The Little Prince

The Little Prince

 

CHAPTER 1

 

Seorang pemuda cantik, bermata rusa dan bertubuh mungil itu tengah sibuk dengan panci dan kompor didepanya. Tanganya dengan terampil memotong dan mengiris bahan makanan yang akan ia masak pagi ini. Matanya melirik kearah jam dinding yang sengaja, ia pasang disana. 

" Apa bocah itu belum bangun, kenapa belum turun juga?" Sosok itu Luhan, menggumam pelan, memasukkan brokoli serta jamur kedalam panci yang sudah terlihat mendidih airnya. 

" Ckck... pasti dia begadang lagi, selalu saja begini. Apa tak bisa, sekali saja dia mendengarkanku." Luhan menggerutu, mematikan komya dengan sedikit kesal. Melepaskan apronya dan meletakkan di pantri asal. " Lihat saja kalau dia belum bangun, kujamin semua koleksi komik dan pspnya akan berakhir ditempat sampah depan rumah." 

Luhan menaiki tangga dengan kesal, mulutnya masih menggerutu bahkan saat ia sudah sampai dipintu cokelat dengan sebuah note disana. 

DILARANG MASUK TANPA IJIN !!!

" Ckck.. apa dia tidak sadar aku yang tiap hari membersihakan kamarnya. Kenapa memasang tulisan begini, dasar albino datar." Luhan mencibir, menatap tulisan dengan huruf kapital hitam didepanya. Tanganya memutar knop pintu yang memang tidak pernah dikunci oleh pemiliknya. " Lihat pintunya saja tidak pernah dikunci, untuk apa dia memasang tulisan begituan. Dasar tidak jelas." 

Luhan masih menggerutu dalam hati, bahkan saat dirinya sudah masuk sepenuhnya kedalam kamar minimalis bernuansa putih abu- abu yang terlihat berantakan. Selimut dilantai, guling diujung tempat tidur, bantal ditengah- tengah dengan seprai yang sudah lepas ujung-unjungnya. Hah...Luhan hanya bisa menghela nafas melihat itu semua. 

" Jangan menatap kamarku, seolah itu sebuah Virus yang akan membuatmu sakit jantung!" 

Luhan terlonjak kaget, bahkan reflek bergerak mundur dan menghadap kebelakang. Bukan, bukan karena suara dari seseorang yang tiba- tiba terdengar. Tapi lebih ke, bagaimana penampilan sosok lain itu. 

" Bukankah sudah ku beri peringatan, jangan masuk kamarku tanpa ijin. Apa otak cerdasmu tak bisa membaca itu?" Sosok itu menyeringai, menghampiri Luhan yang masih menghadap kebelakang dengan muka shocknya. 

Bagaimana tidak shock, jika kau melihat orang lain telanjang bulat didepanmu. Bahkan Luhan dapat melihat sesuatu yang menggantung disana dengan jelas, sesuatu yang berada diantara selangkangan pemuda albino itu. 

Luhan melirik kearah Sehun yang tengah mengancingkan seragam sekolahnya, entah sejak kapan pemuda itu memakai celananya. Luhan bahkan tidak tahu berapa lama ia menghadap kebelakang tadi. Entahlah, walaupun mereka itu sesama lelaki. Tetap saja Luhan tidak pernah merasa terbiasa dengan hal seperti itu. 

" Ckck... kau seperti gadis dibawah umur hyung?" Sehun menatap Luhan malas, hyungnya itu sudah 25 tahun. Tapi melihat organ pria yang bahkan bentuknya sama punyanya saja shock begitu. Apalagi melihat gadis telanjang, bisa- bisa hyungnya itu pingsan dimalam pertama nanti. 

Sehun menggeleng geli dengan imajinasi sendiri, namun melihat Luhan yang masih terlihat shock membuatnya kasihan juga. " Sudahlah hyung, ayo sarapan ini sudah siang. Kau pasti belum mandi jugakan, kau tak ingin perusahaanmu itu bangkrut karena Presiden Direkturnya kesiangan memimpin rapat hari ini." 

Mendengar ucapan Sehun, sontak Luhan berteriak heboh. " Astaga Sehun, aku bisa terlambat!" Luhan berlari menuju kamarnya yang berada tepat disebelah kamar Sehun. Hingga terdengar suara pintu kamar mandi yang sepertinya ditutup kasar, membuat Sehun terkekeh geli. 

" Dia selalu saja begitu." 

Sehun mencibir, mencangklong tasnya. Dan segera turun kelantai bawah, menunggu Luhan untuk sarapan bersama.

 

                                   ***

 

" Daa...Sehunie, sekolah yang benar jangan membolos lagi. Atau hyung tak akan mengijinkanmu untuk mengikuti club dance lagi. " 

Inilah salah satu kegiatan wajib Luhan lakukan setiap pagi, mengantar Sehun kesekolah. Dan jujur itu membuat Sehun sangat risih dibuatnya. Bagaimana tidak, ia sudah SHS kelas dua.

Semua temanya sudah mempunyai kendaraan pribadi, dan ia masih diantar jemput layaknya anak Tk lengkap dengan wejangan sebelum masuk kelas. 

Sehun hanya mendengus mendengar ucapan Luhan, berlalu meninggalkan Luhan yang tampak sudah biasa dengan kecuekanya. Mobil Luhan melaju meninggalkan SOPA High School, begitu Sehun melangkahkan kakinya memasuki gerbang sekolah. 

Sehun menatap sosok Kai yang tengah bersandar pada mobil Sport miliknya dengan pandangan iri. Dia juga ingin seperti Kai, bisa bebas menjalani hidupnya. Tidak seperti dirinya yang terus saja diperlakukan seperti anak umur 6 tahun oleh Luhan. 

Melangkah malas kearah parkiran yang memang terletak disamping gerbang sekolah. Membuat deretan kendaraan mewah yang berada diparkiran, dapat terlihat jelas begitu kau memasuki gerbang. Sehun heran, apa sekolah ini mau pamer jika murid disini adalah orang kaya semua. 

" Mukamu jelek amat bung!" Kai mengantongi kunci mobil yang masih dipegangnya, menbenahi tas dipundaknya lalu merangkul Sehun yang tampak malas pagi ini. 

" Kau diantar lagi?" Kai berucap tanpa menoleh, ia tahu jawaban Sehun akan seperti apa. 

Sehun tetap mengangguk walau Kai tak menolehnya sama sekali. Mereka kini menaiki tangga, bukan menaiki kelasnya dilantai 3. Tapi sebuah lantai yang lebih tinggi daripada itu. 

" Tempat ini, memang selalu menjadi yang terbaik." Sehun melempar tasnya asal kelantai lalu menjatuhkan pantatnya dan menyenderkan begitu saja tubuhnya pada tembok. Sedangkan Kai justru melangkah kepinggiran, menatap lalu lalang murid yang terlihat kecil dibawah sana. Maklum mereka kini tengah berada dilantai 5, atau lebih tepatnya diatap sekolah. 

" Sehun?" 

"Hemm...." Sehun menoleh, menatap Kai yang masih berdiri dipinggiran atap. Melongok kebawah, entah sedang melihat apa. 

" Pernahkah kau berfikir untuk loncat dari atas sini?" Kai berucap datar, membuat Sehun mengeryit heran. 

"Apa maksudmu?" Sehun menatap Kai dengan tatapan menyelidik. "Aku memang kesal dengan Luhan hyung, tapi otakku masih cukup waras untuk bunuh diri." Sehun bangun dari acara duduknya, menghampiri Kai yang masih setia berada dipinggir pembatas dan menatap kebawah. 

" Astaga! Jangan-jangan kau sedang berfikir untuk bunuh diri sekarang ya." Sehun mengeluarkan ekpresi horornya, membuat Kai langsung memukul bahu Sehun keras. 

" Yak! Kau pikir otakku dangkal, hingga aku harus melakukan hal bodoh seperti itu. Rasanya pasti sakit sekali terjun dari sini." Kai bergidik ngeri membayangkanya. 

" Syukurlah." Sehun berkata cuek. 

" Apa maksudmu dengan syukurlah Sehun?" 

" Ya, setidaknya aku tidak harus datang kepemakaman mahkuk hitam sepertimu. Buang waktuku saja." Sehun mengangkat tasnya, melangkah turun meninggalkan Kai yang spontan mengeluarkan sumpah serapahnya 

" Dasar albino jelek, jadi maksudmu kau senang jika aku mati begitu. Awas saja, tak akan kubantu jika kau ingin kabur dari rumah lagi."

 " Yak Kai,  aku hanya bercanda!"

Next / end?

 
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet