Part 2

Unconditionally Love
Please Subscribe to read the full chapter

Main casts: Kwon Jiyong, and Choi Seunghyun.

Support cast: Find by yourself.

Warning: AU, typo(s), pasaran, and manymore.

Genre: Family, and Drama.

youngdinna present

.

.

Enjoy it!

Part 2 “The Truth, and The Beginning”

 

"Appa, ayo!" Aster menarik Jiyong dengan semangat ke arah seorang penjual gulali di luar pemakaman. Jiyong mengikuti dengan senyuman lebar bersama Aden.

 

"Aku menemukan mereka kedinginan, di depan sebuah gedung tak terpakai, mereka kelaparan, tak ada sehelai benang pun yang melindungi mereka, hanya sebuah kardus yang menjadi tempat alas tidur mereka."

 

Seunghyun tanpa sadar menitikkan airmatanya, hatinya mencelos, mengingat setiap perkataan Jiyong.

 

"Aku tahu bagaimana rasanya di tinggalkan, Seunghyun. Dami dan aku, meski kami memiliki orang tua, keadaannya jauh dari kata layak. Ibuku meninggal saat melahirkanku, ayahku pergi dengan wanita lain.."

 

Seunghyun tersenyum saat dari jauh Aster memanggilnya. Mata Seunghyun kembali bertemu dengan mata Jiyong, dan saat itulah Seunghyun menyadari sesuatu.

 

"Aku mencintai mereka tanpa sadar. Aku tidak tahu, mengapa dan bagaimana bisa rasa sayang ini muncul, tapi aku sama sekali tidak keberatan."

 

"Paman, apa kau suka kembang gula? Rasanya enak sekali."

"Tentu. Aku suka."

"Appa! Belikan satu untuk paman."

 

"Aku tak peduli apa kata orang-orang, tak peduli sekasar apa mereka memperlakukanku, asal jangan sampai hinaan kejam itu mengenai kedua anak tak berdosa ini. Mereka sudah cukup menderita."

"Apa mereka tahu siapa kau sebenarnya?"

"Mereka anak yang cerdas, Aster pernah mengatakan padaku, tak peduli apapun dan siapapun aku akan selalu menjadi orang tua mereka."

 

Matahari mulai meninggi saat Seunghyun dan Jiyong pergi dari pemakaman. Setelah ini, Jiyong harus menyiapkan makanan ringan dan camilan untuk Aster dan Aden yang akan belajar bersama Seunghyun.

"Kalian akan belajar mulai hari ini, apa kalian senang?" tanya Jiyong, mencoba memancing antusiasme kedua anaknya.

Aster tersenyum lebar, memamerkan gigi depannya yang lepas satu. Seunghyun tertawa.

"Wah, Aster. Gigimu lepas?" tanya Seunghyun. Aster tersenyum dan mengangguk.

"Appa bilang aku sudah dewasa."

"Benar, kalian sudah bertambah dewasa, jadilah anak baik untuk appa kalian." Seunghyun tersenyum, ia tulus mengucapkan itu. Dan Seunghyun juga menyadari, kalau Jiyong sebetulnya adalah sosok pemuda yang mengagumkan.

"Nah! Kita sudah sampai." Jiyong membuka pintu rumahnya.

Rumah yang rapih, itulah yang terlintas dalam pikiran Seunghyun. Di dekat pintu masuk, ada sebuah rak tempat menaruh sepatu, dekatnya lagi ada sebuah keset bulu.

Lalu, ruang tamu. Nampak seperti ruang tamu biasa, di belakang kursi tamu ada karpet dan bantalan duduk untuk menonton televisi, di tembok samping televisi terdapat rak yang berisi foto-foto dan penghargaan sekolah yang mungkin di raih Aster dan Aden.

Seunghyun tersenyum, ia lalu meraih sebuah foto seorang wanita yang menggendong seorang bayi laki-laki. Bayi laki-laki yang serupa dengan Jiyong.

"Itu adalah satu-satunya yang di tinggalkan ibuku. Andai dia masih di sini." ujar Jiyong sambil tersenyum kecil.

Seunghyun lalu kembali menaruh foto tadi, "Ibumu cantik, dan sebagian besar wajahnya di wariskan padamu."

Jiyong tertawa, "Banyak yang bilang begitu, bukan hanya kau." Jiyong lalu mengambil kue yang baru saja ia buat pagi tadi dari lemari pendingin, "Kuharap kau suka cokelat, Aster dan Aden memaksaku membuat ini."

"Aku akan makan apapun yang kau buat." Seunghyun tersenyum, ia merasa geli saat Jiyong terlihat malu mendengar penuturannya, "Aku benar-benar kagum denganmu, Kwon Jiyong."

"Mwo?"

"Aninde. Ah! Kalian sudah siap rupanya." Seunghyun segera mengalihkan pembicaraan. Aster dan Aden sudah mempersiapkan crayon, pensil dan alat tulis lain, "Apa kalian pernah mengikuti lomba sebelumnya? Paman lihat ada piala penghargaan, nama kalian berdua ada di sana."

"Oh, itu. Kami mendapatkannya saat kami memasuki pra sekolah, juara satu aku, duanya Aster." jelas Aden, Seunghyun tersenyum kecil.

"Paman, haruskah kami memanggilmu seonsangnim?" tanya Aster.

"Mengapa? Aku lebih suka kalian memanggilku paman, terdengar lebih akrab." ujar Seunghyun.

"Aku ingin memanggilmu daddy."

PYARR

Seunghyun tersentak, bukan karena Jiyong yang tiba-tiba menjatuhkan cangkir, tapi karena ucapan Aden.

"Mengapa daddy? Daddy itu sama dengan ayah. Ayah sama dengan appa." ujar Aster bingung. Aden menggeleng tidak setuju.

"Tidak. Appa sangatlah lembut pada kita, selama bersama appa, aku selalu merasa bahwa appa lebih mirip seperti ibu dari teman-teman kita di sekolah. Tapi, selama bersama paman Seunghyun, dia lebih mirip dengan para ayah di sekolah."

"Aden, kau mengagetkan paman Seunghyun." Jiyong menghampiri kedua anaknya dan Seunghyun sambil membawa nampan berisi camilan, "Appa adalah ayah sekaligus ibumu, Aden tidak boleh memanggil paman Seunghyun seperti itu."

"Tapi, aku ingin melakukannya."

"Aden, jangan membantah appa." Jiyong menatap Aden dengan serius, "Ingat apa nasehat appa, kan? Tidak boleh memaksakan kehendak kita pada orang lain, arrachi?"

Aden mendengus, meski kesal ia mengangguk, menuruti ucapan Jiyong.

Menit-menit sudah berlalu, setelah menyelesaikan acara privat si kembar, ternyata kedua anak itu merasa lelah dan mengantuk.

"Aku ingin paman Seunghyun yang menidurkan kami, appa."

"Aster-"

"Gwenchana." Seunghyun menahan pundak Jiyong, "Kau bisa lakukan pekerjaan lain, aku tidak keberatan."

Jiyong menatap Seunghyun tak enak, "Tapi.."

"Hei, aku bukan orang lain bagi mereka, kukira wajar jika mereka memintanya. Dan kurasa tentang kau yang lebih mirip seorang ibu memang benar." Seunghyun tersenyum geli, Jiyong mendelik.

"Kau mau bilang kalau aku terlihat lebih feminin, begitu?"

Seunghyun hanya tertawa, ia lalu menghampiri kedua anak itu dan mulai melakukan keinginan Aster.

"Baiklah, apa yang biasa kau lakukan menjelang tidur siang?"

"Bisakah paman menggendong kami berdua, appa sering mengeluh sakit pinggang dan mengatakan berat kami sudah sama seperti sapi." ujar Aster cemberut. Seunghyun tertawa.

"Baiklah, Aden naiklah ke punggungku. Aster, kau kugendong di depan."

Seunghyun perlahan mengangkat kedua anak itu. Ajaibnya, Aden dan Aster nampak mulai terlelap, padahal Seunghyun tidak melakukan apapun selain menggendongnya.

"Paman.." Seunghyun masih bisa mendengar Aden menggumam di tengah kantuknya.

"Nde, Aden?"

"Maukah kau menjadi ayah kami?" Seunghyun terdiam, ia tak menjawab, mungkin untuk saat ini ia bingung harus menjawab apa.

Seunghyun baru menidurkan Aster dan Aden saat kedua anak itu sudah benar-benar terlelap. Aden nampak masih menggenggam erat salah satu tangan Seunghyun.

"Daddy.." Seunghyun bergumam, perlahan ia mengecup kedua pipi Aden, "Jika aku bisa, aku akan berusaha melakukannya."

 

***

 

Jiyong menghela napas, kedua tangannya sibuk membersihkan piring-piring kotor. Ia masih kepikiran dengan ucapan Aden.

 

"Aku ingin memanggilmu daddy."

 

"Kau melamun." Jiyong tersentak dan buru-buru menoleh, Seunghyun tersenyum ke arahnya, "Apa kau masih kepikiran soal ucapan Aden?"

"Maafkan dia, Aden memang anak yang lebih keras kepala dari Aster." jelas Jiyong.

"Aku tidak berpikir itu adalah sebuah kesalahan." ucap Seunghyun, ia lalu meraih piring kotor dan ikut membantu Jiyong mencucinya, "Mereka hanyalah anak-anak. Aster dan Aden terlahir tanpa mengetahui siapa orang tua mereka, selama ini mereka hanya tahu dirimu. Jika mereka ingin menyebut-"

"Tidak semua orang sepertimu, Seunghyun." Jiyong memotong, "Aku sangat senang memiliki seorang teman, sekaligus tetangga yang baik. Aku tidak mau jika perkataan Aden justru membuat hubungan baik kita merenggang."

"Mengapa kau berkata demikian? Aku tidak marah, Jiyong."

"Tapi, aku takut."

Seunghyun terhenyak, Jiyong mengangguk demi memperjelas ucapannya.

"Aku takut jika Aden melakukan itu, kau akan menjauhi kami, tidak mau menjadi temanku lagi, dan.."

"Jiyong.."

"Sudahlah, ini sudah sore. Kalau kau mau pulang, boleh saja."

Seunghyun mencegah Jiyong menjauh, dan apa yang di lakukan Seunghyun berikutnya membuat Jiyong terkejut. Seunghyun memeluknya erat.

Ini aneh. Seunghyun tidak mengerti dengan degup jantungnya yang meningkat, seiring dia mempererat pelukannya pada tubuh Jiyong. Seunghyun hanya ingin menyakinkan Jiyong bahwa ia tidak akan pergi kemana-mana.

"Seunghyun."

"Aku tidak akan pergi." Seunghyun meraih kedua pundak Jiyong, menatap mata cokelat pemuda itu, "Kau bisa memegang janjiku, Jiyong."

"Mengapa kau bertindak sejauh ini, Seunghyun? Adakah sesuatu yang kau cari dariku?" tanya Jiyong, ia tak berani menatap Seunghyun secara langsung.

"Jawaban."

"Mwo?" Jiyong kembali mendongak, "Jawaban?"

Seunghyun terdiam, ia lalu meraih telapak tangan Jiyong dan meletakkannya tepat di mana jantungnya berdetak tak tentu, "Bisakah.. kau menjelaskannya padaku, Jiyong?"

"Apa maksudmu?"

"Kau bilang, manusia bisa mengalami suatu keadaan di mana mereka menyayangi sesuatu tanpa dasar alasan yang logis." Seunghyun menjeda, "Aku tidak pandai soal ini, tapi selama ini jalan kita selalu bertemu, dan semakin hari perasaan ini semakin berkembang."

"Seunghyun, tunggu!" Jiyong mencegah pergerakan Seunghyun, "Aku tidak serendah itu."

"Aku tidak merendahkanmu."

Jiyong terhenyak, tubuhnya membeku saat perlahan Seunghyun menyatukan bibir mereka, hati-hati dan sangat lembut.

"Unh.." Jiyong terengah saat Seunghyun melepas ciuman lembutnya, wajah mereka merona di tempa langit siang yang hendak beranjak sore.

"Aku tidak

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Eveningdoggy
#1
Chapter 3: Seriously, I hate writers who don't complete their obligations. I will wait for this story. Oh God, it's been around since 2015...
GDTABI #2
Chapter 3: this is so sad authornim T_T
fluffy-mallow #3
O____________O
_gtop_
#4
Chapter 1: Update gece miiinnnn akkkk gasabar denger ceritanya jidi kkk