Antiklimaks

The Nerd Xi Luhan

Mereka yang peduli padamu bukanlah mereka yang memberimu kalimat yang menyenangkan namun juga mereka yang ingin mengubah hidupmu menjadi lebih baik dengan kalimat tidak menyenangkan mereka. (natadecocoo, 2015)

 

Antiklimaks

 


Pada saat itu pula, dirinya, Taehyung dan Jonghyun dapat menyaksikan Luhan terjatuh tak berdaya tanpa mengucapkan sepatah kata apapun sebelumnya.

 

Suara berdentam itu datang lagi namun kali ini berasal dari lantai tempat dimana Luhan terjatuh.

             

                                                                                   

            Spontan, Jihye,Jonghyun dan Taehyung segera menghampiri tubuh Luhan yang telah tumbang. Dengan sigap, Taehyung dan Jonghyun mengeluarkan pistol mereka dan mengedarkan pandangan ke sekeliling. Apa yang mereka takutkan adalah seseorang masih tersisa dan dari jarak jauh menembak Luhan. Walaupun ketika Luhan tumbang mereka sama sekali tida mendengarkan suara senapan, mereka pikir segala kemungkinan bisa terjadi. Sniper misalnya.

            Dengan panik Jihye menghampiri Luhan yang tak sadarkan diri lalu menangkup wajahnya. Baru saja Jihye merasa tangis bahagianya akan muncul. Dia tidak mengira bahwa mungkin saja, tangis sedih yang akan keluar dari matanya.

 

 “Ya Luhan! Yaa! Bangunlah!” Berbagai cara telah Jihye lakukan untuk membangunkannya namun berhasil sama. Luhan masih tak sadarkan diri.

Raut panik tergambar jelas di wajahnya. Baru saja beberapa detik ketika ia bisa bebas dan ketiga kawannya berhasil membereskan mereka semua, Luhan malah tak berdaya seperti ini. Ia takut jika sampai terjadi sesuatu pada Luhan hanya karena dirinya.

Melangkah maju pelan, Taehyung lalu memegang dahi Luhan menggunakan punggung tangannya. “Ia...mendidih.”ujarnya.

 

“Bwo?”

 

“Dia baik-baik saja.” ujar Taehyung lagi, kali ini ia memasukkan kembali pistolnya ke dalam saku celananya karena ia tidak mendapati sama sekali ada musuh yang belum terbereskan—bukan berarti mereka telah membunuh mereka semua. Luhan dkk  hanya membuat mereka tak sadarkan diri—Luhan dengan kemampuannya, Jonghyun dengan pukulan mautnya, dan Jihye dengan tongkat kayu yang kebetulan ia temukan di ruangan dimana ia disekap.

“Apa maksudmu dengan baik-baik saja?” tanya Jihye, memasang wajah heran. Apalagi saat ia melihat ke air muka Taehyung yang begitu santai.

 

Desahan terdengar dari mulut Taehyung. “Aku percaya kalian pasti memiliki sebuah smartphone. Nah di sini kita ibaratkan Luhan adalah sebuah smartphone..”

Jonghyun tampak menyilangkan tangannya dan menyimak. Sementara Jihye dengan tak sabar menunggu kelanjutan kalimat dari Taehyung.

“...smartphone pasti memiliki baterai kan?” Mereka lalu mengangguk.

“Aish Kim Taehyung, bisakah kau langsung ke intinya saja?” cibir Jihye yang masih mencoba membangunkan Luhan. Kali ini, ia meletakkan kepala Luhan ke pangkuannya dan menekan dadanya. Ilmu itu yang pernah ia dapat dari Luhan sebenarnya. Bahwa salah satu cara yang ampuh untuk membangunkan seseorang adalah dengan menekan dada mereka—dimana orang itu akan merasakan rangsang nyeri dan terbangun.

“Baiklah. Intinya...Luhan terlalu banyak memakai energinya hari ini—tepatnya malam ini. Apa kalian tidak bisa lihat betapa tempat ini telah bergelimangan orang tak sadarkan diri?” Lanjut Taehyung.

Jihye dan Jonghyun melihat ke sekeliling. Mereka tak elak membenarkan ucapan Taehyung. Mungkin jikamereka mau menghitung, jumlah orang di sana sekitar 30-an.

“Bisa dikatakan jika Luhan adalah sebuah smartphone—ia mengalami low battery. Kemampuannya juga memiliki batasnya. Ia akan pingsan ketika sekiranya ia berlebihan menggunakannya” Taehyung masih menjelaskan dan kali ini ia mendekat ke arah Luhan. “Penjelasan selesai. Sekarang kita harus membawanya pergi sebelum mereka semua terbangun dalam 10 menit.”

“10 menit?” tanya Jonghyun

Taehyung mengangguk. “20 menit adalah waktu tak sadarkan diri bagi mereka yang terkena sihir Luhan. sementara sepertinya kita telah menghabiskan sekitar 10 menit untuk membereskan mereka tadi.”

“Ya Kim Taehyung. Mengapa kau tak segera menjelaskannya daritadi. Malah mengoceh tentang teori smartphonemu itu. Aish..”

“Wae? Aku berusaha menjelaskan penjelasan yang mudah bagi kalian..”

“Yaa! Kau menganggapku bodoh?”

 

Jonghyun kembali menyaksikan adu mulut mereka yang serasa tidak diperlukan. Ia akhirnya melerai keduanya. “Guys, 9 menit.” Menyadarkan kedua insan manusia itu yang akhirnya bergegas menuju ke mobil milik Jonghyun dengan cepat.

----------------------------

“Pabo-ya..siapa tadi yang berkata bahwa Luhan tinggal di sebuah flat sederhana yang dapat dibuka hanya dengan kunci saja?!” Jihye tampak kesal karena berulang kali ia menekan keypad namun pintu masih juga terkunci. Matanya menatap lurus ke arah Taehyung yang sedang membopong Luhan di punggungnya.

Taehyung tampak merasa bersalah namun bukan Taehyung namanya jika ia segera mengakui kesalahannya. “mm..kukira Luhan tinggal di tempat seperti itu. Ia tak tampak sedikitpun sebagai orang yang mampu menyewa sedikitpun space di apartemen semewah ini..”

Jonghyun tampak menggeram ke arah Taehyung. karena tentu saja mereka semua lelah. Sayatan,bekas luka masih tampak di permukaan kulit mereka belum terobati sama sekali. dan lagi, mereka belum mandi.

“Lagipula jika kita ke tempat Jonghyun bukankah sama saja. Dia juga tinggal di apartemen mewah bukan?”

“Setidaknya dia tahu passcode-nya pabooo” Jihye tampak kesal sekali.

Jihye dan Taehyung tampak saling menyalahkan satu sama lain sementara Jonghyun hanya bisa menjadi pihak ketiga dan menonton semua drama ini.

“Kalau begitu kita ke apartemenku saja. Kajja.” Pada akhirnya Jonghyun memberikan solusi. Setelah sebuah helaan nafas dari Jihye, mereka pun segera pergi.

Sebelum Jihye mengagetkan kedua namja itu dengan sebuah ide yang tiba-tiba melintas di kepalanya. “Jaggaman! Terlalu sia-sia bukan kita sampai di sini tanpa berusaha untuk membukanya?”

“yaa kau sudah mencoba berbagai macam kombinasi angka. Mulai dari tanggal lahir Luhan, tanggal dimana Luhan mendapatkan penghargaan sebagai murid teladan, tanggal dimana ia pertama kali menjadi petugas perpustakaan...sudahlah kita ke apartemen Jonghyun saja. Aku bahkan masih bertanya-tanya bagaimana kau bisa mengetahui semua informasi tentang Luhan itu..”

Tapi Jihye tetap kekekuh. Ia kembali ke depan pintu apartemen Luhan dan mencoba untuk memecahkan misteri itu lagi.

Bahkan ia berdoa terlebih dahulu—menangkupkan tangannya menjadi satu dan mengucapkan doanya.

Ia begitu gugup. Karena jika sampai kombinasi angka yang ada di benaknya benar maka sepertinya ia tidak akan bisa tidur semalaman.

Setelah mengambil nafas yang dalam, ia menekan kombinasi angka yang ada di benaknya itu. Dengan pelan dan ia merasa degup jantungnya berdetak begitu cepat.

Suara keypad yang ditekan terdengar begitu pelan di suaranya. Sampai pada akhirnya, suara nyaring itu tertangkap di indra pendengaran Jihye,Jonghyun dan Taehyung.

Wajah mereka berubah menjadi sumringah ketika mendengar suara nyaring itu. Tanpa menunggu waktu lebih lama lagi, Jihye mendorong pintu itu dan memasuki apartemen Luhan yang tampak begitu luas.

Langkahnya begitu ringan dan senyumnya terkembang begitu lebar.

--------------------------

 

Sesampainya di dalam apartemen milik Luhan, mereka segera mengambrukkan diri ke sofa besar yang terletak di tengah ruangan. Sofa berwarna merah maroon itu seakan menyerap perlahan kelelahan mereka. Tentu saja sebelumnya Taehyung meletakkan Luhan ke bed di kamarnya terlebih dahulu.

“Daebak. Serasa di film action saja. Kau tahu, tadi aku memukulkan tongkatku ke namja itu dan dia—“ Jihye terhenti sebentar lalu terkikik kecil. “Lalu..Lalu dia tumbang!”

Kekehannya kembali terdengar. Deretan giginya tampak begitu putih dan rapi. Lesung pipi di pipi sebelah kirinya yang terlihat ketika tertawa—meskipun samar--mempermanis rupa yeoja itu. Namun raut wajah Jihye berubah menjadi sebal ketika ia mendengar pernyataan dari Jonghyun. “Sepertinya kau hanya menumbangkan dua orang..atau mungkin satu?”

“Bwo? Ya.Apa kau juga mulai membuatku kesal sekarang, Hong Jonghyun. Aish para namja ini.” Jihye menyilangkan kedua tangannya.

“Eeeey aku hanya mengungkapkan fakta.”

“Arrasso arrasso. Aku sebetulnya hanya menumbangkan satu namja... Meski begitu aku secara tak langsung telah membantumu Jonghyun-ah, namja itu hampir saja menembakmu dengan pistolnya. Tepat ke arah kepalamu.” jelas Jihye menggebu-gebu seraya menunjuk ke kepala Jonghyun—menghasilkan tawa Taehyung dan Jonghyun.

Namun Jihye hanya bisa diam seraya masih melaseri Jonghyun dengan tatapan kesal.

“Arrasso Yoo Jihye. Aku berterimakasih padamu.” ungkap Jonghyun meski sedikit agak dipaksakan.

“Aigoo.. Apa ini Jihye yang kita kenal di sekolah?” celetuk Taehyung—masih memuaskan tawanya dan menatap Jihye dengan matanya yang menyipit.

Taehyung berharap Jihye marah atau kesal tapi yang terjadi adalah Jihye tampak terkekeh pelan lalu memasang senyumnya. Well, setiap kali ia mengingat kenangannya dengan Luhan, ia selalu tak sengaja memasang sebuah senyum.

“Luhan lah yang pertama kali menyadarinya.” Awalnya Jihye tampak menunduk, kini ia mengangkat wajahnya. “Ia juga telah mengajariku untuk menjadi diriku sendiri sekarang.”

Wajahnya bahkan kini memerah ketika ia mengingat kejadian dimana Luhan memberi petuahnya agar ia menjadi dirinya sendiri. Ketika di depan rumahnya dan ketika mereka berada di foodcourt ‘Happy Cone’ di Seoul Plaza.

Karena hal itu cukup menjelaskan pada Jihye bahwa sebenarnya Luhan peduli padanya. Mereka yang peduli padamu bukanlah mereka yang memberimu kalimat yang menyenangkan namun juga mereka yang ingin mengubah hidupmu menjadi lebih baik dengan kalimat tidak menyenangkan mereka. Bagi Jihye Luhan juga seperti itu. Meski ia menyampaikan padanya dengan cara yang kurang menyenangkan, ia sadar bahwa sebenarnya Luhan peduli padanya.

Taehyung dan Jonghyun yang melihat wajah Jihye merah merona pun hanya bisa berdeham untuk mengambalikan Jihye ke alamnya—karena sejak tadi Jihye diam dalam dunianya sendiri.

“Omo...Yeoja yang jatuh cinta memang. Ya! Yoo Jihye aku sedang berbicara padamu.” Taehyung lalu melemparkan bantal sofa ke arah Jihye.

“Bwo?” Jihye akhirnya tersadar.

“Bagaimana kau bisa membuka pintu apartemen Luhan tadi?”

Jihye lalu bangkit dari sofa dan menjulurkan lidahnya. “Apakah aku harus memberitahumu?” Lalu ia melangkah menuju ke sebuah kotak P3K yang menggantung di dinding dan mengopernya ke Taehyung. “Bersihkan luka kalian terlebih dahulu.”

Setelahnya ia menuju ke kamar mandi untuk sekedar membersihkan wajahnya.

 

--------------------

 

Sekeluarnya dari kamar mandi yang terletak di samping dapur apartemen milik Luhan, Jihy menghampiri Jonghyun dan Taehyung dengan langkah buru-burunya.

“Ya! Para namja menyebalkan! Lihatlah apa yang telah kutemukan!” seru Jihye seraya mengangkat tinggi-tinggi dua buah sikat gigi baru yang masih tersegel yang ia temukan di kotak persediaan di kamar mandi.

Tapi hening. Ia tak kunjung mendapatkan balasan atas kalimatnya.

Tentu saja, kini ia tengah melihat Jonghyun dan Taehyung tidur di atas sofa secara tegak lurus. Kepala mereka tampak berada di sudut sofa dan kaki panjang mereka tampak menjuntai ke ujung sofa.

Jihye hanya bisa terkikik pelan melihat mereka tidur dengan begitu pulas. Tentu saja, mereka belum makan malam, belum mandi bahkan sikat gigi namun sudah terlelap begitu saja. Meski begitu, ia iba melihat mereka semua---apalagi ketika melihat wajah dan kulit mereka yang tertambal oleh selotip luka.

Mereka berdua seperti ini karena diriku. batin Jihye.

Sebuah senyum tergambar di wajah Jihye. Sebelum ia mengucapkan sebuah kata ‘gomawo’ dengan begitu tulus.

------------------------

 

Setelah terlelapnya Taehyung dan Jonghyun, Jihye berniat untuk kembali ke rumahnya. Ia tidak ingin eommanya khawatir karena jam dinding milik Luhan telah menunjukkan pukul 22.00 malam.

Namun sebelumnya, Jihye memasuki kamar Luhan untuk mengambil beberapa selimut. Sebelum memasuki kamar Luhan, Jihye sempat berniat untuk tidak melakukannya. Sebuah alasan sederhana namun cukup aneh—ia gugup untuk memasuki kamar Luhan. Entah karena apa.

Dengan perlahan-lahan, ia mengendap ke dalam kamar Luhan setelah terbukanya pintu. Sesampainya di dalam, Jihye menghela nafasnya. Sebuah kamar yang sangat rapi menyambutnya. Buku yang tertata rapi pada rak dapat terlihat di matanya. Beberapa aksesoris meja seperti berbagai macam bangunan keajaiban dunia dapat terlihat di matanya. Namun anehnya, ia tak dapat melihat satu pun figura foto di kamarnya. Bahkan di seluruh isi apartemen Luhan, ia tak dapat melihat sebuah foto pun. Entah itu foto dirinya sendiri, dengan keluarganya atau mungkin dengan temannya. Jihye sama sekali tak melihat ada tanda-tanda akan hal itu.

Saat itu juga ia teringat akan ucapan Taehyung padanya. Tentang ayahnya yang telah dikabarkan meninggal, tentang ibunya dan yeodongsaengnya yang dikabarkan menghilang. Jihye merasa lemas mengingatnya—sekaligus membuatnya bersyukur. Setidaknya ia masih memiliki seorang ibu di sisinya, yang kadang pada suatu saat mereka berdua tidak akur.

Tak inginberlama-lama di dalam sana, Jihye membuka sebuah lemari yang teramat besar di sudut ruangan. Ia membukanya dan sebuah frasa ‘daebak’ keluar dari mulutnya.

Tampak di hadapannya baju Luhan bejibun jumlahnya. Menggantung berjejer dengan rapi. Meskipun kebanyakan adalah baju kemeja.

Setelah mengambil selimut, Jihye memutuskan untuk segera keluar dari kamar Luhan. Well, ia baru memutuskan. Karena di tengah perjalanannya menuju ke pintu untuk keluar, ia terhenti. Kakinya membawanya ke suatu tempat di samping bed milik Luhan.

Ia terjongkok, memandang wajah Luhan dari samping.

Gomawo Xi Luhan. Jeongmal gomawo kau telah hadir ke hidupku.”

 

"Sekarang aku telah mengetahui lebih lanjut tentangmu." Senyum manis Jihye terbentuk ketika melihat wajah Luhan yang tertidur. Begitu tenang. Ketika ia memandang wajah tidur milik Luhan, ia merasa tenang. Ia begitu terhanyut, membiarkan waktu berlalu begitu saja dengan dirinya tetap berada di sana, memandang Luhan dengan penuh syahdu.

Meski sejujurnya banyak sekali pertanyaan dan pernyataan yang tertahan di benak Jihye, Jihye tidak sejahat itu untuk membangunkan Luhan sekarang. Ia memilih untuk menahan semuanya sementara waktu hingga Luhan tersadar.

Melihat bekas luka di wajah Luhan, Jihye memutuskan untuk mengambil kotak P3K dan merawat lukanya.

Sekembalinya ia mengambil kotak P3K, ia membersihkan luka itu menggunakan alkohol di berbagai titik. Meskipun terkadang dapat terlihat di wajahnya Luhan mengernyit,ia tetap melanjutkannya. Ia bahkan juga membersihkan luka di tangannya.

Tepat saat Jihye mengobati luka di tangan kanannya, Jihye terkejut. Begitu terkejut hingga mungkin ia bisa saja terpental dari tempat ia berdiri sekarang.

Nafasnya memberat. Dengan perlahan, ia mundur beberapa langkah seraya menutup mulutnya. “Maldo andwae.” Suara kursi berdecit terdengar ketika ia tak sengaja mendorong kursi itu ke belakang dengan langkahnya. “Maldo andwae.”

Lalu ia membatu tak percaya di tempatnya. Seakan tubuhnya terpaku di bumi. Hanya karena sebuah pemandangan sebuah tahi lalat di tangan kanan milik Luhan.

Namun itu berarti banyak bagi Jihye. Namja masa lalunya. Namja yang mengisi hatinya. Namja yang ia sebut cinta pertama.

--------------------------

Kepala Jihye berdenyut begitu hebat sampai ia merasakan bahwa mungkin saat itu juga adalah akhir dari hidupnya. Ia berteriak sebisanya—nyeri yang ia rasakan di kepalanya begitu dahsyat hingga ia terduduk di lantai keramik dengan menggelungkan kedua lengannya ke kepalanya. Setelah melihat tahi lalat itu, ia merasa sebuah putaran film terbesit di kepalanya. Namun ia tidak mendapatkan gambaran yang jelas.

Seperti ada sesuatu ingatan yang hilang akan kembali ke kepalanya. Sebenarnya ini adalah serangan kedua hari ini.

Karena pada saat di gedung itu ia juga merasakan kepalanya terasa sakit.

Saat itu ia merasakan ada sesuatu yang bergejolak di kepalanya.

 

“Taehyung sudah dibawa ke tempat hukuman.” Jihye dapat mendengar suara itu samar setelah sebuah pintu terbuka. Setelahnya ia dapat mendengarkan kalimat selanjutnya pula yang terdengar semakin keras.. “Ndae boss.Saya telah memfoto gadis ini tadi tapi Luhan tetap berkata ia tidak akan datang boss.”

Suara itu semakin mengeras, dibarengi dengan suara derap langkah mendekat. “Baik bos. Saya akan membangunkan gadis ini.”

Selanjutnya, Jihye dapat merasakan seseorang menendang kakinya dengan keras. Tentu saja Jihye tak segera bangun—agar usaha aktingnya tidak ketahuan. Setelah tendangan kedua yang lebih keras dari sebelumnya, Jihye dengan perlahan membuka matanya dan mengerang pelan.

Matanya kemudian terbuka. Perlahan-lahan hingga penuh. Ditatapnya di depannya seseorang sedang memandangnya. “Jangan tertidur dulu. Setelah ini sepertinya boss membutuhkanmu.”

Jihye diam. Lalu ia mengangguk ketika namja itu menanyakannya dengan nada tinggi. “Arrasso.”
Setelah itu namja itu pergi duduk di pojok ruangan, terduduk di kursinya. Menanyakan berbagai macam hal pada Jihye—agar Jihye tidak tertidur lagi.

Hingga ketika Jihye melihat sebuah tatto bergambar planet di lengan kanannya. Tentu saja Jihye tahu bahwa gambar bulatan itu adalah sebuah gambar planet. Karena tentu saja bulatan itu mencirikan bahwa itu sebuah gambar planet jika dikelilingi cincin di sekelilingnya.

Meski Jihye tidak begitu ahli dalam astronomi, ia cukup tahu akan perbintangan. Ia cukup tahu bahwa gambar planet yang dilihatnya saat ini adalah salah satu dari ke delapan planet yang ada di solar system.

Saturn.

Gambar itu biasa saja. Cuma sebuah tatto berwarna hitam. Sama sekali tidak mengancam. Namun entah mengapa, ketika melihatnya, kepala Jihye terasa berdenyut-denyut—sama halnya ketika ia berada di perpustakaan pagi tadi.

 

Seakan ada ingatan yang akan muncul kembali.

 

------------------------

 

            Jihye tampak terkulai lemas. Meski kesadarannya masih baik, ia tampak sangat kacau. Wajahnya begitu pucat. Bibirnya tak lagi berwarna merah merona melainkan berwarna sebiru sprei yang adai di bed Luhan. Keringat berhasil lolos dari setiap pori-pori kulitnya. Ia merasa sangat lemas. Kepalanya terasa berat. Suara teriakan, tangisan dan tembakan terputar di kepalanya. Semakin mengeras suara itu terdengar di kepalanya, semakin Jihye merasakan sakit.

“Aaah.” Jihye mengerang pelan. Tenaganya mulai habis. Dengan sisa tenaga itu, ia berusaha bangkit dan membuka pintu.

Dahi Jihye kembali mengerut ketika sebuah bayangan hadir dalam kepalanya. Bayangan seseorang mengulurkan tangan untuknya.

Tangan dengan tahi lalat di daerah urat nadi.

-------------------------------- 

Heyhey, Alhamdulillah author sempet apdet nih. Dan senyumsenyum sendiri ketika baca komentar dari kalian. hihi 

Gak nyangka banget kalian ternyata selama ini ngikutin. 

See? Ketika aku baca komentar dari kalian pasti aku langsung ngebut buat apdet. Beda cerita kalo kalian memutuskan jadi silent readers, gak kasih love, ga subscribe, ga komen, pasti akunya juga kurang nggak semangat gitu ngelanjutinnya :D)v 

Teori aksi-reaksi sist brooh. Aku kasih aksi, kalian kasih reaksi. Thats how our relationship going. Okayokay? : ) Thanks

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Deapertiwi #1
Chapter 17: apa yo jaehyuk ayahnya jihye? dan aku kasian sama yura kenapa jonghyun gak pacari aja yura buat yura mengerti keadaan jonghyun.
sulistiana29 #2
Chapter 17: Entah kenapa baca nama 'Yoo Jaehyuk' jadi inget belalang Yoo. Apalah-_-
euungg...mereka megalami kebangkitan? Dan Yoo Jaehyuk itu ayahnya Jihye ya?
Ahh aku tunggu updatenya ya :-D
sulistiana29 #3
Chapter 16: Antara panik dann entahah...
Kenapa LuJi/kedengaran aneh mungkin/ harus di pisahin coba!
sulistiana29 #4
Chapter 15: Semuanya ammbigu...AAAAAAA
sulistiana29 #5
Chapter 14: Seperti ada ingatan yang kembali? Heol, ambigu banget! Kek Jihye pernah kecelakaan ajaa.
Tpi benarkah cinta pertamanya itu Luhan? Oke seru
sulistiana29 #6
Chapter 13: Han? Hello, Han? Can you hear me? Please aku takut Luhan kenapa-napa. Luhan kenapa? Eommaaa....
sulistiana29 #7
Chapter 12: Kan sudah kduga kalo Taehyun mata-mata. Hahaha -_-
Btw, entah kenapa aku ga panik lagi kalo liat kenyataan Jihye ga pinsan beneran *plakk ya itung-itung memperlihatkan kalo Jihye bukan manusia lemah ye kan? Eh Yura kemana aja? kok ga muncul? kemaren fokusnya ke Jonghyun dan Yura. Lahhh sekarang Jonghyun cuma muncul 1 kali dan Yura ga sama sekali? Ahh entahlah, itu kan hak Author *plakk /jahat nih reader/
sulistiana29 #8
Chapter 11: Jihye diculik eoh? apa cuma akal-akalan 'mereka' saja?
sulistiana29 #9
Chapter 10: namja mata-mata itu...jrengg jrenngg
Taehyung...yey...mungkin haha *gaje
sulistiana29 #10
Chapter 9: Well, 'mereka' yang di maksud kek mengacam hidup Luhan bgt yaa