Zitao dan Janji

Fight for faith

*Teman-teman, ini hanya sebuah fiksi yang aku buat atas rasa peduliku pada saudara kita di Gaza. Betapa banyak remaja yang seperti kita yang tidak bisa melewati masa remaja dengan mengangkat pena dan buku, mereka harus mengangkat senjata demi untuk menjaga tanah air mereka.

Jika tidak berkenan, tidak apa jika tak di tengok.*

 

 

 

“ Jika memang kau harus pergi Zitao. Aku sendiri yang akan menrekrutmu.”

Pemuda China itu tak bereaksi apapun, hanya terlihat bahunya yang naik turun mengiramakan napas sesak yang tertahan selama ia berdiri tegap, di ruangan seorang Jendral yang memang sangat ia kenal. Ia seorang tentara terbaik yang dimiliki Angkatan Darat Republik Rakyat China di antara puluhan yang akan di terbangkan langsung ke Amerika pagi ini.

Tubuhnya tinggi berbalut seragam hijau lumut, sorot matanya tajam menatap lurus tanpa berkedip, dagunya terangkat dan dadanya di busungkan.

“ Memang seharusnya kau pergi bukan. Masih ingin mencari sepupu Koreamu di tanah neraka itu ‘kan?”

Pertanyaan atau pernyataan, entahlah, yang jelas ungkapan itu menohok tepat di tenggorokan Zitao, hingga ia kesulitan bernapas. Keningnya berkerut, ia masih belum bereaksi apapun.

“ Oh—ayolah Xiao Huang! Kau tak perlu sebegini nekadnya. Kau tahu sendiri pemberitaan dari TV Al Mayadeen, kalau jurnalis Korea itu menghilang di tengah baku hantam senjata di perbatasan. Bahkan rekannya sendiri yang mengabarkan ia menghilang setelah ranjau darat bersahutan mengoyak puluhan tank dan truk! Jadi tak perlu kau merasa dia masih bisa terselamatkan!”

Sang Jendral berdiri menghampiri tubuh tegap yang kini makin menegang. Zitao sendiri ingin sekali menolak pergi bersekutu dengan Amerika untuk Israel. Tapi apa daya, janjinya sebagai tentara sekaligus keluarga tak dapat ditarik kembali. Janji antar lelaki yang tak bisa lagi ia pungkiri.

“ Aku akan melakukannya, Jedral.” Suara Zitao lugas dan terdengar tanpa beban. Inilah yang sangat Jendral itu takuti dari sifat pemuda yang satu ini. Zitao selalu membawa ego dan emosi saat mengingat kejadian naas yang menimpa keluarga Sang Ibu di Korea. Dan sekali Zitao berjanji, maka tak ada yang bisa memutuskan janji itu di tengah jalan. Ia akan menuntaskan janji itu, sekali pun ia berada di neraka.

Jendral itu mendesahkan nada lelah seraya menepuk dengan penuh kasih sayang kedua bahu Zitao. Ia tak tahu harus berujar apalagi pada putranya yang sangat keras kepala ini. Pandangan mata tua lelahnya menyiratkan kebanggaan sekaligus kesedihan. Zitao dapat menangkap hal itu, sampai akhirnya Sang Jendral menyuarakan kegundahan hatinya.

“ Doa Papa bersamamu ‘nak. Kau kebanggaan Papa, Mama, Choi Samchon, dan juga seluruh rakyat China. Papa yang akan urus semuanya, tapi sebelum itu kau harus menemui Mamamu dulu, untuk meminta restu. Karena besok pagi sekali kau akan segera mengudara.”

Zitao menunduk, lalu beralih menatap mata tua penuh harap milik Sang Jendral yang tak lebih adalah ayah kandungnya sendiri, Huang Zhoumi. Hingga sepasang tangan membawanya ke dalam dekap yang ia dapatkan selama ia muda. Manik kelam Zitao tak bisa membendung cairan bening itu.

“ Wo hen ai ni, Pa. Dui bu qi—“

 

~}{~

“ Jika besar nanti Tao akan seperti Papa dan Samchon. Memakai seragam dan membawa pistol panjang kemana-mana. Menembak orang-orang jahat!”

“ Oh ya? Wah! Tao sangat berani!”

“ Iya dong! Lelaki ‘kan harus berani, ‘gak boleh cengeng! Kalau Hyung mau jadi apa?”

“ Aku? Jadi apa ya?”

“ Jadi apapun kelak, Tao akan melindungi Hyung dari orang-orang jahat! Tao janji!”

“ Janji?”

“ Ya! Janji—janji seorang prajurit!”

~}{~

 

Puluhan tentara berdarah asia ini menggigil karena gugup di ruang tunggu depan kantor milik Jendral Angkatan Darat Amerika. Meraka adalah puluhan tentara terbaik  yang telah di saring dari Benua Asia yang menjadi sekutu Negara ini, mereka menunggu hasil tes kesehatan yang dua jam lalu mereka ikuti.

Terkecuali Zitao. Pemuda China yang terpilih untuk mengikuti seleksi Angkatan Darat Amerika ini terlihat tak bersemangat. Sesekali ia menguap dan tak terlihat tertarik untuk menunggu hasil tes tersebut.

Di sebelahnya duduk seorang tentara muda Korea—tentu terlihat dari seragam mereka yang berbeda—, yang sedang gelisah, ia melirik Zitao dengan sudut matanya.

“ Kau tidak gugup?” Tanyanya dengan aksen Inggris yang payah. Seperti suara lidah yang terseret kelangit-langit mulut, menciptakan nada hurup S yang bersinggungan dengan T.

Zitao mendongak dan menegakkan duduknya. Ia mengamati pemuda yang baru saja bertanya kepadanya. Pemuda itu tinggi dan terlalu kurus untuk ukuran tentara. Kulitnya juga terlampau putih, apa lelaki ini tak pernah terjemur di terik matahari ketika latihan fisik? Zitao membatin.

“ –dia tak mengerti Bahasa Inggris.” Pemuda Korea itu bergumam dengan Bahasa Korea lalu berdecak lesu. Zitao terbelalak, lalu berdeham tak menyenangkan.

“ Aku sangat mengerti Bahasa Inggris Tuan Korea!” Pemuda Korean itu sontak kaget mendengar penuturan Zitao yang berbicara dengan Bahasa Korea secara fasih.” Untuk apa aku di sini, jika aku tak mengerti Bahasa wajib di sini.”

“ Kau berbicara Bahasa Korea, tapi kau tentara China? Wow! ” Pemuda Korea itu terlihat antusias dengan kemampuan berbahasa Zitao.  Zitao sendiri terlihat tidak tertarik dengan percakapan ini, ia hanya tersenyum tipis sambil lalu kembali bersandar di bangku.

“ Ibuku seorang Korea, dan ayahku China. Begitulah. Jadi—tak ada yang istimewa, komandan!”

“ Tapi kau cukup cerdas dalam berbahasa. Kurasa kau akan lolos dalam misi utama kali ini. Hanya ada dua puluh lima orang yang—“

“ Apapun katamu!”

Setelah mendengar jawaban ketus dari Zitao, Pemuda Korea itu langsung bungkam lalu beringsut di bangkunya. Ia semakin terlihat berkali-kali lipat menggigil dalam penantiannya. Sementara,Zitao masih dalam kebosanannya.

Detik berikutnya, pintu ruangan Jendral utama terbuka lalu seorang yang diyakini Zitao berpangkat Sersan keluar dengan sebuah map hijau tua. Sontak semua tentara muda yang berada di sana, menegakkan posisi duduk mereka menjadi posisi siap.

“ Berikut ini adalah nama-nama yang akan menjadi tentara khusus yang akan di kirim ke Jalur Gaza, untuk membantu Sekutu Israel—“

Basa-basi itu terdengar terlalu bertele-tele bagi seorang Zitao. Namun, ia masih mempertahankan posisi sikap sempurnanya. Zitao bahkan tahu jika Pemuda Korea di sebelahnya menahan napas karena terlalu gugup. Ck! Dasar remaja! Rutuk Zitao dalam hati.

“—Selanjutnya dari bagian Asia dan sekitarnya. Huang Zitao, dan Tuan Oh Sehun. Selamat, kalian masuk dalam Batalion Satu yang berada di garis pertempuran depan bersama puluhan tentara Amerika lainnya. Sisanya akan berada di dareah pertahanan. Dan semua yang telah terpilih harap kembali ke asrama untuk menyiapkan barang-barang yang di perlukan.”

“ Siap Sersan!”

Dan kawanan tentara terpilih itu bubar setelah aba-aba yang di berikan oleh Sersan penanggung jawab pembentuk Pasukan Batalion tadi.

Zitao masih terdiam tak banyak bicara selama perjalanan ke asrama, bahkan ia tidak mau mendengarkan celoteh Sehun yang sedari tadi menyuarakan kegembiraannya. Zitao mendengus melihat sikap Sehun yang meletup-letup dalam kebanggaan. Pikir Zitao, Sehun hanya belum tahu, medan seperti apa yang menantinya di muka waktu.

 

 

~}{~

 

 

Sehun dan Tao tiba di Camp tentara sekutu tepat tengah hari, ketika panas dari Sang Raja Siang menampar kulit dengan sengatnya. Tao sudah biasa dengan cuaca panas seperti apapun di China saat latihan, namun, di tanah tandus ini, cuacanya sepuluh kali lipat lebih panas dari pada musim panas yang ada di China. Yang Tao yakini sekarang adalah pakaian dalamnya pasti sudah basah semua akibat keringat.

Ia ingin sesegera mungkin melepas seragam beratnya lalu berendam di dalam kolam yang penuh dengan es balok. Keringat meluncur dari dahi hingga pelipis, membuat sensasi gatal juga lengket. Zitao berkedip, membuat keringat itu mengalir hingga ke pipi dan jatuh di dagu lancipnya.

Ia mengedarkan mata tajamnya ke seluruh  penjuru camp khusus prajurit sekutu. Tak jauh beda dari camp-camp perang yang sudah ada. Persenjataan lengkap, tentara-tentara muda yang siap tempur, rudal, misil, juga gas-gas beracun berjejer rapi di depan bangunan camp.

Semuanya sempurna dan lengkap. Ini pertama kalinya ia menghadapi perang Timur Tengah, sebelumnya ia pernah mendengar perang di Iran dan Mesir yang terdengar sangat mencekam dari berita-berita saluran Dunia. Tapi Tao mencium sesuatu yang timpang di sini.

Dari perbatasan ini, Zitao dapat melihat dengan pandangan luas menjamah Tepi Barat yang memisahkan Jalur Gaza dan Israel. Maniknya menjamah, ratusan rudal yang siap diangkut ke dalam pesawat tempur tanpa awak milik Pasukan Pertahanan Israel (IDF). Ratusan bom udara, dan juga gas-gas beracun siap ledak. Ini terlalu sempurna untuk dimintai bantuan, sekali lagi Tao bergumam dalam hatinya.

Informasi yang Tao dapatkan dari petinggi tentara Israel, semua terdengar seperti dilebih-lebihkan. Mereka bilang bermula dari hilangnya tiga remaja Yahudi di dekat perbatasan Israel-Palestina, hingga ketiga pemuda itu ditemukan tergeletak tanpa nyawa. IDF pun langsung menuduh militan Hamas dan membombardir Jalur Gaza yang mereka yakini sebagai sarang militan Palestina, terutama Hamas.

Hamas..

Zitao sangat tertarik dengan kelompok militan yang satu itu. Bukan karena rumor yang mengatakan bahwa mereka adalah teroris, melainkan kisah di balik kata Hamas itu sendiri. Seseorang yang ia cari ada sangkut pautnya dengan kelompok militan tersebut.

Zitao tersadar dari terpekur panjangnya setelah tepukan lembut di pundaknya. Itu Sehun, lagi-lagi pemuda Korea itu terus saja mengikutinya hingga ke sudut camp.

“ Apa yang kau pikirkan dude? Cuacanya sangat kacau di sini!” Sehun berulang kali mendesahkan napas berat, sepertinya ia sangat kepanasan. Zitao bahkan bisa melihat wajah hingga leher jenjangnya yang merah padam akibat sengatan matahari. Ia terlalu manis untuk seorang tentara.

“ Kau harus bertahan agar kulit putih mulus bak putri milikmu tidak gosong jika bertugas di sini, bung!” Lantas Zitao melenggang pergi meninggalkan Sehun yang terus mengumpat ucapan Zitao barusan.

Hari pertama di perbatasan Israel-Palestina, berakhir dengan malam penuh dengan deru ledakan di sana-sini. Suara-suara yang Zitao yakini sebagai  frasa-frasa Ketuhanan sayup-sayup Zitao dengar dari dalam kantung tidurnya. Setidaknya ia harus terbiasa dengan suasana perang sesungguhnya di sini.

 

~}{~

 

“ Kami dilatih.” Mungkin itu yang ada di agenda hari kedua para tentara sekutu. Latihan dasar ini secara taori sudah mereka terima di masing-masing negara, jadi Mayor di Batalion mereka hanya kembali mengingatkan tentang perang yang sebenarnya di sini.

Mengoperasikan mesin misil, membaca radar udara dan darat, juga membiasakan diri dengan cuaca panas menyengat khas gurun.

Sehun nampak lebih bersemangat dari sebelumnya, berbanding terbalik dengan kondisi Zitao. Sehun juga mahir dalam membaca mesin radar baik darat maupun udara, ia juga bisa mengoperasikan pesawat-pesawat pengangkut rudal. Tentu akan lebih baik jika dia berdiam diri di area camp militer ini dari pada berkeliaran menjaga perbatasan di bawah terik matahari.

Tapi selama latihan sehari penuh, Sehun tak melihat antusias Zitao untuk turun perang. Sesekali Sehun mencuri pandang Zitao yang bertanya info tentang camp para jurnalis dari berbagai belahan dunia yang meliput tentang perang ini kepada para IDF di sana. Dan Sehun selalu menemukan wajah lesu  Zitao sekembalinya.

 

.

 

Malam harinya, Zitao masih disibuki dengan obrolan tentang militan Palestina dengan beberapa tentara senior Israel. Zitao  paham gelagat mereka yang melebih-lebihkan kesan terorisme yang di luncurkan oleh Hamas. Mereka menjelaskan mengapa Hamas harus di lumpuhkan, harus di habisi hingga ke akarnya. Dan itu menjadi alasan utama mereka tak segan menyakiti anak-anak.

Dan itu semua bertentangan dengan hati kecil Zitao, tak seharusnya anak-anak menjadi sasaran kekejian perang ini. Baginya anak-anak tak bersalah, dan mereka berhak untuk menentukan masa depannya, meskipun dalam lingkup zona merah seperti ini.

“ Mereka tak akan bisa tahan dengan serangan balasan kita. Senjata yang mereka gunakan saja sudah kuno!” dan gelak tawa membahana sesudahnya.

Sombong! Pikir Zitao. Ia merenung sejenak. Jujur saja sejak awal keberangkatannya, ia tak sekalipun berniat untuk ambil bagian dalam perang ini. Tujuannya hanya satu menemukan keluarganya yang hilang, jika ia sudah mati maka di mana makamnya, namun jika ia masih hidup Zitao akan membawanya kembali pulang dengan resiko apapun. Zitao sadar, mungkin sewaktu-waktu ia akan terbunuh di zona perang ini. Jadi ia akan bergerak cepat untuk menuntaskannya.

Tapi sesuatu kini telah mengusik tujuannya. Perkataan IDF siang kemarin, dengan malam ini terasa ganjil di telinganya.

Dan apakah yang menjadi kekhawatiran para IDF, jika persediaan senjata serta tentara mereka telah sempurna dan lengkap? Sedangkan militan Palestina hanya memanfaatkan persenjataan sederhana. Lalu apa yang menjadi ancaman mereka?

Zitao meninggalkan kerumunan para tentara yang masih tertawa menikmati senggang malam, sebelum benar-benar bertugas keesokan harinya.

Ia berjalan menilik satu per satu tenda yang disediakan. Tanpa sengaja ia melihat seseorang dengan kamera di tangannya sibuk memotret keadaan kemah IDF. Zitao berjalan ragu ke arah pemuda itu, melihat dari penampilannya Zitao seperti mengenal sosok itu.

Dia kan—

“ Jo—Jongin ...... “

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
Pandananaa
Last chapter;Thank you very much guys! for all your support!!!

Comments

You must be logged in to comment
blublue #1
Chapter 4: Gak tau ini mau ngomong apa sbenernya. Tersentuh banget..
Perjuangan rakyat gaza,pertolongan minho,tao,sehun yg benar2 atas dasar kemanusiaan.. AWESOME!
Always pray for Gaza :)
amelloo13
#2
Chapter 4: woowwww...bagus banget endingnyaaa aku suka banget^^
bikin kelanjutannya dong. gimana kehidupan fatimah selnjutnya di korea dan tambahin karakter anggota exo disana. hehehe please authornim pleaseeeeee huhuhuuuuu
MissKey693
#3
Chapter 1: Belum end ya kan ? aku tungguin deh kelanjutannya.. ^_^

Aku prihatin banget sama keadaan orang-orang di Gaza TT_TT semoga mereka semua baik-baik aja, sedih rasanya karna cuman bisa bantu lewat doa :'(

lanjut ya !! semangat !!

*pst.. semoga menang kontesnya ! ;)
amelloo13
#4
bagus dan menarik banget ceritanya,padahal baru 1 chapter tapi udah bikin nagih dan penasaran.
sangat beda dari yang lain
being different is good tho ^^
keep up ur good work!
-AFFIndonesia-