Epilogue

The Trees They Grow So High
Please Subscribe to read the full chapter

note: epilog ini diceritakan dari sudut pandang Haowen.

Aku baru saja mengikat tali sepatu sneakers-ku saat Ibu memanggilku dari dapur,

"Haowen? Haowen?"

Setelah memastikan tali sepatuku sudah terikat sempurna, aku langsung bergegas ke arah dapur, "Ya bu, aku sedang jalan."

Sesaat aku sampai di dapur, ibu memberikanku sebuah kotak makan siang, "Jangan lupa pulang sebelum langit menggelap, oke?" kata Ibuku sambil tersenyum.

Aku mengangguk sambil membalas senyumannya, "Tenang saja, bu." Lalu aku mengecup pipinya dan bergegas keluar. Di pintu keluar, aku bertemu dengan chauffeur keluarga kami, dan pria tua itu menunduk hormat setelah membukakan pintu mobil untukku,

"Mau kemana kali ini, Tuan Muda?"

"Tolong antarkan aku ke rumah ayah."

Shang pú¹, chauffeur tua itu mengangguk sambil tersenyum, "Baik, Tuan Muda!"

 

Ø

 

Tidak banyak yang ku ketahui tentang ayahku selain dia orang Korea, dia lebih muda dari ibuku dan mewariskan marganya padaku 'Oh', yang menjadikan namaku Oh Haowen. Orang-orang pasti menyangka ketika aku bilang aku akan pergi ke rumah ayahku, bahwa kedua orang tuaku sudah berpisah. Ketika aku bercerita bahwa aku baru saja piknik dengan ayahku, orang-orang pasti mengira bahwa aku anak brokenhome yang malang, mereka mengira bahwa ayah dan ibuku bermusuhan setelah berpisah jadi aku tidak bisa pergi rekreasi dengan kedua orang tuaku.

Sebenarnya tidak semuanya salah. Orang tuaku memang 'berpisah', tetapi bukan berarti mereka bercerai.

"Tuan Muda, kita sudah sampai."

Suara Shang pú menyadarkanku dari lamunan, aku lalu keluar dari mobil dan segera berjalan menuju gerbang kokoh di depanku, "Nanti Shang pú bisa menjemputku jam 4 sore." ujarku sambil memperhatikan Shang pú menutup pintu belakang mobil.

Shang pú mengangkat tangannya ke dahi, memberi hormat, "Baik, Tuan Muda."

Setelah Shang pú pergi, aku kembali menghadap gerbang kokoh berwarna hitam di depanku, sambil menghela napas aku bergumam, "Ya, selamat datang Haowen."

Aku memasuki gerbang tersebut sambil tetap menggenggam kotak makan siang yang Ibuku bawakan untukku, tak lupa aku memberi salam kepada Yang pú, penjaga gerbang yang tidak jauh lebih muda dari Shang pú, tetapi terlihat lebih tua dari chauffeur tersebut dengan jenggot panjang yang sudah mulai terlihat abu-abu. Kemudian aku langsung menuju ke dalam halaman yang dipenuhi oleh bunga aster di pinggiran jalan setapak menuju kediaman ayahku. Aku berhenti sebentar mengambil tiga tangkai bunga aster yang berada di sisi kanan jalan sebelum kembali berjalan. Ketika aku bertanya mengapa yang ditanam hanya bunga aster, ibuku menjawab bahwa bunga aster memiliki banyak makna, bunga aster adalah bagian integral dari kehidupan manusia. Bunga aster bisa dikaitkan dari berbagai macam kejadian hidup, mulai dari kelahiran, perkawinan, bahkan kematian. Dan ibuku berkata bahwa bunga aster juga melambangkan aku, ayahku, dan ibuku sendiri sebagai satu kesatuan.

Tepat aku berhenti di sebuah bangunan kecil yang memiliki ventilasi yang cukup banyak, bangunan tersebut bukanlah berbentuk rumah, melainakan hanya pilar-pilar dan atap yang di dalamnya hanya muat untuk tiga orang, ayahku, aku dan ibuku.

Aku duduk bersimpuh di depan ayahku yang ku lihat selalu tersenyum tipis.

"Hai, ayah." Aku membalas senyuman tipis ayahku, sambil menaruh tiga tangkai bunga aster diatas batu kecil di bawah fotonya, tepat diatas nisan yang bertuliskan nama ayahku.

Ya, ayahku sudah meninggal. Ia meninggal tak lama setelah aku lahir, sekitar aku berumur satu tahun jadi aku tidak sempat melihat dirinya, foto-foto semasa ia hidup yang ibu tunjukkan lah yang aku lihat. Dan setelah melihat kumpulan album foto ayahku, aku bisa menyimpulkan bahwa aku mewarisi garis wajah ayahku dan telinga serta rambut ibuku. Kata keluargaku, dan orang-orang yang sudah pernah melihat ayahku sebelum ia meninggal, aku tumbuh semakin mirip dengan ayahku. Mereka bilang bahwa aku adalah copy-an dari Oh Sehun persis. Bahkan ibu sempat bercanda dan berkata bahwa kalau tidak melihat rambut dan telinga, bisa-bisa orang menyangka aku anak dari Oh Sehun dan Oh Sehun, bukan anak dari Oh Sehun dan Luhan.

Please Subscribe to read the full chapter

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
noonafujo #1
aaaaaaakkk bagus
parkHyunIn #2
Chapter 1: Ini apaaaaaa????? Sehun mati gt aja!
Btuh epiloggggg~~~juseyoo/bow
SheilandaK #3
Chapter 2: Mau yg dari sudut pandang sehun nya. Plis... T.T
icecrystalblize #4
Chapter 1: ceritanya seru
autumndeer
#5
Chapter 2: Yes.. epiloque from sehun
autumndeer
#6
Chapter 1: Damn.... this is so sad...
pxnkautumnxx #7
Chapter 1: epilognya plizzzzz :3
skytree #8
Chapter 1: Akhhh!
Sialan! Sedih banget! Apalagi sambil denger lagunya.
Epilog dong? Kasih tau sehun sebenarnya kenapa? Please, jaebal?
Lu7deer #9
Chapter 1: Hah??? Serius ini??? Sehun meninggal?????
Ya ampunnn kasian banget donk Luhan dan haowen.....uuuuu

Pdhl luhan udah dpt menerima dan mencintai sehun.... Sehun sakit jantung ya??????

Nih os bikin nangissss...... T.T
syidah
#10
Chapter 1: Sebenarnya Sehun sakit apa??
poor luhan and haowen
please make a sequel??