Musim Gugur

  1. Pertemuan

Musim gugur telah tiba di Seoul. Udara yang lembab memenuhi setiap sisi di ruangan apartement Wooh yun.

Woohyun menatap nanar ke luar jendela, kearah dedaunan yang gugur satu per satu. Terlintas sekilas di benak Woohyun, bahwa kehidupan benar-benar terasa singkat. Sama seperti dedaunan yang tiba-tiba gugur meninggalkan dahannya.

Dengan perlahan Woohyun menghirup cokelat panasnya dan mulai berkonsentrasi dengan novel yang  dia beli minggu lalu. Woohyun hidup sendirian di apartemennya. Kedua orangtua Woohyun sibuk dengan bisnis mereka, dan sering meninggalkan Seoul untuk bisnis mereka di luar negeri. Woohyun memiliki kakak laki-laki yang memilih untuk melanjutkan bisnis orangtuanya di luar negeri.  Maka dari itu Woohyun lebih memilih untuk memiliki apartement sendiri ketimbang menghabiskan waktu di rumahnya tanpa keluarga melainkan hanya bersama pembantu. Dan Woohyun benci itu.

Woohyun benci jika sendirian, tapi dia lebih memilih untuk sendiri di bandingkan menghabiskan waktu dengan orang-orang yang dia anggap tidak mengerti dirinya. Orang-orang yang hanya ingin mengambil keuntungan dengan berpura-pura menjadi temannya, orang-orang yang tidak bisa menerima perbedaan. Woohyun selalu berpikir berbeda dari yang lain. Dia menyukai perbedaan. Dan benci orang-orang yang hanya bisa mencaci perbedaan dengan mudah.

Woohyun bisa memiliki apa saja yang dia inginkan. Mengingat kedua orang tua Woohyun adalah pengusaha sukses, dia bisa mendapatkan semua dengan mudah. Woohyun tahu itu. Dia menghabiskan uang orang tuanya dengan mudah juga. Berpesta tiap malam di club dengan mudahnya, jatuh di pelukan setiap  gadis sesuka hati nya . Tapi, Woohyun juga tahu kalau di balik semua senyuman yang dia tunjukkan saat bersama orang-orang yang dia sebut “teman” itu, Woohyun  sama sekali tidak merasakan ketulusan. Waktu berlalu begitu saja, sangat cepat seperti dedaunan yang berjatuhan dari dahannya.

Woohyun mendesah. Menerawang akan masa depannya nanti. Dia sungguh tidak tahu. Dia merasa kosong.

***

Keadaan  sangat riuh saat Woohyun menginjakkan kaki di halaman kampusnya. Woohyun sadar beberapa gadis menatapnya dengan senyuman mengambang berharap Woohyun akan merangkul mereka dan mengajak salah satu dari mereka untuk menghabiskan satu malam bersama. Woohyun benci itu. Dia benci bagaimana tanggapan orang tentang dirinya. Woohyun sadar dia sangat suka menggoda gadis –gadis itu, tapi bukan bearti dia benar-benar suka. Oke well, dia menggoda tapi dia sama sekali tidak menikmatinya. Woohyun merangkul mereka, tapi hanya sekedar mrangkul. Woohyun mencium mereka, tapi sekedar mencium. Woohyun melakukannya karena bosan. Benar, bosan. Terdengar sangat bajingan, tapi itulah yang Woohyun rasakan selama ini. Dia tidak pernah merasakan jatuh cinta. Woohyun terlihat akrab dengan banyak gadis, tapi dia tidak pernah mengakui dan melakukan pengakuan tentang cinta kepada setiap gadis yang menghabiskan waktu bersamanya. Woohyun hanya ingin melewati waktu yang terus berjalan di kehidupannya yang membosankan. Woohyun tidak perlu merasa bersalah dengan gadis-gadis itu, setidaknya mereka menikmati dan mereka sendiri yang menginginkan Woohyun, kan? Well, begitu lah Woohyun. Sosok yang selalu berusaha untuk berpikiran rasional dan terlihat dingin.

Seseorang dengan rambut biru gelap menepuk pundak Woohyun pelan, memberikan senyuman manis kearah Woohyun. Woohyun kaget, membuka matanya lebar dan tertawa sambil berucap,”hyung, kau di sini?”

Dongwoo membalas reaksi kaget Woohyun dengan pelukan. Dongwoo memiliki karakter yang suka memberikan sentuhan ke orang lain. Bagi Dongwoo, sentuhan adalah pengganti kata-kata yang kadang sulit di ucapkan oleh lidah.

“Tentu saja  aku di sini.” Sahut Dongwoo tanpa melepaskan pelukannya. “Aku akan mendukungmu.”

“Ahhh, jinja hyung? Kau menjadi pengkhianat kampus mu, huh?”

Woohyun mendorong tubuh Dongwoo agar bisa melihat ekspresi hyung nya yang selalu terlihat bahagia itu. Sungguh sangat disayangkan Woohyun berada di kampus yang berbeda dengan teman-temannya yang dulu akrab dengan dirinya sewaktu di SMP. Membuat Woohyun membenci hari-harinya di kampus.

“Well, aku hanya mendukung yang menang…~” sahut Dongwoo dengan senyuman mengambang.

“Huh, dengan begitu…bearti aku akan menang di pertandingan hari ini, hyung?”

“Tentu saja! Kau paling hebat dalam urusan sepak bola.”

Woohyun terkikik. Sudah lama dia tidak meraskan rasa senyaman ini lagi. Mengapa dia baru bisa bertemu dengan Dongwoo setelah selama hampir 3 tahun lebih mereka tidak saling tahu tentang keberadaan masing-masing. Malah sekarang tiba-tiba hyung nya itu muncul di kampusnya saat dia akan mengikuti pertandingan sepak bola melawan kampus yang berada di blok berlawanan dengan kampusnya berada.

Woohyun mengajak Dongwoo ke cafeteria tidak jauh dari kampusnya. Mengobrol, membahas kehidupan selama 3 tahun terakhir. Woohyun akhirnya mengetahui bahwa Dongwoo menghabiskan masa Sma di Amerika yang menyebabkan dia tidak menghubungi Woohyun setelah itu.

“Ahh, tapi benar-benar hyung, bahkan yang lain juga sama sekali tidak menghubungi ku setelah kami lulus dari SMP.”

Woohyun memasang wajah kesal. Dia merasa di khianati.

“Bodoh. Mereka merasa tidak nyaman untuk menghubungi mu.” Sahut Dongwoo sambil menggigit muffle nya.

“Tidak nyaman? Wae?”

Dongwoo hanya bisa menghembuskan nafas berat melihat ekspresi polos Woohyun.

“Kau masih saja bodoh seperti dulu, Nam Woohyun…”

Dongwoo menggeleng-gelengkan kepalanya lalu melanjutkan ,”setelah lulus kau langsung masuk ke sekolah paling elite di Seoul. Kau menjadi orang yang paling super sibuk dan fokus dengan belajar. Kau bahkan menutup akun tiwitter mu. Kau mengganti nomer handphone mu. Kau tidak lagi tinggal di rumah mu yang super mewah itu. Kau yang menutup diri dari kehidupan luar.”

Woohyun mengerjap-ngerjapkan matanya mencoba memahami ucapan Dongwoo. Dan dia mengakui Dongwoo benar.

“Well, tapi aku melakukan semua itu karena kalian terlebih dahulu cuek dengan kehadiran ku!”

Woohyun mencoba membela diri.

“Hyung juga tidak pernah mencoba memberitahu ku kalau hyung meneruskan sekolah ke luar negeri. Kita teman, kenapa malah menghilang begitu saja? Pengkhianat.”

“Hei, aku bukan pengkhianat.” Sahut Dongwoo keras. Tapi senyuman tidak pernah lepas dari wajah cerianya.

“Aku saja kaget, tiba-tiba orang tua ku memberitahukan kalau aku akan melanjutkan sekolah di Amerika agar kami bisa lebi dekat dengan nenek dan kakek ku di sana. Aku tidak menyangka, oke? Saat aku ingin memberitahu mu, kau malah seperti melanjutkan hidup di mars. Sulit di hubungi.”

Woohyun mengangguk-anggukkan kepalanya. Merasa selama ini dia salah mennganggap teman-temannya meninggalkan dirinya begitu saja.

“Aku juga bertemu dengan Myungsoo, Sungyeol dan Sungjong kemarin. Mereka mengatakan akan mendukung mu di pertandingan hari ini, meskipun kami akan duduk di tribun rival mu.”

Woohyun mengeluarkan sengiran jahilnya. Dia sadar sudah lama dia tidak menyengir seperti sekarang.

“Jadi, kalian lebih mendukung ku ketimbang team sepak bola kampus kalian?”

Dongwoo mengangguk sambil tertawa. “Team kampus ku benar-benar payah, aku yakin kau akan menang.”

“hyung, kau benar-benar pengkhianat. Ngomong-ngomong, bagaimana hyung bisa tahu aku berada di kampus ini?”

“Ugh, jebal Woohyun. Siapa yang tidak tahu Nam Woohyun, anak bungsu dari pemilik Nam Coorperation berada di kampus mana? Lagipula kau sekarnag cukup terkenal… kau memang cukup terlihat agak tampan sekarang, semenjak menjadi model.”

“Hei hyung. Agak. Tampan? Sekarang?” Woohyun protes. “Aku memang tampan dari dulu, hyung~”

“Okeoke. Terserah. Jujur aku sangat takut kau lupa bahwa aku adalah teman mu karena kau sama sekali tidak pernah menghubungi ku selama 3 tahu terakhir. Jangan mengisolasi hidup mu dari kehidupan luar lagi oke?”

Woohyun terkekeh. Dia juga tidak meenyangka teman-temannya masih mengingatnya. Woohyun hanya mengangguk. Menatap dalam diam kearah halaman kampusnya. Dedaunan berjatuhan. Woohyun berpikir musim gugur tahun ini mungkin tidak akan sekosong musim-musim gugur yang lalu.

***

Seperti perkataan Dongwoo, team kampusnya memang payah. Team Woohyun menang mutlak 4-0 dengan Woohyun yang melakukan semua tendangan gol. Meski begitu Woohyun sama sekali tidak merasa bangga. Benar-benar menyebalkan, pikirnya.

“Hyung, kau memang rajanya sepak bola…” Myungsoo menepuk-nepuk kepala Woohyun pelan. Woohyun merasa risih dengan sikap dongsaengnya yang tampan namun aneh itu. Sungyeol, yang memiliki tubuh tinggi dan pipi sedikit tembam memeluk Woohyun dari belakang.

“Hyung, traktir kita makan…~”

Woohyun menggelengkan kepalanya.

“Woohyun hyung perlu merayakan bersama teman satu team nya. Traktiran kita bisa di tunda hingga besok hyung tenang saja.” Sungjong, dongsaeng Woohyun yang memiliki wajah lebih cantik dari pada gadis-gadis di kampusnya tersenyum manja kearah Woohyun. Bagaimana wajahnya bisa tetap cantik sama seperti 3 tahun yang lalu, bahkan terlihat lebih muda? Damn! Maki Woohyun dalam hati.

Woohyun merasa aneh. Aneh dalam artian positif. Mereka tidak bertemu selama 3 tahun terakhir, namun sama sekali tidak merasa canggung. Mereka seperti bertemu setiap hari, bukan bertemu setelah berpisah selama 3 tahun.

“Kita bisa bergaung dengan team Woohyung hyung! Makan bersama!” teriak Sungyeol.

“Bodoh. Apa kau mau disebut pengkhianat huh? Team kampus kita kalah.” Sahut Myungsoo dengan tatapan dingin.

“Jadi?” tantang Sungyeol.

“Ukh, please Sungyeol hyung..~” Sungjong menyahut. “jangan selalu seperti anak kecil~ aku juga harus pergi sekarang.”

“Wae? Aku bisa mengatakan kepada team ku untuk melakukan perayaan tanpa aku. Jadi kita bisa makan bersama.”

Lagipula Woohyun juga merasa tidak begitu nyaman dengan teman satu teamnya. Meski Woohyun terlihat akrab dengan team sepak bolanya, tapi Woohyun secara pribadi tahu bahwa dia memberikan dinding pembatas yang tidak bisa dilewati oleh orang-orang itu.

“Tidak Woohyun..akan aneh jika yang melakukan gol dan pembawa kemenangan tidak ada di tempat saat perayaan.” Dongwoo akhirnya membuka suara.

Woohyun terdiam mengerti.

“Ah, serius. Sunggyu kemana? Dari tadi dia tidak mengangkat telponnya.” Sungjong terlihat sibuk dengan handphonenya.

“Mungkin dia tidak jadi datang?” dongwoo merespon.

“Sunggyu hyung akhir-akhir ini sibuk dengan kegiatan tutoring di kampusnya, mungkin dia tidak sempat menjemptu mu Jongie. Tabah la~” Myungsoo menepuk-nepuk kepala Sungjong. Membuat Sungjong mendesis kesal.

“hahahahhaha, aku yakin Sunggyu lupa untuk menjemput mu di sini.” Sahut Sungyeol memanas-manasi.

Dongwoo tertawa lepas, membuat Sungjong semakin kesal.

“Sunggyu? Siapa?” Tanya Woohyun penasaran.

“oh iya! Woohyun hyung tidak kenal dengan Sunggyu hyung!”teriak Sungyeol.

“Dia seseorang yang Jongie diam-diam sukai.”

Myungsoo menjawab sambil terkekeh. Membuat pipi Sungjong terlihat memerah karena malu. Dongwoo tertawa keras.

“Serius? Sungjong, kau gay?!” Woohyun ternganga tak percaya.

Sungjong memasang wajah tak nyaman,”ugh…well… itu..”

Tawa Dongwoo terhenti, melirik kearah Myungsoo dan Sungyeol yang tiba-tiba terdiam dan dingin.

“Ugh, Woohyun..apa kau tidak nyaman dengan kehidupan gay?” Dongwoo bertanya dengan berhati-hati. “nggg, maksud ku.. apa salahnya jika saling mencinta..?”

“hyung? Kau bercanda?”

Woohyun hanya bisa menatap tak percaya kepada teman-temannya. Tiba-tiba Woohyun menyadari Myungsoo memeluk Sungyeol di pinggangnya dan menepuk-nepuk pundak laki-laki jangkung itu untuk menenangkan. Woohyun dulu memang sering dipeluk oleh Myungsoo dan Dongwoo, karena mereka mengekspresikan diri mereka dengan sentuhan, Woohyun mencoba untuk terbiasa dan berhasil. Tapi, sekarang saat melihat  sungyeol dan Myungsoo, Woohyun merasa tidak nyaman.

“hei, Myungsoo…kau…kau dan Sungyeol…ugh. Tidak…apa kalian….?!”

“hmm, aku gay.”jawab Myungsoo tenang. Membuat mulut Woohyun ternganga tak percaya. Tadinya Woohyun pikir 3 tahun tidak membawa banyak perubahan. Tapi, dengan kenyaataan ini…

“Aku rasa aku harus pergi.” Ucap Sungjong. “Sunggyu hyung sepertinya tidak datang. Dia tidak mengangkat telpon ku. Dongwoo hyung, aku bisa menumpang mu pulang, kan?”

“Ugh, well. Tentu saja.’ Sahut Dongwoo masih canggung dengan reaksi Woohyun.

“Oke Woohyun hyung, kami pulang.” Sungjong melambaikan tangan, berusaha untuk tetap tersenyum. Woohyun masih terlalu kaget untuk dapat merespon.

“Hyung, jangan lupa traktirannya.” Sungyeol memasang wajah polosnya seakan tidak terjadi apa-apa sebelumnya.

“Take care, hyung. Nomer handphone ku masih yang lama.” Myungsoo melambaikan tangan sambil merangkul Sungyeol.

‘”Aku juga, nomer ku masih yang lama. Jangan lupa untuk menghubungi, Hyunie…” Dongwoo melambaikan tangan dan meninggalkan Woohyun berdiri sendirian dengan wajah bodoh, berusaha untuk memproses keadaan dengan cepat.

***

 

Woohyun melangkah menuju halaman sekolah dengan gontai. Perayaan kemenangan yang Woohyun anggap sama sekali bukan kemenangan akan diadakan nanti malam di klub tempat biasa mereka menongkrong . Woohyun menghela nafas berat. Lagi-lagi dia akan mencium aroma alcohol, suara berisik dan gadis-gadis menyebalkan yang berusaha menarik perhatiaanya. Woohyun bosan dengan semua hal itu. Sungguh. Tapi, apa boleh buat? Woohyun tidak memiliki kehidupan lain selain bersenang-senang seperti itu.

Sesampainya di halaman kampus, Woohyun berhenti sebentar di bawah salah satu pohon yang dedaunannya terlihat hampir habis. Tumpukan dedaunan yang jatuh karena telah memerah dan menguning terlihat berserakan di bawah pohon. Woohyun menghirup udara dalam-dalam sambil memejamkan kedua matanya. Mencoba merasakan kenyamanan aroma basah dedaunan yang gugur di sore hari. Semilir angin sore menerpa wajah Woohyun yang berkeringat dan lelah. Aroma ini sungguh menyenangkan… angin sore berhembus semakin kencang dari pada sebelumnya, membuat Woohyun menarik nafas lebih dalam tetap dengan mata tertutup. Kali ini aroma segar dedaunan bercampur dengan aroma vanilla yang lembut. Membuat Woohyun merasa semakin nyaman. Gemerisik dedaunan terdengar jelas, lalu suara lembut menyapa telinga Woohyun. Suaranya benar-benar lembut, membuat Woohyun menatap nanar kearah asal suara.

“permisi…”

Satu kata. Singkat. Namun cukup membuat Woohyun mengaguminya melebihi saat Woohyun mengagumi dedaunan yang gugur dari dahannya.

Woohyun merasakan angin menerpa wajahnya. Dan dengan jelas melihat rambut cokelat caramel yang dimiliki pria di hadapannya bergerak lembut seirama angin berhembus. Mata kecil, hidung mancung sempurna. Bahkan Woohyun sempat melihat tulang leher pria itu terlihat sangat y ketika mengucapkan satu kata yang terucap dari bibirnya. Dedaunan berguguran, menambah keadaan semakin sempurna dimata Woohyun, membuat debaran jantungnya tidak normal dan mata enggan untuk beralih dari wajah sempurna di hadapnnya dan kulit bersinar, putih bersih…

“Maaf…”

Kata kedua yang terlontar dari pria dihadapannya membuat Woohyun kembali bisa merasakan kakinya memijak bumi. Woohyun menelan ludah dengan cepat. Khawatir menyergap perasaan didirinya. Takut, ada sesuatu yang salah di dirinya yang tidak lebih dari 60 detik terkahir mengangumi sosok pria dihadapannya. Sangat mengagumi.

Woohyun mencoba untuk menguasai dirinya.

“Ne?” responnya dengan menatap kearah mata pria sempurna di hadapannya.

“Maaf menganggu.” Sahut pria dihadapannya dengan nada berhati-hati. “apa pertandingan bola di sini sudah selesai?”

Woohyun merasakan gejolak aneh di tubuhnya. Perasaan yang dia anggap sama saat dia pertama kali membawa berkeliling Seoul saat berumur 16 tahun. Perasaan saat dia bisa memakan kue cokelat strawberrynya ketika badmood. Dia bahagia hanya dengan  mendengar suara pria dihadapannya?

“hmm, sudah dari setengah jam yang lalu. Kenapa?”

“Aaaaa~” pria dihadapannya mengangguk, namun Woohyun tidak bisa mengalihkan pandangannya untuk fokus kelain selain wajah pria ini.

“Ku rasa aku terlambat. Huh.” Pria dihadapannya menghela nafas berat. “Aku ke sini untuk menjemput teman ku, sepertinya dia sudah pulang. Aku tidak bisa menghubunginya karena handphone ku ketinggalan di kampus ku, ku rasa dia akan benar-benar kesal.”

Woohyun merasakan kram di perutnya melihat senyuman lebar dari pria dihadapannya.

Tunggu, tunggu dulu. Menjemput teman?

“Sungjong?”Woohyun tanpa dia sadari melontarkan nama Sungjong dengan keras.

“Ne? hmm, iya Sungjong. Teman dengan rambut pink. Haha. Kau kenal Sungjong juga?”

Damn! Jadi ini makhluk yang di sukai Sungjong diam-diam? Pria ini? Sunggyu?

“hmm, aku mengenalnya.” Woohyun mengangguk. Tetap menatap lekat kearah kedua mata Sunggyu. Beberapa dedaunan gugur dan mendarat dengan lembt di rambut cokelat caramel Sunggyu, membuat Woohyun memaki dalam hati. Memaki betapa indahnya pemandangan dihadapannya.

“dia sudah pulang bersama Myungsoo, sungyeol dan Dongwoo.”

Sunggyu menatap lekat kearah Woohyun, mempelajari bagian-bagian wajah Woohyun. Tatapan mata lembut, rahang yang sempurna, bibir bawahnya yang tebal namun terlihat sangat y. Sunggyu iri dengan wajah Woohyun yang terlihat sangat ‘pria’

“ah, kau kenal Myungsoo dan lain juga? Ini aneh pertama kalinya kau melihat mu, padahal aku selama ini dekat dengan Myungsoo dan lain.”

“mungkin karena kita berbeda kampus.”

“ah, benar… omong-omong…aku Kim Sunggyu.” Sunggyu mengangguk canggung, dengan sedikit warna kemerahan di kedua pipinya. Kontras dengan warna kulitnya yang putih bersih.

“Aku Nam Woohyun.” Sahut Woohyun.

Angin bertiup semakin kencang membuat dedaunan semakin banyak berjatuhan, membawa aroma segar dedaunan dan aroma lembut vanilla dari tubuh Sunggyu.

Entah mengapa, ini pertama kalinya Woohyun berpikir kalau setiap pertemuan pasti memiliki alasan dan merupakan awal dari hararpan dan takdir yang di percayai untuk sebuah kehidupan.

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet