Chapter 1
Blind"Appa, aku ingin jalan-jalan, boleh ya?"
"Tidak boleh. Tetaplah diam di rumah."
"Sekali saja. Kumohon."
"Tidak. Lagipula besok hari pernikahanmu."
"Aku tidak tahu siapa yang aku nikahi! Jangan paksa aku!"
"Kamu tidak perlu tahu."
"Kenapa? Karena aku buta?"
***
Namaku Park Sandara. Anak tunggal keluarga Park. Keluargaku adalah salah satu keluarga terpandang di Seoul. Aku dimanja sedari kecil, pakaian nyaman, makanan enak, kasur empuk. Namun aku cacat. Aku buta.
Aku tidak bisa melihat sejak aku terlahir ke dunia ini. Aku tidak tahu wajah orang tuaku. Aku tidak tahu warna. Tidak tahu seperti apa cahaya. Tidak tahu bedanya gelap dan terang. Tidak tahu apa bedanya indah dan buruk. Mereka bilang aku cantik, namun aku takut itu hanya bualan, karena aku tak tahu bagaimana wajahku sendiri. Yang bisa kurasakan hanya halusnya kain sutra. Kasarnya permukaan batu. Licinnya cermin. Dan bagaimana rasanya terkekang dan kesepian.
Sebagai anak tunggal, appa sangat memanjakanku sedari kecil. Dia tidak mau aku celaka. Dia begitu melindungiku hingga aku tidak boleh keluar tanpa pengawasannya. Dia mempekerjakan banyak orang agar aku kerasan di rumah dan tak ingin pergi kemana-mana. Namun semakin aku tumbuh besar, semakin aku ingin pergi dari rumahku sendiri. Bahkan, appa sudah menjodohkanku dengan seseorang yang tidak kukenal. Aku tidak tahu apakah orang itu akan menerimaku sebagai istrinya.
Mataku memang buta. Namun hatiku tidak.
***
"Dara terlihat cantik sekali, sungguh!"
Aku hanya tersenyum. Minji sudah berkali-kali berbicara hal yang sama setelah aku selesai pemberkatan. Hari ini adalah hari pernikahanku dengan seseorang bernama Kwon Jiyong. Aku tidak tahu dia siapa, dan bagaimana rupanya. Yang aku tahu hanya suaranya yang cukup berat dan tubuhnya yang sangat wangi.
"Minji, sudah, ah. Kalau dikatakan terus menerus malah terdengar seperti basa-basi."
Sebelum Minji sempat menjawab, terdengar suara pintu terbuka. Minji langsung berbisik,
"Itu suamimu. Aku pergi dulu, ya."
Kudengar suara langkah kaki yang semakin dekat, dan seseorang menyentuh tanganku.
"Kwon Sandara. Betul, kan?" orang yang menyentuh tanganku mulai berbicara. Itu Kwon Jiyong. Dengan ragu aku mengangguk.
"Nae, Jiyong-ssi." aku menjawab sambil berusaha melepas sentuhan Jiyong. Namun tidak bisa. Kudengar Jiyong terkekeh.
"Jiyong-ssi? Kau memanggil suamimu dengan sebutan Jiyong-ssi? Kukira kamu akan panggil aku chagiya." Jiyong kembali terkekeh.
"C-chagiya..."
"Tidak perlu memaksakan. Aku tahu ini pertemuan pertama kita. Kita harus segera pergi. Kamu tentu ingin segera menempati rumah baru kita, kan?"
***
Ini adalah hari pertama aku terbangun di rumah baruku. Rumahku dan Jiyong. Sebenarnya aku merasa risih harus serumah dengan orang yang baru kutemui, bahkan harus tidur satu kamar. Namun Jiyong sangat baik. Dia memperlakukanku seolah sudah mengenalku sedari dulu. Dia juga membimbingku mengenali seluk-beluk ruangan di rumah baru kami. Kurenggangkan badanku perlahan dan meraba tempat Jiyong tidur semalam. Jiyong tidak ada.
To be continued...
Comments