Part 1

A Song For You
Please Subscribe to read the full chapter

A Song For You

 

Seohyun side

 

 Sepertinya usaha ku untuk sengaja datang telat kesekolah hari ini menampakkan hasil. Mataku menangkap sosok yang memang ingin kulihat pagi ini berjalan tak jauh di depanku. Tampaknya dia baru sampai di sekolah.

 

“Hei Seohyun-ah”, aku menoleh ketika Jungshin memanggilku. Dia mulai berjalan agak cepat menyusulku.

 

“Oh hei Jungshin-ah”, balasku. “kirain aku siapa”, tambahku

 

“Siapa?”, tanya Jungshin penuh arti.

 

“Apanya siapa?”, balasku lagi.

               

“Kirain siapa?”, Jungshin menatapku penuh arti.

               

“Aniyo, ani. Bukan siapa-siapa”, balasku menghindari tatapan Jungshin.

               

“Pasti siapa-siapa”, ujarnya dan matanya berkilat jail.

               

Wah anak satu ini memang sok tahu, masih pagi begini sudah cari gara-gara. “Siapa maksudnya?”, ucapku jengkel.

               

“Yah aku kan tidak tahu, kan kamu yang tahu”, Jungshin terkekeh.

               

Aku menatapnya, memasang tatapan minta-dibunuh-ya ke arah Jungshin. Dia menyadari itu dan langsung mundur manjauh. “Iya, iya, becanda kok. Soalnya itu,” ucapnya sambil menunjuk ke depan. Dan ketika aku mengikuti arah yang dia tunjuk, dia berteriak, “Hyunseung!”

               

Pria yang dipanggil menoleh dan tatapan kami pun bertemu. Aku langsung membuang muka, terlalu terkejut dan tidak berani menatapnya. Aku kembali menoleh ke arah Jungshin. “Lee Jungshin!” omelku.

               

“Seohyun mencarimu Hyunseung-ah!”, dia kembali berteiak dan segera berlari ke pintu gedung menuju koridor ke kelas kami, berlawanan arah dengan Hyunseung yang menuju pintu gedung sebelah.

               

“Aish jinja!”, teriakku, sambil ikut berlari mengejar Jungshin, tidak akan ku biarkan dia lolos.

               

 Aku pertama kali bertemu dengan Hyunseung saat baru masuk kampus ini. Benar kata orang, you don’t need a reason to love some one. I saw him and then I just feel for him. Sejak saat itu aku memiliki status baru ‘penguntit’. Aku mencari tau hobinya, saudaranya, tempat tinggalnya, nomor ponselnya. Lalu meningkat seperti dia pernah pacaran sama siapa saja, saat ini lagi suka siapa, pergi pulang sekolah jam berapa, sama siapa, tipe wanita yang disuka kaya apa. Tapi untungnya tidak sampai mengikuti dia pulang sampai rumah atau muncul dikamarnya ketika dia baru bangun tidur. Aku masih cukup waras. Hanya saja segala informasi yang kucari tahu membuatku merasa lebih mengenal Hyunseung bahkan sebelum aku mengobrol lebih banyak dengannya, dan secara tidak langsung membuatku makin menyukainya. Tetapi kalau ada satu hal yang paling kutakutkan, jika dia tiba-tiba menemui wanita yang menarik hatinya dan mereka pacaran.

               

Dan ada satu orang yang kukhawatirkan, waktu semester pertama, aku sekelas dengan wanita ini dan saat itu pula pertama kalinya aku sekelas dengan Hyunseung. Karena mereka teman dari kecil, wanita ini juga mengenal Yuri eonni, sahabat ku dari kecil. Yah walaupun dia lebih tua dariku dua tahu, tapi dia adalah sahabat yang paling baik selain Yoona eonni. Karena waktu Yuri eonni ikut kompetisi dance dia mengenal wanita ini, otomatis aku juga jadi dekat dengan wanita ini. Dan itu pula yang membuatku mulai menyadari jika Hyunseung dekat dengan wanita ini. Namanya Hyua. Matanya besar bulat, seperti karakter kartun Jepang. Badannya mungil, dia lebih pendek bahkan dariku. Rambutnya panjang lurus kecoklatan, berbeda dengan ku yang hitam dan agak bergelombang diujungnya. Yang jelas, Hyuna itu manis.

               

Walaupun sampai saat ini mereka tidak pacaran dan masih berteman seperti dulu, kali ini mereka mengambil kelas yang sama sementara aku terpisah, membuatku merasa merana. Sekelas dengan Hyunseung aja aku masih malu-malu untuk memulai pembicaraan, apalagi sekarang setelah kami berbeda kelas? Rasanya perkembangan kisah cintaku mundur berkilo-kilo meter jauhnya.

               

Sampai saat ini aku masih heran kenapa aku bisa begitu mudah berbicara dengan Hyunseung melalui ponsel dan SMS, tapi sulit sekali apabila kami bertemu langsung. Tahun ini aku sekelas dengan Yoseob, teman dekat Hyunseung. Karena itu, sesekali dia datang kekelasku saat istirahat siang untuk bertemu Yoseob. Dan hanya pada saat seperti inilah aku bisa mencuri-curi kesempatan berbicara dengannya.

 

 A Song For You

 

Aku sedang berjalan ke ruang dosen untuk mengumpulkan tugas kelompok pada jam istirahat pertama saat melihat Hyunseung. Pintu ruang dosen berada di dekat tangga dan koridor kelas dance, dan dia sedang berjalan ke luar dari kelas itu menuju tangga. Tatapan kami bertemu, aku tersenyum dan nyaris menyapanya, tapi seseorang memanggil pria itu. Hyuna. Bersama beberapa teman Hyunseung, Hyuna berjalan cepat menghampiri pria itu. Mereka hendak menaiki tangga, yang kuduga mungkin menuju kantin di lantai tujuh.

 

Aku menghela napas dan memasuki ruang dosen. Aku sulit mengakui, tapi sepertinya harus, bahwa kenyataannya tingkahku seperti wanita labil. Hal seperti ini saja kupikirkan, aku menyerahkan tugasku kepada dosenku, kemudian keluar.

 

“Hei Hyunie, melamun aja!”, seseorang membuarkan lamunanku

 

Aku menoleh, Hara berdiri di depan pintu kelasnya. “Eoh kau rupanya? Kau tidak ke kantin Hara-ah?” tanyaku.

 

“Ani, aku lagi malas”. Hara menghampiriku, dia salah satu temanku yang tahu tentang perasaanku terhadap Hyunseung. “Duduk disana yuk”, dia menunjuk bangku panjang didepan ruang dosen, aku pun menyetujuinya. Kami pun duduk disana.

 

“Bagaimana kabar oppamu?”, tanya Hara.

 

“Aigoo, ketemu denganku bukannya nanya kabar ku dulu”, ucap ku kesal.

 

“Tenang jangan emosi dulu. Hahaha ...”, Hara menepuk-nepuk punggungku. Ini memang pembicaraan klasik, kalau bertemu Hara pasti seperti ini.

“Seohyun-ah, kamu tidak ikutan panitia pentas seni kampus kita? Youngmin Seonsaeng kan lagi mencari mahasiswa untuk bantu-bantu menghias kampus kita”, ujar Hara mendadak serius.

 

“Ani, aku aja baru tahu dari kamu”, balasku.

 

“Emangnya kamu belum tahu kabar ini? Mengapa kamu ga minta menjadi panitia sekarang?”, tanya Hara.

 

“Masa aku yang mengajukan diri? Aku malu, nanti aja nunggu dia yang minta bantuan ke aku”, jawabku.

 

“Aish, kamu kan emang hobinya jadi seksi repot begini. Ikut aja sana,” desak Hara, Hara menoleh ke arah lain dan melihat seseorang. “Chen-ah dari mana kamu?!”, Hara meneriaki junior yang lewat didepan kami. Junior itu hanya mengangguk dan berjalan menunduk ke kelasnya.

 

“Hara-ah, kau membuatnya takut”, ujarku. Hara hanya tertawa, aku tahu dia hanya bercanda. Dia memang selalu terdengar seperti sedang marah-marah, tapi gaya bicaranya memang seperti itu. “Eh emangnya kamu sudah ngajuin diri jadi panitia?”, tanyaku.

 

“Udah”, jawabnya, “Aku di ajak temanku. Kalo tidak kamu tanya Jinwoon saja, setahuku Jinwoon juga ikutan”.

 

“Hmm... arraso nanti aku tanya deh”, balasku.

“Iya, pastiin aja, jadi nanti kan kamu bisa nemenin aku. Hehehe...”. Tatapan sinisku hanya dia balas dengan tawa. Jadi ini tujuan aslinya, hanya agar dia punya teman. “Terus, gimana kamu sama Hyunseung sekarang?”.

 

”Akhirnya topik itu keluar juga” ujarku. Aku diam sejenak, bingung bagaimana harus memulai. “Yaa... sejauh ini biasa-biasa aja”, jawabku.

 

“Kamu udah pernah nyatain ke dia, kan?”, tanya Hara penasaran.

 

“Pernah”, jawabku. Ya, benar, dan itu terjadi enam bulan lalu. Aku hanya merasa itulah saatnya dan aku mengungkapkannya melalui telepon. Bukan nyatain cinta sih, hanya menyampaikan perasaanku.

 

“Mungkin ini hanya pikiranku aja ya Seohyun-ah, tapi sepertinya Hyunseung makin dekat sama Hyuna sekarang”, ujar Hara.

 

“Tapi bukannya dari dulu emang deket?”, ucapku.

 

“Iya, tapi sekarang tuh.... Gimana ya?”, Hara terhenti. “Aku lupa, ada yang pernah kasih tahu aku, kalau Hyuna dianggap dongsaeng oleh Hyunseung.”

Aku berpikir keras, siapa ya yang pernah bilang begitu? Aku tidak ingat, tapi memang ada aku juga tau itu. “Sebenernya salah satunya pasti ada yang suka, cuma biar deket makanya mereka pakau istilah itu. Yaaa... teman tapi mesra sebenernya”, ujar Hara.

 

“Aku paling benci istilah itu. Itu hanya tameng biar kita bisa deket sama orang yang kita suka, tapi tidak mampu lebih. Kalo salahsatunya nyatain suka, yang lain bisa nyangkal sambil bilang ‘Selama ini aku hanya anggap kamu saudara sendiri’. That’s it, tidak perlu mikir alasan yang susah buat nolak, kan? Win-win solution, yang satu mempertahankan fans nya, yang satu lagi nempel-nempel sama gebetan mereka”, ujarku terbawa emosi. Tapi memang agak menyebalkan melihat kejadian seperti ini diantara teman-temanku sendiri. Dan aku mengenal beberapa yang akhirnya patah hati.

 

“Nah menurut aku, Hyuna dan Hyunseung ini sama aja”, Hara menambahkan.

 

“Hmmm...aku tidak tau juga ya, dia kan tahu kalau aku suka sama Hyunseung, dan waktu semester pertama aku pernah curhat ke dia, aku lupa tentang apa, lalu dia memberiku saran cara mendekati Hyunseung dan sebagainya”. Aku merasa masih bisa mempercayai Hyuna, tapi berbicara dengan Hara memperbesar ketidak percayaanku kepada Hyuna.

 

“Ya itukan bisa saja hanya dimulut”, kata Hara. Dia terdiam sebentar, lalu melanjutkan, “Menurut aku sih, dia agak palsu.”

 

“Tidak begitu juga Hara-ah”, aku tidak ingin berpikir negatif.

 

“Seohyun-ah,” potong Hara, “inget ya, kamu jangan terlalu percaya sama dia, oke.” Aku hanya mengangguk. Walaupun begitu, aku kurang yakin, sejauh ini Hyuna baik-baik saja padaku.

“Nah, sekarang seandainya aja ya, hubungan mereka kaya yang kita bicarakan tadi. Menurut kamu,” Hara terdiam sebentar, seolah memikirkan kata-kata yang tepat, “pihak mana yang lagi pendekatan?”

 

A Song For You

 

Jam kuliah ku yang kedua sudah selesai, mahasiswa di kelas serempak meregangkan badan di kursi masing-masing. Beberapa langsung berdiri dan keluar kelas, meninggalkan tempat yang membuat mereka penat.

               

“Aigoo michin. Bener-bener penat kepalaku hari ini. Pelajaran kampus semuanya menguras otakku”, ujar Yoseob.

               

“Tenang Yoseob-ah, tinggal beberapa semester lagi kita lulus dari kampus ini,” tambah Jinwoon. Yoseob makin menyusut dikursinya.

               

“Iya, untung abis ini pelajarannya lebih santai,” aku menenangkan sambil membereskan buku-buku ku. Sebagian besar teman sekelasku sudah keluar dan langsung menuju kantin. Di kelas tinggal aku, Jungshin, Jinwoon dan Yoseob. Yoseob sedang mengeluh lagi tentang pelajaran hari ini yang terasa membosankan ketika pintu tiba-tiba terbuka dan Kikwang masuk ke kelas, diikuti dua temannya yang lain dan Hyunseung. Ini pemandangan yang biasa, Hyunseung dan teman-temannya berkumpul untuk mengobrol dengan Yoseob.

               

“Yoseob-ah waegeure?”, tanya Kikwang.

               

“Hhh, penat sama pelajaran hari ini,” jawab Yoseob.

               

Aku agak canggung rasanya duduk di samping Yoseob sementara semua teman-temannya berkumpul di sekitarnya serta mengajaknya berbicara. Mungkin hal ini tidak terlintas dalam benak mereka, tapi aku berpikir kalau saat itu juga aku pindah, mungkin mereka akan mengira aku menjauhi mereka. Kalau aku diam ditempat dan diam saja, aku akan terlihat seperti orang bodoh.

               

Aku kemudian menghadap ke belakang, dan mengajak Jungshin dan Jinwoon berbicara. Aku berusaha tidak memperdulikan Hyunseung dan teman-temannya. Sebenernya sih peduli, terutama karena ada Hyunseung diantara mereka, tapi agak sulit rasanya mengajak berbicara duluan.

               

“Seohyun-ah, Hyunseungnya tidak diajak bicara?”, tanya Jinwoon memancing dengan suara pelan, hanya kami bertiga saja yang mendengar.

               

“Ah, Seohyun-ah kau ini malu-malu tapi mau,” sambar Jungshin.

               

“Aniii, nanti saja,” sebenarnya jawabanku mengarah pada hal yang tidak pasti. “Nanti” itu kapan tepatnya? Aku sadar sebenernya aku melarikan diri.

“Eoh Seohyun-ah, ini buku catatanmu yang kemarin aku pinjem, untung saja aku ingat, thank you ya,” tambah Jinwoon tiba-tiba.

               

“Oke,” balasku, Aku kembali menghadap ke depan untuk meletakkan buku itu di laci meja dan baru menyadari Hyunseung duduk di kursi di depanku. Tatapan kami bertemu.

               

“Annyeong,” sapanya.

               

 “Eoh annyeonghaseyo,” balasku.

               

Hening. Canggung. Ini selalu terjadi, aku memikirkan kalimat permulaan yang tepat.

               

“Ehm,” aku memulai, “masih ngeband sama yang lain?”, tanyaku dengan suara yang tak jelas sama sekali.

               

“Hah?” tanyanya.

               

Great Seohyun-ah, kapabilitas bicara normalmu semakin menurun.

 “Hm, masih ngeband sama yang lain?” ulangku lebih kencang dari yang tadi.

               

“Oh, masih,” ujar Hyunseung. “Cuma agak jarang sekarang, si Kikwang sedang sibuk.”

               

“Sibuk apa?” tanyaku, berusaha memperpanjang pembicaraan.

               

“Sekarang mulai banyak tugas kuliah kan?”, balas Hyunseung.

               

“Oh, majayo,” aku mengiyakan. “Padahal baru masuk tahun ajaran baru.”

 Hyunseung mengangguk.

               

Kami kembali terdiam. Hening. Canggung. Aku memikirkan pembicaraan baru. “Hyunseung-ssi, video yang kamu posting...”

               

“Seohyun-ah”.  Aku menoleh, Hyuna berdiri tidak jauh dari tempatku. Huh, akhirnya dia datang juga.

               

“Kamu tidak lihat Jihyun?”, Jihyun itu teman dekat Hyuna yang sekelas denganku.

               

“Hm kayanya ke kantin,” jawabku.

               

“Eoh, gomawo,” balasnya. “Wae?”, tanya Hyuna pada Hyunseung yang menatapnya sejak tadi.

               

“Aniya,” balas Hyunseung sambil menahan senyum.

               

“Lagi bicarain apa sih kalian? Pasti lagi bicarain tentang game atau yeoja?”, ujar Hyuna. Dia menghampiri mejaku.

               

“Aniya, jangan sok tau ah” ejek Hyunseung, “lagian ini kan pembicaraan namja jadi yeoja ga harus tau?”, tambah Hyunseung

               

“Biarin,” balas Hyuna lalu menjulurkan lidahnya ke arah Hyunseung.

               

Akhirnya mereka bercanda berdua dengan sangat seru di depan mataku. Aku hanya tersenyum sopan, dalam hati mengutuk keberuntungan yang berpihak ke Hyuna. Seharusnya aku bisa saja menimpali candaan mereka, tidak kalah dengan Hyuna. Tapi entahlah, melihat mereka berdua begitu akrab rasanya langsung membuatku down.

              

Aku mengalihkan perhatian dari mereka berdua dan memperhatikan deretan jendela lantai tujuh yang merupakan tiga ruangan dijadikan satu yang terpisah sekat dan salah satunya adalah ruang lukis. Sejak setahun lalu aku sering kesana untuk mengikuti ekstrakulikuler lukis. Setahuku pada hari biasapun ruangan itu tidak pernah di kunci karena dianggap ruang kelas biasa.

               

Aku kembali menoleh ke arah Hyunseung dan Hyuna yang sedang bercanda, lalu kembali memandang jendela ruang lukis di lantai tujuh. Aku menghela napas, aku hanya mengi

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet