Start and Final

Romantic Egoist

Aku menerima sebuah botol Kristal kecil yang didalamnya ada cairan berwana ungu? Biru? Entahlah. Pokoknya isinya cukup mencurigakan dan terlihat tidak aman bagiku.

“Itu adalah ramuan cinta yang dapat membuat orang jatuh cinta seketika”

“Resepnya merupakan rahasia perusahaan. Masa berlakunya kira-kira 2 minggu”

“Sekarang kami sedang memberikan servis istimewa,lho”

“Kalau ramuan itu berguna saja kami sudah senang, Jiwonie~”

“Eum... Eunbi, Eunbyul. Bukankah ini agak berlebihan?”

Entah bagaimana hal ini jadi hal yang begitu besar.

*flashback*

Aku adalah Choi Jiwon, 17 tahun. Aku menyukai seorang seniorku dan sudah setengah tahun aku menyukainya. Park Chanyeol sunbaenim yang selalu belajar di perpustakaan sekolah setiap hari. Wajahnya terlihat intelek dan tenang. Berbeda denganku yang untuk melihar wajahnya saja harus susah payah.

Seperti biasanya, setelah kelas selesai aku pergi ke perpustakaan untuk melihat Chanyeol dari jauh. Saat aku sedang memperhatikannya dari sela-sela rak, aku merasa ada tangan yang memegang bahuku dari belakang.

“Tunggu dulu, nona”

Sebelum memutarkan kepalaku untuk tahu siapa orang yang memegang bahuku dan memanggilku, ada dua wajah yang muncul dari kanan kiriku. Ya, mereka adalah Lee Twins.

Lee Eunbyul dan Eunbi adalah kakak beradik yang paling aneh di sekolahku. Gosipnya mereka adalah keturunan penyihir. Pokoknya mereka selalu misterius.

Aku dibawa oleh mereka ke sebuah laboratorium kimia yang sudah tidak digunakan. Betapa kagetnya saat melihat ke dalam ruangannya sudah tidak seperti laboratorium kimia pada umumnya. Gorden warna peach, lantai catur, dan terdapat sofa juga meja di dalamnya. Tidak ketinggalan lampu kristal yang menggantung.

Bagaimanapun menurutku, mereka berdua sesungguhnya....

“Sejak kapan ruangan ini jadi begini?” Aku bertanya

“Jiwonie, kami sangaaaat memahami perasaanmu”

“Walaupun sangat ingin, tapi tak sanggup mengumpulkan keberanian untuk sekadar menegurnya” Eunbi melihatku dengan tatapan iba sambil ia berkata begitu.

“Hanya dengan dengan bertemu pandang saja, jantung sudah berdegup kencang, dadapun bergemuruh... Terjebak antara perasaan malu-malu dan keinginan yang menggebu, sampai sulit bernapas....” Eunbyul menambahkan perkataan adiknya.

Kemudian mereka bersama-sama menggenggam tanganku membuatku terkejut dengan tindakan mereka sambil berteriak, “Perasaan cinta yang sedih, kan?!! Suatu perasaan yang indah!!”

Memiliki semangat tersendiri terhadap percintaan

*flashback selesai*

“Jadi, kamu mengerti, kan? Sekarang yang kamu butuhkan hanya kesempatan” Eunbyul memberitahuku.

“Apakah kesempatan itu dibuat atau didapat secara kebetulan hanyalah masalah sekecil kotoran, kalau dibandingkan kebahagiaan sesudahnya. Tidak perlu khawatir~” Eunbi menamahkan dan aku hanya mendengarkan mereka dengan tatapan bingung dan setengah tidak percaya.

“Percintaan itu seperti pertempuran” Eunbi berjalan mendekatiku dan menatapku serius.

Eunbyul memegang bahuku dari depan dan menatap mataku langsung dan berkata, “Bila dalam dua minggu itu kamu benar-benar berhasil mendapatkan hatinya, kamu menang! Tapi, bila kamu kalah.... setelah dua minggu khasiatnya berakhir, berakhir pula hubunganmu dengannya”

“Ini pertarungan lho, Jiwonie!”

Seketika aku merasa panik ketika si kembar berkata seperti itu padaku. Mungkin mereka sadar wajah panikku dan berusaha menenangkanku tapi semua itu aku rasa percuma. Aku tetap merasa takut dan panik.

 

 

 

Keesokan harinya, seperti biasa, setelah kelas selesai, aku pergi ke perpustakaan untuk melihat Chanyeol sunbae belajar di sana. Ramuan yang diberikan si kembar kemarin berada aman dalam saku rok seragamku. Ditanganku sudah siap segelas kopi untuk diberikan pada Chanyeol sunbae.

Aku berjalan ke balik rak buku tempat biasa aku memperhatikan Chanyeol sunbae. Dari sela-sela rak aku bisa melihat wajah seriusnya saat belajar dan segelas kopi yang menemaninya. Aku mengeluarkan ramuan dari saku rokku dan mencampurkannya dengan kopi yang kubawa.

“Dekati dia dengan santai dan tukar saja minumannya tanpa diketahui!”

Ucapan Eunbyul terus-menerus terngiang di kepalaku. Bagaimana kalau aku gagal? Aku benar-benar gugup sekarang.

Aku berjalan perlahan mendekati Chanyeol sunbae dan terus berusaha untuk mengatur nafasku agar aku bisa merasa sedikit santai. Semakin jarak antara aku dan dia semakin pendek, aku merasa semakin gugup dan berhenti berjalan. Aku menghela nafas dan satu tanganku berpengangan pada rak buku.

Memang percuma saja kalau seperti ini. Kalau semudah itu aku bisa mendekatinya, selama setengah tahun ini aku tidak akan Cuma melihatnya dari kejauhan. Dari awal aku sudah meragukan khasiat ramuan ini. Aku memutuskan akan menyerah saja.

Aku puas hanya dengan melihat saja. Biar bagaimanapun tidak akan terkabul. Asal dia tidak membenciku, aku rasa itu sudah cukup. Karena itu. Kurasa cukup kalau terus seperti ini.

“Lho? Jiwon ya? Sedang apa?”

Aku mendengar seseorang memanggil namaku. Laki-laki. Tapi aku tidak tahu siapa dan aku tidak berniat untuk tahu itu siapa. Badanku tidak bergerak. Pikiranku terlalu penuh untuk menggubris siapapun itu.

“Ah. Kalau tidak diminum, ini untukku saja, ya?”

Dia mengambil kopi yang ada ditanganku. Aku tidak mencegahnya karena terlalu kalut kemudian aku sadar di kopi itu ada ramuan cintanya!

Aku membalikkan badan dan melihat laki-laki itu meminum habis kopinya. Aku hanya terdiam sangking terkejutnya. Aku melihat laki-laki itu membelalakkan matanya dan kemudian melihat ke arahku.

“Jiwon?”

Dia memanggil namaku dan menatapku dengan tatapan yang berbeda.

“Kamu mau jadi pacarku?”

Heeeeeee????!!!!!!!!

 

 

“Aku Kim Jongdae. Kelas 2-A. Kita sekelas, lho. Sifatku periang dan seenaknya, hobiku mendengarkan musik. Nilai? Pas-pasan~. Rambutku di cat pirang dan punya 7 tindikan. Bisa dibilang aku anak punk yang ceria. Yah, tampangku sih biasa saja”

Mukaku langsung pucat bergitu aku mendengarkan Jongdae mengenalkan dirinya. Aku memperhatikan dia dari atas sampai bawah dan dia bukan tipe anak baik seperti Chanyeol sunbae. Aku izin pergi padanya dan segera menemui Lee Twins untuk mencari tahu apa yang harus aku lakukan setelah ini.

 

 

Aku duduk bersimpuh di depan Eunbi dan Eunbyul yang duduk di sofa. Mereka menatapku dengan tatapan menuduh. Mereka hanya diam saja yang membuatku semakin ketakutan.

“Kamu itu bodoh, yaaa?” Ucap mereka berdua berbarengan. Seketika kepalaku seperti dikenai beban sebesar 10kg saat mereka berkata begitu.

“Tolong beri aku waktu percobaan. Jawabannya nanti saja, ya?”

Ucapan Jongdae yang itu terus terngiang dikepalaku. Aku tidak bisa menjawab iya atau tidak. Aku memasang tatapan memelas pada si kembar.

“Gi...Gimana nih?! Apa yang harus kulakukan?!!” Aku bangun berteriak panik pada si kembar hampir mau menangis.

“Itu sih nggak bisa berbuat apa-apa lagi”

Deg.

“Obat itu sangat manjur. Tapi hanya selama 2 minggu. Jadi tinggal 13 hari lagi”

“Bagaimana kalau kamu coba saja jalan sama dia selagi menunggu efek obat itu habis?”

“EEEEH??? Nggak bisaaaaa!!!!!” Aku berteriak kemudian menaruh kedua tanganku di pipiku dan memasang wajah ketakutan. “Habis... Sepertinya Jongdae itu menakutkan. Sering keluar dan pergi main... Aku tidak begitu suka musik rock. Dia benar-benar orang dari dunia berbeda!”

Setelah aku berkata seperti itu, aku mendengar suara pintu terbuka keras. Aku langsung melihat ke arah pintu dan melihat Jongdae di sana. Seketika aku melihat wajahnya berubah menjadi cerah.

“Jiwonie, ketemu!!!! Ayooo pulang bareeeng!!!”

Jongdae berkata dengan cerianya. Aku berusaha memutar otakku agar aku tidak usah pulang dengan dia.

“Ah... aku mau ke perpustakaan dulu” Aku harap alasan basi ini bisa membuat dia pulang duluan

“Ayo kutemani!”

Gagal.

“Eh, tapi, mungkin agak lama...”

“Aku tunggu!”

Aku menyerah. Kenapa aku begini? Selalu tidak bisa menolak dan pasif. Aku tak bisa mengatakan apa yang ingin ku katakan. Kali ini pun sebenarnya aku bisa menolaknya dari awal.

Aku pergi ke perpustakaan dengan Jongdae. Aku melihat buku-buku sambil mataku curi-curi untuk melihat Chanyeol sunbae yang sedang belajar. Sekarang aku tidak bisa blak-blakan memperhatikan Chanyeol sunbae karena Jongdae ada disebelahku.

“Buku sebanyak ini mau diapakan sebenarnya?”

Jongdae bertanya tapi tidak kuhiraukan. Aku yakin dia hanya baca komik saja di rumah.

“Kamu sering datang ke sini?” Jongdae bertanya lagi.

“Eh? Iya... Aku suka buku” dan Chanyeol sunbae.

“Aaah. Kamu juga selalu baca buku kalau di kelas”

Aku hanya mengangguk pelan. Jongdae memilih salah satu buku dari rak dan membuka-bukanya.

“Jiwon itu orangnya mudah terpengaruh dan pendiam, ya. Di antara teman-teman kamu pasti selalu jadi tipe pendengar, tipe yang penurut”

Ukh. Ucapan Jongdae yang barusan itu menusuk hatiku. Terlalu tepat. Mungkin aku dicap pemurung dan tak punya semangat hidup oleh yang lainnya. Huft.

Jongdae meletakkan kembali buku yang dia ambil ke rak dan berkata, “Tapi, sebenarnya, kupikir itu hanya karena kamu tak tahu cara mengatakan apa yang ingin kau katakan. Kupikir, walaupun aku sudah ada bayangan di kepalaku, tapi, aku tak suka orang yang pasif dan pasrah begitu. Kalau begitu, sih, bukannya sama dengan kalah sebelum bertanding?”

Aku hanya diam mendengar semua ucapannya. Semua yang dia bilang benar. Menyadari aku yang hanya terdiam wajah Jongdae sedikit berubah. “Apa aku terlalu kasar?” Tanya Jongdae.

“Ah, tidak!” kujawab sekenanya sambil menggelengkan kepalaku.

Aku kaget. Ternyata Jongdae punya perasaan dan insting yang tajam. Padahal kami hampir tak pernah mengobrol.

“Eh, pulangnya mampir ke toko cd dulu, yuk?”

“Eh? Boleh”

Lagi pula mungkin dia tak menakutkan seperti bayanganku.

 

 

Aku mengikuti Jongdae ke toko cd langganannya. Dia membukakan pintu tokonya dan mempersilahkan aku masuk duluan.

“Yo, Jongdae! Sudah lama nggak ketemu, nih!”

Ada seorang lelaki bertato diseluruh tubuhnya yang menyapa Jongdae. Dia merokok. Ini membuatku terkejut. Menakutkan. Aku tidak berani melangkah lebih dalam ke tokonya dan memutuskan untuk diam menunggu di pinggir pintu.

“Album yang kau ceritakan itu sudah ada?” Jongdae bertanya pada lelaki itu.

“Ah, tunggu sebentar”

Aku memperhatikan dia dan kemudian dia melihatku, “Lho? Itu pacarmu, ya? Manis juga”

Wajahku langsung pucat begitu dia berkata seperti itu. Aku ingin bilang ‘bukan’ tapi tidak ada satu katapun yang keluar dari mulutku.

Jongdae tertawa sebelum menjawab pertanyaan lelaki itu. “hahaha. Maunya, sih, begitu. Ah, aku lihat bagian sana, ya!”

Jongdae berpindah tempat dan melihat cd yang tersedia di toko. Aku melihat si pemilik toko memberi tanda agar aku mendekat. Aku berjalan perlahan mendekatinya sambil aku memperhatikan Jongdae. Takut dia pergi meninggalkanku sendirian di sini.

“Eh, eh, nona. Dia kelihatannya norak. Seenaknya dan santai. Tapi sebenarnya dia itu polos sekali, lho. Tolong jaga dia, ya”

“He?” Aku langsung fokus pada si pemilik toko. Yakin Jongdae tidak akan meninggalkanku.

“Teman perempuannya banyak. Tapi, dia tak berani menegur cewek yang disukainya”

“Eh? Sungguh?”

“Katanya, waktu SMP, dia pernah mengajak cewek yang sudah disukainya selama dua tahun untuk pergi kencan. Dan menunggu di tempat janjian di bawah toko tower record di Myeongdong selama 6 jam. Bodoh sekali, kan? Biasanya orang nggak akan menunggu sampai segitunya” Si pemilik toko tertawa kecil saat menceritakannya dan aku hanya terdiam.

“Sesudah itu kamu mengurung diri di kamar selama sebulan, kan? Hanya mendengarkan lagunya Noybauten. Atau Nirvana?”

Si pemilik melihat ke arah Jongdae dan tertawa. Aku bingung. Noybauten dan Nirvana itu bahasa apa?

Jongdae yang merasa si pemilik toko sedang membicarakan dirinya langsung berbalik arah dan berteriak, “Waaa!!! Kamu cerita apa sajaaa?!!!!”

Jongdae melihat ke arahku dan berkata, “Sudahlah, itu masa lalu”

Aku melihat telinga Jongdae menjadi merah. Dia terlihat sedikit lucu kalau seperti itu.

Tunggu. Lucu? Ada apa denganku?

 

 

 

Keesokan harinya, saat istirahat makan siang, aku bertemu dengan Jongdae di balkon sekolah. Aku membawa sebuah buku dan kuberikan pada dia. “Jongdae, ini”

“Eh? Apa ini?”

“Wa... Waktu itu kamu bilang, kasih tahu buku yang menarik, kan? Ada banyak, sih...” Aduh, bagaimana kalau waktu itu dia cuma basa-basi.... Ah tidak ada salahnya aku coba. “Tapi, kupikir kalau kumpulan esai, orang yang nggak suka baca pun mudah membacanya. Lalu, gaya penulisan laki-laki juga pasti lebih sesuai...”

Aku melihat wajah Jongdae dan aku tidak bisa menebak apa yang dia pikirkan soal buku yang baru saja aku kasih. Dia melihat buku yang kuberikan dan menutup mulutnya dengan tangannya.

“Masa.... Sengaja memikirkan sampai sebegitu?” Aku mendengar Jongdae berkata sesuatu tapi tidak jelas. “Eh? Apa?”

Jongdae tertawa kecil lalu berkata, “Sepertinya memang menarik, ya. Bisa menimbulkan minat terhadap hal yang sebelumnya tak menarik bagi kita. Bagus juga, yaaaa”

Aku melihat wajahnya yang ceria saat mengatakan hal itu. Sebelum ini, aku merasa sudah terlalu meremehkan dirinya. Saat ini, seperti melepaskan filter yang terpasang pada mata dan sedikit demi sedikit bisa melihat dunia sekitarku dengan jelas.

Khasiat obat itu selama dua minggu. Selama berhari-hari aku habiskan waktuku dengan Jongdae. Aku menikmati waktuku bersamanya. Makan siang, belajar, pulang bareng. Setelah dua minggu, perasaannya padaku pun akan pudar. Mungkin aku bisa selamat melewati 2 minggu.

 

 

“Hihihi. Jadi tambah menarik, nih. Ya, Eunbi?”

“Ah, Eunbyul. Ini baru awalnya saja, kan? Sesudah ini baru akan tambah asik”

 

 

Aku sedang belajar di kamarku. Lalu aku membutuhkan kamus. Saat kucari di rak bukuku, aku tidak menemukan kamusku. Aku memutuskan pergi ke kamar kakakku. Mungkin saja dia pernah pinjam kamusku tidak bilang bilang. Aku mengetuk pintu kamarnya dan bertanya apa kamusku ada di dia atau tidak.

“Yooo. Masuk aja”

Setelah mendengar jawabannya, aku masuk ke kamarnya dan melihat kamarnya yang berantakan.

“Mungkin ada di sekitar situ” Kakakku menunjukkan tumpukan yang entah itu apa saja.

Aku jongkok dan mulai mencari kamusku di tumpukan barang milik kakakku dan menemukan kamusku ada di sana. Saat aku ambil kamusku, aku melihat ada cd tertulis ‘Nirvana’. Aku mengambilnya dan mencoba untuk melihat lebih jelas. Ini adalah cd yang dibicarakan waktu di toko kaset. Aku berpikir sejenak dan memutuskan untuk meminjamnya dari kakakku.

 

 

“Eh? Kamu dengar albumnya?!!”

Ekspresi Jongdae antara senang dan terkejut saat kuberitahu aku mendengar lagu Nirvana saat perjalanan pulang sekolah. Aku mengangguk dan menjawab, “Eum. Punya kakakku”

“Apaan, sih?! Kalau kamu bilang juga bisa kupinjamkan” Jongdae berkata sedikit tersinggung. Tapi aku tahu dia hanya bercanda.

“Walaupun aku belum pernah dengar lagu seperti itu sampai habis, ternyata lagunya bagus juga... Mungkin...”

“Eh? Kenapa kamu tiba-tiba ingin dengar?”

“Ah... Kalau itu sih... Kupikir sekali tak apalah... “ Aku bingung memikirkan alasan apa yang harus ku katakan. Jadinya aku malah mengeluarkan alasan yang aneh.

“Ah. Kenapa kamu mikir begitu?”

Sepertinya Jongdae tidak mau melepau. Dia bertanya dengan wajah ceria dan menatapku. Mata kami bertemu dan dia seperti melihat sesuatu di mataku.

“Uwaaaaah. Tadi hampir saja. Aku senang sekali, lho, Jiwonie!”

Aku hanya terdiam. Aku sendiri tidak tahu kenapa aku jadi seperti ini.

Malam harinya, aku mandi berendam di bak rumahku. Aku menghitung berapa sisa hari yang tersisa dari efek obat itu. Tinggal 4 hari lagi. Perasaanku terhadap Chanyeol sunbae sepertinya tidak berubah. Tapi jauh di dalam lubuk hatiku, aku ingin efek obat itu ada terus. Ingin terus seperti ini...

 

 

“He? Pameran tunggal?!” Aku berteriak pada Jongdae saat kami mengobrol di balkon saat jam istirahat makan siang.

“Iya. Mulai akhir minggu akan ada pameran seni rupa yang sangat aku sukai. Joseph Camell. Tahu tidak?”

“Ah! Aku juga suka karyanya!”

“Sungguh?”

Aku menggangguk senang. “Iya!! Waaa. Baru kali ini selera kita sama! Senang deh”

Jongdae tiba-tiba diam. Nada bicaranya berubah. “Kalau begitu... Bisa pergi? Minggu depan, ya. Kita pergi bareng?” Jongdae berkata begitu tanpa melihatku.

Ah.

“Ya... Mungkin bisa....”

Bodohnya aku. Pasti janji ini juga jadi tak berlaku lagi. Seminggu lagi kan sudah....

Tanpa aku ketahui aku merasa mataku menjadi panas dan air mataku keluar dengan sendirinya. Jongdae melihatku dan panik.

“Ji? Jiwon??! Kenapa?! Apa aku salah ngomong?!”

Aku menghapus air mataku dengan tanganku dan menggeleng lemah. “Ma, maaf. Nggak apa-apa, kok. Mataku kemasukan debu...”

“Kalau begitu, ayo, cuci muka!” Jongdae memengang lenganku dan menarikku.

Aku menarik nafas dan berteriak, “Tunggu, Jongdae!” aku menarik tangganku dari tangan Jongdae dan menatap ke bawah. Seolah lantai dibawahku ada sesuatu yang lebih menarik. “Aku.... Bisa pergi sendiri....”

“Ah...” Jongdae menegapkan badannya dan tertawa canggung “Iya, ya. Aku kan nggak bisa masuk WC cewek, ya”

Aku berjalan menuju pintu balkon dan setelah aku berada di luar balkon aku menutupnya dan bersandar dipintu.

Aku sungguh bodoh.

Kalau memikirkan perasaannya yang akan menjauh, aku jadi kesepian dan sedih.

Tapi sepertinya bukan itu.

Yang benar-benar menyedihkan adalah...

Senyumannya...

Dan kata-katanya yang baik...

Sejak awal semuanya....

Hanya kepalsuan akibat obat itu....

 

 

Sepulang sekolah aku memutuskan untuk pergi menemui Lee Twins. Saat aku sampai di lab kimia aku berpikir. Apa mereka ada di dalam? Aku akan mengetuk pintunya namun berhenti saat aku mendengar suara yang ku kenal di dalam sedang berbicara.

“Makanya. Aku benar-benar bingung!”

Suara Jongdae.

Kenapa Jongdae bisa ada di sini?

“Khasiat obatnya hanya sampai besok, kan? Aku juga, entah kenapa...”

Aku menempelkan telingaku ke pintu untuk mendengarkan dia lebih jelas.

“Kukira tak mungkin Jiwon percaya sama yang seperti ramuan cinta”

Mereka sedang membicarakan apa?

“Tapi memang kenyataannya...”

Aku tak sengaja mendorong pintu dan menimbulkan suara. Aku panik dan langsung lari.

“Jiwon!!”

Aku mendengar Jongdae berteriak tapi tidak aku hiraukan dan terus berlari.

“Sial!”

Aku terus berlari dan menangis. Aku mengasihani diriku sendiri.

Jadi, semuanya itu bohong?

Sejak awal, mereka hanya iseng terhadapku?

Aku memang bodoh.

Bingung sendiri

Senang sendiri

Aku benar-benar bodoh

Aku terlalu sibuk dengan pikiranku sehingga aku tidak melihat kemana aku berlari. Tanpa sadar aku menabrak seseorang dan nyaris terjatuh. Namun orang itu menangkapku dengan memegang bahuku dan aku tidak jadi jatuh.

“Wah, kamu tidak apa-apa?”

Aku melepaskan tangannya dan menjawab orang itu dan kaget saat melihat wajahnya.

“Lho? Kamu, kan?”

“Chanyeol sunbae....”

“Ah, benar juga. Kamu yang sering ke perpustakaan, kan?”

Aku menatap wajahnya. Chanyeol sunbae mengenaliku.

“Waktu itu kamu bareng cowo berambut pirang. Dia pacarmu?”

“Bukan...”

“Oh... Iya sih, ya. Sepertinya kamu itu anak baik yang serius. Tak mungkin mau sama berandalan tampang bodoh begitu, ya? Hahaha. Maaf”

Aku melihat Chanyeol sunbae baik-baik. Aku merasa sedikit marah atas ucapannya. Kemudian aku teringat akan ucapan Jongdae.

“Seperti mudah menyerah?”

Kalau menyerah dan tak melakukan apa-apa berarti tak kan tahu apa-apa. Walaupun Jongdae sudah berbohong padaku, tapi, urusanku masih belum selesai.

“Aku.... Aku selalu memperhatikan Chanyeol sunbae”

“Hm? Ah, aku ta...”

Aku memotongnya sebelum dia selesai bicara.

“Kupikir tak kan bisa mendekati Chanyeol sunbae. Aku menyerah tanpa berbuat apa-apa”

Paling tidak saat ini aku masih bisa mengubah diriku

“Tapi, itu juga sama dengan aku tak kenal Chanyeol sunbae sama sekali. Tapi, sunbae juga sama , sih. Walaupun nggak kenal Jongdae, tapi sunbae mengejeknya macam-macam”

Aku menarik nafas dan berteriak, “Jangan bicara buruk tentang orang yang kusukai!!! Aku... Karena aku...”

Sebelum aku selesai bicara, aku merasa tangan seseorang merangkul bahuku.

“Tunggu dulu!!!”

Jongdae. Ini suara Jongdae.

“Sunbae! Maaf, ya! Dia ini pacarku!!” Jongdae berkata begitu sambil merangkul bahuku dan tersenyum pada Chanyeol sunbae. “Tolong jangan ganggu dia, ya”

“Tolol. Peduli amat!” Chanyeol sunbae berbalik arah dan mulai pergi menjauhiku dan Jongdae.

Aku melihat ke arah Jongdae dan sebelum aku bicara apapun dia langsung memelukku dengan erat.

“Maaf, Jiwon. Sebenarnya aku tahu. Bahwa Jiwon selalu ke perpustakaan. Bahwa Jiwon selalu melihat dia. Tapi, hari itu si kembar aneh memanggilku”

“Nggak apa-apa, tuh, dibiarkan begitu saja? Nanti Jiwonie tercinta direbut Chanyeol sunbae, lho”

“Makanya waktu itu aku....”

Aku melepas pelukan Jongdae. Tanganku menggenggam kemeja Jongdae dan menatap matanya dalam-dalam.

“Karena aku benar-benar suka padamu. Tanpa perlu ramuan-ramuan aneh pun....”

Jongdae memelukku lagi dan aku tidak menolaknya sama sekali

“Aku tetap suka Jiwon...”

 

 

“Ternyata memang seperti perkiraan Eunbyul, ya? Memang kakakku ini pandai”

“Ah, aku tak bilang pasti, bukan? Hanya perubahan perasaan Jiwon saja yang tak dapat kita perhitungkan. Lagi pula....”

“Kita sukses!!! Yeaay!!

 

 

Jongdae menggenggam tanganku dan berjalan denganku di sekitar halaman sekolah.

“Kupikir mungkin memang ramuan itu ada khasiatnya. Waktu itu aku mendapat keberanian entah dari mana.... Sampai bilang suka sama kamu”

Jongdae berkata seperti itu dan aku melihat sedikit warna pink di pipinya. Dia benar-benar manis.

 

 

“Wah, wah. Bicaranya masih jaga imej, ya? Kalau mereka begitu terus, nggak seru”

“Yah, terserah mereka saja, sih. Bukankah kalimat ‘Kesungguhan ada di dalam kegelapan’ terdengar indah?”

“Dunia ini dipenuhi cinta. Banyaknya hal yang tak bisa dijelaskan di dunia ini menandingi banyaknya rumput, ya!”

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet