Chapter 3

Blind

Kehidupan rumah tanggaku dengan Jiyong semakin hari semakin menyenangkan. Jiyong sangat memahamiku. Dia memanjakanku, namun tidak memperlakukanku seperti anak kecil. Dia pernah bilang dia workaholic, namun dia tak pernah pulang larut malam. Dia selalu memberikan kabar jika pulang terlambat. Dia jujur dan kami tidak saling menaruh curiga. Jiyong baik, dan aku jatuh cinta akan kebaikan dan ketulusan hati Jiyong.

Meski Jiyong tidak pernah mempermasalahkan soal kebutaanku, kadang aku merasa bersalah. Keterbatasanku ini membuatku tidak bisa menjadi istri yang baik untuk Jiyong. Jiyong harus menyiapkan makanan sendiri, menyetrika baju sendiri, memakai dasi sendiri dan segala hal yang seharusnya dilakukan olehku juga dilakukan oleh Jiyong. Hari ini, aku memasak sup makaroni kesukaan Jiyong dengan bantuan Minji.

"Kamu terlihat bahagia sekali bersama Jiyong. Kamu dijodohkan dengan orang yang tepat." Minji memulai pembicaraan saat dia tengah memotong sayuran dan aku sedang mengaduk makaroni yang sedang direbus.

"Kurasa begitu. Jiyong baik. Eh, aku harus mengaduknya sampai kapan?" aku terus mengaduk. Aku tidak tahu bagaimana memastikan makaroni ini sudah matang atau belum.

"Sudah. Biar aku tiriskan makaroninya dulu." aku berhenti mengaduk dan Minji mengambil alih. Aku pun duduk di kursi yang sudah disiapkan Minji. Aku mendesah pelan. Aku bahkan perlu bantuan orang lain untuk memasak masakan kesukaan suamiku sendiri.

"Coba kau cicipi, sudah pas apa belum?" Minji tiba-tiba mengagetkanku. Kuminum pelan kuah sup dalam cawan.

"Sudah enak! Jiyong pasti suka!"

"Apalagi ini racikan istrinya sendiri. Dia beruntung memilikimu."

Aku dan Minji pun menaruh sup dalam wadah berukir. Minji dengan cekatan menata sup dan mangkuknya di meja makan. Wangi supnya tercium kemana-mana. 

"Sudah rapi. Kamu tinggal menunggu Jiyong pulang kerja. Aku pulang sekarang, ya?"

"Nae. Gomawoyo, Minji!"

Terdengar langkah Minji keluar rumah. Aku duduk di salah satu kursi. Dadoong meloncat ke pangkuanku. Dengan manja dia mendengkur dan berguling.

"Hihi, hari ini kita akan makan malam spesial dengan Jiyongie. Dia pasti akan makan dengan lahap. Dadoongie juga senang, kan?" Dadoong mendengkur seolah mengiyakan.

Aku terus duduk tanpa berniat berpindah tempat. Kenapa Jiyong lama sekali? Pinggangku sudah terasa pegal dan kebas. Kepalaku berat, aku mengantuk. Kusandarkan kepalaku ke meja. Aku setengah tertidur sampai dentang 12 kali membangunkanku. Tengah malam. Supnya sudah dingin, dan Jiyong belum pulang. Kuputuskan untuk pergi ke kamar, hingga ada suara pintu terbuka.

"Jiyongie!" aku berlari tergesa menuju pintu. Jiyong hanya menggumam. "Kenapa pulangnya malam sekali?"

"Lembur."

"Kita makan bersama, ya? Aku buatkan sup makaroni untukmu."

"Aku sudah kenyang. Kau masak?"

Pipiku langsung menegang. Sudah kenyang?

"Cicipi sedikit saja, ya?"

"Hangatkan saja untuk besok. Aku lelah. Ingin tidur." Jiyong berjalan menuju kamar. Kukejar dan kutahan lengannya.

"Aku sudah memasakkan makanan kesukaanmu, Kwon Jiyong! Kumohon cicipi." aku menarik-narik lengan Jiyong.

"SUDAH KUBILANG AKU INGIN TIDUR!" tiba-tiba Jiyong membentakku. Jiyong tidak pernah berkata sekeras itu sebelumnya. Aku mundur perlahan dan tanpa sadar menabrak sesuatu di belakangku.

PRANG!

"Kristalku!" Jiyong langsung menghampiriku dan memungut kristalnya yang pecah. "Kenapa kamu tidak bisa lebih hati-hati?! Ini berharga buatku!"

Air mata jatuh di pipiku. "Aku buta! Kwon Jiyong, aku ini buta! Aku tidak tahu di mana kristal spesialmu itu, urus saja sana semua barang berhargamu agar tak dipecahkan oleh wanita buta sepertiku!" aku berlari menuju kamar. Beberapa pecahan kristal menusuk telapak kakiku. Kukunci pintu kamar dan menangis. Jiyong mengetuk keras pintu, namun aku tak peduli. 

***

Sudah hampir seminggu Jiyong pergi lembur. Dia memang seorang workaholic. Dia pergi kerja sebelum aku terbangun dan pulang ketika aku sudah tertidur. Hari ini tepat satu bulan pernikahan kami, dan aku tidak tahu apakah dia ingat atau tidak.

"Selamat satu bulan pernikahan." suara Jiyong mengagetkanku. Jiyong ingat. Dan dia bahkan tidak pergi bekerja.

"Kukira kamu tidak ingat hari ini." aku mendengus dan membalikkan badanku. Menandakan aku marah.

"Sebelumnya aku mau minta maaf. Aku lembur karena mau memberikanmu hadiah untuk hari ini. Aku ingin menambah kesempurnaanmu."

Menambah kesempurnaanku?

"Kajja. Nanti kita terlambat." Jiyong menarik tanganku. Dia menaikkanku ke dalam mobil dan mulai menjalankannya. Aku hanya bisa terdiam tanpa tahu kemana tujuanku. Terdengar mesin berdesing kencang, tanda Jiyong mengebut.

"Kita sudah sampai." Jiyong turun dan menuntunku ke sebuah tempat yang sangat ramai. Sampai akhirnya dia berhenti di tempat yang dingin dan sunyi dan melepas genggamannya.

"Sampai jumpa." tiba-tiba seseorang membawaku, mengganti bajuku, membaringkanku dan menyuntikkan sesuatu padaku. Semua menjadi semakin gelap sekarang.

***

Kepalaku terasa pening. Terdengar bisikan-bisikan di sekitarku.

"Nyonya Kwon? Anda sudah sadar?" seseorang bertanya padaku. Kuanggukkan kepalaku.

"Mungkin kita bisa membuka perbannya sekarang." eh? Perban? Tiba-tiba seseorang menarik sesuatu yang menempel di rambutku, terus membukanya hingga terlepas dari kepalaku. Kukerjapkan mataku. Eh? Tidak ada gelap lagi. Semua terang! Kulihat seseorang dengan rambut pirang dan badan kurus menatapku lekat-lekat.

"Siapa kamu?" kutatap kembali lelaki itu. Dia tampan. Wajahnya sedikit kuyu.

"Kwon Jiyong. Suamimu." lelaki itu tersenyum. Jiyongie?

"Jiyongie!" kuulurkan tanganku padanya. Segera dia memeluk tubuhku. Ya, dia Kwon Jiyong-ku. Aroma musk yang sama seperti saat kami diresmikan sebagai suami istri. Suaranya yang tak begitu berat. Kulitnya yang halus. Deru nafasnya yang hangat.

"Apakah kau suka hadiahku?"

***

Jiyong menggandeng tanganku erat. Kuedarkan pandangan ke sekitar. Taman. Taman yang sama saat pertama kali aku pergi keluar dan Jiyong memberikan Dadoong padaku. Ternyata taman ini lebih indah dari perkiraanku.

"Kau suka?"

"Aku sudah suka taman ini sebelum bisa melihatnya, Jiyongie."

Jiyong mencium pelupuk mataku. Aku tersenyum karena perlakuannya.

"Kamsahamnida, yeobo. Kamu sudah memberikan satu kesempurnaan untukku."

"Kamu sudah sempurna bahkan sebelum kita bertemu."

 

 

FFnya selesai deh kkk~~ aku mau lanjut share yang lain ah kkk see ya!

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Rizukayuki
#1
Chapter 3: So sweet deh jiyong♥♥
Sekuel dong author-nim kalau sempat, berhubung dara udh ga buta lg :D
farahfitri #2
Chapter 3: untung aja bukan jiyong yg donorin kalo enggak kan bakal radanyesek endingnya hehe
dillatiffa
#3
Chapter 3: Omong2 itu hadiahnya, bukan kornea mata jiyong kan?? cuman operasi aja kaan?? >.<
manis.. :v
gadisayu #4
Chapter 3: Bagussss thor.. mantabbbbb...
tapi agak kecewa soalnya chapter 3 nya sedikitt, perpanjangg dong thorr.. hihihihi ;p
tapi smua nya bagusssss..
lanjutttt thorrr..
farahfitri #5
Chapter 2: Bagus thorrr. Penasaran gimana kelanjutan rumah tangga mereka hehehe. Please jgn bikin sad ending yaaa
Gzb123 #6
Chapter 1: Aaaaaahhhh bahasa yeyeye ><