Part 1

Cause You're My Destiny
Please Subscribe to read the full chapter

Puluhan daun sakura berjatuhan seiring gemerisik  angin menggoyangkan pohonnya.  Kali ini angin terasa begitu beringas untuk memangsa makhluk dibumi. Udara yang bergerak itu menyentuh kulit dengan kuat membuat sang empunya beringsut kedinginan.

Sejalan berjalannya waktu, udara semakin bertambah dingin memaksanya untuk beranjak dari duduk manisnya. Dieratkan resleting jaket yang membalutnya dan dibenarkan kembali earphone ditelinga sebelum kaki panjang itu menjejak disetiap jalan setapak.

Sejenak mata cantiknya mengedar perlahan, memperhatikan tempat sekitar dengan seksama lalu senyum simpul tersungging diwajahnya. Bayangan masa lalu tentang tempat ini berputar pelan dibenaknya. Sebuah kisah manis yang pernah ia miliki sebelum semuanya hancur karena satu hal yang menyakitkan hatinya.

Dengan hati sedikit berat, ia melangkah pulang. Musim gugur saat ini sepertinya akan berganti cepat dengan musim dingin. Terlihat jelas dingin malam yang menggila seolah tak memberikan sedikit kesempatan untuk rasa hangat hinggap sejenak. Berulang kali desahan berat mengiringi setiap jejak yang ia buat. Terkadang senyum tipis mengukir diwajah cantiknya, bahkan tetes air mata menggenang diantara bola dan kelopak matanya. Sudah lima tahun berlalu rupanya.

“Aku pulaaang.....” serunya seketika pintu berbahan kayu jati itu bergeser pelan. Ia membawa tubuhnya untuk berbaring ditempat tidur. Rasa lelah telah memburu dan menghabiskan semua energi yang tersisa.

Sesaat ia akan memejamkan matanya, sebuah ketukan terdengar bergetar dari balik pintu. Detik berikutnya, sesosok gadis cantik masuk dengan tangan membawa nampan.

“Kau belum makan bukan? Ayo makan dulu Eunji-yaa..” ujarnya seraya meletakkan nampan diatas meja.

Eunji  bangkit dari berbaringnya dan duduk menghadap gadis itu. Ia tersenyum tipis. “Aku tidak lapar eonni...” tanggapnya pelan.

“Kau yakin tidak akan makan? Ya sudah kalau begitu..” tangannya mengambil kembali nampan itu dan hendak membawanya pergi. Namun sesuatu menghentikan gerakannya dan membuatnya berbalik menatap Eunji.

Dahi Eunji berkerut seiring ekspresi heran terpancar diparasnya.

“Aku lupa, Chanyeol akan menemuimu besok. Katanya, ponselmu tidak bisa dihubungi tadi.”

“Eoh? Apa dia datang kemari eon?” tanya Eunji heran.

Gadis itu mengangguk yakin. “Eum, dia datang sore tadi..”

“Baiklah, aku akan menemuinya besok..” Ucap Eunji lirih. Setelahnya ia kembali berbaring dan melebarkan lembar selimut. Melindungi dirinya dari angin malam yang berusaha menyeruak masuk lewat celah jendela.

“Eunji-ya...” panggil gadis itu dengan suara sedikit tercekat.

Eunji membalikkan badan dan memandang penuh tanda tanya kearahnya. “Ada apa eon?”

Sedikit desahan terjatuh dari bibir tipis gadis itu. Lalu ia duduk ditepi ranjang Eunji. “Apa kau yakin akan melakukan itu?” tanyanya pelan.

Bibir Eunji mengatup sempurna, sebentar mata lentiknya tampak memejam. Ia mengerti dengan apa yang tengah dibicarakan gadis berambut coklat tua ini.

“Kalau kau memang tak yakin, jangan menyetujuinya.. Toh mereka akan mengerti kalau kau menolak..” lanjutnya setelah tak ada jawaban atas pertanyaan pertama.

“Eonni, jika memang mereka mengerti, mereka tidak akan memaksaku. Aku bingung Sooyeon eonni..” jawabnya lirih. Seolah sesuatu ditahannya agar tak beranjak turun.

Gadis bernama Sooyeon itu hanya bisa mendesah kembali. Jika ia dihadapkan dalam hal yang seperti itu, mungkin ia akan bersikap sama seperti Eunji. Namun semua ini dilakukan agar gadis berwajah cantik ini tak lagi memendam kesakitan.

“Aku tidak mendukungmu untuk lanjut jika memang kau tidak menyetujuinya. Tetapi jika memang kau menerima aku akan mendukungmu...” ucapnya lembut seraya membelai pelan pundak Eunji. Eunji menganggukkan kepalanya pelan lalu tersenyum.

Sooyeon beranjak dari duduknya dan meninggalkan Eunji yang telah berbalut selimut tebal. Setelahnya hanya terdengar dengkuran pelan namun teratur yang mengisi kekosongan ruang kamar Eunji. Menandakan bahwa Eunji telah terlelap dalam tidurnya.

∞∞∞

Dentuman musik jazz mengalun pelan dari sudut cafe memberikan hiburan tersendiri bagi sosok cantik ini. Ia tengah menunggu seseorang seraya menikmati Apple Juice dengan iringan alunan jazz yang menenangkan. Sesekali ia melirik jam yang melingkar indah ditangannya. Hampir tigapuluh menit ia tak melihat sosok yang dinanti. Sejenak ia menyeruput minuman ditangan lalu mendesah pelan.

Demi membunuh kebosanan dalam menunggu, ia mengalihkan pandangannya kearah jalanan. Beruntung ia duduk ditepi cafe dekat dengan jendela kaca sehingga ia bisa leluasa melihat jalanan.

Sesaat ia mengamati jalanan, satu sosok menghentikan pergerakan kepalanya. Ia terpaku pada sosok itu. Sosok yang sedang berada dalam bangku taman dengan wajah tak seindah dulu. Dulu?

Sosok itu tak lagi sama, sosok itu jauh berbeda. Benar saja jika berbeda. Ini sudah lima tahun semenjak kepergian Eunji ke Jepang dan baru beberapa minggu yang lalu ia kembali ke Korea. Sosok itu tak lagi berwajah chubby, sosok itu tak lagi berwajah cerah, sosok itu terkesan menggoresankan kepedihan diparas putih mulus miliknya. Apa yang terjadi? Ada apa dengannya selama ini?

Masih, Eunji masih terpaku pada sosok itu. Bahkan ketika sosok itu telah beranjak dari sana, sorot mata Eunji masih mengikutinya dengan lekat. Kepalanya ikut bergerak sejalan langkah yang tercipta dari kaki jenjang miliknya. Ketika lensa kembarnya tak mampu menangkap objek yang telah menghilang dari balik jejeran gedung tinggi. Seseorang mengagetkannya dari belakang.

“Annyeong... Jung Eunji... Apa sudah lama?” serunya seraya menepuk pundak Eunji.

Sekilas Eunji terlonjak kaget. Bibirnya mendesah pelan. “Ahh... Oppa... Kenapa kau mengagetkanku?” protesnya diiringi kerucutan dari bibir tebalnya.

Sosok itu hanya terkekeh kecil. “Ahh, maaf...maaf... Aku hanya terlalu bersemangat melihatmu...” Lalu ia duduk didepan Eunji. “Apa kau sudah lama menunggu?” raut mukanya berubah khawatir sejalan kala pertanyaan itu terlontar.

Eunji menggeleng pelan. “Baru tiga puluh menit oppa...” jawabnya disertai senyum lebar.

“Hey... Itu lama...” serunya. “Oh, kau belum pesan makan?” pertanyaannya keluar kala mata lebarnya tak menemui satu makanan diatas meja. Hanya sebuah minuman yang menyisakan seperempat saja.

“Aku menunggumu oppa... Ada apa oppa mengajakku bertemu disini? Kenapa kau tidak kerumah saja?”

Lelaki itu tersenyum kecil. “Aku ingin berkencan denganmu. Apa kau keberatan? Ini kali pertamanya kita berkencan setelah kau kembali ke Korea. Kita belum melakukannya diKorea bukan?” tukasnya dengan deretan gigi terpampang jelas.

“Ah iya , kau benar oppa. Kita mau berkencan kemana?”

Untuk sesaat, lelaki berwajah bak anak kecil itu berpikir keras. Jari telunjuknya mengetuk-ketu

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
yonara
#1
Chapter 2: Aku suka... Lanjutkan ya author-nim ^^