Truth or Dare

Antara Ada Dan Tiada
blood_rose_s_cutie_mark_by_exkira-d4gsbm

truth or dare

 main cast: t-ara

"Buat yang lebih besar dong!", aku berteriak pada temanku SoYeon yang sedang menyalakan api unggun yang apinya tak jauh beda dengan nyala korek api, itulah yang terjadi karena kita kehabisan benda yang dapat kami bakar.

"Caranya?!" So Yeon bertanya dengan jengkel sambil merojok-rojok api itu dengan sebatang kayu, entah untuk membuatnya tambah besar atau apa aku tidak mengerti. Yang jelas aku benar-benar jengkel.

"Ya kau tambah lagi kayu bakarnya!" lagi-lagi aku berteriak, kali ini dengan gigi yang menggertak karena kedinginan.

Hidung SoYeon mengernyit lalu dengan sebatang kayu ditangannya dia menunjuk ke pintu, "Ya sudah kau saja yang keluar sana mencari kayu bakar, Ham Eun Jung!"

Mendengar perkataan SoYeon aku akhirnya menyerah dan meresleting jaketku sampai ke dagu. Orang bodoh mana yang mau berjalan ditengah badai salju begitu? Salju yang dibawa oleh angin kencang bahkan dapat melukai kulitmu. Jadi aku lebih memilih diam dan manyun menelan omelan SoYeon mentah-mentah, karena aku juga tahu teman-teman yang lain juga tak mau pergi.

"Itu sudah cukup hangat, SoYeon-ah. Kau hebat" BoRam, yang paling tua diantara kami mulai memberikan semangat. Disituasi tegang dan menyebalkan seperti ini dia yang selalu jadi penengah dan bertingkah sok dewasa.

Aku menghela nafas panjang dan menatap uap dingin yang keluar dari mulutku yang sedetik kemudian menghilang. Ini memang salahku 'sih. Salahku kita berlima jadi terjebak di gudang tua sekolah asrama kami, dan parahnya listrik sedang padam. Gara-gara ide tolol ingin mengajak mereka untuk bersenang-senang.Seperti keluar tengah malam, mencuri makanan dari dapur sekolah, makan snack, dan kadang-kadang bercerita tentang anak laki-laki dari sekolah asrama putra yang tak jauh dari asrama kami.

Kami sekolah di sekolah asrama khusus putri yang tak jauh beda dengan sekolah asrama lainnya, yaitu mempunya peraturan yang ketat sekali. Semua murid ditanamkan hanya dengan satu kata di otak, BELAJAR. Mangkanya berkeliaran tengah malam untuk mengobrol merupakan hal yang sangat menyenangkan.

Awalnya.

Sampai akhirnya kami terjebak di dalam gudang tua yang terletak di kebun belakang sekolah karena badai salju yang tiba-tiba datang, karena seperti yang sudah kubilang tadi, saljunya kejam. Membuat kami tidak punya pilihan lain selain menetap di dalam jika tak mau mati kedinginan atau teriris salju. Semua itu diperparah ketika listrik mati. Tampaknya itu berlaku untuk seluruh desa.

Menyenangkan? Tidak. Ini neraka. Neraka beku.

Dan dari semua itu yang paling ku benci adalah suara gesekan dahan pohon yang seakan sebuah tangan menggaruk kaca jendela. Juda suara-suara kecil di atap karena kencangnya angin.

Hasilnya, sambil menunggu badai usai, kami berenam duduk melingkari api unggun kecil yang hanya cukup menghangatkan ujung hidung saja. Untuk kesekian kalinya aku menggosok kedua lenganku untuk membuatnya lebih hangat .BoRam,SoYeon dan HyoMin merentangkan tangan mereka dan mendekatkan telapak tangan mereka ke dekat api unggun. Sementara Ah Reum tak henti-hentinya menggerakan badannya kedepan dan kebelakang sambil bersenandung dengan suara rendah dan pelan.

"Ah Reum, hentikan!"aku berteriak padanya.

"Apa?" Ah Reum menoleh padaku dengan tampang polos-nya. "Aku cuma melatih laguku"

"Kau ketakutan ya, Eun Jung?" Q-ri bertanya sambil nyengir.

"Memangnya siapa yang tidak?" aku menjawab ketus sambil memeluk kedua lututku.

"Ini juga salahmu, kan?" Ah Reum berkata santai sambil menyibakkan rambut panjangnya dan melirikku dengan jahil.

"Aku bosan" gumam BoRam, bersandar pada lemari kecil dibelakangnya.

"Hei, apa tak ada yang menyadari bahwa kita hilang dari asrama?" tanya SoYeon, "Setidaknya guru-guru"

"Kalau mereka tahu kita pergi dari asrama, habislah kita. Kita akan menghabiskan seluruh hidup kita membersihkan seluruh sekolah. Huh, hukuman yang konyol" Q-ri mebuat gerakan tangan yang aneh dengan wajah yang menirukan ekspresi para guru kami.

"Aku mau dikeluarkan. Aku bisa bebas" kata HyoMin dengan khayalannya.

"Kalau begitu orang tua kita yang akan membunuh kita" aku melempar kerikil kecil pada HyoMin.

"Aku bosan" lagi-lagi BoRam berguman membuatku tambah jengkel.

"Tidak ada yang bisa kita lakukan, sabar sedikit bisa tidak sih?!" kini BoRam yang menjadi sasaran omelanku. Apa boleh buat. Memangnya dia pikir dia saja yang bosan.

Akhirnya semua kembali diam sampai HyoMin berseru sambil mengeluarkan satu buah botol osong berwarna hijau dari belakang lemari tempat BoRam bersandar. Botol soju. Rupanya bukan hanya kami yang suka bersenang-senang disini.

"Ada yang mau bermain game?"Tanya HyoMin sambil melihat wajah gelap kita satu persatu.

"Bisa main apa dengan botol kosong?" aku berdecik heran.

"Permainan apa?" Ah Reum maju lebih dekat, tertarik dengan ide HyoMin

"Putar botol. Kebenaran atau Tantangan. Permainan itu sangat populer, masa kalian tidak tahu?"

"Aku ikut!" seru Q-ri

"Aku juga!" timpal SoYeon dan Ah Reum bersamaan.

Tinggal aku seorang. Yang lain menatapku. Aku mendesah dan mengangguk malas.

"Baiklah, aku putar duluan" Hyo Min memutar botolnya. Botol itu berputar cukup lama karena lantai gudang yang agak licin karena genangan air yang mulai membeku, sampai akhirnya ujung botol itu mengarah padaku.

"Baiklah, Ham EunJung. Kejujuran atau Tantangan?" HyoMin bertanya dengan kedua alis yang diangkat.

Aku berpikir sebentar, lalu menjawab "Kebenaran"

DaNi menutup mulutnya untuk menahan kikikannya. "Pengecut" aku mendengar dia berbisik pada BoRam. Aku cuma memutar bola mataku dan bertolak dada.

"Baiklah. Katakan kebenaran, tak ada yang lain selain kebenaran" HyoMin memulai. Kata-katanya seperti mantra. Tapi konyol menurutku. Jadi aku cuma mengangguk sekali, itupun pelan.

saat HyoMin akan membuka mulutnya kembali, SoYeon memotongnya. "Apa kau membayar SunMi untuk mengerjakan PR sejarah dan Matematika mu, Eun Jung?"

Aku menggeram pelan karena pertanyaan itu sudah dia ajukan padaku untuk yang ke-dua-puluh-kalinya. Dia terus bertanya mungkin karena aku tak juga menjawabnya. Aku malas saja. Kenapa sih dia merasa tidak puas karena aku dapat nilai A? Apa karena hanya dia saja yang boleh mendapat nilai A?

"Katakan kebenarannya, Ham EunJung!" tuntut SoYeon.

"Iya, memang kenapa?" aku menjawab tanpa merasa bersalah sedikitpun, membuat SoYeon membuka mulutnya lebar-lebar karena tak percaya.

"Minafik kau!" SoYeon melempar bungkus snack kearahku dan mengenai wajahku. Aku mendesis kesal padanya. Ah Reum ikut cekikikan sambil berkata, "Aku akan bilang pada guru Shin. Kau tak berhak nilai A, tapi tamparan"

Aku mengikuti mimik kikikan Ah Reum dengan sedikit tatapan ingin menarik rambut panjangnya itu, tapi aku menahan keinginannku itu dan malah mengambil botol dan memutarnya. Aku hampir lompat dari dudukku ketika ujung botol berhenti di arah Ah Reum, membuat gadis kurus itu berhenti terkikik.

"Ah Reum. Kebenaran atau Tantangan?" aku bertanya sambil mengangkat ujung kanan bibirku. Ah Reum balas menatapku kesal. Lalu dia menegakkan posisi duduknya dan lagi-lagi mengibaskan rambut panjangnya.

"Tantangan" jawabnya penuh percaya diri.

Aku mendecak lidah melihat kesombongannya. Tapi aku bertanya dalam hati apa dia masih bisa terlihat sombong begitu setelah aku memberikan tantanganku. Aku merogoh saku jaketku sambil berusaha menyembunyikan senyum ala iblisku. Lalu aku menyerahkan secarik kertas pada Ah Reum.

"Apa ini?" HyoMin yang bertanya lebih dulu, dan kini dia sedang berusaha menbaca kata-ata yang tertulis di tengah cahaya remang.

"Mantra" jawabku.

"Mantra? untuk apa?"

akhirnya aku mengeluarkan senyum ala iblisku dan menjawab, "Untuk memanggil hantu"

"Apa?" semua memberikan respon yang sama. Sudah kuduga.

"Pergi ke pintu dan ketuk tiga kali. Setelah kau ketuk, bacakan mantra ini" aku menjelaskan.

"Darimana kau dapat hal semacam ini?" Tanya BoRam, tampak mulai ngeri.

"Para senior. Aku juga sebenarnya pingin tahu saja, mantranya betulan atau tidak. Aku pikir akan menyenangkan untuk mencobanya. Dan, Oh...coba lihat, Ah Reum yang beruntung mencobanya"

Aku kembali tersenyum ketika aku bisa melihat kecemasan di wajah Ah Reum, tapi dia kemudian cepat berdiri dan kembali ke sikap sombongnya.

"Baiklah, akan kulakukan. Ini hanya masalah kecil" Ah Reum menoleh pada kita sambil berjalan menuju pintu. "Akan aku buktikan kalau tidak ada yang namanya hantu". Kini Ah Reum sudah berdiri tepat di depan pintu. Kedua bahunya naik turun ketika dia menghela nafas sebelum menempatkan kepalan tangannya dia daun pintu.

Tok. Tok. Tok.

"Makunda Estrata Montose Conda demonto"

Kami menunggu. Menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. Aku bahkan tidak sadar kalau aku menahan nafas. Begitu juga dengan yang lain.

Hening. Lama menunggu. Tak terjadi apa-apa.

Ah Reum menoleh dengan wajah puas dan meremehkan, "Apa kubilang"

BUKKK!

"AH!" So Yeon dan BoRam menjerit. HyoMin memekik dan aku juga tak bisa mengeluarkan suara apapun. Terdengar jelas ada seseorang atau 'sesuatu' memukul pintu dari luar.

BUKKK!

Ah Reum mulai mundur selangkah.

"TOLONG!"

Tiba-tiba terdengar suara rintihan perempuan minta tolong.

"AH, HANTUNYA DATAAANG!" SoYeon, HyoMin,dan BoRam mulai berpelukan. Sedangkan aku masih sama, tak bisa mengeluarkan kata karena kaget. Aku benar-benar tak berharap kalau mantra itu akan berhasil. Tapi Ah Reum yang memanggilnya kan? si hantu hanya akan berurusan dengan pemanggil, iya kan?

"Apa ada orang didalam? biarkan aku masuk!", lagi-lagi suara itu bertanya. Disusul dengan suara 'BUKKK'.

"Jangan buka!" seru HyoMin.

"Itu mungkin cuma seseorang yang butuh pertolongan kita" kata Ah Reum masih sok tenang.Tapi aku tahu dia juga takut.

"Bagaimana kalau itu hantu?" kata BoRam.

"Coba tanya dia hantu atau bukan" kata SoYeon.

Aku mengernyitkan dahi, SoYeon dan perkataan bodohnya.

"Halo, apa kau hantu?" BoRam dan pertanyaan bodohnya.

Ah Reum mengintip di jendela dengan menaiki kotak kayu. Lalu dia memekik dengan wajah gembira. "Itu bukan itu. Itu anak perempuan yang terlihat butuh bantuan. Kita harus membiarkan dia masuk" Tanpa persetujuan dari kami, Ah Reum langsung saja melepas kunci dan membuka pintu. Ketika pintu mulai terbuka lebar, kami semua dapat melihat sosok gadis yang sedang memeluk dirinya sendiri. Ah Reum benar, dia terlihat seperti kami, dia juga anak sekolah hanya dengan seragam yang belum pernah aku lihat, setidaknya disekitar sini. Mungkin dia dari luar kota. Dia terlihat seperti kucing yang malang.

"Boleh aku masuk? Aku agak tersesat dan kulihat ada asap api keluar dari sini. Kupikir mungkin ada orang. Maaf kalau mengganggu" Dia berkata sambil melihat wajah kami satu persatu.

Baiklah, dia normal. Sama seperti kita. Akupun mendesah lega.

"Masuk saja. Kau sangat basah" Aku mempersilahkannya masuk. Gadis itupun masuk dengan cepat. Ah Reum sudah menutup kembali pintunya dan bergabung bersama kami yang sudah kembali mengitari api unggun. Gadis itu duduk di depanku. Aku memperhatikan seragam sekolahnya. Aku tidak tahu seragam sekolah bisa sependek itu. Seragam yang kami pakai, panjang roknya saja dibawah lutut. Sedangan dia, aneh. Gaya rambutnya juga aneh. Disekolah kami tidak boleh ada yang mempunyai warna rambut coklat kemerahan seperti itu. Akhirnya semua itu membuatku tak membendung pertanyaanku.

"Dari mana asalmu?"

Gadis itu menatapku lurus dengan mata hitamnya. Lalu dia tersenyum.

"Aku dari luar kota. Aku mau mengunjungi bibiku disini, tapi aku malah tersesat"

"Siapa namamu?"

"Ji Yeon" jawabnya lagi.

"Hai, Ji Yeon. Aku EunJung. Ini HyoMin, BoRam, SoYeon, Q-ri dan..."

"Aku Ah Reum, Lee Ah Reum" Ah Reum memberikan Ji Yeon senyuman yang berlebihan.

"Kau tahu, kami pikir kau hantu" kata Q-ri geleng-geleng. Gadis itu mengangkat halisnya. "Kenapa? Ah, jadi itu sebabnya kalian terlihat begitu tegang tadi?"

"Kami sedang bermain permainan ini"So Yeon menunjuk ke botol yang tergeletak di lantai.

"Ah, permainan Kebenaran atau Tantangan ya? boleh aku ikut?" Tanya Ji Yeon.

"Tentu. Sekarang giliranku, oke" Ah Reum memutar botolnya dan botol itu menghadap SoYeon.

"Kupilih kebenaran" kata SeoYeon sebelum ditanya.

"Apa kau suka YeoSeob?" Tanya BoRam dengan sungguh-sungguh. YeoSeob adalah guru kami yang paling muda. Dia satu-satunya guru laki-laki disekolah karena dia merupakan keponakan dari kepala sekolah, dan BoRam sudah naksir guru satu itu sejak tahun pertama sekolah. Dia bahkan berani menyebutnya hanya namanya saja. BoRam bertanya mungkin karena SoYeon cukup dekat dengan YeoSeob karena dia itu murid pintar.

"Tidak, aku menyukai Dong Hyun" Jawab SeoYeon. Dong Hyun adalah anak dari kepala sekolah yang menuntut ilmu dia asrama khusus laki-laki yang tak jauh dari sekolah kami. Terkadang dia datang ke sekolah untuk mengantarkan barang-barang ayahnya jika ada yang tertinggal, dan kejadian itu hampir setiap hari.

Setelah mendengar kebenaran dari SeoYeon, BoRam mendesah lega "Baguslah. Aku masih punya kesempatan pada Yeo Seob"

"Apa sih yang kau lihat darinya? Dan kenapa juga kau menyebut dia dengan anamya saja. Kua ingat tidak dia itu guru kita"

"hehehehe" Ji yeon terkekeh melihat kelakuan SeoYeon dan BoRam. Lalu SeoYeon memutar botolnya dan botol itu berhenti di Ji Yeon, dia memekik pelan.

"Giliranku ya?" katanya.

"Kau pilih Kebenaran atau kejujuran?" tanya kami bersamaan.

"Hmmm, aku pilih kebenaran saja deh, sudah terlalu lelah untuk sebuah tantangan" Ji Yeon tersenyum sambil merapikan rambutnya.

"Aku yang tanya" kata Q-ri. Ji Yeon mengangguk dan Q-ri mulai menyipitkan matanya. "Apa rahasia terbesarmu?"

sesaat kami menatap Q-ri, kini mata kami tertuju pada Ji Yeon yang wajahnya mulai terlihat serius dan dia berhenti dari apapun yang dia lakukan. Kini dia menatap kami satu persatu.

"Benar kalian mau tahu?"

"Tentu" jawab kami serempak.

"Baiklah", Ji Yeon yang kini giliran menyipitkan matanya dan mencondongkan badannya ke depan sehingga wajahnya merah menyala karena bayangan api unggun. "Raahasia terbesarku adalah...aku bisa melihat orang mati"

Mendengar jawabannya kami semua terdiam, lalu beberapa detik kemudian mulai berseru dan berdesah.

"Eii,yang benar saja. Kau cuma ikut-ikutan dialog film kan?"

Kini Ji Yeon menatap kami dengan wajah serius. "Sungguh, kalian tidak percaya?"

"Coba kau buktikan!" tantang DaNi..

Ji Yeon menatap kami semua secara bergantian lagi, "Baiklah" lalu dia mengambil tas punggungnya dan membuka kantung depan kemudian mengeluarkan secarik kertas, seperti potongan koran. Dia menyerahkannya padaku dan kami mulai merapat untuk ikut membaca.

'GUDANG SEKOLAH SMA YONGSHIN TERBAKAR KARENA CUACA BURUK DAN SUMBER LISTRIK MELEDAK, MENEWASKAN 6 ORANG SISWI'

Lalu dibawah judul artikel itu terpampang wajah ke enam siswi yang menjadi korban.

"Apa itu...kita?" Tanya Bo Ram. HyoMin, Q-ri,SoYeon dan Ah Reum mulai bergetar gugup. Aku memastikan kembali wajah di foto itu. Aku menelan ludah. Ya, itu kami. Dan aku salah satu dari mereka. Lalu

"A-apa ini?!" Aku menjerit pada Ji Yeon yang kini sudah berdiri.

"Seperti yang kalian lihat. Kalian sudah mati"

"Apa?! Kau bohong! Kami belum mati!"

Ji Yeon terlihat merogoh kantungnya lagi, lalu mengeluarkan sesuatu yang berbentuk kotak panjang, sepanjang telapak tangan da berwarna putih. "Kalian tahu tidak ini apa?"

Aku mengernyitkan mata mencoba menerka benda apa itu. Benda itu seperti cermin. Aku tahu itu cermin.

"Itu cermin" Jawabku.

Ji Yeon tertawa, lalu menggoyang-goyangkan benda itu, "Ini bukan cermin. Tapi ponsel"

"Ponsel?"

"Ini bukti, kalau kalian masih hidup kalian akan tahu benda apa ini. Tapi kalian tidak tahu karena kalian hanya hidup sampai empat puluh dua yang lalu. Biar kuceritakan. Kalian selalu mengalami kejadian yang sama berulang-ulang selama empat puluh dua tahun yaitu hari kematian kalian, walau mungkin ada saja kejadian yang berbeda, seperti sekarang aku yang berada di tengah-tengah kalian. Dan itu terjadi karena kalian yang tidak menyadari kalau kalian telah mati. Sekarang aku disini ingin meberitahukan pada kalian bahwa tempat kalian bukan lagi disini. Aku akan membantu membebaskan kalian, agar kalian tenang" Dia kemudian berlutut dan menggambar di lantai sebuah segitiga dan ditengah dituliskan dengan huruf cina yang aku tahu berarti 'pintu'.

Tiba-tiba aku merasakan panas yang membara di tangan ku, aku melihat ke arah teman-temanku dan mereka juga sedang menjerit kesakitan. Dari jerit kesakitan itu aku ingat. Suara ledakan itu dan kobaran api yang terus menghapiri kami sampai akhirnya kamipun tidak lagi diselimuti rasa dingin melainkan panas yang luar biasa. Aku melihat tanganku yang sedikit demi sedikit mulai menghitam dan melepuh.

Dan kamipun menghilang. Untuk selamanya.

-----

"Bagaimana?" Seorang pria paruh baya bertanya pada Ji Yeon setelah dia keluar dari gudang yang tentunya sudah direnovasi.

"Tenang pak kepala sekolah Dae Hyun, mereka sudah pergi" Jawab Ji Yeon sumringah.

"Jadi tidak akan ada lagi asap misterius yang keluar dari gudang itu? tidak akan ada lagi api unggun misterius yang menyala sendiri?"

Ji Yeon menggeleng yakin, "Aku yakin tidak akan ada lagi"

"Baiklah. Terima kasih"

"Pak, kau harus membayarku lebih ya? karena aku sampai membuat diriku sendiri basah kuyup untuk meyakinkan mereka"

"Baiklah. Katakan apa maumu"

"Baik, aku tak akan segan memintanya" Ji Yeon terkekeh, lalu kemudian dia berhenti karena teringat sesuatu, "Oh, Iya. Aku baru tahu kalau mereka ada yang menyukai Pak kepala sekolah dan Kakek"

"Mereka menyukaiku dan YeoSeob, kakekmu? Wah...sayang sekali aku tidak tahu"

"Ya, biarkanlah. Toh mereka sudah pergi"

"Hmmm, mereka sudah pergi"

 

T.A.M.A.T


AUTHOR'S NOTE:

Hello, Chapter pertama.Dengan sedikit perubahan dari versi yang bahasa Inggris.

Gimana?

Well, aku gak mencoba untuk menjadi 'the next stephen king' atau apa, tapi aku benar-benar menyukai genre yang satu ini, yaitu Horror. Inspirasi terbesarku adalah buku-buku RL STEIN dan juga Serial Tv SUPERNATURAL.

Aku tahu mungkin cerita ini agak aneh, maka dari itu mohon kalian bisa berbagi pendapatnya agar aku bisa mengkoreksi kelemahan untuk tidak terulang di chapter selanjutnya. Terimakasih untuk yang SUBSCRIBE.

Ditunggu saja kelanjutannya.

 

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
IvyAz69
#1
Chapter 1: hahaha aku ngerti.. di chapter ini jadi si jiyeon itu disuruh kepsek buat ngibulin bocah2 cewek itu biar pada ga nongkrong di gudang sekolah lagi kan? xD

awal bacanya merinding sebentar.... tapi ujungnya aku ketawa >m<
IvyAz69
#2
Chapter 3: aku kurang dapat clue untuk chapter ini.. dari awal aku kira jieun bakalan dibawa ketempat apa terus dijadiin 'budak' departemen pendidikan..

eh tau2nya mau dibedah otaknya buat diambil isinya.___.
makhluk itu sebenernya apa??
kenapa dia mesti dikasihin sumbangan otaknya murid2 pintar??

ahh, jinjjaa.. kamu nulis ffnya kaya nulis riddle. tekateki gitu >m<
IvyAz69
#3
Chapter 2: iuuuuu :O aku baca ini malam2 dan feelnya berasa banget. pilihan diksi sama idiomnya bagus, rapih tapi gampang dingertiin.......
aahh moga apdetnya lancar deh. ini seru banget loh! >,<
lagi nyari fanfic yang beda2 tema bosan romansa terus wkwkw

teryata nemu ini dan hell yah! ga nyesel >,<
ihhh keren banget bisa dapat ide begini xD
tadinya kupikir si pria pembunuh itu psikopat. ternyata dia hunter ya??

seneng banget liat make chara macem2 >m<
ngebayangin anak2 cn blue jadi werewolf.. ew~~

semisal kalo itu exo._. keren juga tuh ahahahah
cit___
#4
Chapter 3: Otaknya ji eun mau dipindahin ke robot yang terbuat dari bagian-bagian tubuh manusia?!?
stephani_bap #5
Chapter 3: jadi kepala keledai dipotong terus disambung ke leher manusia???
deerinthedawn #6
Chapter 3: takuut juga ya kalo jdi org sempurna,,idenya kerenn lanjutt thorr, keren!!!
cit___
#7
Chapter 1: Serius ini seru dan aku ga nyangka kalo mereka ternyata udah mati
stephani_bap #8
Chapter 2: tapi pemburu vampirnya kasihan....
stephani_bap #9
Chapter 2: yg kayak gini lebih seru kok!!