian. Tanpa menunggu lama ia mengambil kayu itu, membuka pintu dapur.

            Seketika itu pula, Seyeon melepas cengkramannya. Ia memejamkan kedua mata, kepalanya sedikit menengadah ketika  ia bisa mencium bau Kyuhyun yang begitu kuat. Menatap RinWon dengan ulasan senyum miring.

            “Kau membawa teman, Sam RinWon? Jika Elizabeth tahu, kau mati.” RinWon yang masih meringkuk karena merasa dadanya begitu sakit menatap kearah Kyuhyun. Mendesis kesal karena pria itu tidak mengindahkan ucapannya sama sekali. Seyeon berbalik, melempar senyum kearah Kyuhyun yang masih berdiri disana. tak tahu harus berbuat apa.

            RinWon berusaha untuk berdiri, memberi high kick pada punggung Seyeon. Namun wanita itu dengan cepat berbalik, mencengkeram sebelah kaki RinWon yang belum sempat menyentuh punggungnya. RinWon  tersenyum miring, memutar tubuhnya sendiri kemudian memakai sebelah kakinya untuk memukul puncak kepala Seyeon. Bola mata Seyeon berubah menjadi merah ketika kini RinWon kembali menendang dagunya hingga ia  terpental sekitar 10 meter kebelakang.

            RinWon berlari kencang,  tangannya sudah membawa benda tumpul berwarna abu – abu tua. Hampir saja ujung benda itu tertancap didada Seyeon jika Seyeon tidak mencengkeram pergelangan tangan RinWon.

            Sam RinWon tak menyerah begitu saja, sebelah tangannya yang bebas ia gunakan untuk menarik rambut Seyeon hingga gadis itu mengeluarkan taring – taringnya. Kulit lehernya sedikit demi sedikit  terpisah perlahan, Seyeon menggeram tangan yang tadi ia gunakan untuk mencengkeram tangan RinWon kini berganti tepat dileher RinWon. Kuku tajamnya ia beri tekanan disana, namun beberapa detik kemudian kedua mata Seyeon membelalak. Tubuhnya lemas tergeletak diatas lantai kotor dan dingin gedung. Benda tumpul itu masih menancap didadanya.

            Tubuh RinWon pun terasa begitu lemas, ia menutup lehernya yang mengeluarkan banyak darah dengan sebelah tangan. Sedangkan tangan yang lain ia gunakan untuk mencabut benda tumpul itu. Kyuhyun berlari mendekati RinWon, menatap mayat Seyeon kemudian menatap RinWon yang terlihat begitu pucat. Tanpa berucap apapun, kyuhyun mensobek kemeja putihnya. Menekan luka RinWon dengan kain itu. melilitkannya pada leher RinWon.

            “Aku akan memanggil ambulan.” RinWon menyahut ponsel Kyuhyun.

            “Jangan memanggil siapapun, aku akan baik sebentar lagi.” Ia menyaku ponsel pria itu, menyuruh Kyuhyun untuk mundur dengan cara mendorong tubuh Kyuhyun dengan tangan kanannya pelan. Mengambil korek api dari dalam saku, kemudian menyalakannya sebelum melemparkannya tepat diatas tubuh Seyeon yang langsung terbakar habis.

            Kyuhyun menatap kobaran api itu dengan bibir terkatup. Ia tidak tahu harus berbuat apa dan berucap apa, semuanya benar – benar membuatnya terkejut. Pria itu menoleh kearah RinWon yang tengah menatap kobaran api dengan wajah tak berekspresi. Dalam hati ia bertanya, Siapa kau sebenarnya, Sam RinWon?

 

To Be Continued | EVANESCE|TRAVELER

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
jjongine #1
Can't wait to get my reading on with this :P