Beginning

Villain

Dongdaemun, jam kerja.

Jalanan padat seperti biasanya. Suhu merosot drastis seolah meluncur di water slide. Kepulan asap gojuchang yang dipanaskan bersama garaetteok mungkin akan jadi hal yang menyenangkan. Tapi, seorang gadis bermantel biru terus berjalan tanpa peduli. Hak sepatunya mengetuk jalan keras-keras. Tatapannya lurus ke depan. Memperhatikan sesosok pria yang juga sama-sama tak peduli.

“Arah jam 12. Florist.”

Dua orang yang lain berjalan menghampiri gadis itu, berjalan beriringan dengan jarak yang terukur. Si pria langsung berlari, kencang sekali.

“Oh, crap!” si gadis berdecak kesal dan mulai berlari. Dua orang yang lain itu pun ikut berlari. Si gadis mengeluarkan pistol dari saku mantelnya dan mulai menembaki pria itu.

“Bodoh! Inspektur bilang jangan pakai senjata!”

“Aku yang eksekusi misi ini, kunci mulutmu!”

Para pengunjung Dongdaemun berteriak histeris. Gadis itu masih terus menembak sampai akhirnya dia melempar pistol itu dan mengeluarkan sebuah revolver. Mereka terjebak di persimpangan kereta api, pria itu gemetar karena kereta akan melintas, dia tak bisa kabur lagi.

“Menyerah saja, atau dengan senang hati kudorong kau agar terlindas.”

Pria itu menunduk dan terjatuh, lututnya membentur aspal. Langkah kaki terdengar sesekali. Pria itu mendongakkan kepalanya dan melihat moncong revolver tepat di depan wajahnya.

“Tapi, akan jauh lebih baik kalau kau mati di tanganku.”

 

***

 

Dia mengetuk rokok menthol-nya ke pinggir asbak. Seorang wanita, yang jelas lebih tua darinya, mengusap pundaknya seduktif dan langsung ditepisnya.

“Aku tak suka ahjumma.”

Wanita itu mendengus dan seorang lelaki yang lain duduk di depannya.

“Mau main?”

“Bosan. Judi kadang-kadang menjemukan.”

“Sialan. Ini taruhannya spesial.”

“Sudah kaya.”

Lelaki itu mengeluarkan kotak kecil dari saku jasnya lalu membukanya perlahan. Temannya terbelalak. Dimatikannya rokok yang masih panjang dan menatap kotak itu.

“Dapat dari mana?”

“Kau mau benda ini dari lama, bukan?”

“Ini berbahaya, kau tahu! Polisi pasti mengincar kita!”

“Sejak kapan kau memikirkan polisi?”

Lelaki itu mendengus dan mulai mengocok kartu remi.

“Ayo kita main, Bodoh.”

 

***

 

“Otakmu kau simpan di mana, hah?!”

“Dalam tempurung kepalaku.”

Inspektur Yang menggebrak meja dan menghampiri gadis yang menatapnya tanpa rasa takut. Diaturnya nafas perlahan dan menepuk bahu gadis yang sudah banyak berjasa untuk instansinya.

“Park Bom. Aku tahu kau adalah sniper dan pelacak terbaikku, tapi kau tak perlu menghancurkan fasilitas umum, mengerti?”

Park Bom mengangguk pelan. Kepolisian Seoul lebih mengenal gadis ini sebagai ‘Park Dingin’. Park Bom lebih cocok jadi model, dengan wajah imut, kulit putih, kaki jenjang dan rambut hitam yang indah. Namun, dia mengabaikan kelebihan fisiknya dan memilih masuk akademi kepolisian. Kini ia dikenal sebagai seorang pelacak dan sniper andalan. Seperti kemarin, Bom berhasil menangkap atau lebih tepatnya membunuh seorang perakit bom berkewarganegaraan asing. Satu lagi rangkaian misi hebatnya, meski dia harus kena marah akibat menembaki bangunan di Dongdaemun.

“Kalau begitu, saya permisi dulu.” Bom membungkuk pelan dan berjalan keluar. Temannya, seorang gadis berperawakan kecil dengan rambut kecoklatan, telah menunggu. Park Hangat, Sandara Park. Berbeda dengan Bom yang jarang tersenyum dan selalu fokus, Sandara lebih luwes dan sangat ceria. Mungkin itu yang membuatnya ditunjuk Inspektur Yang sebagai Kepala Divisi Hubungan Masyarakat.

“Bomu kena marah Inspektur, ya?” Bom mengangguk dan kedua gadis itu berjalan menuju kafetaria. Mereka termasuk idola di Kepolisian Seoul, meski butuh keberanian ekstra untuk mendekati Bom karena revolver kesayangannya selalu menempel di pinggangnya.

“Sup krim jagung untuk sniper kesayangan kepolisian.” seorang lelaki berperawakan tinggi besar, dengan rambut yang sewarna dengan Dara tiba-tiba sudah duduk di samping Bom yang sedang melamun. Lee Dongwook.

“Ah, terimakasih, oppa.” Bom tersenyum samar dan mulai menyeruput sup pemberian Dongwook. Bom hanya tersenyum pada Dongwook dan Dara jika di tempat kerja. Dara yang baru datang dari buffet untuk mengambil apple pie langsung tertawa melihat lelaki tak diundang di mejanya.

“Kalian kelihatan seperti sepasang kekasih yang masih malu-malu kalau orang awam yang melihat.” Dara terus tertawa. Dongwook mulai salah tingkah sementara Bom masih asyik menyeruput supnya.

“Mungkin itu akan terealisasi kalau wanita dingin ini mau.” Dongwook ganti tertawa dan langsung dihadiahi tatapan heran dari Bom.

 

***

 

“Maafkan aku sebelumnya tapi ini demi menyelamatkan karirmu dan.....”

“Bilang saja, aku akan laksanakan misi apapun.”

Inspektur Yang menggelengkan kepala tanda heran. Akibat kejadian penembakan tempo hari di Dongdaemun, Bom mendapatkan skorsing dari kepolisian pusat. Namun, karena Inspektur Yang meminta keringanan, akhirnya Bom diharuskan menjalankan sebuah misi mendesak yang seharusnya tak dilakukan oleh polisi setingkatnya. Inspektur Yang menghela nafas dan menatap wajah Bom yang tanpa ekspresi.

“Oke, jadi begini. Museum Negara melaporkan kalau mereka sudah kehilangan salah satu harta negara....”

“Jade of Hearts. Aku sudah tahu, Inspektur.”

“Mata-mata sudah mendapatkan informasi kalau Jade of Hearts ada di tangan salah satu penjudi kelas kakap di Korea.” Bom langsung tersentak, matanya membelalak. Dia belum pernah mendapat kasus seperti ini.

“J-jadi, Jade of Hearts dijadikan taruhan, begitu?”

“Ya. Kini Jade of Hearts sudah ada di tangan penjudi itu. Tugasmu adalah mengambil Jade of Hearts bagaimana pun caranya. Kau harus berhasil, karena jika tidak....”

“Karierku di kepolisian akan berakhir, betul?”

Inspektur Yang menghela nafas untuk kesekian kalinya. Kehilangan anggota spesial seperti Park Bom memang hal yang sangat berat baginya.

 

***

“Kau sudah sangat cantik, Park Bom, jadi jangan banyak bertanya lagi, oke?”

Bom menggigit bibirnya tanda ragu. Ini adalah misi terberat, teraneh, dan tercantik baginya. Penjudi yang dikabarkan memegang Jade of Hearts sedang menggelar pesta di rumahnya, dan akhirnya kepolisian memutuskan inilah saatnya Bom harus mengambil harta negara itu. Bom menyamar menjadi seorang tamu pesta itu. Kepolisian berhasil menyadap data VIP Pass pesta itu sehingga Bom bisa masuk dengan mudah. Dia didandani oleh Dara sehingga tak tampak mencurigakan. Di dalam kantung boleronya sudah dimodifikasi sedemikian rupa sehingga tersimpan banyak pistol dan peluru.

Mobil sedan yang dikendarai Dongwook melaju di jalanan yang sepi. Bom makin terlihat gelisah. Rambutnya yang dicepol oleh Dara mulai berantakan. Akhirnya mobil itu berhenti di depan sebuah rumah yang lebih tepat disebut sebuah istana. Pilarnya tinggi dan halaman depannya sangat luas.

“Kau turun di sini, kita akan memonitormu dari mobil. Ucapkan saja semua yang kau perlu informasikan pada kami, kau tersambung via mikrofon kecil itu.” Dongwook membuka sabuk pengaman Bom. Dengan ragu Bom membuka pintu mobil dan keluar.

“Doakan aku.”

Bom berjalan menuju gerbang rumah itu. Ada dua penjaga di sana.

Jalan dengan anggun, Bomu. Keluarkan VIP Pass dari tas kecilmu agar mereka tak curiga.”

Bom terus berjalan dan menuruti instruksi Dara. Dua penjaga itu tersenyum melihat Bom dan VIP Pass di tangannya.

“Silahkan masuk, Nona.”

Bom balas tersenyum dan berjalan masuk. Ruangannya besar sekali, seperti ballroom. Banyak orang lalu lalang, ada yang mabuk dan banyak yang bermesraan. Bom memicingkan mata, mencari si penjudi.

“Aku tak bisa melihatnya, di sini ramai sekali.” Bom berbisik melalui mikrofon dan berusaha terlihat senormal mungkin. Dia mengambil segelas bourbon dan menyesapnya.

Dekati setiap kerumunan yang ada, kau masih ingat wajahnya, kan?”

Bom menyusup ke setiap kerumunan yang ada, namun hasilnya nihil. Hanya penjudi-penjudi yang menatap potongan kerahnya yang rendah dengan tatapan menjijikan.

“Aku tak bisa menemukannya, aku hanya....” kata-kata Bom terhenti saat melihat seseorang berjalan menuruni tangga. Seorang lelaki jangkung yang memakai tuksedo kotak-kotak hitam biru. Rambutnya tertata rapi, gaya berjalannya sangat maskulin. Dia....berkarisma. Bom dan lelaki itu saling bertemu mata.

Hey, Bomu! Kau tidak apa-apa? Keadaan gawat atau bagaimana?”

“Aku telah menemukannya.” Bom tersenyum penuh arti pada lelaki itu dan mendekatinya ke ujung tangga. Lelaki itu balas tersenyum, namun langsung terkaget karena Bom mengeluarkan pistol dari boleronya dan menembak langit-langit.

“Kamu terkepung, Tuan.” Bom dapat mendengar para tamu berteriak, ada juga yang berusaha menyerangnya, namun urung karena lelaki di depannya melarang.

“Siapa namamu, Nona? Menghancurkan pesta orang seenaknya.” lelaki itu angkat bicara. Suaranya berat, sangat berat. Bom dapat merasakan tengkuknya tergelitik saat mendengar suara lelaki itu.

“Bom. Park Bom.”

Lelaki itu berjalan ke arahnya, dan berhenti dengan jarak yang sangat dekat dengannya. Bom bisa mencium harum tubuhnya. Lelaki ini punya feromon yang sangat kuat. Tangan lelaki itu mengelus rambut Bom dan tersenyum.

“Namaku Choi Seunghyun, penjudi nomor satu Korea Selatan. Tak ada yang boleh mengacaukan urusanku, terlebih gadis manis sepertimu.”

“Kalau begitu, uhm, Tuan Choi, bisakah kau bantu aku?” Bom berusaha sekuat mungkin agar tak terlena dengan semua yang tengah ia rasakan. Seunghyun hanya tertawa pelan melihat gadis di depannya salah tingkah.

“Kau mau apa? Uangku? Atau apa? Kamarku rapi, kok.” Seunghyun kembali tertawa, kali ini lebih keras. Bom menjengit kesal dan mengarahkan pistolnya ke wajah Seunghyun.

“Berikan aku Jade of Hearts, atau aku tak segan membunuhmu, detik ini juga.” Bom merasakan tangannya bergetar. Kali ini ia menemukan lawan sepadan. Ia merasa...takut. Seunghyun menarik kerah gaunnya dengan mudah, dan menyibak boleronya. Seunghyun mengambil satu pistol milik Bom dan mengisinya dengan peluru dari sakunya. Suara kokangan pistol memenuhi ruangan.

“Kalau begitu aku juga tak segan untuk membunuhmu.” Seunghyun menempelkan moncong pistolnya ke pelipis Bom. “Gerakkan saja pelatuknya. Kau yang kujamin mati duluan.”

“Berikan Jade of Hearts padaku.”

Seunghyun lagi-lagi tersenyum dan menghempaskan Bom ke lantai.

“Pesta selesai! Aku punya urusan dengan Nona Cantik ini.”

Para tamu berjalan beriringan keluar ruangan. Sebagian menggerutu kesal karena merasa kegiatan pestanya terganggu.

“Jadi....” Seunghyun menghampiri Bom yang terduduk di lantai. “Kau mau Jade of Hearts?” Seunghyun mengangkat wajah Bom dan menatapnya.

“Ya, perlu kuulang berapa kali? Berikan Jade of Hearts padaku dan urusan kita selesai.”

“Memangnya untuk apa? Hm?”

“Untuk Museum Negara.”

Seunghyun menunjukkan wajah pura-pura terkejut dan melepaskan pegangannya dari wajah Bom.

“Jadi kau polisi?”

“Ya, crap, aku mulai muak denganmu. Berikan saja.”

“Oke, tapi ada syaratnya.”

“Bilang saja apa maumu. Akan kuturuti.”

“Kau harus tinggal di sini selama dua minggu, bersamaku.”

“MWO?!” Bom membelalakkan matanya dan melempar pistol yang ada di genggamannya. “Memangnya kau pikir aku ini wanita macam apa?!”

“Kalau tak mau ya sudah. Bye bye.” Seunghyun mengedikkan bahu dan berbalik menaiki tangga. Bom terdiam, setengah hatinya menolak mentah-mentah ajakan lelaki yang baru ditemuinya beberapa menit yang lalu itu, memangnya seorang polisi seperti Park Bom layak dilecehkan seperti itu?! Tapi setengah hatinya berkata, turuti saja. Otak lelaki sialan itu bisa berceceran dengan mudahnya kalau dia berbuat macam-macam. Toh ini demi karirmu.

Karir yang selama ini kau impikan, Park Bom.

Bom mengejar Seunghyun yang sudah mencapai anak tangga terakhir, menepuk bahunya.

“Baiklah, dua minggu dan kupegang kata-katamu.”

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
immafans #1
Chapter 1: Ini bagus. Tapi kok ya masa tbtb nembak terus minta jade of heart agak gak logis sih menutku hehe. Aku pikir si bom bakal nyolong itu berlian terus ketauan.