CHOCOLATE

VHOPE - Ficlet Series

Inspired by SHINee’s song; Chocolate.

.

.

.

.

.

Your sweetness makes me dizzy

I’m afraid I’ll get addicted to you

Your breathtakingness makes me dizzy

 

[SHINee – Chocolate]

.

.

.

.

.

“Jadi bagaimana?” tanya Hoseok memecah keheningan.

 

Taehyung mengalihkan pandangan dari semangkuk es krim yang ada di hadapannya dan menatap Hoseok dengan kedua alisnya yang berkerut penuh tanya. “Apa maksudmu?” sahutnya yang membalik pertanyaan Hoseok.

 

Mendengar hal itu, Hoseok mendengus menahan tawa dan menyempatkan diri untuk menyesap minumannya sebelum berkata, “Merasa lebih baik?”

 

“Ah, eum... Yah, begitulah.” jawab Taehyung dengan senyum menggemaskan yang menghiasi wajahnya saat mulai memahami arah pembicaraan yang dibangun oleh sang pemuda berambut kelam.

 

Hoseok membalas senyuman Taehyung seraya mengangguk paham. Ia kemudian menggeser gelas minumannya dan bertopang dagu dengan kedua matanya yang menatap lurus ke arah Taehyung. “Ngomong-ngomong, aku siap untuk menjadi tempat sampah jika kau ingin membuang segala keluh dan kesahmu.”

 

Sekali lagi, pergerakan Taehyung terhenti. Ia membalas tatapan Hoseok dan menggigit bibirnya ragu. Ia meletakkan sendok es krim yang terselip di antara jari-jemarinya sebelum ikut menggeser mangkuk yang nyaris kosong itu menjauh.

 

“Aku baru saja putus dengan pacarku.” gumam Taehyung pelan. “Dia pergi dan memutuskan hubungan kami begitu saja setelah nyaris tiga bulan menghilang tanpa kabar.”

 

“Menghilang tanpa kabar?” ulang Hoseok setengah terkejut, setengah tidak percaya.

 

Sebagai balasan, Taehyung hanya menganggukkan kepalanya seraya mengulas segaris senyum yang sedikit dipaksakan. “Kami telah menjalin hubungan jarak jauh selama lebih dari dua tahun. Telepon, pesan singkat, dan juga video call adalah hal utama yang selalu kami andalkan untuk saling berkomunikasi. Tapi kemudian dia menghilang begitu saja dan aku sama sekali tidak tahu harus mencarinya ke mana.”

 

“Kenapa bisa begitu? Apakah kalian sama sekali belum pernah saling bertemu sebelumnya? Dan kau juga tidak mengenal satu pun teman atau keluarganya?” sahut Hoseok yang membombardir Taehyung dengan beberapa pertanyaan sekaligus.

 

Alih-alih merasa kesal ataupun marah atas kelancangan Hoseok, Taehyung hanya menanggapi hal itu dengan memperlihatkan senyum tipis yang terlihat lebih rileks dibandingkan sebelumnya. Ia kemudian ikut merebahkan kedua tangannya di atas meja sebelum menjawab, “Dulunya dia adalah sahabat dekatku saat SMP dan rumah kami pun saling bersebelahan. Tapi ketika memasuki tahun pertama di SMU, ayahku dipindah-tugaskan di kota ini dan kami pun terpaksa meninggalkan Busan. Aku mengenal kedua orangtuanya dengan cukup baik, bahkan aku juga cukup akrab dengan adiknya. Tapi mereka juga seakan ikut menghilang begitu saja. Rumahnya dalam keadaan kosong saat aku mendatanginya sebulan lalu.”

 

Hoseok memerhatikan kepala Taehyung yang tertunduk lemah dan menghela napas simpati. “Lalu apa yang dia katakan saat kembali?” tanyanya pelan.

 

“Tidak ada.” jawab Taehyung tak kalah pelan. Ia memain-mainkan arloji yang melingkari pergelangan tangan kirinya sebelum melepaskan kekangan benda itu dari tubuhnya. “Dia hanya mengirimiku sebuah pesan singkat saat tengah malam dan menanyakan kabarku untuk sekedar berbasa-basi. Dia bahkan tak mau menjawab panggilanku saat aku mencoba meneleponnya segera setelah pesan itu masuk. Ketika aku menghujaninya dengan sederet pertanyaan yang selama ini mengganjal hatiku, dengan santainya dia hanya menjawab bahwa dia ingin mengakhiri segalanya.”

 

Hoseok terdiam. Sama sekali tidak tahu harus berkomentar apa. Ia bahkan tak sanggup mengalihkan pandangannya dari wajah manis Taehyung yang kembali terlihat sendu seperti saat pertemuan pertama mereka di kafe tempatnya bekerja paruh waktu. Tapi kemudian kedua matanya melebar dan menatap penuh keterkejutan ke arah Taehyung yang menjatuhkan arlojinya ke dalam mangkuk berisikan es krim pesanannya yang telah mencair.

 

“Arloji itu adalah satu-satunya benda pemberiannya yang masih kusimpan hingga detik ini. Dan aku tidak membutuhkannya lagi.” tutur Taehyung yang seolah mampu membaca jalan pikiran Hoseok. Ia kemudian menghela napas panjang sebelum melanjutkan, “Dia memutuskan hubungan kami hanya melalui pesan singkat dan beralasan bahwa dia hanya ingin memfokuskan dirinya untuk berlatih dan terus berlatih demi mengikuti kompetisi dance nasional yang akan dimulai empat bulan lagi. Tapi apa kau tahu? Baru tiga hari berselang sejak hubungan kami berakhir, aku tak sengaja mendapatinya mengunggah sebuah foto di akun media sosialnya bersama pemuda lain.”

 

“Mungkin mereka hanya berteman.” sahut Hoseok yang mencoba untuk berpikiran positif.

 

“Teman?” ulang Taehyung seraya mendengus jengah. “Apakah kau masih akan berpikiran seperti itu jika melihat kedua tanganya yang memeluk tubuh pemuda itu dengan sangat erat? Dia bahkan juga ikut menuliskan kegembiraannya yang tengah merayakan hari jadi hubungan mereka yang pertama. Apakah menurutmu mereka hanya berteman?”

 

Setelah sempat terdiam selama beberapa saat, Hoseok akhirnya menggeleng tegas. “Dia telah mengkhianatimu.”

 

Lagi, Taehyung hanya menanggapi ucapan Hoseok dengan memperlihatkan senyum pahitnya. “Menyedihkan, ya? Di saat aku berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankannya, dia justru membuangku begitu saja. Aku bahkan sama sekali tidak tahu jika dia telah menduakanku selama satu tahun terakhir.”

 

“Maaf.” gumam Hoseok penuh penyesalan.

 

Mendengar hal itu, Taehyung segera mendongakkan kepalanya dan menatap lurus ke arah Hoseok sembari mendengus menahan tawa. “Kenapa jadi kau yang meminta maaf? Kau bahkan sama sekali tidak melakukan kesalahan apapun selain menukar minumanku dengan minuman lain yang tidak aku pesan.”

 

Hoseok tertawa pelan mendengar kelakar Taehyung, namun beberapa saat setelahnya ia kembali memperlihatkan raut wajahnya yang serius. “Kita baru saja saling mengenal satu sama lain sejak beberapa jam yang lalu, tapi aku justru membuatmu kembali bersedih dan mengingatkanmu dengan seseorang yang sangat ingin kau lupakan. Maaf.”

 

“Tidak apa-apa. Harusnya akulah yang meminta maaf karena telah merusak suasana penuh kenyamanan yang telah susah payah kau ciptakan hanya untuk seseorang yang bahkan baru kau kenal.” Senyum pahit yang semula menghiasi wajah Taheyung perlahan memudar, tergantikan dengan segaris senyum menggemaskan yang tak pernah gagal untuk membuat nafas Hoseok tercekat sejak pertama kali ia melihtanya beberapa saat lalu. Taehyung kemudian menopang dagunya dengan tangan kanan dan memandang Hoseok penuh minat. “Sekarang giliranmu untuk bercerita. Kenapa kau memilih untuk membolos kerja dan pergi dengan orang asing yang baru saja kau ajak berkenalan?”

 

“Pertama, aku tidak membolos. Bukankah sudah kujelaskan sebelumnya bahwa aku telah meminta izin untuk tidak masuk bekerja? Itu adalah dua hal yang berbeda dan kau harus tahu itu.” tutur Hoseok yang segera disambut dengan kekehan ringan dari bibir Taehyung. “Tapi, jujur saja, aku sendiri juga tidak tahu kenapa tiba-tiba saja aku mendapatkan pemikiran seperti itu. Kita sama sekali belum pernah saling mengenal sebelumnya, tapi aku benar-benar tidak suka saat melihat wajahmu yang terlihat murung.”

 

“Kenapa bisa begitu?”

 

“Entahlah.” jawab Hoseok tak yakin. “Aku hanya merasa bahwa kesedihan bukanlah hal yang tepat untuk melingkupi jiwamu. Ditambah lagi, aku tidak akan pernah bisa hanya duduk dalam diam dan membiarkan orang-orang di sekelilingku bersedih sementara aku harus selalu tersenyum sepanjang waktu di hadapan para pelanggan yang mendatangi tempat kerjaku. Jadi, yah, begitulah.”

 

Taehyung tersenyum puas mendengar penuturan Hoseok dan menganggukkan kepalanya tanda mengerti. “Tepat sesuai dugaan.” gumamnya yang segera mengundang sebuah tanya tanya baru di dalam benak Hoseok.

 

“Apa maksudmu?”

 

“Bukan apa-apa.” jawab Taehyung yang masih enggan untuk menghapus senyum di wajahnya. “Sejak pertama kali kau bertanya apakah aku sanggup meminum kopi yang telah kupesan, aku telah memiliki pemikiran jika kau bukanlah pemuda sembarangan yang kerap menggoda orang lain. Dari kata-katamu, terlihat jelas bahwa kau memiliki kepribadian yang selalu memerhatikan keadaan di sekelilingmu. Walaupun sebenarnya aku cukup terkejut saat melihatmu yang sama sekali tidak ragu untuk mengajak orang asing pergi bersamamu.”

 

“Tapi kau bukan orang asing lagi sekarang.” sahut Hoseok mengoreksi. Dan sebelum Taehyung sempat menimpali kata-katanya, ia pun melanjutkan, “Lagipula, apakah kau memiliki bakat untuk menjadi seorang cenayang? Bagaimana mungkin kau bisa menganalisa kepribadianku hanya melalui kata-kata?”

 

“Cenayang? Oh, astaga! Hoseok, ayolah, jangan berpikiran konyol!” seru Taehyung yang sama sekali tak sanggup menahan gelak tawanya saat mendengar tuduhan yang diberikan oleh Hoseok. “Aku hanya senang mempelajari ilmu psikologi.”

 

“Oh... Jadi kau seorang psikolog?” terka Hoseok ragu. “Tapi yang benar saja! Kau bahkan terlihat lebih muda dariku.”

 

“Tidak, Hoseok. Aku bukan psikolog. Aku hanya seorang—”

 

“V Kim!”

 

Ucapan Taehyung terhenti begitu saja saat tendengar seruan histeris dari tiga gadis remaja dengan jari telunjuk mereka yang mengacung ke arahnya. Dan sebelum Taehyung sempat memperlihatkan keterkejutannya, ketiga gadis itu segera berlari menghampirinya dengan penuh keantusiasan. Berbanding terbalik dengan Hoseok yang kini diliputi kebingungan saat mendapati tiga gadis itu berdiri mengelilingi Taehyung dengan pandangan memuja.

 

“Astaga, aku sama sekali tidak menyangka jika aku bisa dipertemukan denganmu di kedai es krim kecil seperti ini!” pekik salah seorang gadis berambut keriting yang segera diamini oleh kedua temannya.

 

“Kami sangat mengidolakanmu. Maukah kau menandatangani buku ini?” sahut gadis lain yang bertubuh paling jangkung seraya mengeluarkan sebuah novel berhalaman cukup tebal dari tas sekolahnya.

 

Masih dengan tingkat ketenangan yang sama, Taehyung menanggapi permintaan ketiga gadis itu dengan tetap mempertahankan senyum di wajahnya. Ia menorehkan tanda tangannya dan ikut menuliskan nama dari ketiga gadis itu satu per satu, tertawa pelan saat mendengar komentar sang gadis berwajah oval mengenai kematian salah satu karakter favoritnya di buku itu, lalu mengangguk setuju saat ketiganya mengajukan sebuah permintaan tambahan untuk berfoto bersama.

 

Ketika para gadis itu telah pergi meninggalkan mejanya, pandangan Taehyung bertumbukan dengan tatapan penuh tanda tanya yang dilayangkan Hoseok untuknya. Sembari memposisikan dirinya untuk kembali menempati kursinya, Taehyung berkata, “Maaf, aku tidak bermaksud mengabaikanmu. Sampai di mana pembicaraan kita tadi?”

 

“Apa kau seorang artis atau semacamnya?” tanya Hoseok yang terlihat jelas jika ia telah mengabaikan ucapan Taehyung sebelumnya. Ia hanya tak sanggup membendung rasa penasarannya lebih lama lagi akan identitas pemuda berambut kecokelatan yang ada di hadapannya.

 

Mendengar hal itu, Taehyung hanya mengulum senyum dan menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. “Aku hanya seorang pemuda biasa yang sangat mencintai dunia sastra dan tulis-menulis.”

 

“Jadi kau seorang penulis?” tanya Hoseok memastikan.

 

Taehyung mengedikkan bahunya tak acuh dan tertawa pelan. “Begitulah kira-kira.”

 

Reaksi berbeda kembali ditunjukkan oleh Hoseok yang tampak terpukau akan profesi yang diemban oleh Taehyung, pemuda patah hati yang baru saja dikenalnya sejak beberapa jam yang lalu. Ia telah mengenal banyak orang dengan berbagai macam latar belakang dan profesi yang berbeda-beda sebelumnya, namun belum pernah sekalipun ia mengenal seseorang yang berasal dari dunia sastra; dunia yang selalu ia anggap sebagai salah satu yang paling membosankan. Ia kerap menjumpai beberapa pengunjung kafenya yang selalu berkutat dengan komputer portable selama berjam-jam dan tenggelam dalam tumpukan buku berhalaman tebal sebagai bahan referensi, namun belum pernah sekalipun ia menjumpai seorang sastrawan yang terlihat santai dan kasual seperti Taehyung.

 

Taehyung berbeda. Dan Hoseok tahu itu. Taehyung tidak seperti sastrawan pada umumnya yang kerap digambarkan sebagai sosok culun berkacamata bulat, ia bahkan memiliki paras yang tak kalah tampan dengan model-model ternama yang sering menghias layar kaca. Taehyung tidak seperti sastrawan pada umumnya yang selalu memasang wajah serius dan memilih topik berat sebagai bahan pembicaraan, ia bahkan terlihat jauh lebih kekanak-kanakan dibandingkan anak-anak penghuni bangku sekolah dasar yang kini jauh terlihat lebih dewasa dibandingkan umur mereka yang belia.

 

Taehyung adalah Taehyung; pemuda asing yang ramah dan tak sungkan untuk membagi kisah hidupnya dengan orang lain. Taehyung adalah Taehyung; pemuda berwajah manis yang membuat Hoseok tergila-gila dengan senyumnya yang menggemaskan.

 

“Kau pasti penulis yang sangat hebat dan terkenal.” gumam Hoseok setelah sempat terdiam selama beberapa saat.

 

Lagi, Taehyung memperdengarkan tawanya atas pujian yang tanpa sadar terucap dari bibir Hoseok. “Tidak juga. Aku hanya sedikit beruntung karena ada banyak orang yang menyukai tulisanku. Selebihnya, aku bukan apa-apa selain seorang mahasiswa biasa yang selalu berhadapan dengan setumpuk tugas menyebalkan yang seolah tak pernah ada habisnya.”

 

Hoseok menganggukkan kepalanya dengan pandangan menerawang, sedikit merasa bersalah karena ia bukanlah tipikal seorang pemuda kutu buku yang selalu menggunakan waktu luangnya untuk membaca hingga tak menyadari jika kini ia tengah menghabiskan waktunya bersama seorang penulis muda yang memiliki banyak penggemar.

 

“Maaf.” gumam Hoseok salah tingkah. “Aku tidak tahu jika kau seorang penulis ternama. Ugh, kau pasti merasa tidak nyaman saat aku memaksamu untuk ikut pergi bersamaku sepanjang hari ini.”

 

Taehyung berdecak pelan dan menggelengkan kepalanya sebagai bentuk sanggahan atas ucapan Hoseok. “Berhentilah bicara seperti itu. Aku sangat menikmati waktu yang telah aku habiskan bersamamu sepanjang hari ini. Tapi...” Taehyung menggantung kata-katanya seraya melirik ke arah jam dinding yang tergantung di dekat meja kasir dengan gelisah. “...aku harus segera pergi.”

 

“Oh, y-ya. Tentu.” Hoseok menganggukan kepalanya dengan cepat dan membalas pandangan Taehyung dengan senyum lebarnya yang terlihat sedikit canggung.

 

“Maaf.” ucap Taehyung tak enak hati. Ia kemudian meraih jaketnya yang tersampir di sandaran kursi sebelum melanjutkan, “Aku baru ingat jika aku ada janji untuk bertemu dengan editorku. Dan aku harus sampai di sana paling cepat satu jam lagi, atau dia akan marah dan menolak naskah yang harus kukirim hari ini.”

 

“Tidak apa-apa, Taehyung. Aku mengerti.” ujar Hoseok bersungguh-sungguh. Ia ikut bangkit dari tempat duduknya dan berdiri menghadap Taehyung yang kini telah membalut tubuh kurusnya dengan dua lapis jaket untuk melawan kungkungan hawa dingin yang membekukan di luar sana. “Kita bisa bertemu lagi lain waktu.”

 

Taehyung menganggukkan kepalanya dan tersenyum manis. Namun alih-alih membawa kakinya melangkah meninggalkan tempat itu, Taehyung justru terdiam dan memandang ke arah Hoseok sembari menggigit bibirnya ragu.

 

“Hoseok...” panggilnya pelan. “Bolehkah aku memelukmu?”

 

Kedua mata Hoseok melebar sempurna saat mendengar permintaan Taehyung yang jauh di luar perkiraannya. Ingin rasanya ia menolak, tapi ia sama sekali tak sanggup melawan tatapan penuh harap yang diberikan oleh pemuda itu untuknya. Dan di detik berikutnya, Hoseok menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Tangannya terbuka lebar, bersiap menerima kehadiran Taehyung dan menenggelamkannya ke dalam sebuah pelukan singkat yang memiliki makna tersendiri untuk mereka berdua.

 

“Terima kasih.” bisik Taehyung tanpa sekalipun menghapus senyum di wajahnya. Ketika ia baru saja hendak melepaskan pelukannya di tubuh Hoseok, ia sedikit terkejut saat merasakan keberadaan tangan pemuda itu yang menyelipkan sesuatu ke dalam saku jaketnya.

 

“Untukmu. Karena kau lebih pantas untuk mengkonsumsi makanan yang manis dibandingkan secangkir kopi yang pahit dan hambar.” ujar Hoseok dengan cengiran lebarnya ketika Taehyung memandangnya penuh tanya.

 

Taehyung kemudian menatap sebungkus cokelat yang tersembunyi di dalam saku jaketnya dan mendengus menahan tawa. Ia mengembalikan cokelat itu ke dalam saku jaketnya dan kembali menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.

 

“Terima kasih.”

.

.

.

.

.

191215

.

.

.

.

.

©Aul_Ondubu

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
vhope00 #1
Chapter 1: pengen teriak. tapi gabisa karna bacanya disekolah. YATUHAN VHOPE ;A;!!!