Christmas Wish

Christmas Wish
Please Subscribe to read the full chapter

           Dua minggu lagi hari natal. Hiasan-hiasan natal sudah terpasang di mana-mana. Mulai dari lampu kecil warna-warni yang melilit pohon cemara kecil di pinggir jalan sampai patung santa claus raksasa yang diletakkan di tengah-tengah taman. Semua orang di sana memakai pakaian tebal karena salju masih datang dengan semangat. Termasuk Seulgi dan Wonwoo.

“Nih, pakai! Sudah tahu tidak tahan dingin malah lupa membawa scarf,” kata Wonwoo sambil menaruh scarf di pundak Seulgi. Wonwoo tahu Seulgi tidak tahan dingin. Tapi gadis itu selalu lupa membawa jaket, scarf, ataupun sarung tangan. Beruntung kali ini ia tidak lupa memakai jaket.

“Tidak usah. Kau pakai saja. Kalau sakitmu kambuh, aku yang repot.” Seulgi menyerahkan scarf itu lagi ke Wonwoo.

“Tidak akan. Sudah pakai saja. Susah sekali, sih, kalau dikasih tahu!”

Seulgi akhirnya menurut dan memakai scarfnya.

         Seulgi dan Wonwoo bukan sepasang kekasih, melainkan sepasang kakak adik. Usia mereka hanya terpaut satu tahun, tidak begitu jauh. Terkadang orang-orang melihat mereka seperti sepasang kekasih. Padahal wajah mereka sangat mirip seperti anak kembar.

          Keduanya tinggal di rumah kontrakan yang sederhana. Bahkan hanya terdapat satu kamar di sana. Padahal dulu saat mereka masih tinggal bersama kedua orang tuanya, kamar mereka lebih luas daripada rumah kontrakan sekarang. Iya, itu dulu. Sebelum sang ayah meninggal karena sakit dan sang ibu yang pergi bersama laki-laki lain. Uang mereka habis untuk pengobatan sang ayah dan akhirnya terpaksa pindah ke rumah kontrakan yang sekarang. Tidak tahan dengan hidup serba kekurangan, sang ibu memutuskan untuk pergi bersama laki-laki lain. Ia pergi diam-diam, hanya meninggalkan sepucuk surat di atas meja dan sejumlah uang di dalam lemari pakaian.

           Awalnya Seulgi dan Wonwoo sangat terpukul mengetahui ibunya pergi. Seulgi tidak berhenti menangis saat ia menemukan surat ibunya di atas meja. Ia memeluk Wonwoo erat ketika anak laki-laki itu baru saja membuka pintu rumah.

        Wonwoo yang akhirnya tahu apa yang terjadi langsung membalas pelukan Seulgi. Ia tidak menangis. Ia hanya memeluk Seulgi erat guna melampiaskan emosinya. Tidak ada yang bisa dilakukan keduanya untuk mencari sang ibu. Selain surat dan uang, wanita itu tidak meninggalkan apapun. Tidak ada nomor telepon ataupun alamat rumah.

          Untuk dapat membiayai kebutuhan sehari-hari, mereka harus bekerja. Keduanya bekerja sebagai pelayan di sebuah restoran, hanya berbeda tempat. Seulgi bekerja di restoran ramen, sementara Wonwoo bekerja di kafe. Sepulang sekolah, mereka langsung pergi ke tempat kerja masing-masing. Saat ini Seulgi duduk di bangku kelas tiga sekolah menengah atas dan Wonwoo di bangku kelas dua.

          Awalnya Seulgi melarang Wonwoo untuk bekerja karena adiknya itu memiliki penyakit asma. Wonwoo tidak bisa terlalu lelah atau berada di tempat yang dingin. Tapi Wonwoo memaksa untuk bekerja.

“Biarpun kau kakakku, tapi aku laki-laki, kak. Kau menjadi tanggung jawabku. Tentu aku harus bekerja. Aku baik-baik saja, jangan khawatir,” ujar Wonwoo meyakinkan Seulgi.

Seulgi akhirnya mengizinkan Wonwoo bekerja.

       Hangat langsung menyelimuti tubuh Seulgi ketika kakinya menginjak lantai rumah. Dengan segera ia pergi ke dapur dan merebus air untuk menghangatkan jari-jari tangan dan kakinya, juga Wonwoo.

“Kau tidak sesak kan?” Seulgi menatap Wonwoo khawatir.

“Sedikit. Tapi tidak apa-apa.” Wonwoo mengeluarkan inhaler dari tasnya dan langsung menghirup oksigen dari tabung kecil itu.

“Aku lagi masak air. Kau jangan mandi dulu,” kata Seulgi sambil merapikan tasnya dan tas Wonwoo yang tergeletak sembarangan di lantai. Wonwoo mengangguk sebagai jawaban.

        Sambil menghangatkan kaki dan tangan mereka, keduanya menonton televisi. Drama yang sedang tayang itu menampilkan adegan seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan bersama dengan ibunya. Ketiganya bermain bersama di taman bermain. Sang ibu terlihat sangat menyayangi kedua anaknya. Adegan itu membuat Seulgi dan Wonwoo tidak fokus, keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing.

“Sebentar lagi natal. Ibu apa kabar ya.” Suara Seulgi memecah pikiran Wonwoo. Wonwoo menoleh, menatap Seulgi yang masih terfokus pada televisi di depannya.

 “Pasti dia baik-baik saja, kak. Ibu mungkin sudah bahagia sekarang. Tidak terus-terusan menangis seperti setahun yang lalu,” jawab Wonwoo masih menatap Seulgi.

“Kau benar. Aku tidak membenci ibu, tapi kalaupun dia tidak kembali lagi. Aku tidak masalah.”

Wonwoo tersenyum mendengarnya.

“Apalagi aku, kak. Walaupun kadang kau menyebalkan. Tapi kau sudah seperti ibu bagiku.” Wonwoo terdiam beberapa saatlalu menoleh ke Seulgi. Gadis itu sedang menatapnya sambil tersenyum aneh.

“Oh sepertinya aku salah bicara. Aku tarik lagi kata-kataku.”

“Aku tahu kau menyayangiku. Aku juga sayang sekali padamu, Wonwoo~”

Seulgi langsung memeluk Wonwoo dari samping membuat Wonwoo mendorongnya menjauh.

“Lepas, kak. Sesak!”

         Hari natal tinggal seminggu lagi. Tidak ada persiapan apapun yang dilakukan Seulgi dan Wonwoo. Semuanya berjalan seperti hari biasa. Rumah mereka juga tidak dihias apapun. Tidak ada pohon cemara yang dihias ataupun sekedar kaus kaki yang menggantung di pintu.

Malam itu, Seulgi yang sedang memasak sup untuk makan malam dikejutkan dengan panggilan di ponselnya.

“Kak Seulgi, tadi asmanya Wonwoo kambuh da

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
bae2suji #1
Chapter 1: Sukaa.. feelnya dapet huhu terharu
Keep writing! ♡
yuanoktavia #2
Chapter 1: terharu bangetttt ToT
PiperGrace08
#3
Chapter 1: Very heartwarming ㅠ.ㅠ walaupun pendek tp feelnya dapet banget. Good job, author-nim!