tiga

A Piece

  Awalnya, Yixing mengira di balik pintu yang barusan ia masuki akan ada suasana hangat khas sebuah keluarga. Tapi sudah satu jam Yixing memasuki ruangan, hal seperti yang ia bayangkan tidak terlihat. Hanya sebuah keheningan yang canggung. Ibu Sehun duduk di bangku di samping ranjang untuk bisa menggenggam lembut tangan kiri anaknya yang tidak terpasang infus. Sementara Oh Sehun menutup matanya rapat-rapat, tertidur. Meski semua orang disana punya keraguan yang sama untuk hal itu.

  Yixing menoleh kearah Chanyeol di sisi kanannya, si pelayan tinggi nampak tenang dalam diam, seperti sudah terbiasa dengan keadaan sunyi yang membosankan seperti ini. Ada niatan di kepala Yixing untuk meminta izin ke toilet sebentar karena ia rasa satu jam berdiri diam di dekat pintu sudah cukup menguji rasa sabarnya. Lagipula, Sehun masih belum tahu kehadiran Yixing dalam ruangannya.

"Kita harus pergi sekarang, sayang."

  Suara ayah Sehun membuat Yixing tak jadi mengutarakan isi pikirannya. Ia mengangkat pandangan ke tengah ruangan dimana ibu Sehun yang sejak tadi duduk mulai bangkit berdiri meski tautan tangan pada anaknya masih belum ia lepaskan, "Sehuna, kami harus pergi karena ada undangan makan malam dari salah satu rekan politik ayahmu. Ibu janji besok pagi akan menjengukmu lagi dan membawakanmu makanan. Cepat sembuh, sayang. Ibu menyayangimu." lalu sebuah kecupan di dahi Sehun mengalirkan rasa sayang seorang ibu. Beberapa detik, lalu sang ibu menjauhkan diri. Memberi kesempatan pada suaminya melakukan hal yang sama pada anak mereka satu-satunya.

"Jangan nakal dan turuti perintah Chanyeol.  Akan kubawakan PSP mu besok saat menjenguk. Ayah juga menyayangimu."

  Sampai saat mereka berdua menapaki langkah menjauhi pusat ruangan, Yixing masih berharap Sehun menyudahi aktingnya dan memberikan salam pada orangtuanya yang akan pergi. Tapi tetap tak ada tanda-tanda muridnya itu akan melakukan hal sesuai harapan Yixing.

"Chanyeol, kami harus pergi. Dia jadi tanggungjawabmu selama kami tidak ada."

"Tentu, nyonya. Saya akan menjaganya."

  Pandangan Yixing teralih ke samping, menemukan Chanyeol yang sedang membungkuk dalam dan ibu Sehun yang menepuk lembut punggungnya sambil tersenyum kecil. Yixing agak tersentak saat tatapan wanita paruh baya itu kini beralih padanya. Refleks ia ikut membungkuk sopan.

"Yixing, terimakasih banyak."

  Yixing balas tersenyum. Tangannya hangat karena ibu Sehun menggenggamnya erat. Hatinya juga, karena tatapan ibu Sehun mengungkapkan hal yang sama dengan kalimatnya. Seburuk apapun ia dan suaminya dalam penilaian Yixing seminggu ini, mereka tetaplah orangtua dengan sejuta kasih sayang untuk anaknya. Mungkin pekerjaan benar-benar menuntut mereka untuk mengabaikan Sehun yang sedang sekarat. Dan ucapan terimakasih itu, Yixing menduga sebagai balasannya selalu berada di sisi Sehun.

"Ya, sama-sama, nyonya. Saya akan berusaha membantu menjaganya."

 

***

 

"Mereka pergi lebih cepat dari yang kuperkirakan."

  Nyatanya Oh Sehun memang tidak tidur sejak tadi. Ia langsung membuka mata dan mengeluarkan suaranya beberapa detik setelah pintu ruang rawatnya tertutup. Chanyeol ikut keluar mengantar orangtua Sehun sampai lobby.

  Yixing mengambil langkah mendekatinya dengan perasaan jengkel mendominasi. Jaraknya kini hanya kurang dari satu meter dari ranjang tempat Sehun berbaring. Memberinya pemandangan yang cukup menyedihkan saat bisa terlihat jelas Sehun yang pucat seperti mayat dalam balutan baju pasien berwarna biru cerah.

  Dalam sedetik Yixing membatalkan niatnya untuk meneriaki sikap kurang ajar Sehun, "Kau seharusnya menyapa dan memberi salam sebelum orangtuamu pergi, Oh Sehun." meski niat untuk menegur sikap sang murid tetap ia lakukan. Dengan nada suara yang jauh lebih lembut.

"Anggap saja ini latihan untuk orangtuaku."

  Yixing mengernyit. Tatapan dingin Sehun dan wajah pucatnya membuat ia mengingat kali pertama mereka bertemu.

"Apa maksudmu?"

"Aku mengabaikan mereka karena mungkin sebentar lagi aku akan menghilang. Dan saat itu terjadi, mereka tak perlu terlalu memikirkanku yang selalu mengabaikan mereka."

"Anak bodoh. Idiot." geraman kasar itu mungkin terdengar jelas, tapi Yixing tidak peduli. Ia bahkan sedang mati-matian menahan tangannya untuk tidak mendarat keras di kepala pemuda yang masih menatapnya dingin. Sehun dan isi kepalanya yang tak terduga sungguh menjengkelkan.

  Pada akhirnya, tangan Yixing tetaplah bergerak di atas kepala Sehun hanya untuk merapikan helai coklat rambutnya yang sedikit mencuat berantakan. Menyadari bahwa tindakannya perlahan membuat Sehun mencairkan kebekuan dalam tatapannya. Mata hitamnya yang sayu kini membuat sang pemilik tampak tak berdaya.

"Bagaimana keadaanmu?"

  Entah apa maksud anak itu menanyakan pertanyaan yang harusnya Yixing tanyakan padanya.

"Kau mencuri pertanyaanku."

"Karena aku tak ingin kau menanyakan hal itu padaku."

  Tangan Yixing masih terus bergerak mengusap kepala Sehun. Ia akhirnya kembali memberanikan diri menatap Sehun yang sudah pasti juga sedang menatapnya. Suara alat medis di samping Sehun terus berbunyi mengisi kesunyian ruangan. Menyembunyikan dentuman keras di jantung keduanya.

"Baiklah, anggap pertanyaan seperti itu tak pernah ada."

  Senyuman Sehun seperti air dingin yang membasahi kerongkongannya yang kering. Menyegarkan. Meski Yixing berusaha keras mengabaikan mata sayu Sehun saat ini.

"Aku akan tanyakan yang lain."

"Terserah."

"Sudah tentukan kemana kita akan pergi kencan malam ini?"

  Sehun bukan hanya sekarat tapi juga sedikit gila. Lihat bagaimana senyum lebarnya saat mengajukan pertanyaan yang menurut Yixing sangat konyol itu. Yixing menarik tangannya dari kepala Sehun. Menyiapkan diri untuk menghadapi si tuan muda keras kepala yang tak tahu keadaan.

"Malam ini? Aku bahkan tak yakin kau bisa bangun dari ranjangmu." 

  Senyum konyolnya menghilang, Sehun kembali membekukan Yixing lewat tatapannya. Ia mengumpulkan kekuatan untuk bisa duduk di atas ranjang. Seorang diri, memaksa tubuhnya bergerak dengan tulang-tulangnya yang terasa melunak.

"Apa yang kau lakukan?!"

  Pekikan Yixing cukup menggambarkan rasa terkejutnya. Sehun menepis kasar uluran tangan Yixing yang hendak membantu gerakannya. Ia berhasil duduk di ranjang dengan usahanya sendiri, meski sekarang nafasnya terengah.

"Katakan, selemah apa aku di matamu sekarang?"

  Yixing sadar ia telah salah bicara dan sudah akan meminta maaf serta menarik kembali ucapannya tadi. Tapi kegilaan Sehun keburu bertambah saat tangan kirinya mulai bergerak mengusik keberadaan infus di punggung tangan kanannya. Mencari cara untuk mengeluarkan jarum besar yang menembusnya.

"Ya! Oh Sehun!"

  Lagi-lagi kedatangan Chanyeol menyelamatkan situasi. Ia tak sempat menutup pintu dan segera berlari memasuki ruangan. Menyentak tangan kanan Sehun dengan mudah. Harusnya Yixing juga bisa melakukan hal itu tapi ia terlalu shock untuk dapat berpikir jernih.

"Lepaskan! Aku membencimu, Chanyeol! Kenapa kau memaksaku melakukan hal ini?!"

  Sehun masih terus meronta, menarik-narik tangannya agar bisa lepas dari cengkraman Chanyeol dan kembali melaksanakan niatnya. Meski tenaganya yang sekarang tak mempengaruhi apapun. Chanyeol tetap tanpa kesulitan untuk bisa menahan semua rontaannya.

"Sehun, maafkan aku." mendengar suara lain yang menelusup di tengah makiannya, Sehun berhenti bergerak, membiarkan tangannya masih berada dalam cengkraman Chanyeol. Ia menoleh ke arah Yixing berdiri sejak tadi dan menemukan bahwa sosok guru pianonya yang keras kepala kini menatapnya dengan permohonan penuh. Seketika Sehun merasa sangat jahat karena sudah membuat mata indah sang guru yang ia kagumi, berkilap basah.

  Merasa keadaan Sehun yang mulai tenang, Chanyeol meyakinkan diri untuk melepas cengkramannya. Membuat tangan kiri Sehun jatuh lemas di atas ranjang. Chanyeol membuang udaranya berat saat menyadari punggung tangan kanan Sehun yang terpasang jarum infus mulai membiru dan meneteskan darah segar, sebagian darah sampai tercampur dengan cairan infus yang mengalir melalui selang. Anak itu sudah berhasil melukai dirinya saat sedang berontak tadi.

"Aku akan memanggil dokter."

.

  Yang Yixing tahu sekarang ia sudah mendekap erat tubuh Sehun, dan anak itu tampak nyaman dengan posisi kepalanya yang menempel pada dada sang guru. Mendengarkan detakan jantung disana yang masih terasa sangat cepat. Sehun tahu Yixing ketakutan setengah mati setiap kali ia mengamuk seperti tadi.

"Jangan.. jangan seperti ini.. kumohon, Sehuna."

  Sehun memaksakan tangan-tangannya yang sudah lemas kembali bergerak untuk bisa melingkarkannya di pinggang ramping Yixing. Rasa nyeri menjalari punggung tangan kanannya yang terpasang infus, sadar bahwa ia nyaris berhasil menarik keluar jarum besar yang menancap disana.

"Aku benci diriku dan kanker sialan yang mengisi kepalaku. Mati benar-benar terdengar lebih baik untukku daripada harus dikasihani karena terlihat lemah." pelukan pada tubuhnya mengerat, Sehun bisa merasakan Yixing yang menggelengkan kepalanya.

"Kau kuat, Sehuna. Kau kuat. Aku minta maaf jika membuatmu marah tadi."

"Apa yang harus kulakukan?" Aroma cream manis yang ia dapat dari tubuh Yixing terasa jauh lebih baik di banding bau antiseptik yang mendominasi ruangan. Sehun rasa ia akan memeluk gurunya itu dalam waktu yang lama, "Aku merasa begitu menyukaimu, hyung."

  Kalimat itu lagi. Yixing tak mengerti kenapa permintaan maafnya tadi malah di jawab seperti itu. Membuat perasaan bersalahnya makin tak terbendung. Ia tidak tahu harus memberi jawaban seperti apa, di saat perasaannya masih terlihat jelas mengarah pada seseorang yang sekarang sedang menunggunya di flat kecil mereka.

"Aku juga suka Sehun." hanya sebuah jawaban yang berusaha Yixing yakini bahwa tak ada arti apapun di dalamnya. Tapi kenyataan jika perasaannya sedikit bergejolak membuat Yixing semakin mengeratkan pelukannya.

.

.

  Yixing mengurungkan niatnya untuk pamit pulang jam enam sore saat Sehun mulai muntah-muntah. Infusnya sudah diganti dan luka di punggung tangannya juga sudah diobati. Dokter bilang muntah menjadi hal wajar yang dialami oleh pasien setelah proses kemo dilakukan. Biarpun begitu, tetap saja Yixing dan Chanyeol merasa cemas karena Sehun hanya muntah meski tak ada isi perut yang ia keluarkan. Ia juga menolak makan malamnya dengan alasan rasa mual yang masih terasa. Si pucat Oh Sehun kini semakin pucat dan tampak lemas.

"Tidurlah, mungkin saat bangun nanti mualmu sudah berkurang jadi kau bisa makan."

  Selimut berwarna putih itu dinaikkan Yixing hingga ke batas leher Sehun. Chanyeol berada di sudut untuk mengatur penghangat ruangan.

"Jadi kau ingin membatalkan kencan kita?"

  Oh, ingin sekali rasanya tangan Yixing benar-benar melayang keras di kepala Sehun. Jika saja ia tak ingat kondisi anak muridnya yang dalam keadaan tak berdaya begini. Bahkan suara yang keluar terdengar sangat rapuh dan ia masih berani memikirkan soal kencan!

"Kita kencan disini saja, tidak masalah."

"Kencan pertamaku dihabiskan di rumah sakit?! Menyedihkan sekali kisah hidupku."

  Kening Yixing berkerut dalam, matanya memicing memperhatikan ekspresi memohon Sehun. Tak jauh beda seperti anak kucing dalam kardus di pinggir jalan yang minta dipungut oleh orang yang lewat. Tampak menggemaskan sekaligus mengenaskan.

"Asal kau tahu, kencan pertamaku terjadi saat sedang menungguimu pulang sekolah."

  Chanyeol ikut bicara setelah mendapatkan suhu yang ia inginkan dari pemanas ruangan di sudut. Menapaki langkah ke pusat ruangan dengan diiringi tatapan tajam Sehun.

"Aku tidak bicara padamu!"

"Baiklah, kita lihat seberapa lama kau akan marah padaku?" 

  Sehun sudah ingin menepis kasar tangan besar Chanyeol yang berada di atas kepalanya, tapi tangannya terlalu lemas untuk ia gerakan. Jadinya ia hanya bisa kembali mengumpati pelayan pribadinya itu tanpa suara.

"Aku akan keluar sebentar untuk makan malam. Jadi nikmati kencanmu, Sehuna."

  Kerlingan serta senyuman super lebar dari Chanyeol memunculkan kembali niat Sehun untuk membunuhnya, atau paling tidak "Aku akan menghantuimu jika sudah mati nanti, Park Chanyeol!"

  Dan pintu telah tertutup sempurna saat Sehun terbatuk-batuk diakhir teriakannya. Yixing yang sejak tadi hanya diam kini panik memberikan segelas air pada Sehun yang langsung diminumnya beberapa teguk.

"Jaga bicaramu, Sehun!"

"Kenapa kau membentakku? Chanyeol yang salah disini!"

  Yixing mengambil gelas yang sudah habis isinya dari tangan Sehun. Lalu tanpa berniat menjawab pertanyaan kekanakkan itu, ia kembali memperbaiki letak selimut Sehun. Sadar protesnya tak ditanggapi, Sehun kembali diam sambil memperhatikan detail terkecil yang ada pada diri Yixing. Bagaimana tangan-tangan itu bergerak dengan telaten menata selimutnya, mata yang tampak fokus pada hal yang sedang dia lakukan, wajah seriusnya. Sehun merasa semua yang ada di diri Yixing tampak sempurna.

"Tidurlah, Sehuna." Dia berucap pelan. Sementara Sehun masih sibuk dengan segala pemikirannya, "Sehun?"

"Ceritakan padaku, seperti apa kencan pertamamu?"

  Sepertinya mulai saat ini Yixing harus membiasakan diri dengan kebiasaan Sehun yang suka mengajukan pertanyaan tiba-tiba dengan jawaban yang membuat Yixing harus benar-benar memutar otak. Entah apa memang anak muridnya yang terlalu pintar.

"Kenapa kau ingin tahu? Sekarang harusnya kau beristirahat."

"Kau sudah berjanji akan berkencan denganku hari ini! Jadi turuti saja aku apa susahnya?!"

  Yixing memejamkan mata sambil mengambil nafasnya satu-satu. Menenangkan diri untuk mengatasi kekeraskepalaan si tuan muda Oh. Kali ini tidak ada toleransi, Sehun harus istirahat total, begitu kata dokter tadi. Dan lagipula membahas kencan pertama akan otomatis membuat Yixing kembali teringat janjinya pada Yifan yang sedang menunggunya malam ini.

  Saat Yixing membuka matanya, Sehun nyaris terbatuk lagi menyadari bola mata itu yang menatapnya penuh permohonan. Sama persis ketika beberapa saat yang lalu ia mengucapkan maafnya agar Sehun berhenti mengamuk.

"Turuti aku kali ini, Sehuna. Kau perlu istirahat. Aku janji akan memenuhi semua keinginanmu saat kau sudah pulih nanti, hm?"

  Zhang Yixing sungguh suatu kelemahan untuknya. Laki-laki itu seakan punya sihir tersendiri yang bisa meluruhkan segala kebekuan yang ada. Yixing menunjukkan senyum termanis yang ia miliki sebagai hadiah anggukan kepala Sehun. Tuan muda Oh yang keras kepala, tanpa bicara lagi mulai menyamankan dirinya di ranjang. Menutup mata perlahan dengan diikuti bayangan senyum manis sang guru piano. Sehun baru menyadari bahwa tubuhnya yang benar-benar lelah ketika detik pertama menutup mata. Seluruh tulangnya seakan lolos dari tempatnya. Ia lemas dan mengantuk.

"Hyung?"

"Hmm.."

  Telapak tangan Yixing lagi-lagi menyentuh kepalanya, menyatu diantara helai rambut kecoklatannya. Menambah rasa nyaman yang bisa secepatnya mengantar Sehun ke alam mimpi.

"Aku sudah bilang kalau aku sangat menyukaimu?"

"Ya, beberapa kali. Aku tidak ingat jumlah tepatnya."

"Kalau begitu, aku hanya akan sekali mengatakan yang satu ini."

  Sentuhan lembut yang ia rasakan membuatnya semakin yakin pada apa yang ia ingin katakan sekarang. Hanya kali ini, ketika kesadarannya sudah diambang rasa kantuk. Hingga ia tidak perlu menyadari adanya sebuah penolakan nanti.

"Aku mencintaimu, Yixing hyung."

.

.

.

   Yifan melirik lagi jam dinding bundar yang tergantung di ruang tengah. Jam sembilan malam kurang lima menit. Berarti sudah hampir dua jam ia duduk diam di kursi meja makan, dengan ponsel yang tergeletak di hadapannya. Sudah tidak ada lagi rasa kesal ataupun kecewa karena dari awal Yifan juga tidak yakin bahwa Yixing akan pulang tepat waktu. Baginya yang terpenting saat ini adalah bisa bicara berdua dengan Yixing, kapanpun itu, bahkan jika untuk tengah malam pun Yifan rasa akan menyanggupi.

  Pintu flat terbuka saat Yifan sudah kembali memainkan game lama di ponselnya. Dalam hitungan kelima, sosok kurus kekasihnya yang terbalut mantel tebal sudah terlihat berjalan tergesa menuju kearahnya. Yifan mengangkat kepalanya setelah meng-game over-kan permainan dan meletakan ponselnya. Menyaksikan langsung kepanikan bercampur rasa bersalah di wajah kekasihnya.

"Yifan, aku sungguh minta maaf karena terlambat lagi. Maafkan aku."

  Hanya tersenyum yang mampu Yifan paksakan untuk menyambut keterlambatan Yixing. Senyum yang ia tahu bahwa Yixing dapat merasakan kekecewaannya disana.

"Tak apa. Bagaimana harimu? Sudah makan?"

  Yixing segera meletakkan kantong plastik hitam yang ia bawa di meja makan, lalu segera berhambur memeluk Yifan yang masih terduduk di kursi. Ia membungkuk untuk membawa tubuhnya lebih jauh dalam pelukan Yifan. Yixing tahu, sebesar apapun kesalahannya Yifan tak akan marah padanya. Laki-laki itu hanya akan tersenyum sedih dan berkata 'tidak apa-apa'. Tapi untuk saat ini, Yixing sangat berharap Yifan marah, membentaknya, mencacinya, menamparnya atau apapun itu yang bisa membantu mengurangi rasa bersalah yang ia rasakan pada pria sebaik Yifan. Yixing bahkan tak mau lagi menghitung berapa jumlah kesalahannya pada Yifan selama ini, terlalu banyak, dan sekalipun Yixing tak pernah merasakan kemarahannya.

"Tak ada yang berjalan baik hari ini. Aku ketakutan, bingung, merasa bersalah. Dan apa kau pikir aku masih bisa makan dengan keadaan seperti itu?!"

  Yifan justru terkekeh kecil. Merasa sangat lega mendapati kekasihnya yang kembali cerewet seperti biasa, tidak lagi dingin dan terasa jauh. Laki-laki beraroma cream yang sedang ia peluk saat ini benar-benar seorang Zhang Yixing yang ia cintai.

"Semua akan baik-baik saja, sayang, percayalah. Aku tahu kau terlalu kuat untuk menyerah."

  Tidak. Yixing menyembunyikan gelengan kepalanya di perpotongan leher Yifan. Dalam hati, Yixing lebih berharap Yifan menyuruhnya untuk menyerah. Ia tak mau mengkhianati kekasihnya lebih dari ini. Dan bayangan Sehun yang juga berada dalam pelukannya tadi pun muncul.

"Kau sudah makan?"

"Seseorang melarangku makan malam duluan."

"Maaf."

  Dorongan kecil di berikan Yifan hingga pelukan mereka terlepas dan ia bisa menatap Yixing yang berdiri di depannya, memainkan helaian rambut kecoklatan milik Yifan. Pandangan matanya menyiratkan sebuah penyesalan yang besar. Yifan tersenyum lagi dan tangannya mulai terangkat untuk menarik pelan tengkuk Yixing agar laki-laki itu semakin menundukkan kepalanya. Lalu tanpa bisa dicegah lagi bibir keduanya sudah menyatu, memberi lumatan lembut dan kecupan-kecupan penuh kerinduan. Sebuah kehangatan yang terasa sudah lama sekali menghilang. Tak ada nafsu yang mendasari ciuman lembut itu, Yifan melepaskan tautan mereka dengan perlahan tanpa menjauhkan sesentipun jarak diantara mereka. Matanya lurus menatap jauh ke dalam bola mata milik Yixing. Selalu indah, mata itu selalu indah sejak pertama kali ia melihatnya.

"Berhenti mengucap maaf dengan bibirmu. Ada banyak kalimat yang akan terdengar lebih baik untuk kita."

  Yixing tersenyum. Mengecup sekali lagi bibir Yifan yang berada tepat di depannya, "Aku mencintaimu."

  Tapi kalimat balasan yang ia dapat menghentikan detak jantungnya beberapa detik, untuk selanjutnya kembali berdetak tiga kali lebih cepat.

"Menikahlah denganku, kalau begitu."

 

***

 

 

  Tengah malam, Oh Sehun terbangun karena rasa mual yang lagi-lagi mengganggu. Ia mengurungkan niatnya untuk meminta bantuan Chanyeol ke toilet saat melihat laki-laki tinggi itu kini sudah melepas setelan kerjanya dan hanya memakai t-shirt serta celana jeans-nya, tampak nyaman bergelung dengan mimpi di sofa sana. 

Sehun membuang kasar nafasnya, mencoba mengerti posisi si pelayan pribadi yang sudah ia anggap kakaknya sendiri. Mungkin memang melelahkan sekali mengurus orang keras kepala seperti dirinya.

  Sehun pilih mengambil gelas berisi air putih di atas nakas, meminumnya perlahan dan berharap mual yang ia rasakan cepat teratasi. Ia baru menyadari keberadaan selembar kertas saat akan meletakkan kembali gelasnya. Hampir penuh berisi tulisan tangan yang lumayan rapi. Lalu satu nama yang terlintas di otaknya berhasil memunculkan senyum. 

 

Oh Sehun. Kau, si tuan muda keras kepala yang selalu ingin tahu tentang semua hal. Dan aku tidak mengerti kenapa selalu berakhir dengan menuruti semua keinginanmu. Melihatmu menurut padaku untuk pertama kalinya tadi, membuatku ingin memberimu hadiah. Kuputuskan menjawab pertanyaanmu soal kencan pertamaku disini. Jadi besok kita bisa punya topik lainnya untuk dibicarakan. Contohnya masalah tekhnik bermainmu yang masih payah dan amatir, itu membuatku ragu kau akan bisa menciptakan lagumu sendiri dalam waktu dekat. 

  Okay, aku akan mulai memberikanmu jawaban atas pertanyaan anehmu tadi. Kencan pertamaku? Itu terjadi saat usiaku dua puluh tahun mungkin, seperti kau sekarang. Subjeknya tak akan kusebutkan karena aku tahu kau akan cemburu (aku benarkan?). Dia seorang laki-laki yang satu tahun lebih tua dariku, orang China yang memiliki keturunan negeri barat. Semua berjalan biasa dan sederhana seperti kencan-kencan yang di lakukan orang seumur kami. Sore hari ia menjemputku dan kami pergi menggunakan bus umum. Dia sama sekali tidak memberitahu kemana tujuan kami saat itu, hanya membuatku larut akan nyamannya sebuah obrolan ringan selama perjalanan. Kami hampir memiliki selera yang sama, cara berpakaian, pola pikir, musik. Dia tanpa ragu bercerita padaku bahwa baru saja memutuskan keluar sebagai trainee dari sebuah agensi besar dan itu membuatku merasa sudah menjadi bagian penting darinya karena diberitahu hal tersebut. Kami benar-benar punya banyak sekali bahan pembicaraan.

  Ternyata dia hanya mengajakku ke sebuah restoran makanan cepat saji, aku cukup kecewa awalnya karena sempat mengharapkan tempat yang lebih keren untuk kencan kami. Tapi setelah mendengar alasannya, aku justru berbalik bahagia. Dia bilang bahwa dia telah di terima untuk bekerja disana lusa jadi dia ingin menghabiskan saat-saat terakhirnya sebagai pelanggan di restoran itu bersamaku. Aku tahu alasannya terdengar sangat aneh, tapi entah bagaimana aku sangat menyukainya.

  Setelah makan (dan dia bersikeras untuk membayar semuanya) kami kembali melanjutkan perjalanan dengan bus, dia lagi-lagi tak memberi tahuku kemana kami akan pergi. Dan lagi-lagi juga, aku menyukai kemisteriusannya, membuatku selalu merasa akan diberi kejutan.

  Selanjutnya akan kupersingkat, okay? Aku punya janji setelah ini.

  Kami tiba di salah satu taman di Hangang, berkeliling disana sambil kembali mengobrol banyak hal. Well, kencan pertama memang dikhususkan untuk mengobrol bukan? Saling mengetahui satu sama lain lebih jauh (ini pelajaran untuk anak muda sepertimu!). Lalu di akhir, dia mengambil ciuman pertamaku di bawah langit senja yang memantul dengan air sungai. Sekaligus pernyataan cinta yang kutunggu-tunggu.

  Intinya, aku mendapat ciuman dan kekasih pertama pada kencan pertamaku. Gurumu ini memang keren, Sehuna, kau harus bangga!

  Oh aku benar-benar harus pergi sekarang. Chanyeol bilang, besok aku bisa datang jam sepuluh seperti biasa. Kuharap saat itu kondisimu sudah semakin baik dan aku bisa menjalankan pekerjaanku lagi, mengajarimu. Dan juga, jangan bahas apapun soal isi surat ini besok padaku atau aku akan memberikanmu banyak sekali lagu yang harus bisa kau kuasai dalam sehari. Ini ancaman serius, Oh Sehun!

  Selamat tidur dan cepat sembuh, murid kesayanganku~

 

 

Tertanda, guru kesayanganmu,

 

 

Zhang Yixing

 

 

  Sehun ingin sekali tersenyum lebar setelah membaca hadiahnya dari Yixing. Tapi justru setetes airmata lah yang dengan lancang mengaliri pipi pucatnya, membuatnya terlihat menyedihkan meski sebenarnya perasaannya tak terlalu buruk. Ia meletakan lagi selembar kertas itu ke meja nakas, lalu mulai kembali berbaring dan menaikan selimutnya hingga batas leher. Menahan jeritan agar tak keluar saat kepalanya kembali berdenyut menyakitkan. Juga mengabaikan cairan merah kental yang keluar dari hidungnya dengan kembali memejamkan mata, berusaha tertidur.

.

 

Since when did I start being with you? From the moment I opened my eyes and started to breathe, I was with you every night

but I can’t approach you. (Selene 6.23 by SHINee)

 

.

.

...


 

 

 

 

 

Fiuh~ piece chapter depan akan tamat, guys *lalu ngucap hamdalah*

Dan buat selanjutnya aku bakal konsen sama wedding, itu ff udah bikin aku di terror dari berbagai sisi -_- terus soal phone kemaren aku terharu banget yaampun ternyata setiap chapter punya kesan tersendiri ya buat kalian hiks thank you thank you~ ga ngerti harus bilang apa lagi sama kalian readers tercintah!

Ps : aku beneran off seminggu lebih dari internet ya paling cuma cek aff beberapa kali.. So, member exo masih sepuluh kan ya? Hahaha *dibakar exoel*

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
famiexol #1
Chapter 7: Ahh kenapa bias.ku meninggal....
Bdw ini ff bagus banget..
Makasih udah sukses buat aku nangis.. :D
zhendy-mf #2
Chapter 7: ouwh ya ampuuun komplit rasanyaaaah, sedih, seneng trakhirnya guling2 deh. ceriate bgs, mantap. makasih....
nagarusa
#3
Chapter 7: Huweeeee sedih, sehun~ah.
Kirain sehun bakal sembuh. Tapi mungkin emg jodoh si yixing tuh yifan so ...
Sumpah ngarep bgt nh cerita bisa nambah chapter.
chamii704 #4
Chapter 7: sehun g bs brthn toh huhuhu sedih ah.. dan yixing kmbali pada jodoh&takdir dy yg sbnr'a..
Clovexo
#5
Chapter 7: aku pikir endingnya bener2 bakal sesedih itu, tpi syukurlah enggak... walopun ada rasa sedih jyga sehunnya meninggal..
Exo_L123 #6
Chapter 7: Ikutan nyesek waktu yixing nolak lamaran yifan, biar gimanapun mereka pacaran udh lama kan. Rasanya pengen nyalahin Sehun, tapi gimana, dia juga hanya seorang anak yang kesepian dan menemukan semangat setelah ketemu Yixing..

Tapi seneng, Xing kembali bareng Yifan akhirnya.. Dan Sehun yang menjadi bintang paling terang yang menerangi mereka :)
Tikakyu #7
Chapter 7: Wah!!! Daebak, kirain Lay akan bersama Sehun, Tapi bukan ya?

Ceritanya gokil, sayang cuma 6 chapter.
kimzy1212 #8
Chapter 7: Ye fanxing bersatu,ngak masalah ngak ada scane hari H pernikahannya,lu dobellin aja di wedding ne semangat la
moon29 #9
Chapter 7: *mewek* *nyusrut ingus*

Baca ini (pas bagian epilognya sih) pake lagu Mayday-nya BoA. Entah kenapa feelnya dapet banget...

Pertama, ijin nyalahin Yixing di sini. Labil sih! Pilih satu woooy, Yifan atau Sehun. Salah situ sendiri buntut-buntutnya sakit hati kan :p

Tapi... Yixing mah perasaannya halus euy, ga kayak saya yang kasar. Meskipun kalo yang saya tangkap dia nggak bener-bener 'suka' sama Sehun, cuma sekedar kasian, atau mungkin simpatik. Dan akhirnya dia berusaha untuk jadi sumber kekuatan Sehun untuk bertahan. Meskipun mungkin di sela-sela semua yang mereka lakuin, bisa aja sih ada rasa lain yang 'nyelip' di sana...

Sehun sendiri juga ngeselin.. Tapi memang bawaan lingkungan sih, dimana dia berasa diperlakukan sebagai sebuah 'objek' ..sampai akhirnya dia menemukan seseorang yang bersedia jadi tempat dia bersandar. Paling 'menusuk' memang pas bagian dia bilang: "Aku Oh Sehun, pria yang selalu mencintaimu". Ihik dek Sehun be a man banget :')

Yifan, meskipun bagiannya paling dikit, memang tokoh paling ngenes di sini... Tapi akhirnya toh dia mendapat akhir yang bahagia juga :')

Overall, nice story, alurnya enak.. Meskipun promptnya umum dan agak klise, tapi pendeskripsiannya enak. Penempatan karakternya juga pas. Keep going dear
Tikakyu #10
Chapter 6: Ya! Ige mwoya???

Tidak ada yang jadi pasangan disini? Aish....
Kasihan Yixing ditinggal Yifan dan Sehun.