Chapter 2

With a Cherry on Top
Please Subscribe to read the full chapter

Yunho benar-benar membawa Changmin ke Gwangju. Awalnya, ia tidak ingin memercayainya sampai tunangan palsunya itu benar-benar muncul di hadapannya di bandara, membawa koper dengan ukuran ekstra.

“Kita hanya akan pergi ke Gwangju,” kata Yunho sambil menatap koper Changmin.

Changmin melepas kacamata hitamnya. “Ada masalah, Jung?”

“Kau adalah masalahnya,” jawab Yunho. Changmin melenggang pergi tak menanggapinya.

Dalam perjalanan ke Gwangju yang hampir satu jam itu, Changmin menghabiskan waktunya dengan membaca manuskrip di tabletnya tanpa interupsi sedikitpun oleh Yunho. Sedangkan Yunho menyibukkan dirinya dengan mendengarkan musik sambil memejamkan matanya, seolah menikmati perjalanan tersebut. Padahal, di dalam kepalanya terjadi asumsi-asumsi negatif tentang rencana mereka. Meskipun ia berusaha untuk menghadapi ide gila Changmin setenang mungkin, Yunho tetap merasa gugup. Ini adalah pertama kalinya ia membawa seseorang menemui orang tuanya, dan sialnya, orang pertama yang ia bawa adalah orang paling terakhir yang ingin ia bawa ke rumah keluarganya. Itupun jika Shim Changmin adalah orang terakhir di dunia.

Sesampainya mereka di Gwangju, ibu Yunho sudah menunggu di bandara, seperti yang wanita itu janjikan. Perasaan gugup Yunho setidaknya sedikit berkurang melihat senyumnya yang mengembang indah.

“Yunho!” panggil ibunya. “Akhirnya kau pulang.”

Yunho dan ibunya menghabiskan waktu beberapa saat untuk saling berpelukan dan memberikan sapaan ringan untuk masing-masing. Di belakang mereka, Changmin mengamati dalam diam.

“Oh!” Ibu Yunho berseru ketika melihat Changmin. “Itukah Shim Changmin yang kau maksud?”

“Ya,” jawab Yunho agak terlambat. Changmin segera melangkah mendekat dan menunjukkan senyum terbaiknya hari itu.

“Annyeonghaseyo,” sapa Changmin sembari menundukkan badannya. Saat mendongak kembali, badannya disergap oleh Nyonya Jung, membuatnya menahan nafas sejenak karena terkejut. Ia melayangkan tatapan S.O.S kepada Yunho.

“Aku rasa sudah cukup.” Yunho melerai mereka berdua.

Ibunya tertawa ringan. “Oh, maaf.”

“Aku harap kedatanganku tidak akan merepotkan,” ucap Changmin sopan.

“Tidak sama sekali. Senang rasanya melihat Yunho tidak pulang sendirian.”

Changmin menghindari tatapan ibu Yunho saat senyum wanita itu semakin mengembang.

“Baiklah. Waktunya kembali ke rumah. Ayo.”

 

 

 

***

 

 

 

Changmin tidak tahu apakah yang ia lihat adalah salah. Setelah melewati jalan raya dan memasuki jalan yang lebih kecil , sering sekali ia melihat papan nama dengan tambahan Jung di depannya, seperti Jung Collections, Jung Cafe, Jung General Store, Jung Florist, dan lain-lain yang membuat Changmin sekali lagi menurunkan kacamata hitamnya.

“Apakah di Gwangju marga Jung sangat pasaran?” tanya Changmin kepada Yunho yang sedang menyetir.

“Kenapa?”

“Itu, bukan milik keluargamu, kan?” Changmin menunjuk kepada papan-papan nama yang ada di sepanjang jalan.

Nyonya Jung yang mendengarnya menyahut dari belakang. “Yunho tidak terbiasa menceritakan bisnis keluarga dengan orang lain.”

Changmin memutar kepalanya ke arah Yunho yang dengan santai mengemudi tanpa merasa bersalah karena tidak pernah mengatakan ini kepadanya. Well, keluarga Yunho adalah pebisnis besar di Gwangju dan Changmin merasa perlu terkejut karena sepanjang karir Yunho bersamanya, orang itu tidak pernah membela diri saat Changmin menyebutnya kampungan padahal Yunho jauh sekali dari kata itu.

Jika bisnis keluarga Yunho di luar tadi membuat mulutnya hampir menganga, yang satu ini lebih membuat matanya melotot. Di area yang terlihat bahkan tidak pernah dilewati tersebut, ternyata tersembunyi sebuah mansion besar yang tidak pernah ia bayangkan akan menjadi milik keluarga Jung.  

“Yunho, aku membencimu,” kata Changmin seraya menarik koper beratnya dari bagasi mobil. Yunho berjalan di depannya, enggan membantu. “Kau kaya setengah mati dan tidak pernah mendiskusikan ini denganku.”

“Setidaknya bukan aku yang berkata bahwa aku kampungan,” jawab Yunho.

“Aku harus mengklarifikasi itu. Program hemat biaya-mu membuatku berpikir demikian, dan orang-orang yang berhemat biasanya adalah orang yang...seperti itu.”

“Aku juga harus mengklarifikasinya. Tahun lalu kau baru saja pindah apartemen ke Seocho dan jangan anggap aku bodoh karena aku tahu berapa harga satu unit di kompleks itu, yang mana membuatku berpikir bahwa kau perlu menekan lagi pengeluaranmu sementara kau mengumpulkan lagi kekayaanmu untuk menutupi yang sudah kau keluarkan. Jadi, aku membuat Program Hemat Biaya,” jawab Yunho panjang lebar. “Dan jika kau pikir berhemat adalah kampungan, demi Tuhan, kau harus memperbaiki pola pikirmu yang satu itu.”

“Siapa peduli? Itu adalah uangku, dan kau bukan penasihat keuanganku.”

“Kalau begitu berhenti mengeluh tentang krisis keuanganmu di depanku,” balas Yunho dan kembali berjalan lagi.

Baru saja Changmin ingin membela dirinya lagi, pekarangan mansion super megah itu terlihat dan secara mengejutkan, Changmin melihat berpuluh-puluh orang di sana, yang sebagian besar memandang mereka dari kejauhan, tersenyum penuh harap seolah mereka berdua adalah tamu kehormatan yang telah mereka tunggu sejak lama.

Changmin berjalan cepat untuk menyamai langkah Yunho. “Kau bilang ulang tahun ayahmu masih beberapa hari lagi,” bisik Changmin meskipun tidak akan ada yang mencuri dengar.

“Memang,” jawab Yunho sebelum menyadari maksud Changmin. “Oh, aku belum memberitahumu? Setiap kali aku pulang, mereka mengadakan pesta kebun di sini dengan kerabat dekat dan tetangga. Sebuah tradisi.”

“Tradisi?!” Changmin menggelengkan kepalanya. “Apakah kau pewaris kehormatan kerajaan? Beritahu kepadaku, mengapa mereka begitu memperlakukanmu secara spesial?”

“Bukan apa-apa,” jawab Yunho. “Aku hanya pulang maksimal satu tahun sekali. Itupun jika atasanku cukup berbaik hati membebau dari semua tugas liburan.”

Changmin mendengus menanggapi ejekan Yunho yang secara langsung ditujukan kepadanya.

“Aku tidak akan bergabung dengan kalian. Terima kasih.”

Yunho mendesah. “Changmin, Baby,” ucap Yunho dengan afeksi palsu yang dilebih-lebihkan. “jika kau ingin aku mengumumkan pertunangan kita, sekaranglah saat yang tepat. Dan pengumuman itu memerlukan kehadiranmu, tentu saja.”

“Tapi bukan berarti semua orang harus mengetahuinya, Baby.”

“Take it or leave it.”

 

 

 

***

 

 

 

Yunho memiliki tetangga-tetangga yang terlalu bahagia, terlalu ramah, terlalu menyala, dan terlalu berisik. Changmin merasa sangat lelah hanya dengan mendengarkan mereka bercerita hal-hal yang tidak ingin ia tahu selama satu jam. Dan Yunho, bertambah lebih tidak sopan lagi dengan meninggalkannya sendirian bersama mereka.

“Hei, Jung, kapan kau akan mengumumkannya?” desak Changmin setelah bermenit-menit Yunho menghilang dari pandangannya.

“Pertama-tama, berbicaralah dengan ayahku,” ucap Yunho. “Kau belum bertemu dengannya.”

“Ayahmu?”

Belum sempat Changmin menyetujuinya, Yunho sudah menggiringnya. Dan dihadapannya kini berdiri seorang laki-laki paruh baya dengan bahu tegap dan tinggi yang sama dengan Yunho.

“Ayah,” panggil Yunho.

“Yunho,” balas ayahnya. “dan....”

“Shim Changmin.” Changmin mengulurkan tangannya segera.

“Shim Changmin?” Ayah Yunho mengangkat alisnya. “Shim Changmin yang selalu kau bicarakan dengan ibumu, Yunho?”

Yunho memberikan tatapan memperingatkan kepada ayahnya.

“Jangan salah sangka,” ucap ayah Yunho kepada Changmin. “Aku akan menjamin reputasimu tidak akan tercoreng karena rahasiamu aman bersama kami. Tapi aku harus mengajukan permintaan kepadamu untuk menciptakan transparansi dalam lingkungan kerja agar Yunho dapat melayangkan komplain kerjanya dengan benar kepadamu, bukannya kepada kami.”

Changmin mengerutkan kening sembari meminta penjelasan dari Yunho dengan kedua matanya.

“Bisa kita bicarakan hal lain?” pinta Yunho.

“Seperti, pekerjaan sampingan kepala editor ketika ia tidak mengkritik, memecat, dan menjamu klien?”

Jelas sekali ayah Yunho mendapat impresi yang benar-benar menyimpang dari apa yang seharusnya. Changmin sekali lagi dihadapkan pada sebuah realitas yang –  jika saja ia lebih rentan satu persen saja – cenderung akan membuatnya melepaskan karirnya hanya untuk membersihkan kembali nama baiknya. Hingga saat orang-orang mendengar namanya, mereka akan berkata, “Oh, Shim Changmin? Aku tidak pernah mendengarnya, tapi aku tebak dia orang yang baik,” daripada, “Shim Changmin kepala editor yang kejam dan bengis itu?”

“Maaf, Pak, jika ada sesuatu yang mengganggu Anda, kita bisa –”

“Jelas tidak ada.” Yunho menyahut dengan geram sebelum memegang salah satu lengan Changmin dan menariknya menjauh dari ayahnya.

“Kau tidak memberitahunya aku akan datang?” tanya Changmin sembari mengikuti langkah Yunho.

“Perhatian semuanya!” seru Yunho tiba-tiba saat mereka berdiri di tengah-tengah pekarangan. “Aku meminta waktu kalian sejenak untuk mengumumkan sesuatu.”

Serentak, semua melihat keduanya. Changmin hampir saja terkesiap mendapatkan perhatian secara tiba-tiba, apalagi untuk kebohongan yang sebentar lagi akan Yunho obralkan secara cuma-cuma kepada publik.

“Orang yang bersamaku saat ini,” mulai Yunho. Ia melihat Changmin yang berdiri rapat di sampingnya. “adalah tunanganku.”

Bisikan-bisikan terkejut yang tidak koheren datang dari berbagai arah, membuat Changmin tidak tahu harus memfokuskan ke arah mana.

“Aku akan menikah dengan Shim Changmin.”

Yunho menelusupkan lengannya di pinggang Changmin. Sulit diakui, namun gestur sederhana itu membuat Changmin lebih percaya diri untuk mengangkat wajahnya dan membalas pandangan beberapa orang terdekat untuk memberikan kesan yang meyakinkan. Tidak lupa ia menatap wajah kedua orang tua Yunho yang sudah berdiri tidak jauh di depan mereka. Yang satu mengerutkan keningnya, sedangkan yang satu lagi terlihat lebih dari baik-baik saja dengan pengumuman mendadak Yunho.

“Aku pikir kalian belum seserius itu,” komentar Nyonya Jung dengan sinar wajah yang dapat mengalahkan mentari sore itu.

“Well.” Yunho melirik Changmin sejenak sebelum mengeluarkan tagline tipikal yang akan membeli perhatian orang-orang yang haus akan roman picisan. “Kami tidak seharusnya saling jatuh cinta, tapi kenyataan berkata sebaliknya.”

Benar saja, suara-suara tersipu terdengar dari segala arah. Pada dasarnya, seorang Jung Yunho yang mengatakan sesuatu yang menggelikan akan memompa semangat Changmin untuk mengkritiknya habis-habisan hingga Yunho tidak sudi menatapnya lagi selama satu hari penuh, namun kali ini tidak ada celah baginya sama sekali. Untuk kali pertama dalam hidupnya, ia dipermalukan oleh asistennya sendiri.

“Bagaimana kalau kalian menunjukkannya?” Seorang laki-laki yang sempat dikenalkan Yunho sebagai tetangganya merasa terhibur dan meminta mereka untuk... “Yunho, cium tunanganmu!”

“Oh my god,” gumam Changmin.

Penonton mereka mulai memberikan apresiasi yang lebih kepada permintaan konyol itu.

“Tidak masalah,” jawab Yunho santai.

Changmin memberi peringatan dengan kedua matanya. Namun, Yunho meremehkannya dan dengan kecepatan nanosecond, ia mengecup pipi Changmin yang mungkin sekarang sudah semerah tomat. Changmin yakin seratus persen bahwa kecupan di pipi tidaklah cukup menghibur si peminta karena wajah orang itu mengatakan demikian.

“Yunho, ayolah, kau tahu maksudku,” kata orang itu.

Membayangkannya saja Changmin tidak mampu. Ia yakin wajahnya sudah melebihi tomat matang kali ini. Yunho, yang awalnya menganggap enteng, kini berubah tegang. Ia melemparkan sinyal darurat ke arah Changmin. Sementara suara-suara di sekitar mereka semakin kencang karena mengantisipasi apa yang akan terjadi, Yunho dan Changmin tenggelam dalam komunikasi non-verbal mereka. 

Yunho masih sempat berbisik, “Semakin cepat mulut mereka bungkam, semakin bagus.”

“Tenggelamkan aku di laut setelah ini,” desis Changmin. “Lakukan sekarang.”

“Hm?”

“Cepat lakukan.”

Mendengar sebuah desakan dari suara Changmin, Yunho mematuhinya segera. Menghilangkan jarak di antara mereka dan menciumnya. Tidak benar-benar di bibir karena Yunho terlalu kikuk dan Changmin sedikit menggeser wajahnya ke samping, namun setidaknya mendekati sebuah ‘ciuman’. Keheningan yang timbul membuat Changmin menyelipkan kedua tangannya di antara mereka dan mendorong dada Yunho dengan pelan agar segera menjauh. Tentu saja, Yunho mendramatisir keadaan dengan memejamkan mata dan tidak berusaha sama sekali untuk segera mengakhiri penderitaan mereka bahkan saat Changmin mulai menginjak kakinya dengan kuat.

Penyiksaan beberapa detik yang terasa berjam-jam itu akhirnya berakhir saat Yunho mulai membuka mata dan menjauh dari wajah Changmin. Changmin mengipas-ngipas wajahnya sambil mendengus saat semua orang bersorak. Seperti dirinya, wajah Yunho memerah. Hanya saja, orang itu masih mampu untuk memalsukan sebuah senyuman.

“Well done,” ucap Changmin sinis saat akhirnya orang-orang tidak lagi memperhatikan mereka.

Yunho mengangkat kedua bahunya. “Ini mudah,” katanya.

“Selamat,” sapa seorang wanita yang menghampiri mereka.

“Yeonhee, kau di sini?”

“Hai, Yunho. Lama tidak berjumpa denganmu, jadi aku datang. Diundang, tentu saja,” katanya. “Jadi, kau sudah mempunyai tunangan.”

“Begitulah.” Yunho beralih kepada Changmin. “Changmin, perkenalkan, ini Lee Yeonhee.” Ia tersenyum canggung sebelum melanjutkan. “Mantan kekasihku.”

“Ah.” Changmin mengulurkan tangannya. “Senang bertemu denganmu.”

“Aku juga,” balas Yeonhee, melemparkan senyum yang tidak dapat Changmin deskripsikan untuk saat ini. “Kau beruntung mendapatkan Yunho.”

“Benarkah? Aku rasa sebaliknya,” balas Changmin yang kemudian diikuti oleh picingan mata Yunho.

“Bagaimana kabarmu, Yeonhee?” Yunho cepat-cepat mengambil alih dan mencegah Changmin untuk mengatakan sesuatu yang tidak natural yang dapat membongkar rahasia besar mereka.

“Aku baik-baik saja,” jawab Yeonhee. “Bagaimana denganmu?”

“Sangat baik.” Yunho tersenyum lebar. “Masih mengajar anak-anak?”

“Tentu saja. Mungkin untuk waktu yang lama,” jawab Yeonhee.

Yunho mengangguk. “Aku tahu.”

“Lain kali kau harus melihat mereka sekali lagi. Kau ingat Chanwoo? Dia sangat ingin bertemu denganmu lagi.” 

“Benarkah? Aku harus menjenguknya kapan-kapan.”

Changmin harus menunggu satu menit kemudian untuk menyela mereka dan meminta izin untuk permisi sebentar. Dari semua hal saat ini, hal terakhir yang akan ia lakukan adalah menjadi orang ketiga dalam hubungan konvensional sepasang mantan kekasih, yang...jika dilihat-lihat bukan sesuatu yang ideal menurut Changmin, tetapi ia tidak peduli hubungan macam apa yang sedang mereka bangun kali ini. Meja buffet lebih menarik perhatiannya daripada dua orang makhluk yang sedang berusaha untuk saling menggoda.

 

 

 

***

 

 

 

“Kalian berdua akan tidur di kamar ini.”

“Mengesankan.”

Yunho melirik Changmin.

“Aku memiliki kamar sendiri,” ucap Yunho memberi tanda.

“Aku pikir kalian sudah tidur bersama?”

Yunho berpikir sebelum menjawab, “Secara teknis.”

Hampir saja Changmin menepuk dahinya sendiri. Entah berapa kali hari ini wajah Changmin dibuat semerah tomat. Dalam waktu kurang dari 24 jam, rasa malunya telah melebihi batas wajar, mungkin saja ia akan mengalami overdosis sebentar lagi, jika itu mungkin. Seorang Jung Yunho tidak seharusnya diizinkan untuk mengetahui frasa ‘secara teknis’ dan menggunakannya dalam konteks yang salah.

“Tidak perlu sungkan.” Nyonya Jung mengibaskan tangannya, mengartikan rasa malu Changmin sebagai sebuah ketersipuan. “Selamat malam untuk kalian berdua. Mimpi yang indah.”

Pintu kamar mereka tertutup rapat.

“Jika kau ingin menjadi seorang editor, Jung, lebih baik kau mempelajari lagi tentang semasiologi,” komentar Changmin sebelum ia melupakannya.

“Noted,” respons Yunho sambil lalu.

Changmin memposisikan dirinya di ranjang dan menghembuskan nafas keras.

“Yunho, kau– ”

“Tidur di bawah. Aku tahu,” potong Yunho segera. “Meskipun sebenarnya ini adalah rumahku...”

“Jangan menggerutu. Atau kau ingin tidur di atas bersamaku?”

“Bolehkah?”

“Tidak.”

Changmin berdiri dan menuju ke kamar mandi untuk mengganti pakaiannya dengan kaus kebesaran yang menggantung hingga ke pahanya. Mulut Yunho menganga melihatnya.

“Pakailah sesuatu yang pantas!” Suara Yunho hampir histeris.

“Ini pantas digunakan untuk tidur.” Changmin berjalan melewati Yunho yang sudah telentang di atas matras yang ia bentangkan di atas lantai sambil merapatkan ujung kaus yang menggantung di pahanya. “Tenang saja, aku memakai sesuatu di bawah sini,” lanjutnya setelah ia mencapai ranjang.

Ekspresi Yunho bercampur antara ingin sekali menyembunyikan kepalanya di bantal dan ingin berseru kepada Changmin.“Kau tidak membawa pakaian tidurmu?”

“Aku terlalu fokus pada hal lain, oke? Aku tidak pernah membuat daftar pakaian apa saja yang harus kubawa terutama jika ini bukan perjalanan bisnis.”

“Tapi kau membawa koper besar!”

“Aku hanya membawa beberapa pakaian,” kata Changmin sambil menarik koper besarnya dari bawah ranjang. Ia membukanya dan mengeluarkan buntalan besar dari dalamnya. “Selain itu, aku membawa ban

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
MaxRen13 #1
Chapter 4: Aaaaahhh... Ending yang maniiiiissssss banget ???????
crystalice02
#2
Chapter 4: Kjhbghhvhbxfgjz gemes bangeeet! Gemes sama ke-tsundere-an chami, gemes jg sama ke-bucin-an yunho!
Padahal udah tau plot utamanya bakalan gimana tp tetep aja ikut baper bacanya T-T
Thank you so much udh update fic ini sampe abis, ditunggu ff homin yg selanjutnya author-nim <3
Bigeast88 #3
Chapter 4: Uwaaaaa update!!
U came to concert??? Aigooo i wish we can meet~~ TT.TT me too i have PCD too lol and after changmin posted on IG about the concert, the PCD is getting worse TTwTT hope we'll see them again in jakarta!!
JiJoonie
#4
Chapter 4: Sksksksk i—i hate you so much yunho-nim T_T why you always make my heart doki-doki?!?!?!?!

Anyway you did amazingly like always ka kina! Thank you for this wonderful story and I still wait for you next Homin story UwU
QueenB_doll #5
Chapter 4: Hahahahaa mereka lucu bgt, makasih untuk menamatkan fic ini authornim, endingnya memuaskan, tapi mereka jadi pasangan yang sibuk ya i see, mirip mereka d dunia nyata wkwkwwkkw.. XDD
vitachami
#6
Chapter 4: Akhirnya update...
Saya senang
Sudah lama menunggu fanfic ini...
Thx sudah update dan semoga sukses terus smua karyanyaa
jungjiym #7
Chapter 3: Omg, I really love this story :') semoga terus lanjut yaa
lusiwonkyu
#8
Chapter 3: Ini ada haehyuk ver nya jgaa..
LMS_239
#9
Chapter 3: Walo Udh pernah nnton film nya n baca remake nya jd homin tp english ver bbrp taun lalu
Tp tetep suka dgn yg indo ver ini XD
English ver n indo ver nya pnya gaya tulisan sndiri yg bikin feel ny tetep beda XD
Fighting!!
upiek8288 #10
Chapter 3: Huhuhu
Chami.. be brave..
Evwn hrs start over bc lg.. to g apa worth it kok.. dtggu uodate brktnya..