Chapter 02

TEARS

Keadaan begitu hening hingga suara jarum jatuh pun bisa terdengar. Semua mata memandang Tuan Chwe dengan tatapan tak percaya, terutama Jun dan Vernon. Makanan yang sedang dikunyah Jun jadi sangat susah ditelan. Ia tak berani menoleh ke arah Vernon yang diam mematung.

 

“Kenapa kalian semua diam, sih?” Tuan Chwe bersikap tenang seolah apa yang barusan beliau katakan itu adalah hal biasa.

 

“Ayah tidak sedang bergurau, kan?” sahut Vernon setelah mengembalikan kesadarannya.

 

Tuan Chwe menggelengkan kepala, “Ayah serius. Vernon, kau kembali dari New York itu karena kau tidak bisa bertanggung jawab dengan kuliahmu. Nilai-nilaimu mengenaskan sekali. Dan kau sering berpesta daripada belajar atau mengerjakan tugas. Nah, kalau sampai hal itu terulang lagi di sini, apa bedanya?”

 

“Tunggu—” Sejenak ia melirik Jun. Jun buru-buru menundukkan kepala, tak berani menatap Vernon yang menguarkan aura kemarahan, “Apa hubungannya antara perkuliahanku dengan tinggal di apartemen Jun? Ayah, aku tidak perlu tinggal bersama Jun. Aku bisa bertanggung jawab atas diriku sendiri. Ini semua menggelikan.”

 

“Vernon! Jaga ucapanmu di depan Ayah!” tegur ibunya. Vernon menutup mulut.

 

“Apartemen Jun letaknya dekat dengan kampus dan Ayah sangat percaya pada Jun. Ia bukan anak yang suka berpesta. Ia pasti akan menjagamu.”

 

“Aku bisa menjaga diriku sendiri.”

 

Jantung Jun berdegup kencang. Sebegitu bencinya kah, Vernon pada dirinya? Apa Vernon benar-benar tidak mau berdekatan dengannya lagi?

 

“Ayah belum bisa memercayaimu. Beginilah keputusan Ayah. Kau harus menuruti.”

 

“Tapi, Yah...”

 

Tuan Chwe kini menoleh ke arah Jun, “Jun-ssi, tidak apa-apa kan kalau Vernon tinggal di apartemenmu? Kudengar apartemenmu memiliki dua kamar.”

 

“Uhm,” Sebelum ia menjawab, ia memberanikan diri menatap Vernon. Tentu saja lelaki itu memelototinya. Tapi kapan lagi ia bisa tinggal seapartemen dengan orang yang dicintainya? Kesempatan seperti ini tidak datang dua kali, “Tidak apa-apa, Paman. Aku tidak keberatan.”

 

“Baguslah.” Nyonya Chwe menangkupkan kedua tangan di depan dada, “Bibi sangat senang kalau kalian bisa bersama lagi.”

 

Tuan Chwe tersenyum lebar, “Berikan nomor rekeningmu, Jun-ssi. Paman akan mengirim uang sewa apartemen padamu.”

 

“Ah, tidak perlu, Paman.” Jun merasa tidak enak hati.

 

“Paman tidak mau ditolak. Atau kau mau cash saja?” Tuan Chwe tiba-tiba mengeluarkan dompet dari saku celananya. Jun tertegun.

 

“Ba-baiklah. Nanti saya berikan nomor rekening saya.” Ia membungkukkan tubuh dengan hormat ke arah Tuan dan Nyonya Chwe. Ia mendengar dengusan kesal dari arah Vernon.

 

Mungkin kehidupannya ke depan tak akan mudah, meski ia bisa tinggal bersama Vernon.

 

***

 

Angin malam yang dingin berhembus menerpa wajah Sofia, yang tanpa ia sadari membuat tunangannya semakin betah memandangi wajah cantiknya. Ia sengaja duduk di taman untuk menenangkan hatinya dari perasaan khawatir kepada Jun yang mungkin setelah ini mungkin akan semakin dibenci oleh Vernon karena dengan mudahnya Jun menerima tawaran ayahnya tadi. Ia tak tahu bagaimana nantinya kakaknya akan memarahi Jun, sekedar membayangkannya pun sudah membuat Sofia dan Seokmin-tunangannya-merinding.

 

Dengan perasaan cemas,Sofia menyamankan posisi bersandarnya pada bahu Seokmin,yang tentu saja membuat jantung Seokmin berdetak lebih cepat dari biasanya,yah walaupun mereka sudah biasa seperti itu tapi entah mengapa jantung Seokmin selalu seperti itu saat berdekatkan dengan Sofia.

 

“Seokmin-ah, apakah Jun akan baik-baik saja setelah ini?” tanya Sofia dengan wajah cemasnya. Melihat raut wajah Sofia tentu saja membuat Seokmin menjadi ikut khawatir.

 

“Semua akan baik-baik saja Sofie” jawab Seokmin, dengan tangan bergetar ia mengelus pipi Sofia perlahan. Getaran ditangan Seokmin dapat dirasakan oleh Sofia, senyum jahil pun muncul diwajah cantik Sofia.

 

“Seokmin-ah mengapa tanganmu bergetar? Apa kau sakit sayang?” tanya Sofia dengan penekanan pada kata ‘Sayang’.

 

‘Oh mati aku! Kenapa Sofia bisa merasakannya kalau aku masih grogi berada di dekatnya?’ batin Seokmin,saking asiknya melamun dengan perasaannya sendiri, tanpa Seokmin sadari wajah Sofia sudah ada di depannya.

 

“Huahh! Apa yang kau lakukan Sofie?!” tanya Seomin dengan wajah memerah yang sudah mirip dengan kepiting rebus saat menyadari wajah Sofia yang sebentar lagi hampir menempel dengan wajahnya. Tidak lama setelah itu, terdengar tawa kemenangan dari Sofia.

 

“Sofia, kenapa kau selalu menjahili tunangan tampanmu ini? K-kau tahu sendiri kan aku masih sering grogi jika berada sedekat ini denganmu?” kata Seokmin tetap dengan wajah kepiting rebusnya.

 

“Seokmin-ah, kalau kau masih grogi berada sedekat ini denganku, lalu bagaimana saat kita menikah nanti? Apa kau akan menjaga jarak denganku?” tanya Sofia dengan nada yang dibuat semelas mungkin.

 

“T-tentu saja tidak Sofie, t-tapi beri aku waktu untuk membiasakan diri dengan situasi seperti ini Sofie, mohon bantuannya, nona cantik” Dengan sekejap tubuh mungil Sofia sudah berada di dalam pelukan hangat seorang Seokmin dan tentu saja membuat wajah Sofia memerah karena gerakan tiba-tiba dari Seokmin.

 

‘Apakah aku harus meminta maaf sekarang pada Seokmin karena dulu aku sering menyakiti hati tulusnya?’ kata Sofia dalam hati. Seokmin yang merasakan sesuatu yang aneh pada Sofia pun merasa khawatir.

 

“Sofie? Kau baik-baik saja?” tanya Seokmin khawatir,ia khawatir bukan karena Sofia kedinginan atau tidak,tetapi ia khawatir perlakuannya saat ini akan ditolak Sofia lagi seperti dulu.

 

“S-seokmin-ah maafkan aku,aku yang egois, yang tidak pernah mau tahu tentang perasaanmu saat itu, aku yang-” Belum selesai Sofia berbicara, Seokmin sudah menempelkan jari telunjuknya di bibir Sofia.

 

“Sstt, Sofie aku sudah memaafkannya sejak lama. Lagipula hatiku sudah sembuh karena aku sudah menemukan obatnya.” kata Seokmin dengan tenang,tapi malah membuat Sofia menjadi semakin khawatir.

 

“A-apa kau sudah menemukan gadis lain? Gadis yang lebih mencintaimu?” tanya Sofia dengan air mata yang sudah mulai menetes perlahan dari mata indahnya.

 

“Ya, aku sudah menemukan gadis yang lebih mencintaiku. Kalau kau mau tahu, namanya adalah Sofia Chwe” kata Seokmin dengan bangga disertai senyuman lebarnya, “Sudah jangan menangis lagi Sofie. Di hatiku cuma ada Sofia Chwe bukan gadis lain.” lanjut Seokmin dengan menghapus air mata yang ada di pipi Sofia secara perlahan.

 

“Janji jangan pernah tinggalkan aku dalam keadaan apapun, Seokmin-ah.” kata Sofia yang hanya dibalas dengan anggukan dan senyuman dari Seokmin.

 

**Jun’s Apartment**

 

“Apartemen siap ditempati” gumam Jun riang setelah seharian membersihkan apartemennya yang sebentar lagi akan mendapatkan penghuni baru.

 

Ting-Tong

 

Bel apartemen Jun berbunyi, dengan tergesa-gesa ia berlari membukakan pintu apartemennya

 

“Kenapa kau lama sekali?! Kau tidak tau kalau semua barangku ini berat?! Cepat bawa masuk dan tata di kamarku dan ingat aku tidak akan mau sekamar denganmu, Junhwi.” seru Vernon ketus dihadapan Jun yang tetap saja tersenyum walau ada sedikit rasa perih dihatinya. Dengan santainya Vernon sudah duduk santai di sofa dengan menonton acara televisi hari itu dan Jun sedang susah payah membawa semua koper-koper besar dan berat milik Vernon ke lantai dua apartemennya.

 

“S-sudah kubawa ke kamarmu Vernon,tinggal kau rapikan saja di lemari.” ucap Jun dengan nafas tersengal dan keringat di pelipisnya karena kelelahan. Vernon hanya melirik sekilas dan terkesan tidak mendengarkan apa yang Jun katakan.

 

“Cepat bereskan barang-barangku. Aku sedang malas. Lagipula bukankah fungsi dari pertunangan ini adalah melayani pasanganmu? Cepat bereskan!” Lagi-lagi tanpa Vernon sadari ia sudah menambahkan luka di hati Jun. Jun hanya tersenyum dan mengangguk lalu kembali ke kamar Vernon. Ia mengecek ponselnya karena satu jam lalu ia memberi tahu Minghwa agar bisa membantu membereskan apartemennya, tetapi apa yang Jun dapatkan kali ini adalah penolakan dari sang sahabat tercintanya itu.

 

‘Maaf Jun tapi aku masih ada pekerjaan yang lebih penting dari pekerjaanmu’ Begitulah bunyi pesan dari Minghwa.

 

Dengan perlahan Jun membuka koper Vernon dan menatanya dengan rapi di lemari pakaian. Tanpa ia sadari setetes air mata membasahi pipi Jun. Dari bawah, terdengar suara pintu apartemen dibuka. Tanpa permisi Sofia dan Seokmin sudah memasuki apartemen Jun. Ketika melihat Vernon duduk di sofa, Sofia langsung memeluk leher kakak kembarnya itu dari belakang.

 

“Vernon-oppa!” teriak Sofia di telinga kakak kembarnya.

 

Yak! Jangan di telingaku Sofie, sayang. Oh ya, Seokmin-ah, aku lapar, bisa tolong buatkan bibimbap?” pinta Vernon pada tunangan adik kembarnya itu.

 

“Ya baiklah.” Seokmin pun langsung pergi ke dapur untuk membuat empat porsi bibimbap.

 

“Mana Jun, oppa?” Sofia penasaran karena tidak menemukan sosok Jun sejak tadi.

 

Vernon menjawab tanpa menoleh, “Di kamarku di lantai dua.” Sofia pun beranjak ke kamar Vernon.

 

Sofia berniat mengagetkan Jun ketika ia mendengar gumaman Jun.

 

“Kenapa masih banyak? Aku sudah lelah, eomma.” gumam Jun dengan nada bergetar menahan tangis, tanpa ia sadari Sofia mendengar keluhannya barusan. Dengan perlahan Sofia memasuki kamar kakaknya itu.

 

“Jun, kau yakin akan baik-baik saja tinggal dengan kakakku?”

 

Jun terkejut dengan kemunculan Sofia yang tiba-tiba tetapi ia tidak bisa mengendalikan emosinya yang menggelegak. Jun hanya mengangguk mantap tanpa menoleh sedikit pun kearah Sofia karena ia takut Sofia melihat air matanya. Sofia hampir saja mengulurkan tangan untuk menyentuh bahu Jun, namun lelaki itu berjalan menjauhinya.

 

“Sofie, Jun-hyung, bibimbap-nya siap” kata Seokmin di depan pintu kamar Vernon. Sofia langsung menggandeng tangan Seokmin.

 

“Kalian makan dulu, aku akan selesaikan pekerjaanku terlebih dahulu” jawab Jun yang berpura-pura sibuk dengan baju-baju milik Vernon. Seokmin hanya mengangguk dan menggandeng Sofia turun ke meja makan untuk makan bersama Vernon.

 

Eomma kenapa air mataku tidak bisa berhenti.” Jun berkata dengan lirih sambil mengangkat tumpukan baju Vernon dan berjalan dengan sedikit sempoyongan karena memang Jun belum makan dari pagi.

 

PRAK

 

Jun terkesiap mendengar sesuatu terjatuh di dekat kakinya,setelah menata tumpukan baju Vernon,Jun segera mengambil pigura tersebut dengan tangan bergetar karena takut pigura kaca milik Vernon itu retak. Dengan segera Jun langsung menumpuk pigura tersebut diatas baju Vernon dengan harapan Vernon tidak mengetahui tentang pigura tersebut.

 

“Jun, aku dan Seokmin pulang dulu ne.” teriak Sofia dari bawah. Entah mengapa mereka makan cepat sekali. Dugaan Jun, mereka hanya makan sesuap lalu pulang.

 

Ne, hati-hati di jalan dan jaga Sofia dengan baik, Seokmin. Maaf aku tidak bisa mengantar sampai pintu.” balas Jun setenang mungkin. Ia menunggu agak lama hingga tidak ada lagi suara di lantai bawa. Setelah menutup pintu kamar Vernon, ia segera turun menuju meja makan untuk mengisi perut kosongnya. Ia sengaja melakukannya agar Vernon tak perlu melihat wajahnya yang sehabis menangis.

 

“Hei Junhwi, apa barangku sudah rapi?” tanya Vernon. Jun tidak menduga Vernon tiba-tiba sudah berdiri di dekat tangga. Pertanyaan Vernon hanya dijawab dengan anggukan singkat Jun. Vernon pun segera masuk ke kamarnya karena ia merasa sangat lelah hari ini.

 

Sambil memakan bibimbap-nya, Jun terus berdoa dalam hatinya semoga Vernon tidak menyadari telah terjadi sesuatu pada piguranya. Suasana hening untuk sementara. Jun bisa menikmati makan malamnya dengan tenang. Ini baru hari pertama Vernon tinggal di apartemennya, tapi Jun sudah merasakan aura permusuhan yang menguar. Ia tidak bisa membayangkan selama sisa masa kuliah, ia harus menghadapi sikap ketus Vernon.

 

“Moon Junhwi!” Jun hampir saja tersedak saat mendengar teriakan nyaring dari Vernon. Dengan setengah berlari Jun segera menuju kamar Vernon dengan khawatir. Belum sempat ia mengetuk kamar tersebut, pintu menjeblak terbukan dan Vernon langsung menariknya masuk.

 

“Apa yang kau lakukan dengan piguraku, bodoh? Kau tahu, foto ini foto kesayanganku!” bentak Vernon pada Jun.

 

“Memang i-itu foto siapa Vernon?” T=tanya Jun takut.

 

“Foto pacar tersayangku.” kata Vernon sambil menunjukkan foto tersebut pada Jun. Terlihat difoto itu wajah tampan Vernon yang kontras dengan wajah cantik perempuan yang sedang dipeluk Vernon itu. Hanya melihat fotonya sekilas saja sudah membuat Jun merasa sesuatu menusuk hatinya, perih sekali. Jun merasa tidak pantas untuk bersanding dengan orang setampan Vernon. Jun hanya bisa menundukkan wajahnya dan menahan air matanya agar tidak menetes.

 

“Cepat keluar! Tidak ada gunanya kau disini,yang ada aku jadi semakin jengkel melihat wajahmu!” Bentak Vernon dengan mendorong Jun keluar kamarnya, sangat kasar hingga kepala Jun terbentur pintu kamarnya sendiri.

 

“Akh!” Jun hanya bisa pasrah karena ia sudah tidak punya tenaga untuk melawan Vernon. Semua tenaganya seolah hilang dan digantikan dengan rasa sakit pada hatinya. Jun memang jengkel pada Vernon tapi Jun tidak pernah berpikiran bahwa Vernon sudah memiliki pacar yang lebih sempurna darinya. Selama ini Jun selalu berpikiran bahwa Vernon juga menyimpan perasaan yang sama dengan dirinya. Rupanya itu hanya delusinya.

 

Dengan perlahan Jun mencoba untuk berdiri dan membuka pintu kamarnya perlahan. Ia merasakan perih di matanya dengan terburu-buru Jun menutup pintu kamarnya dan menuju kamar mandi. Jun hanya bisa menatap pantulan dirinya di cermin. Dengan perlahan ia mengusap darah yang menetes dan membuat matanya perih.

 

Jun segera membersihkannya dengan tisu yang dibasahi air, kemudian menempelkan plester dikeningnya. Setelah membersihkannya, Jun hanya bisa melamun dengan tetap menatap pantulan wajahnya dicermin. Tanpa ia sadari air matanya menetes kembali. Tanpa mempedulikan air matanya,Jun keluar dari kamar mandi dan berbaring di ranjangnya. Jun menoleh ke meja nakas di sebelah ranjangnya kemudian mengambil ponselnya dan mengetik sesuatu kemudian meletakkannya kembali dan berusaha tidur dan berharap bahwa hari ini akan segera berakhir.

 

***

 

“Sofie, sepertinya ada pesan di ponselmu,” kata Seokmin dengan tenang. Ia masih berkonsentrasi mengendarai mobil namun tetap saja dering notifikasi ponsel Sofia sangat menarik perhatiannya. Sofia segera mengecek ponselnya dan benar ada pesan dari Jun.

 

“Seokmin-ah, Jun bilang besok dia ijin tidak masuk dan kenapa tiba-tiba perasaanku tidak enak?”

 

Seokmin mengerutkan dahi, “Mungkin ia harus menyelesaikan urusannya. Sudahlah Sofie, Jun baik-baik saja. Kau tidak perlu khawatir. Oke?” Ia mengusap lembut rambut Sofie, namun gadis itu sama sekali tak bereaksi. Ia sungguh khawatir dengan keadaan Jun terlebih lagi sikap kakaknya yang tidak bersahabat pada Jun. Bukannya ia lebih memihak Jun daripada kakaknya, tetapi ia lebih lama bersama Jun daripada bersama Vernon. Hal itu membuatnya lebih mengenal baik Jun.

 

“Kuharap ia baik-baik saja...” Sofie memejamkan mata untuk berdoa, kemudian mengetik pesan untuk Vernon.

 

***

 

Vernon melampiaskan kekesalannya pada Jun. Ya, sikapnya memang brengsek—ia menyadari hal itu. Tapi kenyataan bahwa ia dipaksa tinggal bersama Jun telah membutakan hatinya. Ia tidak peduli lagi saat kata-kata kasar keluar dari mulutnya dan ditujukan untuk Jun. Ia hanya ingin perasaannya lega dan tidak ada lagi beban yang menyesakkan di dada. Toh Jun juga tipe pendiam yang tidak akan membalas apa yang ia lakukan pada lelaki itu.

 

Namun ketika melihat Jun yang dahinya terbentur pintu ketika Vernon mendorongnya tadi, di lubuk hatinya Vernon sedikit merasa bersalah.

 

Sedikit.

 

Ia berusaha mengabaikan perasaan bersalahnya dengan memandangi foto kekasihnya itu. Jun sembrono itu membuat bingkai pemberian kekasihnya retak. Ia sungguh kesal. Jemarinya meraba foto Amanda, nama kekasihnya itu. Seandainya Vernon tidak kembali ke Seoul, ia masih bisa mendekap Amanda dalam pelukannya. Dan sekarang, gara-gara ayahnya memindahkannya secara mendadak, Amanda sangat marah sehingga tidak mau dihubungi untuk sementara.

 

Vernon merebahkan diri di ranjang, ia merentangkan tangannya ke samping. Kosong. Tidak ada Amanda di sampingnya.

 

Ponselnya bergetar. Satu pesan masuk dari Sofia. Sambil malas-malasan, Vernon membaca pesan dari adik kembarnya itu.

 

Oppa, bisakah kau cek keadaan Jun? Ia izin tidak masuk kuliah besok. Aku khawatir.

 

Vernon mendengus kesal. Ada-ada saja permintaan adiknya itu. Kalau tidak dituruti, sudah pasti Sofia akan menerornya hingga besok. Ia berjalan ke arah kamar Jun lantas mengetuk pintunya.

 

“Junhwi, kau baik-baik saja kan?”

 

Tidak ada sahutan. Vernon menggaruk kepalanya. Ia kesal sekali Jun tidak menyahuti panggilannya. Bukan kemauannya untuk mengecek keadaan Jun.

 

“Moon Junhwi, kau sudah tidur?”

 

Masih saja tidak ada sahutan. Akhirnya Vernon menyimpulkan Jun memang sudah terlelap. Ia mengirim pesan pada Sofia.

 

Jun sudah tidur. Tidak perlu khawatir, ia sudah dewasa.

 

Rupanya Sofia belum puas, Oppa, bisakah kau masuk ke dalam untuk mengeceknya? Aku tidak tenang.

 

YA! Chwe Sofia! Kau ini sudah punya tunangan! Jangan terlalu perhatian pada Jun!

 

Oppa! Jun sudah seperti kakakku. Tolonglah.

 

Vernon memutar bola matanya. Menyebalkan sekali sih, Sofia. Ia terpaksa masuk ke dalam kamar Jun. Lelaki itu sudah menggulung diri dalam selimut. Vernon mengambil gambar Jun yang sudah tertidur itu kemudian mengirimkannya pada Sofia. Semoga foto itu sudah cukup membuat Sofia tenang. Gadis itu memang berlebihan menguatirkan Jun.

 

Namun saat Vernon akan keluar dari kamar Jun, ia mendengar erangan dari arah lelaki itu. Ia berjalan mendekat ke ranjang, menyibakkan selimut Jun. Jun meringkuk kedinginan meskipun AC di kamarnya tidak begitu dingin. Vernon menggerak-gerakkan bahu Jun.

 

“Jun, kau tidak apa-apa?”

 

Jun tidak menjawab, matanya masih terpejam. Tangan Vernon tak sengaja menyentuh lengan Jun. Suhu tubuhnya melebihi suhu tubuh normal. Vernon pun meletakkan tangannya di dahi Jun, ia berhati-hati agar tidak mengenai plester yang dikenakan Jun. Panas sekali tubuh Jun.

 

“Jun, bangunlah. Kau harus ke dokter.” Yang disahut Jun dengan erangan.

 

Vernon mulai panik, namun ia menahan diri untuk tidak segera menghubungi Sofia. Ia tidak ingin adiknya itu bersikap lebih panik lagi. Ia adalah orang baru di daerah itu, ia tidak tahu di mana letak rumah sakit terdekat. Dengan bantuan Google maps, Vernon mencari alamat rumah sakit terdekat yang ternyata bisa ditempuh dalam waktu kurang lebih lima belas menit dengan kendaraan.

 

Masalahnya ayahnya belum meminjaminya mobil.

 

Vernon memutuskan untuk menggunakan taksi saja. Ia beranjak ke arah lemari Jun untuk mencari jaket agar lelaki itu tidak terkena angin malam. Ia membantu Jun berdiri dari tempat tidur dan memakaikan jaket padanya.

 

“Vernon-ssi,” gumam Jun lirih.

 

“Badanmu panas sekali. Kita ke rumah sakit.”

 

“Tak usah,” Jun menggeleng pelan tapi sepertinya sudah menahan sakitnya, “Aku minum obat generik saja.”

 

“Moon Junhwi, kau bisa mati kalau tidak segera diturunkan panasmu!” Ia sedikit membentak Jun. Sepertinya ia harus belajar menata omongan bila di depan Jun. Ia selalu reflek berkata kasar pada Jun, entah kenapa.

 

Jun terdiam memandang Vernon yang merangkul bahunya, “Maaf merepotkanmu.”

 

Vernon menjawabnya dengan dengusan.

 

***

 

Vernon berjalan mondar-mandir di depan ruang dokter, menunggu hasil pemeriksaan dokter pada Jun. Terus terang saja ia sebenarnya tak perlu ikut panik juga. Apalagi ia tidak begitu mengenal Jun seperti Sofia mengenal lelaki itu. Namun wajah kesakitan Jun selama perjalanan menuju rumah sakit itulah yang membuatnya khawatir. Lelaki itu seakan meringkuk, memeluk tubuhnya sendiri. Vernon iba melihatnya. Ia pun meminta Jun untuk menyandarkan kepala di bahunya dan segera ditolak oleh lelaki itu.

 

Ia kesal. Sebab selama ini Jun begitu menurut padanya—ia sangat yakin Jun menyukainya setengah mati—tapi kenapa tadi sikapnya sangat jual mahal? Tidak perlu seperti itulah, pikir Vernon kesal.

 

Dokter muncul dari ruang periksa lalu berdiri di hadapan Vernon.

 

“Bagaimana keadaan teman saya, Dok?”

 

“Ia baik-baik saja. Ia stres jadi tubuhnya mudah terserang flu. Akan kusuruh asistenku untuk merawat luka di dahinya itu. Apa Moon Junhwi-ssi terjatuh?”

 

Vernon tersenyum kaku. Ia menggeleng, “Ia terantuk pintu. Tidak apa-apa, kan?”

 

Dokter menahan tawa, “Temanmu itu seharusnya berhati-hati. Kejadian-kejadian seperti itu bisa memicu stresnya. Ya sudah, biar kupanggilkan asistenku. Biar ia yang mengurus Junhwi-ssi dan memutuskan apa ia rawat inap atau tidak.”

 

Vernon membungkukkan tubuhnya ke arah dokter yang berlalu dari hadapannya. Tak lama kemudian, seorang dokter muda menghampiri Vernon dan menyapanya. Dokter muda itu mungkin yang dimaksudkan sebagai asisten tadi. Dokter muda itu lantas masuk ke dalam ruang periksa.

 

***

 

Jun merasakan pegal di sekujur tubuhnya meski ia tidak habis berolahraga. Barusan saja Dokter memeriksa keadannya dan mengatakan ia stres serta kurang makan dan istirahat. Mestinya ia tidak menyiksa dirinya seperti itu—cukup kata-kata Vernon saja yang menyiksa hatinya. Tidak perlu ditambah dengan siksaan dari luar.

 

Pintu ruang periksa terbuka lagi. Jun mengerutkan dahi. Ia pikir pemeriksaannya sudah selesai dan tinggal menunggu perawat untuk memeriksa luka di dahinya. Tapi ternyata seseorang dengan jas putih dokter itu memasuki ruangannya. Tampaknya itu bukan dokter yang sama dengan yang memeriksanya tadi.

 

Dokter itu menuju meja kecil di seberang ranjang pasien untuk mengambil data diri Jun. Setelah membacanya beberapa saat, Dokter itu berkata dengan suara yang sangat Jun hafal.

 

“Moon Junhwi. Moon Junhwi.”

 

Suara itu.

 

Jun beringsut dari ranjang untuk menyandarkan tubuhnya di bantal. Ia bersiap untuk turun dari ranjang bila diperlukan.

 

“Ternyata benar itu kau.”

 

Jun tidak menyahut.

 

Dokter itu menoleh ke arahnya. Seulas senyum terpampang di bibirnya, menunjukkan keteduhan. Masih sama seperti dulu. Namun kini wajah tampannya itu dihiasi kacamata baca, yang membuatnya jauh lebih tampan.

 

“Apa kabar?” tanya Dokter itu. Jun masih kehilangan kata-kata.

 

“Hui-ssi...” gumam Jun hampir tak terdengar.

 

Dokter yang dipanggil Hui oleh Jun itu menahan tawa. Tangannya terulur untuk menyentuh dahi Jun yang diperban. Perlahan ia membuka perban itu. Darah kering yang menempel pada perban membuat Jun mendesis kesakitan ketika perban itu dibuka oleh Hui.

 

“Kau tidak memberinya obat antiseptik?”

 

“Aku tidak punya.”

 

Lagi-lagi Hui tertawa, “Kau tetap saja. Tidak berubah.”

 

“Jangan tertawa, Liang Hui.”

 

“Dokter Liang Hui.”

 

Jun memalingkan wajahnya, namun segera ditahan oleh telunjuk Hui yang memegangi dagunya, “Jangan menoleh dulu. Aku belum selesai membersihkan lukamu.” Hui menepuk pelan luka itu dengan kapas yang ada obat antiseptiknya. Setelah itu ia memasangkan perban baru pada luka Jun, “Nah selesai.”

 

“Jadi pekerjaanmu hanya memasangkan perban pada pasien? Kupikir itu tugas perawat.”

 

Hui berkacak pinggang, berpura-pura tersinggung, “Kau jangan menghina tugasku ini. Membersihkan lukamu itu juga tugas penting, Junhwi-yah.

 

“Junhwi-ssi saja.” potong Jun.

 

“Oh baiklah. Junhwi-ssi. Akan kutuliskan resep untukmu. Kau tinggal menebusnya di apotik.”

 

“Jangan berani-berani meracuniku.”

 

Kini tawa Hui meledak. Ia mengacak rambut Jun lalu berjalan ke meja dokter untuk menuliskan resep. Tak lama kemudian ia menyerahkan resep itu pada Jun, “Cepatlah sembuh. Aku tidak suka melihatmu sakit seperti ini.”

 

Jun hanya menatap nanar kertas resep di tangannya, tak berani memandang Hui, “Baiklah terimakasih.”

 

“Ngomong-ngomong, siapa lelaki asing di depan ruang periksa itu?”

 

“Oh, ia bukan siapa-siapa.”

 

Hui hanya menganggukkan kepala. Ia tidak ingin memaksa Jun bicara lebih banyak lagi. Dibukakan pintu ruang periksa agar Jun bisa leluasa keluar.

 

“Sampai jumpa di lain tempat, Junhwi-ssi.

 

“Terimakasih, Dokter.” Jun membungkukkan tubuh ke arah Hui. Debaran jantungnya cukup keras hingga ia yakin Hui bisa mendengarnya—atau bahkan Vernon yang duduk di seberang ruangan juga bisa mendengarnya.

 

Jun mengira setelah itu Hui akan meninggalkannya bersama Vernon namun dugaannya salah. Lelaki itu berjalan menghampiri Vernon kemudian membungkukkan tubuhnya untuk memperkenalkan diri. Vernon ikut berdiri. Jun merasa keadaannya menjadi gawat.

 

“Saya Dokter Liang Hui.” Hui menyapa Vernon dengan ramah.

 

“Ah, ya. Saya Chwe Vernon. Bagaimana keadaan Jun?”

 

Jun tahu pertanyaan Vernon pasti hanya untuk basa-basi saja. Meski demikian, hatinya berbunga mendengar sedikit kekhawatiran Vernon padanya.

 

“Junhwi-ssi butuh banyak istirahat juga makan yang teratur. Anda teman sekampusnya atau teman seapartemennya?”

 

Vernon sedikit ragu untuk menjawab pertanyaan terakhir Hui. Ia melirik ke arah Jun yang melemparkan pandangan yang tak bisa diartikan—antara ingin Vernon mengiyakan atau tidak, Vernon tidak paham.

 

“Uhm, saya teman sekampusnya dan...” Ia menghela nafas sebelum menjawab pertanyaan kedua, “...dan juga teman seapartemennya. Saya baru pindah ke sana.”

 

“Oh,” Hui menoleh ke arah Jun yang tampak panik, lalu senyum licik muncul di bibir Hui, “Baguslah kalau begitu. Kau bisa memperingatkan Junhwi-ssi untuk makan teratur. Ia terkadang tidak bisa diatur. Memang seperti itu.”

 

“Hui-ssi!” Jun membentaknya.

 

Vernon membelalak. Ini pertama kalinya ia mendengar Jun meninggikan suaranya pada orang lain bahkan terhadapnya yang selalu menggunakan kata-kata kasar, Jun tak pernah membalas.

 

“Kalian kenal satu sama lain?” tanya Vernon bingung.

 

Hui tertawa pelan, “Ya, bisa dibilang begitu. Hmm, Vernon-ssi, jangan lupa untuk memarahinya kalau ia tidak mau makan.”

 

“Ya Tuhan,” Jun memijat pelipisnya.

 

“Saya pamit dulu.” Hui membungkuk ke arah mereka berdua.

 

Dan Vernon memandang Jun penuh tanda tanya, “Siapa lelaki itu, Jun?”

 

 

 

BERSAMBUNG

 

 

A/N:

Ada tokoh baru nih. Namanya Liang Hui, member boiben 24K dan dalam kenyataan emang sobatan ama Jun. Kalo mo dikepoin, Hui punya IG cuman lupa nama IG nya apaan. XD

Eniwe, sumpah maaf banget update TEARS nya lama banged. XD

Yang penting tetep update kan. Jangan lupa komen dan subscribe ya. Karena komen dan subscribe kalian sangat berarti buat nyemangatin kami. Kami gak cuman nulis ama edit doang kerjaannya. Ya sekolah, ya kerja juga. Jadi kalo liat komen dari kalian kan seneng gitu kaminya.

 

Oke deh. Thank youuuu

 

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
summertriangle #1
Chapter 2: Duhh aku sukaaa.. konfliknya seruu!! Jd penasaran si Hui itu siapanya Jun.
Cepet update yaa thor. Fighting!!
KiwiPrincess #2
Chapter 2: Waaaa..aku suka ceritanya..terutama krna main cast nya my baby Jun..hohoho..ditunggu update an selanjutnya..semangat authornim \(°0°)/