Love, Sin, Contradiction

Description

Kisah mengenai pernikahan, keluarga, hal mengejutkan dan hal yang ditentang

Dualisme budaya, kehidupan pernikahan, kehidupan pekerjaan, kekeluargaan, pernikahan sejenis, serta sudut pandang agama mengenai apa yang dimaksud 'penyimpangan' "LGBT itu perbuatan maksiat, pernikahan sesama jenis itu dosa besar! semua agama pun pasti melarangnya" "tapi misal itu terjadi pada orang hermaprodhit?"

 

Foreword

Seoul 2020

 

Alhamdulilah.. sampai juga aku di Incheon setelah beberapa jam perjalanan udara. Telinga masih nyut-nyutan akibat tekanan udara, untunglah berkat kecanggihan teknologi moderen pesawat bisa lebih cepat 2 jam dari waktu normal ketika beberapa tahun silam. Kulihat jam tangan di tangan kiriku, ternyata baru pukul 11.20 pagi waktu Korea Selatan. Lalu, ku aktifkan smartphoneku dan ku cari di GPS lokasi restoran yang hendak ku kunjungi. Kuketikkan nama restoran tersebut

‘Sambal n Kimchi’

Search results......

Ting!

Lalu, muncullah rute menuju restoran tersebut di layar smartphone ku. Kuperbesar layar dengan mode proyeksi gambar. Tak lama, gambar dari layar smartphone-ku terproyeksi di depan mataku. Persis seperti proyektor, hanya saja ini dalam skala lebih kecil, dan tanpa layar belakang. Sungguh, kecanggihan teknologi mulai terasa dalam kurun waktu 5 tahun saja. Segera kuikuti jalur dari layar tersebut dan kucari taksi dari bandara dan langsung menuju lokasi.

Terlihat beberapa taksi berjejer rapi di pintu keluar bandara. Menurut hasil pencarian, taksi terpercaya di Seoul adalah ‘Seoul’s Choice’. Tak lama mencari, ada juga taksi yang kucari di jejeran tesebut. Kuhampiri supirnya dan kutanyai supir itu dengan bahasa Korea.

“Permisi, bisakah anda mengantar saya ke daerah Gangnam?”

“Gangnam? Boleh, dimana alamatnya?”

“Nanti saya pandu sambil jalan mengenai alamatnya”

“Baiklah nona, naiklah”

Akhirnya, taksi itu pun melaju menuju restoran tujuanku. Sepupuku sayang.. aku datang..

 

 

Sambal n Kimchi Restaurant

 

Tibalah aku di depan sebuah restoran di kawasan elit Gangnam ini. Yup.. inilah restoran tujuanku. Restoran dengan nama unik dan agak aneh kurasa? Haha.. restoran ini memang seunik namanya. Kulangkahkan kakiku memasuki restoran tersebut. Kukenakan kacamata hitamku, aku ingin menyamar sedikit hehe.. lalu, kudorong pintu kayu dengan ukiran khas Jepara yang merupakan pintu masuknya. Khas Jepara.. ya, memang. Heran? Oh.. jangan heran dulu mari lihat kedalam mengenai interiornya. Langit-langit restoran dihiasi lampu temaram yang terbuat dari anyaman bambu dan menyerupai kurungan ayam khas Indonesia. Dinding-dindingnya dihiasi wallpaper dengan motif batik Jawa Timur khas pesisir, dengan hiasan lukisan tinta khas Korea. Tempat duduknya ada dua jenis. Yang pertama tempat duduk dengan meja makan biasa yang terbuat dari kayu, dan yang kedua lesehan dan berada di panggung kecil dengan bantal sebagai alas duduknya. Aku memutuskan duduk di bagian lesehan saja agar bisa berselonjor (meluruskan kaki). Kupilih bagian lesehan yang ada di dekat kasir. Kulihat menu-menu yang ada di buku menu diatas meja. Kuputuskan memesan seporsi bibimpap, gorengan tempe mendoan dan wedang jahe sebagai minuman. Inilah keunikan restoran Sambal n Kimchi. Restoran ini adalah restoran perpaduan makanan khas Korea dan Indonesia, lebih tepatnya Jawa.

Sambil aku mencari pelayan dan berusaha memanggilnya, aku juga mencari sosok yang kurindukan di meja kasir. Biasanya ia berjaga atau hanya sesekali memantau disana mendampingi kasir. Hmm.. rupanya dia sudah muncul. Kuacungkan tangan dan kupanggil.

“Maaf, saya mau pesan” ujarku seraya melambaikan tangan kepada orang yang kutuju.

Ia pun terlihat menghampiri.

“Ya, silakan pesan apa nona?”

“Saya pesan seporsi bibimbap, gorengan tempe mendoan dan wedang jahe”

“baiklah, akan saya beritahukan kepada pelayan saya nanti”

“Pelayan anda?”

“Iya, saya sebenarnya pemilik restoran ini. Kebetulan restoran sedang lumayan ramai, jadi pelayan sedang melayani tamu lainnya”

“wah, kebetulan sekali! Saya ingin berbincang dengan pemilik restoran ini, tuan Kim Mingyu”

“maaf? Memangnya ada perlu apa dengan saya?”

“soale aku wes kangen karo kowe dek”[soalnya aku sudah kangen sama kamu dek]

ucapku seraya melepas kacamata hitam yang bertengger di hidungku.

Ia pun tertegun, kemudian melongo dan berucap

“owalah noona! Tak kiro sopo”[owalah {ungkapan macem OMG}. Kukira siapa]

 ia pun membalas ucapan bahasa Jawa ku sambil memelukku. Aku pun membalas pelukannya.

“haha.. iya ini aku, Ayu.. sudah lama ya Min, ga ketemu waduh.. makin tinggi dan ganteng aja kamu dan bahasa jawamu masih lancar” aku pun mengajaknya berbicara dengan bahasa Indonesia.

“wah.. terimakasih noona, noona juga makin ayu seperti namanya. Oh.. jelas lancar, kan ibu sering mengajakku berbahasa Jawa, appa saja kadang-kadang pakai bahasa Jawa juga kok”

“halah.. mulai deh nggombalnya. Oh ya? Wah seru tuh kalo nanti aku berbincang sama ahjussi pakai bahasa Jawa. Tapi pasti kamu belum bisa krama inggil kan?”

“eh, beneran noona.. hehe.. wait, krama inggil itu apa?”

“itu bahasa Jawa halus, yang biasa dipakai untuk orang yang lebih tua”

“hmm.. pernah sih diajari sedikit sama ibu, tapi cukup sulit.. aku nggak sanggup kayanya haha”

“haha yasudah Min, ga masalah.. yang penting kamu ada kemauan untuk mempelajari bahasa ibumu dan budayanya sudah bagus kok.. oiya ngomong-ngomong pesenanku gimana ? aku wes luwe”[aku sudah lapar]

“oiya, sebentar kuberi pesananmu ke pelayan dulu ya” Mingyu pergi sebentar dan memberikan daftar pesananku ke pelayan yang ia jumpai. Ia pun kembali ke tempat dudukku lagi.

“Min, aku mau nanya-nanya boleh?”

“ya boleh dong, nanya apa noona?”

“well.. first thing, panggil aja aku mbak. Aneh aja gitu kita bicara pakai bahasa Indonesia bercampur Jawa tapi manggilnya tetep noona, hehe..”

“oke deh mbak!”

“sip, jadi.. ceritakan kepadaku kenapa pernikahanmu tahun lalu itu jadi sesuatu yang kesannya ditutup-tutupi? Aku aja tau kamu nikah dari ibuku, dan ibu diberi tahu langsung oleh bulek, tapi kesannya itu rahasia. Apa sih yang terjadi?”

Kulihat ia menghela nafas dan terdiam sejenak. Kemudian ia tersenyum dan menjawab pertanyaanku.

“jadi, yaa.. benar aku memang sudah menikah. Soal ditutup-tutupi.. aku juga nggak bermaksud begitu, tapi appa dan ibu yang meminta agar pernikahanku dirahasiakan dulu dari keluarga dan kerabatku. Karena.. menurut mereka dan .. mungkin sebagian besar orang ini merupakan hal yang tidak pantas di gembar-gemborkan”

“hal yang tidak pantas bagaimana? Memangnya kamu sudah menghamili anak gadis orang ya?”

“bukan begitu mbak, tapi.. mungkin kau akan terkejut ketika tau istriku”

“dia orang kan?” tanyaku sambil tersenyum jahil.

“bukan mbak, jin!” jawabnya sambil memutar bola matanya.

“haha.. serius nih!”

“ya lagian.. pertanyaannya absurd banget”

“oke-oke, maaf.. bercanda kali, hmm jadi pengen ketemu istrimu Min..  oiya ngomong-ngomong seperti tujuanku di email kita, aku mau numpang tinggal di rumahmu untuk waktu yang aku juga tidak yakin berapa lama. Bisa beberapa bulan, karena aku sedang mengurus pembukaan cabang butikku di Korea, tepatnya di pusat kota Gangnam ini. Jadi karena aku bakal bolak-balik Indonesia-Korea, apakah boleh aku numpang di rumahmu dek?”

“hmm.. boleh ga ya..”

“ayolah, janji deh ga bakal nyusahin, aku masak sendiri, bahkan kalo perlu kubantu istrimu masak, nyuci sendiri, tidur sendiri..”

“ahhahaha.. iya santai aja mbak, aku malah seneng ada kamu di rumahku selama beberapa waktu, rumah jadi lebih ramai, lumayan lagi ada yang bantuin masak. Soal tidur sendiri mah you don’t say mbak! Ogah banget aku ngelonin kamu”

“wahh makasih banyak dek.. mudah-mudahan lancar rezeki, cepet dapet momongan kamu amiinn!! Dan satu lagi, siapa juga yang minta kamu kelonin ogahh juga kali”

“amiinn makasih doanya mbak.. hahha bercanda mbak”

“Yasudah, kira-kira kamu kapan selesai dan pulang biasanya?”

“biasanya jam 3 sore aku pulang mbak, kenapa?”

“aku pengen cepet-cepet numpang istirahat sih sebenernya, sama naruh koper baju segede alaihim ini di rumahmu, itu pun kalo kamu ga keberatan pulang cepet”

“oh.. capek mbak? Yasudah aku pulang lebih cepet, biar wakil ketua restoran si pak Jung yang gantian mengawasi”

“wah.. makasih ya dek..”

“sip, tunggu ya biar ku bilang ke pak Jung dulu sambil aku siap-siap pulang”

“oke, kutunggu... eh, bentar.. Min, makanan pesenanku gimana?”

“makananmu? Tadi sih aku minta dibungkusin sekalian, hehe soalnya aku tau pasti kita bakal ngobrol lama dan makanan nanti ga bakal kesentuh”

“hahahha.. iya juga.. oke thanks bro”

“your welcome sist”

Kemudian, aku pun menuju rumah Mingyu yang tak terlalu jauh dari restorannya. Letaknya ada di kawasan perumahan yang elit menengah keatas, tidak sampai terlalu mewah maksudnya. Selama di dalam mobil Mingyu, aku tetap berbincang banyak kepadanya.

“masa? Se-misterius itu kah dia?”

“iya mbak, kalau dia ada sesuatu ga langsung diomongin, aku kudu peka dulu.. baru dia melunak dan mau cerita”

“idih.. baper amat bini mu jadi geregetan haha kaya apa deh wujudnya”

“nanti kau lihat sendiri mbak, tapi siapin dirimu ya..”

“iya.. emang segimananya sih istrimu itu.. sampai aku harus siapin diriku?” kulihat Mingyu tersenyum misterius, namun kullihat pancaran matanya agak sendu. Ia menatap jalanan sambil menyetir dengan raut muka agak tidak nyaman, seperti ada yang ia sembunyikan. Aku tidak mengajaknya berbincang lagi, walau aku penasaran. Apakah istri Mingyu itu buruk rupa? Cacat? Atau.. mengalami gangguan jiwa? Beragam pertanyaan hinggap di pikiranku. Tak lama kemudian, mobil yang dikendarai Mingyu berhenti di depan sebuah rumah bercat putih, abu-abu dan hitam dengan aksen coklat bergaya minimalis moderen dengan taman bunga kecil di depannya.

“inilah rumahku mbak, selamat datang..”

“wah.. bagus juga, asri rumahmu.. banyak tanamannya”

“silakan turun dulu, biar kuparkirkan mobilnya di garasi”

Aku mengangguk dan turun dari mobilnya, menunggunya di depan pintu masuk rumahnya. Setelah ia selesai memarkirkan mobilnya di garasi.

Kami pun memasuki rumah minimalis nan asri tersebut.

“aku pulang..” ujar Mingyu.

Lalu, seseorang terlihat menuju ruang tamu. Sesosok lelaki berkulit putih, bermata sipit dan tampan mengenakan apron berwarna biru navy tergopoh-gopoh menghampiri Mingyu. Ia terlihat agak kaget melihatku. Lalu ia membungkuk dan berkata dalam bahasa Inggris beraksen Korea.

“anyeonghaseyo.. my name is Jeon Wonwoo. Are you Mingyu’s cousin ?”

Tanyanya setelah membungkukkan badan. Aku pun menjawab sambil membungkukkan badan juga.

“nde, my name is Prameswari Ayu Sentono. Well i know that my name is hard enough to called by Korean right, so just call me Ayu. And excuse me, who are you?”

Orang bernama Jeon Wonwoo itu pun melihat kearah Mingyu dan bertanya padanya dalam bahasa Korea yang kumengerti.

“Gyu, kau tidak cerita siapa aku?” tanyanya dengan raut muka agak kecewa dan setengah merajuk.

“hehe.. nanti akan kujelaskan dan saling kukenalkan lebih jauh kalian berdua saat makan malam”

Lalu Mingyu menengok kearahku.

“iya kan noona?”

“baiklah kalau begitu maumu, aku hutang banyaakk sekali penjelasan. Setelah aku mendapatkan kamarku, makan malam nanti kita harus banyak bicara.. termasuk dengan anda, tuan Jeon” Kujawab dengan bahasa Korea dan tersenyum sopan kepada mereka. Sungguh, aku masih bingung...

“baiklah, kamarmu ada di lantai dua mbak, mari kuantarkan dan kubawakan sekalian kopernya”

Mingyu berbincang dengan bahasa Indonesia denganku.

“termakasih dek..”

Lalu kulihat Mingyu berbicara pada pria bermarga Jeon itu.

“Wonu hyung, tolong buatkan segelas wedang jahe ya untuk noona-ku, kau tau kan resepnya?”

“iya, aku tau.. nanti kau yang antarkan ya.. aku masih.. agak malu dengannya, dan sepertinya makan malam nanti akan mendebarkan, mengingat kau akan menjelaskan mengenai hal itu....”

“santai saja, ia tidak seperti yang kau takutkan..”

Aku tak bisa terlalu menangkap apa yang mereka katakan. Lalu Mingyu pun menunjukkan kamar tamu di lantai dua.

 

Kulihat suasana lantai dua rumah Mingyu yang kental dengan hal-hal bernuansa Jawa. Lantai dua rumahnya merupakan perpustakaan dan meja kerja, ruang keluarga dengan televisi dan 1 kamar yang sekarang menjadi kamar tamu untukku.

“inilah kamar yang akan kau tempati selama kau ada disini, semoga kau nyaman, noonaku sayang”

“terimakasih banyak adikku sayang.. ingat! Pada jam makan malam, ketuk pintu kamarku dan aku siap berbincang-bincang dengan kalian, dan istrimu yang sedari tadi belum kulihat”

“baik mbak, nanti malam semua rasa penasaranmu akan terobati. Selamat istirahat” ucapnya sambil tersenyum tampan kearahku.  Kubalas dengan senyum miring ala mengajak berkelahi sebagai balasannya.

Kututup pintu kamarku. Kulihat kamar ini. Sebuah kasur queen size, meja rias, lemari pakaian, dan sebuah kamar mandi. Kamar ini bercat krem dengan separuh wallpaper batik di ½ bagian dinding. Di dekat jendela ada lukisan yang menggambarkan 3 orang penari jaipong yang dilukis dengan gaya semi realis. Hmm.. kamar yang nyaman dan tatanannya mirip-mirip hotel di Jawa atau Bali.

Kuputuskan untuk membersihkan diri, menunaikan sholat dhuhur yang di rangkap dengan ashar, dan setelah itu aku tidur hingga magrib waktu Korea tiba.

Comments

You must be logged in to comment
DinoPearl_Riza #1
waaahh thor
usul nii ya ff nya dikasi trigger warning jaa soalnya yaa kan nyangkut agama juga dan ga smua orang open minded gituu ><
penasaran si ama klanjutannya v:
JejeKyu
#2
Ini yg pernah dipost di ffn itu kan? ><