Dear Rosaline

Dear Rosaline [Indonesia Ver.]


 

Dear Rosaline,

Aku baru saja membaca kisah Romeo and Juliet dan bagiku, kau adalah karakter yang paling menonjol. Perhatian semua orang tertuju pada kisah cinta 2 pemeran utama, tetapi justru karaktermulah yang mencuri perhatianku. Aku tahu bahwa kau hanya karakter fiksi dari salah satu kisah cinta terhebat sepanjang masa dan menulis surat untukmu bukanlah tindakan yang masuk akal, tetapi hanya kaulah yang benar-benar bisa aku pahami. Rosaline, Romeo seutuhnya milikmu sebelum ia bertemu Juliet. Kaulah satu-satunya gadis yang ia lihat dan cintai. Dia mengikutimu ke manapun dan kau tak pernah luput dari pikirannya. Dia jatuh dalam pesonamu, tapi itu tak mempengaruhimu. Kaulah penyebab dia bertemu Juliet! Romeo sedang mengikuti dan berharap bisa bertemu denganmu, saat dia melihat Juliet. Dia jatuh cinta sejak detik pertama melihatnya dan sepenuhnya melupakanmu. Kau adalah cinta pertama Romeo, Rosaline. Bukan Juliet. Jadi, pernahkah kau menyesal telah kehilangan Romeo karena sepupumu? Sakitkah rasanya, tergantikan dan dilupakan begitu saja oleh Romeo? Mengapa Shakespeare memutuskan untuk membuat karaktermu seperti ini, Rosaline? Mengapa?

Aku memutuskan untuk menulis padamu karena aku merasakan situasi yang sama. Aku juga terlupakan dan tergantikan. Dia adalah cinta pertamaku, Rosaline. Aku sangat mencintainya dan aku sangat yakin dia juga merasakan hal yang sama. Aku tidak mengira cintanya padaku akan berakhir tiba-tiba. Dan disebabkan oleh gadis lain. Apakah kau merasa sakit hati saat tahu bahwa Romeo telah menggantimu, Rosaline? Karena itulah perasaanku saat ini. Romeoku menemukan orang lain. Dia melupakanku. Dan aku tergantikan.

Namanya Oh Sehun, Rosaline dan dia adalah Romeoku.

 


 

Aku kelas 2 SMA saat pertama kali bertemu Oh Sehun. Dia anak baru di kota ini, karena itulah kami satu sekolah. Tak kusangka, murid-murid di sekolah tahu banyak hal tentangnya meskipun dia anak baru. Mereka bilang Sehun adalah anggota gang nakal dan paling jago dalam berkelahi. Mereka juga bilang, dia pindah karena telah hampir membunuh beberapa teman kelasnya dalam perkelahian yang melibatkan gangnya. Aku tidak peduli perkataan orang-orang tentangnya. Aku menolak percaya rumor tentang Sehun sebelum aku bertemu langsung dengannya.

Kejadian itu berlangsung pada jam istirahat, saat semua orang tidak sabar menuju kantin untuk melihat menu hari ini. Tetapi aku lebih memilih untuk tetap di kelas karena lupa mengerjakan PR. Aku sedang mengerjakan soal matematika rumit sambil mendengarkan musik ketika seseorang tiba-tiba melepas dan mengambil paksa headphoneku dari belakang.

“Apa-apaan ini?!” Kataku sambil berbalik untuk melihat siapa pelakunya.

Oh Sehun.

“Bolehkah aku pinjam ini? Trims!” Ucapnya dengan nada memuakkan, tanpa menghiraukanku. Dia memakai headphone itu lalu duduk di bangku pojok belakang.

Aku mengambil nafas dalam-dalam. Akan sangat kekanakan jika aku memulai pertengkaran dengan laki-laki sepertinya, jadi aku berdiri dan berjalan ke arahnya.

“Aku ingin headphoneku kembali.” Kataku.

Dia jelas-jelas menunjukkan keberandalannya dengan mengacuhkanku dan melanjutkan apa yang ia lakukan. Aku tahu dia tidak mendengarku karena headphone masih terpasang di telinganya. Tapi aku berdiri di hadapannya dan ia pasti paham siapa yang ku ajak bicara.

“Hei. Kembalikan headphoneku.” Perintahku.

Dia bahkan tidak melirik atau apa. Terus saja mengacuhkanku.

Kesabaranku mulai hilang, maka kali ini aku menirukan apa yang tadi dia lakukan. Aku melepas salah satu headphonenya dan berkata, “Kembalikan.”

“Sepertinya ada yang egois.” Dia akhirnya membuka mulut dan menatap tepat ke mataku.

“Itu bukan milikmu, tapi milikku. Dan kau tidak meminjam dengan sopan.”

“Aku melakukannya.” Dia membalas.

“Sejak kapan yang kau lakukan bisa dinilai sopan?” Tanyaku, mulai kehabisan rasa sabar.

“Hei, apa aku bilang headphonemu akan ku ambil? Hanya pinjam, dasar!” Kemudian ia bangkit dari bangkunya dengan kasar, yang sejujurnya membuatku takut. Sehun menatap mataku lagi.

“Aku... Aku tidak peduli. Aku... akan meminjamkan jika kau memintanya dengan baik,” jawabku terbata-bata. Bicaraku menjadi seperti ini karena aku sadar hanya sendirian dengan orang berbahaya seperti dia. Pandangan matanyalah yang paling membuatku takut. Aku bukan orang yang suka menghakimi, tetapi Sehun benar-benar menakutiku.

“Nih!” ucap Sehun lalu melempar headphoneku ke lantai.

“Hei!” Aku berteriak dan menatapnya. “Ambil.”

“Kalau tidak mau?” tanya Sehun padaku.

“Bantu semua orang di sekolah ini dengan cara kembali ke tempat asalmu.” Aku bukanlah orang yang kasar. Buktinya setelah mengatakan itu, aku merasa tak nyaman.

Sehun hanya tersenyum sinis. “Sepertinya aku tidak bisa melakukan hal itu. Aku baru saja membantu orang-orang di tempatku sebelumnya dengan pindah ke sini. Aku tidak sebaik itu.” Sehun berkata padaku dengan nada mengejek.

“Lalu kau merasa hebat?” Aku melontarkan sarkasme.

Sehun mulai marah dan menyambar kerahku. Dia tidak mungkin memukul gadis, kan? “Dengar, perengek kecil. Jangan menggangguku. Tahukah kau  rumor yang beredar? Tidakkah kau dengar aku hampir membunuh seseorang? Huh?!” Teriaknya padaku.

“Oh Sehun, lepaskan aku” air mataku perlahan mengalir.

“Aku bertanya.”

“Ya.” Jawabku. “Tapi aku tetap tidak percaya.” Aku meraih cengkramannya di kerahku yang perlahan menegang untuk sedikit melonggarkannya.

“Mengapa? Apa aku terlihat gampangan?”

“Tidak. Lagipula mengapa aku harus percaya? Aku bahkan tak mengenalmu.”

Sehun akhirnya melepau. Aku kira dia akan mengatakan sesuatu, tapi ternyata tidak. Dia malah berdiri membeku.

Aku mengambil headphoneku yang tadi dibuang ke lantai dan kembali ke bangkuku, menerima kekalahan. Aku tahu Sehun keluar ketika ia membanting pintu geser kelas. Aku mengambil nafas dalam-dalam dan kemudian melanjutkan PR ku.

 


 

Seusai sekolah, aku tetap tinggal untuk kegiatan klub. Bagiku selalu ada kegiatan setelah jam sekolah, entah klub atau tambahan bersama guru. Pertemuan klub selesai sudah, aku bergegas pulang. Hari sudah gelap ketika aku keluar sekolah. Berhubung ini pertengahan musim gugur, waktu siang menjadi lebih singkat. Dalam perjalanan menuju rumah, aku melewati sebuah gang gelap dan melihat 3 pria berlari ke arahku. Aku kira mereka akan melakukan sesuatu padaku dan ternyata mereka hanya melewatiku. Tapi aku mengenali salah satu di antara mereka.

Oh Sehun.

“Oh Sehun! Ku bunuh kau!” Ancam salah satu pria yang mengejar Sehun.

Aku tidak suka hanya menjadi pengamat, jadi tanpa pikir panjang, aku mengejar pria-pria itu. Untungnya, lariku cepat. Aku adalah anggota tim lari dan sudah memenangkan banyak medali emas. Aku hampir mampu mengejar ketika mereka tiba-tiba berhenti karena berhasil menangkap Sehun.

“Kau berandal kecil,” Kata salah satu pria itu sambil menendang perut Sehun.

Sehun mengerang. Darah dan luka di tubuhnya kini terlihat.

Pria satunya, yang belum melakukan apapun, menendang lutut Sehun sehingga ia berlutut di hadapan keduanya. “Bocah brengsek!” Mereka melayangkan tinju ke wajah Sehun, yang membuat rongga mulutnya berdarah. “Berani sekali memukul bos kami! Kau gila? HUH?!” Mereka berteriak padanya.

“Karena dia adalah bajingan seperti kalian berdua.” Sehun menghasut mereka.

Salah satu pria itu menendang Sehun dan membuatnya jatuh tersungkur.

Aku melihat sekitarku, tidak ada siapa-siapa. Aku sadar tidak akan ada bantuan, jika tidak ada seorangpun. Aku mengambil HP dari sakuku agar bisa menelpon siapa saja, tapi sayang tidak ada sinyal.

“Malam ini kau akan mati, Oh Sehun” kata pria itu sambil mengambil sebuah balok kayu dari tanah. Dia mengayunkannya dan memukul Sehun tepat di kepala. Sehun yang sedang mencoba bangkit, tidak sempat menghindar.

“Oh Sehun.” Ucapku pelan. Aku ingin membantunya, tapi keberanianku entah ke mana. Ku coba melangkah, tapi langsung terhenti ketika aku tidak sengaja menendang sebuah botol.

Suara botol yang aku tendang, menarik perhatian kedua pria itu. Mereka berusaha mencari dari mana suara itu berasal. Ketika mereka melihatku, aku mundur beberapa langkah, kemudian berlari saat mereka mulai mengejarku. Bagus. Aku berhasil mengalihkan perhatian mereka padaku. Lariku cepat dan pasti bisa dengan mudah lolos dari kejaran mereka. Kalau begini, Sehun akan punya waktu untuk melarikan diri.

Aku terus berlari seperti dikejar setan. Aku ketakutan, walaupun ini sebenarnya cukup menggairahkan. Jika saja aku mengenakan pakaian lariku, aku pasti bisa sedikit lebih cepat. Tetapi, sensasi itu berganti rasa takut ketika mereka berhasil menangkapku.

“Lihat siapa yang kita tangkap.”

“Hey~” Kataku dalam nada yang membuat mereka semakin marah.

“Gadis ini, kau mengejek kami?”

“Maaf, aku orang yang sangat ramah. Jadi...” Jawabku, mencoba meredakan ketegangan.

“Ramah? Jadi Oh Sehun temanmu?”

“Bukan! Dia orang yang kasar! Mengapa aku harus menjadi temannya?” Tanyaku, mencoba mengulur waktu untuk Sehun.

“Kalau begitu, kau pacarnya?”

“Mimpi!” Tegasku.

Aku tebak mereka menganggapku menjengkelkan dan mengakhiri sesi tanya jawab lalu menyeretku kembali ke tempat mereka hampir membunuh Sehun.

“Gadis manis, kau seharusnya tidak di luar selarut ini. Itulah mengapa kau bertemu kami.”

“Awww~ Trims pujiannya.” Aku menjawab bersemangat.

“Apakah Oh Sehun mengenalmu? Mengapa kau mengikutinya?” Tanya pria itu.

“Mengapa? Karena kalian mengganggunya!” Aku berpura-pura tidak memahami betapa serius situasinya.

Keduanya hanya tertawa. “Mengganggu?”

Kami akhirnya sampai di mana kami meninggalkan Sehun. Aku berharap dia akan kabur, tapi nyatanya, aku justru melihatnya berbaring sambil menggunakan tangannya sebagai bantalan kepalanya dan memandangi bintang-bintang!

“Hei, Oh Sehun!!!” Ujarku marah saat melihatnya.

Sehun menatapku dan menyeringai. “Kalian sudah kembali?”

Pertanyaannya membuatku heran. “Apa yang kau lakukan?!”

“Melihat bintang. Bergabung?” Jawabnya.

Aku mendengus. Menyesali apa yang telah kulakukan beberapa menit terakhir untuknya. Sehun benar-benar psikopat. Aku tidak percaya tadi aku mempertaruhkan nyawaku untuknya. Aku memandang kedua pria yang tangannya memegang lenganku dan memohon, “Bolehkah aku pergi sekarang? Tolong. Aku masih punya masa depan yang panjang. Lepaskan saja aku. Jangan bunuh aku.”

“Gadis kecil, seharusnya dari awal kau tidak ikut campur masalah ini.”

“Kami tidak bisa melepaskanmu. Kau mungkin saja mengadukan kami.”

“Aku janji. Mulutku akan terkunci rapat. Janji!” Ujarku.

“Terlambat.”

“Aku bahkan tidak boleh mengucapkan selamat tinggal pada yang kesayanganku?” Aku menangis. “Aku rindu kucingku!!!” Rengekku.

Dari sudut mataku, aku melihat Sehun mengambil kayu tadi dan berdiri di belakang dua pria ini.

Aku mencoba mengalihkan perhatian mereka dengan semakin merengek tentang hal-hal yang tidak masuk akal.

Sehun akhirnya memukul punggung 2 pria itu dan membuat mereka lumpuh tersungkur. Sehun menggenggam tanganku dan membawaku berlari ke tempat aman.

“Apakah itu benar-benar caramu bersandiwara saat orang seperti mereka menculikmu?” Sehun bertanya sembari kami berlari.

“Aku memberimu waktu untuk lari, bodoh! Dan siapa yang sempat-sempatnya mengagumi langit di tengah pertempuran sengit?” Aku balas bertanya.

“Apa? Bintang-bintang nampak cantik sepertimu tadi.” Ujarnya.

Yap, Sehun sepenuhnya psikopat.

Setelah aku dan Sehun sampai di tempat aman, aku berjalan di depannya sambil mencoba melupakan semua yang terjadi beberapa menit terakhir.

“Kau mau ke mana?” Sehun bertanya padaku,

“Rumah, psiko!”

“Psiko?”

“Ya! Psiko! Kenapa?!”

“Sampai bertemu di sekolah, bayi cengeng.” Kata Sehun.

“Tutup mulut!”

Aku menyadari kami masih terus berdampingan. Agak menakutkan sebenarnya, tapi setidaknya aku tahu siapa yang sedang berjalan bersamaku. Setelah kejadian tadi, pemikiran tentang pulang larut membuatku takut. Mungkin aku akan langsung pulang setelah kelas usai untuk beberapa waktu, atau boleh ku bilang sepanjang sisa masa SMA ku.

Aku hampir sampai rumah saat menyadari Sehun masih mengikutiku, jadi aku putuskan untuk berhadap-hadapan dengannya.

“Mengapa kau mengikutiku?” Tanyaku.

“Aku pikir kaulah yang mengikutiku.” Jawabnya dan berjalan melewatiku. Dia mengambil sesuatu dari sakunya, yang ternyata sebuah kunci.

“Aku mengikutimu?” Aku bertanya.

Ia menuju gerbang di sebelahku dan membukanya.

“Aku baru pindah ke sini. Di mana kau tinggal?” Sehun menyandarkan tangannya di atas gerbang dan bertanya padaku.

Jalan ini terlihat tidak asing. Tentu saja, rumahku berada di sekitar sudut jalan ini. Ini berarti satu hal. Oh Sehun dan aku bertetangga.

Aku mengacuhkan pertanyaannya dan melanjutkan perjalananku pulang. Saat aku dengar pintu gerbang terbuka, aku melihat ke belakang.

“Sekarang kau boleh bilang aku mengikutimu, karena memang.” Ucap Sehun sambil tersenyum manis, yang aku rasa sangat aneh.

Ku biarkan saja dia. Sesampai di rumah, aku masuk dan meninggalkannya sendirian.

“Hei, Yoon Jang Mi,”

Aku membalikkan badan saat dengar ia memanggilku. “Apa?”

“Berikan aku headphonemu.” Perintah Sehun.

“Headphoneku? Untuk apa?” Tanyaku.

Dia berpaling. “Dari mana kau mendapatkannya? Akan ku belikan yang baru.” Ujarnya.

Aku terkejut. “Hah?”

“Aku akan menggantikannya karena... kau tahu, lupakan saja.” Ucap Sehun kemudian berjalan ke arah rumahnya.

Aku tersenyum kecil. Hari ini aku mengalami banyak hal baru karena seorang psikopat bernama, Oh Sehun.

 


 

Keesokan paginya, dalam perjalanan ke sekolah, aku menyambungkan headphone ke iPod ku, agar perjalanan ke sekolah seorang diri tidak terasa membosankan. Saat aku menekan tombol mainkan, aku menyadari salah satu headphoneku tidak berfungsi. Kemudian, Sehun versi menjengkelkan muncul dalam pikiranku. Saat aku melihat rumahnya, kenangan tadi malam semuanya berputar kembali.

Aku sampai di sekolah dan menuju ke loker sebelum ke kelas. Ada pelajaran olahraga di pagi hari itu, maka aku mengambil seragam olahragaku. Saat aku membuka loker, aku melihat headphone yang sama persis dengan milikku. Perbedaannya hanya satu, yang itu baru.

“Oh?” Aku mengambil headphone baru itu. “Dari siapa ya?” Aku bertanya entah pada siapa.

“Apa yang kau dapat, Jang Mi?” Temanku Shi Yeon bertanya.

“Aku tidak tahu. Headphone, sepertinya.”

“Hei, Apakah itu dari Oh Sehun?” Tanya Shi Yeon.

“Oh Sehun? Bagaimana kau bisa tahu?”

“Aku melihat dia di toko saat aku berbelanja dengan ibuku semalam.” Jelas Shi Yeon. “Apakah ada sesuatu yang terlewat olehku? Apa yang terjadi? Kau berkencan dengan Oh Sehun?”

“Kencan?! Apa maksudmu? Aku bahkan hanya mengenalnya sekilas.” Aku membela diri.

“Penyanggahan, terus saja.” Dendang Shi Yeon. “Lalu mengapa dia memberimu itu? Bagaimana bisa di lokermu? Itu berarti dia tahu kunci kombinasimu. Hanya pasangan yang melakukannya. Tunggu! Itu berarti, kalian sudah jadian! Ke mana saja aku?” Shi Yeon mengungkapkan seperti detektif dalam film-film.

“Sherlock, tenang dulu.” Ujarku pada Shi Yeon.

“Cepat bicara dengannya! Sekarang!” Perintahnya.

Setelah berganti seragam, aku kembali ke kelas bersama Shi Yeon. Dia terus saja mengoceh tentang Sehun, jadi aku putuskan untuk berbicara dengannya setelah olahraga untuk menyelamatkan telingaku dari analisis-analisis gila Shi Yeon. Selain itu, jika memang benar headphone itu adalah pemberiannya, berterimakasih adalah hal yang benar untuk dilakukan.

Pelajaran olahraga dimulai dan semua menuju ke ruang gimnastik. Mataku, meski aku bersumpah aku tidak sengaja, selalu memperhatikan wajah Sehun. Saat aku melihat Sehun, matanya juga sedang memperhatikanku maka akhirnya kami saling menatap satu sama lain. Ini terus berlangsung beberapa kali selama kelas dan keadaan mulai menjadi canggung.

Setelah berolahraga, semua menuju tempat ganti baju, kecuali aku dan Sehun, yang aku minta tinggal di dalam ruang gimnastik untuk berbincang sebentar denganku.

“Hei, Oh Sehun.”

“Apa?”

“Ini dari kamu?” Aku bertanya dan menunjukkan headphone yang aku ambil dari kantongku.

Sehun melihatnya, lalu melihat ke arahku. “Siapa lagi yang akan memberimu ini?”

“Kalau begitu... trims. Kau sungguh tidak perlu-“

“Yoon Jang Mi.” Sehun menyelaku.

“Yeah?”

“Mulai sekarang aku akan menemanimu.” Sehun menyatakan.

“A...Apa?”

“Aku menyukaimu, Yoon Jang Mi.” Sehun mengaku.

“Tapi kita... kita baru bertemu.”

“Aku tahu, tapi aku sudah menyukaimu. Aku cenderung terus terang terhadap segala sesuatu. Jika aku menginginkannya, aku pastikan akan mendapatkannya apapun yang terjadi. Aku juga tidak ingin menunda-nunda, jadi ya, aku ingin di sisimu.”

Pikiranku benar-benar kosong karena apa yang Sehun katakan. “Tapi...”

Sehun tersenyum kecil.  “Menemani, Jang Mi sayang. Menemani. Kau boleh menolak jika kau mau. Aku tak memintamu menjadi pacarku detik ini juga.”

“Bagaimana? Bisa? Kapan?” Aku tidak habis pikir sampai bingung apa yang ingin ku tanyakan.

“Seumur hidupku, aku selalu dihakimi karena rumor. Semua orang percaya omong kosong, sehingga aku tidak sempat menjelaskan apapun. Tapi, kau hadir dan bersikap tidak seperti yang lainnya. Dan kau juga sangat mempesona tadi malam. Benar-benar tipe idealku, jadi salahkan dirimu karena berandal sepertiku jatuh cinta padamu.”

“Oh Sehun, jangan katakan hal seperti itu” Ku bilang padanya.

“Dan kau sangat cantik, Yoon Jang Mi. Seperti mawar segar.” Sehun berkata malu-malu, menghindari tatapanku. “Namamu sangat sesuai dengan dirimu. Jang Mi, rose dalam bahasa inggris dan mawar dalam bahasa indonesia.”

Aku tersenyum lebar karena pujiannya. “Terima kasih, tapi bagaimana bisa kau jatuh hati begitu saja pada orang sepertiku?”

“Itu yang aku maksud.” Komentar Sehun.

“Kau benar-benar psiko, Oh Sehun.” Aku melemparkan senyuman.

“Kalian berdua! Kenapa masih di sini?!” Guru gimnastik kami, Pelatih Lee Eunhyuk, berteriak dari seberang ruangan dan berlari ke arah kami.

Sehun dan aku memandang satu sama lain dan melarikan diri dari guru gimnastik kami, takut akan ditangkap dan diceramahi. Seperti adegan dalam film kesukaan para gadis, Sehun refleks menggenggam tanganku lagi saat kami berlari.

“Ini seperti kejadian semalam terulang lagi.” Sehun manatapku.

“Yap.” Aku membalas Sehun dengan senyuman manis. Aku sadar kalau aku selalu berlari saat aku bersama Sehun.

 


 

Oh Sehun serius dengan ucapannya. Dia selalu di sisiku. Anak-anak di sekolah bahkan memanggilku dengan sebutan ‘pacar Oh Sehun’, meskipun nyatanya tidak begitu. Aku pikir aku juga merasakan apa yang ia rasa, tetapi aku harus memastikan terlebih dulu apakah ini memang cinta atau bukan. Aku tidak yakin aku benar sedang jatuh cinta atau hanya terjebak dalam konsep jatuh cinta. Ini semua terjadi dengan sangat cepat, aku butuh waktu. Aku ingin diriku yakin, bahwa memang Oh Sehun yang ku inginkan. Aku tidak ingin ada yang terluka karena kesalahpahamanku tentang cinta.

 


 

Sebulan berlalu sejak Sehun berjanji untuk selalu berada di sisiku. Harus ku katakan, waktu yang ku jalani bersamanya cukup menakjubkan. Dia tidak pernah berpaling dan hanya akulah gadis yang ia lihat. Dia selalu ada saat aku membutuhkannya. Aku juga merasa, ia sangat manis jika sedang cemburu karena ada laki-laki yang mendekatiku. Tidak ada yang menyangka laki-laki sepertinya bisa mempunyai sisi lembut, tapi itulah kenyataannya. Dam itu adalah salah satu alasan aku mulai jatuh hati padanya.

Hari demi hari berlalu, dan Sehun mulai berubah, tetapi perubahan dalam arti baik. Sehun sekarang mempunyai sekelompok teman baru. Ia juga mulai bermain untuk tim sepakbola sekolah dan yang terpenting, dia menemukan tujuan hidup yang baru. Ia mulai memperhatikan pelajaran karena ia selalu bersamaku. Ia bukanlah orang menakutkan dan berbahaya yang dulu dikenal. Dia bukan lagi anggota gang nakal, Oh Sehun. Sekarang, ia hanyalah seorang Oh Sehun, sesederhana itu.

Aku mulai berpikir kalau Sehun benar-benar tulus. Dan dia bersungguh-sungguh tentangku. Suatu hari, Sehun menyiapkan kejutan untukku. Entah bagaimana caranya dia bisa meyakinkan seluruh penduduk kelas untuk mengatakan komentar seperti, ‘Sehun menyukaimu.’ Setiap kali mereka melihatku. Sepanjang hari, yang ku dengar hanya nama ‘Sehun’, yang diikuti dengan pesan gombal.

Aku sungguh berpikir aku jatuh cinta pada Oh Sehun.

 


 

Saat itu hari ke 12 bulan November ketika aku memutuskan untuk tinggal sepulang sekolah untuk mendapatkan tambahan dari guru bahasa inggrisku. Tentu saja, Sehun bersamaku. Sekarang kami sepaket. Di mana aku berada, di situlah ia. Sehun tidak begitu memerlukan tambahan. Sebenarnya, aku agak iri padanya karena ternyata ia baik dalam pelajaran inggris, sementara aku tidak. Bahasa inggris adalah pelajaran terburukku.

“Mengapa kau tetap tinggal? Kau kan sudah mengerti pelajaran tadi.”

“Tidak, siapa bilang.” Sehun mencoba mengelabuiku.

“Hentikan, pembohong. Kau bahkan tadi sempat mengajariku.”

“Baiklah. Aku memang mengerti pelajaran tadi.”

“Lalu, mengapa kau tetap tinggal?” Aku kembali bertanya.

“Karena aku juga ingin mendapatkanmu.” Rayu Sehun. Ia mendekati wajahku dan memberikan senyuman lebar hingga matanya juga tampak seperti tersenyum.

Aku agak menjauhkan diri, tapi ikut tersenyum. Aku mengalihkan wajahnya karena posisi kami sangat dekat, meski kemudian aku agak menyesalinya.

“Dan juga, jangan bersikap seperti kau tidak tahu. Kau tahu benar hanya kaulah alasan mengapa aku berada di sini, Yoon Jang Mi.”

Aku merasakan pipiku memerah lembayung karena apa yang Sehun katakan, jadi aku mengalihkan wajahku dan mengipasinya.

“Yoong Jang Mi.” Ia mendekati telingaku dan berkata. “Apakah kau tahu apa yang paling ku benci?”

“Apa?”

“Merindukanmu.”

Aku ingin tahu bagaimana bisa ia mengatakannya tanpa merasa mual. “Kau sangat gombal, Oh Sehun.”

Sehun mengulum senyum dan mengacak rambutku. “Belajar yang baik.”

Agak membosankan sebenarnya, jam tambahan ini, karena sudah sepanjang hari aku berada di sekolah, tetapi dengan Sehun di sisiku, semuanya berjalan baik-baik saja.

Jam tambahan kami akhirnya dimulai, Ms. Han mengatakan hal yang sama seperti aku saat melihat Sehun berada di kelas tambahan.

“Saya tidak suka harus merindukan Jang Mi, Ms. Han.” Sehun menjawab guru kami, jujur.

Ms. Han tidak terkejut dan berkata, “Ya ampun~ Jang Mi! Sudah, jadian saja dengannya! Kasihan sekali bocah malang ini.”

“Kau dengar itu, Yoon Jang Mi? Bahkan Ms, Han juga ingin kita bersama, seperti yang lainnya.”  Kata Sehun padaku.

Dia benar. Semua orang di sekolah ingin Sehun dan aku bersama. Sehun sudah menancapkan tonggak kepopulerannya saat ia pertama kali tiba di sekolah kami, maka semua orang mengenalnya. Aku dikenal di sekolah pula karena aku mengikuti lomba lari dan banyak klub berbeda, jadi semua orang tahu apa yang sedang terjadi antara aku dan Sehun.

Aku sedang mencoba fokus menganalisis pekerjaanku, tapi Sehun terus memberi catatatan kecil yang sebagian besar berisi pesan gombal seperti, “Aku mencintaimu.”,”Aku merindukanmu.”,”Aku ingin memelukmu.” Dan masih banyak lagi. Aku mencoba untuk tidak terpengaruh, tapi sulit sekali menahannya. Aku berbalik untuk menghadap Sehun yang duduk di belakangku.

“Ms. Han! Yoon Jang Mi tidak mengerjakan tugas yang kau berikan padanya.” Adu Sehun.

“Hei, Oh Sehun!” Aku berseru pada Sehun.

“Oh iya, Ms. Han...”

“Ada apa, Sehun?” Tanya Ms. Han.

“Apa bahasa inggris dari, ‘kaulah cinta pertamaku.’?”Tanya Sehun.

“You’re my first love.” Jawab Ms. Han.

“Bagaimana dengan, ‘Jadilah milikku.’?” Tanyanya lagi.

“Please be mine.” Ms. Han menerjemahkan untuk Sehun.

“Terima kasih Ms. Han!” ujar Sehun dan melanjutkan yang dia lakukan di belakangku.

Aku mencuri pandang dari kursiku, tapi tertangkap basah dan dibalas seringai olehnya, maka aku membenarkan kembali posisiku. Aku tidak ingin menerima ejekan darinya.

Aku menerima catatan lain dari Sehun setelah beberapa menit. Aku tidak tahu berbalas pesan bisa semenyenangkan ini.

 

You’re my first love.

Please be mine.

O or X?

 

Aku membalas pesannya dan mewarnai jawabanku dengan stabilo kuning dan tersenyum usil. Aku melempar catatan itu kembali padanya dan melanjutkan tugasku.

 

You’re my first love.

Please be mine.

O or X?

 

Sehun menendang kursiku karena jawabanku yang jahil.

Sudah saatnya pulang, semua murid di kelas ini mulai membereskan barang mereka dan satu persatu mulai pulang setelah mengucapkan selamat tinggal pada Ms. Han.

“Kau duluan saja, Sehun. Ada yang perlu aku bicarakan dengan Ms. Han.”

“Akan ku tunggu di tangga bawah.” Sehun menjawab dan keluar kelas.

“Ms. Han. Bagaimana jika saya gagal dalam tes bahasa inggris?” Tanyaku pada Ms. Han.

“Tidak, tidak akan, Jang Mi. Tapi jujur padaku, apa yang sulit dalam pelajaran ini?” Tanya Ms. Han.

“Entahlah, Ms. Han. Mungkin memang karena saya tidak bisa.”

“Hmmm... biar ku bantu. Buku apa yang kau sukai? Percintaan? Suspense? Fantasi?”

“Percintaan. Mengapa Ms. Han?”

Ms. Han menuju rak buku dan mengambil sebuah buku kemudian menyerahkannya padaku.”Ini. Romeo and Juliet. Ini adalah salah satu kisah cinta terhebat sepanjang masa. Bacalah. Ini adalah terjemahan Inggris modernnya, omong-omong. Bahasa yang digunakan Shakespeare lebih sulit untuk dipahami.”

“Apakah anda ingin saya semakin membenci bahasa inggris, Ms. Han?” tanyaku. Membaca bukanlah salah satu hobiku.”Aku tidak mau membacanya.”

  “Seingatku, akulah gurunya di sini.” Ms. Han bercanda dan tersenyum lebar padaku. “Jangan khawatir, Jang Mi. Ada terjemahan bahasa Indonesianya di situ, untuk memudahkanmu memahami ceritanya, tapi aku tetap ingin kau membaca versi inggrisnya  dan memperbaiki keampuanmu, mengerti?” Tanya Ms. Han.

“Baiklah. Kalau begitu selamat malam Ms. Han. Terima kasih banyak!” Aku memberi salam dan keluar kelas untuk bertemu Sehun yang menungguku.

Sehun dan aku akhirnya meninggalkan sekolah. Sambil berjalan, Sehun tak henti-hentinya mengucapkan kalimat yang tadi ia pelajari.

“Come on. Come on.” Katanya dengan aksen lucu.

Aku hanya tertawa. “Ya ampun, Oh Sehun!”

“Bagaimana jika aku rap dalam bahasa inggris untukmu?” Dia bertanya.

Aku hanya mendengus dan berjalan mendahuluinya, mencoba menahan agar tidak tertawa.

Sehun mengejarku dan perlahan membentuk tempo. "Yo! Come on~ Jang Mi, Jang Mi! Come here! Come here!” Aksen Sehun sangat konyol! Nilaiku memang tidak bagus, tapi lain halnya dengan kemampuan berbicaraku. “Look at me! Look at me!”

“Sehun, kau memalukan.” Candaku.

“I love you, love you~ Jang Mi, Jang Mi!” Dia meneruskan rapnya. “You’re my first love. Please be mine. Please, please, please. I love you. I love you.”

Aku menyerah. Aku tertawa melihat wajah Sehun. Dia terlalu manis untuk didiamkan. “Baiklah, Sehun. Kau mencintaiku! Kita berdua sudah tahu itu.”

“Deng!” Sehun menirukan bel. “Salah. Jawaban yang benar adalah ‘Aku mencintai Oh Sehun’.” Ia meralat.

Aku hanya mendengus dan tersenyum kecil padanya.

Kami berdua melanjutkan perjalanan dalam diam.

“Jang Mi.” Sehun memanggil.

“Hmmm?”

“Kapan kau akan akan menerima perasaanku?” Tanyanya.

“Sehun... Aku...”

“Sudah sebulan aku menemanimu. Bukannya aku protes, tapi... hanya saja... apakah pembuktianku belum cukup? Aku berubah untukmu. Aku bahkan dipukuli oleh gang itu hanya untuk membuatmu bangga. Aku ingin kau bisa memamerkan pacarmu tanpa harus merasa malu. Aku mencintaimu, Yoon Jang Mi. Tidakkah kau-“

Aku menutup mulut Sehun dengan menempelkan bibirku ke miliknya. Aku bisa menduga Sehun pasti kaget dari tindakanku ini, tapi ia dengan cepat membalas ciumanku. Sehun melingkarkan tangannya di pingganggku dan sebagai balasan, aku mengalungkan tanganku di lehernya. Kami berciuman beberapa detik sebelum memisahkan diri kami. Kami menyandarkan dahi satu sama lain dan tersenyum lebar.

“Itu tadi untuk apa?” Tanya Sehun.

“Itu sebenarnya rencanaku untuk hari Natal, tapi seseorang sepertinya agak tidak sabaran.” Terangku.

“Natal? Ini baru bulan November!” Kau ingin membuatku menunggu selama itu?” Tanya Sehun tak percaya.

“Aku tidak tahu hadiah Natal yang bagus untukmu, jadi aku pikir jawabanku akan menjadi hadiah yang cukup baik.” Kataku percaya diri sambil tersenyum jahil padanya.

Sehun mencium bibirku sekilas dan berujar “Kalau begitu untukku, majukan saja Natalnya.” Kami melepaskan diri kemudian menggenggam tangan satu sama lain. Ajaibnya, salju pertama turun saat kami menautkan jari-jari kami.

“Oh! Salju!” Sehun berseru.

“Sehun, apakah kau ingin membuat permohonan?”

“Permohonan? Memangnya ada apa?”

“Mereka bilang jika kau bersama orang yang kau cintai saat salju pertama turun, permohonanmu akan dikabulkan.” Beritahuku.

“Kalau begitu ayo.” Kata Sehun.

Aku melepaskan tangan Sehun dan menyatukan kedua tanganku sambil memejamkan mata.

“Aku harap aku dan Jang Mi tidak akan pernah berpisah.” Sehun menyerukan permohonannya.

“Apa-apaan itu? Itu permohonanmu?” Dengusku.

Sehun mengangguk. “Aku sudah mendapatkan apa yang aku ingin. Mengapa harus ku lepaskan? Apa permohonanmu?”

“Rahasia~” Dendangku dan menggengam tangan Sehun. “Ayo.”

“Ini tidak adil! Aku sudah memberitahumu. Baiklah! Aku akan memohon yang lain karena kau tidak memberitahuku.” Kata Sehun. “Aku harap Jang Mi memanggilku ‘Sayang’.”

Aku melihat ke arahnya dan mencubit hidungnya. “Silahkan bermimpi.”

Sehun mencibir. Ia mengenggam tanganku dan melanjutkan perjalanan kami di tengah turunnya salju pertama di Korea Selatan.

Aku menyandarkan kepalaku di lengannya sembari berjalan dan berujar, “Aku mencintaimu, Oh Sehun.”

“Aku juga mencintaimu, Yoon Jang Mi.”

Aku sebenarnya tidak memohon apa-apa malam itu. Semuanya sudah sempurna, apalagi yang ku inginkan?

 


 

Sehun dan aku sangat bahagia. Kami saling mencintai. Dia bilang akulah cinta pertamanya dan aku bilang dia milikku. Dia selalu membuatku tersenyum saat melihatnya. Hanya dia yang dapat ku pikirkan. Aku pasti kecewa bila tidak bisa melihatnya, kesal saat kami saling mendiamkan, marah pada dunia saat kami bertengkar, tapi aku selalu bahagia saat bersamanya. Aku hanyalah anak muda tanpa pengalaman yang sedang buta karena jatuh cinta.

Banyak orang bilang bahwa kami terlalu muda untuk mencintai satu sama lain segila ini, tapi kami tak peduli. Kami mungkin terlihat bodoh di mata orang, tapi tidak kami hiraukan. Sehun dan aku tahu perasaan kami nyata adanya.

Dia adalah Romeoku dan akulah Julietnya... Itulah akhir yang aku kira.

 


 

Sehun dan aku sudah hampir 2 bulan jadian. Natal telah tiba dan aku ingin menghabiskan waktuku bersamanya. Aku belum melihatnya sepanjang hari. Keluargaku memiliki tradisi untuk tinggal di rumah setiap tanggal 24 dan 25 Desember untuk dihabiskan bersama anggota keluarga. Sepanjang hari itu aku mati bosan. Pertemuan keluarga tidak begitu menarik untukku. Handphoneku disita karena orangtuaku tahu aku pasti asyik mengirim pesan atau menelpon Sehun dan tidak mengacuhkan kehadiran mereka. Sebelum disita, aku sempat mengirim pesan pada Sehun yang berisi,

 

Selamat Hari Natal, Sayang :)

 

Setelah merayakan pesta malam natal, aku meminta handphoneku kembali. Mereka akhirnya memberikannya padaku kemudian pergi tidur. Aku tidak sabar untuk melihat balasan Sehun untukku, tapi sayangnya tidak ada pesan yang aku terima.

“Apa-apaan ini? Ia bahkan tidak membalas pesanku.” Aku mengguman. Aku sangat merindukan Sehun jadi aku mengendap-endap keluar rumahku untuk menuju rumahnya. Sebelum pergi, aku mengambil hadiah Natalku untuknya di bawah pohon Natal kemudian berjalan meuju pintu.

Aku mengirim pesan pada Sehun saat sampai di rumahnya. Aku juga membunyikan bel dan mengetuk beberapa kali, tapi tidak ada jawaban. Aku menunggu di depan rumahnya selama setengah jam, tapi ia tak kunjung datang. Aku berniat pulang karena hari mulai larut dan dingin menyergap, tapi saat aku melihat sekitar untuk terakhir kali, akhirnya aku melihatnya. Ia berjalan menuju rumahnya dengan tangan dalam saku. Aku merasa senang. Dengan begitu ia bisa memakai hadiah Natal dariku.

“Hei, Oh Sehun!”

“Ja...Jang Mi.”

“Bisa-bisanya tidak membalas pesan pacarmu? Aku sangat merindukanmu!” Aku mendekatinya dan melingkarkan tanganku di sekelilingnya. “Tapi akan ku maafkan karena ini hari Natal.”

“Jang Mi...”

“Apa? Kau pasti merasa bersalah kan?” Aku mengejeknya.

“...Yeah.” Dia menjawab singkat.

“Bagus kalau begitu.”

Sehun mendorongku pelan dan mengucapkan kalimat yang tidak pernah ingin ku dengar darinya. “Jang Mi... Kita akhiri saja sampai di sini.”

“Apa?”

Sehun menghindari tatapanku dan berkata, “Aku jatuh cinta pada orang lain.”

“Se..se...secepat itu? Ini... bahkan belum genap 2 bulan kita...” Aku tak kuasa menjawab

“Maafkan aku, Jang Mi.”

“Kau bahkan tidak sanggup menunggu sampai Natal usai untuk putus denganku? Apakah kau begitu ingin menyingkirkanku?” Tanyaku. Air mata perlahan mulai mengalir di pipiku. Rasanya sakit sekali.

“Aku merasa seperti aku telah membohongimu, Jang Mi. Aku sungguh tidak bermaksud. Maafkan aku.”

“Oh Sehun...”

“Maafkan aku, Jang Mi.”

“Kita berakhir di sini?”

“Aku benar-benar minta maaf.”

“Apakah kau mencintaiku?”

“Aku pernah mencintaimu, sungguh.”

“Pernah.”

“Sungguh Jang Mi, maafkan aku.”

“Kau tidak pernah serius kan selama ini?” Tanyaku. “Aku tahu, Sehun. Ini.” Aku tidak memberinya waktu untuk menjawab, karena aku tidak ngin lagi mendengar kata-kata menyakitkan darinya. Aku hanya memberikan tas kertas yang berisi hadiah natalku untuknya. “Pastikan kau selalu memakai ini, agar tanganmu hangat saat menggenggam tangannya.” Aku mengumpulkan keberanianku dan berkata. “Aku pergi dulu.”

“Maafkan aku, Jang Mi. Sungguh”

Aku berjalan menjauhinya. Aku berjalan menjauh dari Oh Sehun, cinta dan patah hati pertamaku.

 


 

Waktu terus berjalan. Hari, minggu, bulan, telah berlalu, tapi aku masih belum bisa melupakan Sehun. Rasanya tidak mungkin mengobati luka yang ditorehkannya, tapi aku tetap harus melanjutkan hidupku seperti semula. Rasanya menyakitkan, kesendirian, kekosongan, dan penderitaan yang ku rasakan karena Sehun. Aku mungkin terlihat konyol di mata orang-orang karena menangisi hubungan yang hanya berjalan selama 2 bulan, tapi aku tak peduli. Sehun adalah cinta pertamaku. Cinta pertama yang tak akan pernah bisa telupakan.

Pacar baru Sehun, Son Joo Li, rupanya masuk sekolah kami. Dia setahun lebih muda, tapi Sehun terlihat sangat mencintainya. Mereka tidak pernah meninggalkan sisi satu sama lain kapanpun di sekolah. Melihat Sehun bahagia bersamanya membuatku gila. Fakta bahwa aku masih menangisi perpisahan kami, saat dia bahagia bersama gadis lain menghancurkan hatiku menjadi berkeping keping, karena aku masih mencintainya. Aku masih sangat mencintai Oh Sehun.

Aku mencoba menghindari Sehun di sekolah sebisa mungkin, yang sebenarnya tidak mungkin terjadi. Kami berdua satu angkatan, satu kelas, memiliki kumpulan teman yang sama, menghindarinya sangatlah sulit untuk dilakukan. Kami juga sering berpapasan sepulang sekolah karena kami bertetangga, tapi aku selalu mengabaikannya, meskipun dari dalam rasa sakit itu membunuhku perlahan.

 


 

Suatu hari saat jam olahraga sedang berlangsung, Sehun memutuskan untuk mencairkan kebekuan di antara kami dan mencoba berbicara padaku.

“Yoon Jang Mi, bagaimana kabarmu? Aku belum sempat mengucapkan terima kasih untuk hadiah Natal darimu.” Dia berbicara padaku seolah-olah tidak ada yang terjadi di antara kami.

“Sehun, jangan lakukan ini. Jangan bersikap seperti tidak terjadi apa-apa.”

“Aku minta maaf.”

“Hatiku sakit dan aku lelah. Jangan ucapkan kata itu lagi. Aku tidak ingin kau merasa kasihan padaku. Ya, aku masih mencoba untuk bangkit, tapi aku tidak butuh belas kasihanmu.” Aku bercerita jujur padanya.”Aku mau pergi ke kelas sebelum Pelatih Lee melihat kita.” Kataku dan berjalan menjauh dari Sehun.

Sehun mencoba menahan kepergianku dengan menggenggam lenganku. “Bisakah kita bicara?”

“Tidak.” Jawabku. “Karena tidak ada yang perlu dibicarakan.”

“Bisakah kau dengarkan aku dulu? Dengar, aku sangat serius tentang perasaanku padamu. Aku sungguh mencintaimu, Jang Mi. Hanya saja aku merasa bersalah... Joo Li itu-“

"Sehun, tahukah kamu siapa Rosaline?"

"Siapa dia?"

"Dia adalah cinta pertama Romeo. Romeo sangat mencintainya, sampai ia bertemu Juliet. Setelah dua pemeran utama muncul, dia tidak pernah disebutkan lagi. Kau tahu kenapa?" Tanyaku pada Sehun sambil menyeka air mataku.

"Karena Romeo menggantikannya dengan Juliet. Dia melupakan semua tentangnya karena cintanya pada Julietlah yang sejati." Terangku.

“Hei, Yoon Jang Mi! Ini tidak seperti itu... Kaulah cinta pertamaku.” Sehun mengaku.

“Oh Sehun... Sebaiknya kita jangan bertemu lagi. Aku akan membantumu dan Joo Li dengan melupakanmu dalam diam. Aku bisa mengatasi ini, Sehun. Jangan khawatir.”

Sehun menundukkan kepalanya dan aku lihat air matanya menetes. “Maafkan aku, Jang Mi.”

“Cinta pertama sangat konyol, bukan?” Kataku sambil tersenyum pahit saat ia mendongakkan kepalanya.

“Yoon Jang Mi, maafkan aku.”

“Selamat tinggal Sehun.” Aku kembali tersenyum padanya. Aku memutuskan untuk melupakannya. Aku akan kembali baik-baik saja. Sudah cukup air mata dariku untuknya dan ini saatnya melanjutkan hidupku. Sudah saatnya bagiku melepaskan cinta pertamaku. Seorang psikopat bernama, Oh Sehun.

 


 

Pada akhirnya Rosaline, aku belajar bahwa dalam kehidupan, kau hanya harus melupakan dan melepaskan. Kau tidak bisa terus menerus menggenggam sesuatu selamanya. Sama seperti cinta pertama. Pengalaman cinta pertama memang tak terlupakan, tapi kau harus melepaskannya. Kau tidak bisa mengulang waktu sekalinya telah usai. Itulah pesona utamanya. Dan takdir memiliki jalannya sendiri. Jika seseorang adalah jodohmu, kau akan bertemu dengannya apapun yang terjadi. Menurutku, Romeo memang ditakdirkan untuk bersama Juliet, itulah mengapa pada akhirnya dia bersama Juliet dan bukan kau.

Jika kau penasaran tentang kisah cintaku bersama Sehun, aku akan menceritakan padamu bahwa itu sudah berakhir. Berakhir karena itulah keputusan kami berdua. Aku juga akan pindah ke sekolah lain. Bukan karena dia, tetapi karena pekerjaan ibuku. Hal yang bagus. Semuanya akan berjalan sebagaimana mestinya. Melupakannya akan terasa lebih mudah.

Rosaline, aku menikmati kisah Romeo and Juliet. Mengajarkanku banyak hal tentang cinta yang sama sekali tidak aku ketahui. Hanya saja cukup menyedihkan betapa pada akhirnya tokoh yang saling mencintai itu harus mati dan peranmu tidak begitu besar. Tetapi aku akui, Romeo and Juliet memang merupakan salah satu kisah cinta terhebat sepanjang masa.

Salamku,

Yoon Jang Mi.

 


 

15 tahun kemudian...

 

“Siapa sangka murid terburukku dulu sekarang malah menulis buku yang sudah diterbitkan? Dan dalam bahasa inggris!” Ms. Han mengatakan dengan semangat saat aku mengunjungi sekolah lamaku setelah sekian tahun berlalu.

“Saya kira pelajaran tambahan waktu itu benar-benar membantu.” Kataku padanya sambil tersenyum lebar.

“Hei! Aku juga mengunjungi situsmu, Rose, dan mengajukan beberapa pertanyaan. Sekarang dirimu sangat terkenal, bukan? Banyak orang bertanya di situ. Aku sangat bangga padamu, Jang Mi.”

“Terima kasih, Ms. Han. Dan hentikan, saya tidak seterkenal itu. Memang ada beberapa penggemar yang berselera bagus, termasuk ibuku.” Candaku.

“Kemari, Jang Mi!” Kata Ms. Han dan memelukku. “Aku turut senang semuanya berjalan baik bagimu.”

“Trims, Ms. Han.” Kataku dan memandang sekeliling kelas. “Oh, sudah banyak hal yang berubah di sini.” Ujarku.

“Aku tahu. Aku bahkan mengajar kelas junior sekarang.” Cerita Ms. Han dan melepau. “Berkeliling sana. Masih banyak yang mungkin masih kau kenali.”

“Baik.” Jawabku sambil melihat-lihat. “Oh, Romeo and Juliet masih di sini.” Kataku saat melihat buku yang 15 tahun lalu sangat ku sukai.

“Kau benar-benar menyukai cerita itu, kah?”

“Ya.” Jawabku dengan senyuman sambil membolak balik halaman. “Sudah 15 tahun, tapi buku ini masih tetap seperti saat aku mengembalikannya padamu.”

“Tentu! Aku sangat berhati-hati pada bukuku.”Cerita Ms. Han. “Bercanda, sebenernya sesudahmu Oh Se-“

“Oh... Oh Sehun meminjam ini?” Tanyaku saat melihat daftar peminjam buku di halaman terakhir. Setelah namaku, nama Sehun tercetak dan dialah yang terakhir dalam daftar.

“Ya, waktu itu aku merasa agak aneh.” Terang Ms. Han.

Aku terkejut. Dia tidak seharusnya meminjam buku ini! Surat... surat... surat yang ku tulis untuk Rosaline aku selipkan di sini. Surat untuk Rosaline yang berisi ceritaku. Cerita kami.

“Ada masalah, Jang Mi?”

“Ms. Han... saat Sehun mengembalikan ini padamu, apakah ada kertas di dalamnya? Mungkin surat atau semacamnya?” Tanyaku, mencoba tidak terlihat mencolok.

“Tidak. Tidak ada. Mengapa?”

“Ti...tidak apa-apa... Ms. Han” Kataku lalu menghela nafas.

“Kau telah melewati banyak hal, Jang Mi. Cinta sungguh menyakitkan.” Terang Ms. Han.

Aku melempar senyuman padanya dan berkata, “Masa lalu adalah masa lalu, Ms.Han. Saya sudah melupakan Oh Sehun sepenuhnya.”

“Aku tahu. Waktu itu kau hanyalah seorang gadis remaja, tapi sekarang kau adalah  wanita yang sudah menikah. Mengapa waktu berjalan begitu cepat? Omong-omong, bagaimana kabar suamimu?” tanya Ms. Han.

“Luhan baik-baik saja. Dia mendapat promosi yang sudah ditunggu-tunggunya di bank.” Beritahuku.

“Bagus, bagus.”

Kemudian, bel yang menandakan mulainya kegiatan sekolah berbunyi.

“Tunggu sebentar. Akan aku kenalkan kau pada kelasku, Jang Mi. Mereka akan suka jika ku beritahu dulu kau buruk dalam bahasa inggris." Kata Ms. Han.

“Baik, Ms. Han.”

Murid-murid mulai memasuki ruang kelas. Aku tiba-tiba bernostalgia dengan masa SMA ku. Masa muda, teman-teman, kerja keras, guru-guru, dan yang paling penting Oh Sehun, yang menjadi simbol karir SMA ku.

“Ms. Han, kepala sekolah memanggilmu ke ruangannya.” Seorang murid memanggil Ms. Han dari ambang pintu.

“Oh~ Aku segera ke sana.” Ms. Han memberi perintah pada murid-muridnya dan menatapku. “Jang Mi, bisakah kau mengawasi mereka?” Tanya Ms. Han, merujuk pada kelasnya.

“Bisa. Silahkan, Ms. Han. Akan aku ambil alih.”

“Terima kasih banyak.” Ms. Han meninggalkan kelas dan sekarang aku sendirian bersama anak-anak junior.

“Siapa anda?” tanya seorang murid.

“Halo, semuanya! Nama saya-“

“Hei, Oh Se Joo! Kembalikan headphoneku!” Seorang murid perempuan memasuki ruang kelas, diikuti seorang murid laki-laki.

“Mengapa kau sangat egois?” Tanya laki-laki itu lalu duduk di bangku pojok belakang kelas.

Aku menunduk dan tersenyum simpul karena adegan itu mengingatkanku pada sebuah kenangan terlupakan.

Pertemuan pertamaku dengan Oh Sehun.

Faktanya, bagiku anak laki-laki itu tampak seperti Sehun, yang semakin menguatkan kenanganku. Kenangan itu semakin jelas dan dua remaja 16 tahun yang beradu pendapat muncul dalam pikiranku. Aku hanya tersenyum tipis.

“Oh, siapa itu? Apakah dia guru baru kita? Apakah Ms. Han pensiun karena dia sudah tua? Aku suka yang satu ini! Dia cantik!” Kata anak laki-laki yang bernama Oh Se Joo.

Nakal, tapi menawan. Persis seperti Oh Sehun. Seseorang bisa saja mengira dia adalah anak Sehun, tapi itu tidak mungkin, kan? Se Joo berumur 14. Jika dia adalah anak Sehun artinya ia lahir setahun setelah perpisahanku dengan Sehun. Yap. Tidak mungkin.

“Ya, Oh Se Joo! Kau diperintahkan untuk ke ruangan Pelatih Lee.” Seorang murid muncul di pintu.

“Sekarang?!”

“Hei! Ini serius! Ayahmu juga ada di sana.”

“Ayah?! Aishh!!” Se Joo berdiri dari bangkunya. “Nih.” Ia melepas headphone dari telinganya dan melemparnya ke arah lantai.

“Ya!” Anak perempuan itu berseru pada Se Joo.

Se Joo tidak peduli dan membanting pintu kelas.

Setelah Se Joo menutup pintu, seluruh kelas mulai mengobrol. Kebanyakan tentang apa yang akan terjadi pada Se Joo atau apakah yang ia telah lakukan. Semua murid tampaknya tertarik pada persoalannya. Dasar anak-anak.

Ms. Han akhirnya masuk ke ruang kelas dan berkata, “Ya ampun~ Aku selalu melihat Oh Sehun di sini.”

“Anda bilang Oh Sehun, Ms. Han?”

“Ah~ bagaimana bisa aku lupa bilang padamu? Maafkan aku, Jang Mi. Sehun-“

Pintu geser itu terbuka lagi dan Se Joo berdiri dengan wajah tertunduk.

“Masuk dan minta maaf!” Sebuah suara dari luar memerintah Se Joo. Entah bagaimana rasanya suara itu terdengar tidak asing dan aku tahu jika aku melihat siapa pemiliknya, aku pasti mengenalinya.

“Tidak mau minta maaf?!” Tanyanya. Sang pemilik suara merasa jengkel karena Se Joo tidak mematuhinya, maka ia menggeret tangannya dan menyeretnya ke hadapan para murid. Wajahnya kini terlihat oleh mataku. Dan aku benar. Aku mengenalinya. Aku tahu itu pasti dia. Aku yakin aku sedang memandangi Oh Sehun.

“Ayah! Kau mempermalukanku!” Kata Se Joo pada Sehun.

“Mempermalukan?! Berani-beraninya berkata seperti itu? Kamu yang mempermalukanku, Oh Se Joo.”

Sekarang ini masuk akal! Se Joo adalah anak Sehun. Jika perhitunganku tepat, ia lahir pada tahun Sehun berumur 17. Tidak mungkin... Jadi, saat itu Joo Li hamil karena Sehun?!

“Maafkan aku tentang ini Ms. Han.” Kata Sehun sambil melihat Ms. Han, tapi matanya segera ingin menatapku saat melihat ku ada di sisi  Ms. Han. “Ja... Jang Mi...”

Aku terkejut, Sehun ternyata masih mengingatku. Ia masih ingat namaku setelah sekian lama.

Aku tidak tahu harus bagaimana. Aku membeku, jadi aku hanya menunduk sopan padanya. “Selamat pagi, ayah Se Joo.” Kataku.

 


 

“Bagaimana kabarmu, Jang Mi?” Tanya Sehun saat kami berjalan mengelilingi perumahan di mana kami tinggal 15 tahun lalu.

“Aku baik. Bagaimana denganmu, Sehun?” Aku balas menanyainya.

“Baik.” Jawabnya singkat

“Anakmu terlihat dan bersikap persis sepertimu.” Kataku.

Sehun mendengus dan tersenyum mengejek. “Chh. Aku jauh lebih tampan dari bocah itu.” Dia menyombong. “Omong-omong, selamat atas bukumu.”

“Oh, Dari mana kau tahu?” Tanyaku, terkejut.

“Aku sudah menjadi penggemarmu sejak ceritamu yang pertama.”

“Cerita pertamaku?”

“Dear Rosaline.”

“Ahhh~ Jadi kau yang mengambilnya.” Ujarku.

“Mengapa kau menyukai cerita itu? Kedua tokoh utamanya justru mati pada akhirnya.” Tanya Sehun padaku.

“Seperti yang kau baca pada cerita ‘pertama’ku, Romeo and Juliet mengajarkan banyak hal padaku.” Jawabku.

Sehun tersenyum tipis dan menghela napas. “15 tahun telah berlalu, kau masih secantik mawar segar.”

“Trims. Tak ada juga yang berubah padamu, Oh Sehun.”

Sehun dan aku terus berjalan dalam keheningan. Kami berdua melihat lingkungan yang membuat kami bernostalgia ke masa-masa SMA kami.

Tiba-tiba Sehun berkata, “Jang Mi... Aku ingin kau tahu bahwa kau tak pernah tergantikan, apalagi terlupakan.”

“Apa?”

“Kau tak pernah tergantikan di hatiku dan aku tidak akan pernah lupa semuanya tentangmu. Maafkan aku dulu menghancurkan hatimu. Aku hanya terjebak dalam takdir yang tak menentu.”

“Aku mengerti, Sehun. Aku paham mengapa kau melakukan itu. Dan jangan kau mengira takdirmu berantakan. Lihat, kau bahkan punya anak yang menakjubkan.”

“Jika saja waktu bisa ku putar kembali. Aku tidak akan membuat kesalahan semacam itu.”

“Hentikan. Anakmu, Se Joo bukanlah kesalahan.” Kataku.

“Bukan Se Joo. Tapi keputusanku. Saat itu aku mabuk dan menghabiskan malam bersama Joo Li. Kemudian, hal selanjutnya yang aku tahu, aku akan menjadi seorang ayah meski usiaku baru 16 tahun.”

“Kau sudah melewati masa-masa yang sulit, Oh Sehun.” Kataku padanya.

“Tak sebanyak yang kau alami, Jang Mi. Kau patah hati karenaku. Aku menduakanmu. Aku pantas mendepatkan ini semua karena sudah menyakiti seseorang yang istimewa sepertimu.”

Aku hanya melemparkan senyumku. “Sekarang aku mengerti mengapa dulu kau terus meminta maaf.” Kataku.

“Jang Mi, jika saat itu aku tidak menghamili Joo Li, apakah kita masih bersama?” Tanya Sehun.

“Aku tidak tahu jawabannya, Sehun.”

Sehun tersenyum tipis. “Di kehidupan selanjutnya, aku pastikan kaulah Julietku, Jang Mi.”

Aku tersenyum lebar dan berkata, “Harus Sehun. Kau harus memastikan kau melakukannya.”

 



 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
keyhobbs
#1
Chapter 1: heol !kukira Sehun benar2 jahat ninggalin Jang Mi cuma bwt cewek lain,ternyata dia cowok yang bertanggung jawab:) I like this story
baeeeya
#2
Thank you so much for taking the time to translate my story cupcake! Love ya! Lots <3