Rahasia dibalik rahasia

Affairs of The Heart

 

Seorang namja berpakaian rapih, mengenakan kemeja biru laut yang lengannya tergulung hingga siku, berkaca mata hitam, berjalan keluar dari bandara menarik sebuah koper hitam yang tidak terlalu besar. Tubuh namja itu tinggi, terlihat dari bahunya yang bidang dan langkahnya yang mantap. Namja itu membuka kacamata hitamnya lalu menggantinya dengan kacamata minus yang biasa ia pakai, sejurus kemudian ia mengeluarkan sebuah ponsel dari kantung celananya, memulai percakapan dengan seseorang.

" Bruck? aku sudah di depan bandara, apa masih lama?"

" ..."

" Oh, ya aku sudah melihatnya. "

Tak lama, sebuah Limousine silver, tidak terlalu mewah namun tetap apik dipandang terparkir di hadapan namja tersebut, seorang supir berperawakan gemuk dan berwajah kebaratan -bule- keluar dari Limou, membungkuk dan memberi salam pada sang namja yang baru tiba.

" Apa kabar Tuan Muda Do?"

" Tidak terlalu baik, Bruck."

Namja itu menghela nafas berat, lalu beralih menatap supir setia keluarganya ini. Bruck, pria bertubuh tambun berkewarganegaraan Inggris yang sudah setia dengan Keluarga Do, ia sudah mengabdi sejak Kyungsoo masih dalam gendongan.

" Apa dia masih belum pulang ke rumah semenjak masuk asrama?"

Yang ditanya hanya tersenyum tipis seraya mengangkat koper milik Tuan Mudanya, lalu membukakan pintu Limounya agar Tuan Mudanya masuk terlebih dahulu.

" Masuklah dulu, kita bicarakan di rumah saja, Tuan dan Nyonya Do sudah menunggu anda di rumah."

Alih-alih masuk ke dalam mobil, namja itu malah menahan pintu Limou, lalu menatap sang supir dengan heran.

" Huh? Appa dan Eomma ada di Korea? Bukankah mereka sedang ada pertemuan di Tibet?"

" Masuklah dulu, kita bicara di rumah." Bruck tersenyum lagi, setelah sukses mendorong sang namja hingga masuk ke dalam Limou, dia langsung melaju ke kediaman keluarga Do.

" Jadi..." Namja itu memberi jeda sebelum melanjutkan kalimatnya," Benar dia belum pulang ke rumah lagi?"

" Tuan Muda hanya berpesan, katanya dia banyak mengikuti ekstrakulikuler di asramanya, dan dia sangat bersemangat."

Bruck kembali berkonsentrasi dalam kemudinya, namja di belakangnya semakin menyamankan posisi duduknya.

" Bagaimana dengan kondisi kesehatannya? Dia itu sungguh ceroboh.."

" Tenang saja Tuan Muda, jika terjadi sesuatu, pihak asrama akan segera menghubungi rumah."

Bruck masih bersikap tenang, namun namja di belakangnya masih terlihat gelisah. Di sepanjang perjalanan, namja itu terdiam menikmati indahnya gemerlap kota ketika malam hari. Pikirannya melayang pada sosok adik semata wayangnya yang sekarang tinggal di dalam asrama. Walaupun hanya sebatas saudara tiri namun ia menganggap adik tirinya itu sebagai adik kandung, ia menyayanginya melebihi apapun.

Adiknya telah menjalani masa-masa sulit, dan ia sangat menyesal karena tak bisa mendampingi adiknya saat itu, karena ia juga masuk asrama dalam perkuliahannya di London, untuk mengambil gelar MBA, sebagai penerus keluarga Do.

Ia kembali mengutak-atik ponselnya, membuka sebuah e-mail yang baru saja ia terima. Di dalam e-mail tersebut, disisipkan sebuah video yang menampilkan keadaan sebuah klub malam yang dihadiri banyak anak muda, tapi bukan itu yang dimaksud sang pengirim, video itu terfokus pada pergerakan indah seorang namja mungil yang meliukan badannya mengikuti irama. Di subjeknya tertulis 'Beautiful D.O'.

" Ini—tidak mungkin..."

Mata namja itu melebar, segera ia lepas kacamatanya, mengusap matanya berkali-kali. Sekali lagi namja itu kembali memutar, mengulang-ulang, hingga memperbesar gambar dalam video itu. Ketika ia melihat alamat sang pengirim, di situ tertera "anonymous" . Sang pengirim pasti sangat ahli dalam meng-hack akun orang lain.

" Kyungsoo...apa kau mau menghukum hyung karena tak pernah ada di samping mu saat kau butuhkan? Mengapa kau ceroboh sekali."

Namja itu berucap dengan lirih, lalu ia menghempaskan ponselnya ke kursi penumpang yang kosong di sampingnya. Ia memijat pelipisnya yang tiba-tiba saja menjadi sedikit nyeri dan pusing. Kepalanya terasa seperti terhantam oleh benda tumpul berkali-kali, tapi tidak, perasaan ini terasa lebih menyakitkan dari itu. Rasa bersalah karena tak pernah bisa menjaga adiknya. Dan, sekarang ia mulai menyalahkan keputusannya untuk sekolah di luar negeri, meninggalkan Kyungsoo adalah kesalahan terbesar menurutnya saat ini.

Ia kembali menghembuskan nafas frustasi, menatap Bruck yang sedang fokus mengemudi. Merasa ditatap begitu dalam, Bruck melirik ke cermin di atas kepalanya, tersenyum lalu bertanya dengan logat yang khas. " Ada apa Tuan Muda?"

" Tidak... Hanya saja, apa Kyungsoo membawa ponselnya ke asrama?"

" Sepertinya tidak. Ia sengaja meninggalkannya di rumah."

Entah sudah berapa kali ia menghela nafas berat, ia mencoba memejamkan matanya, semua jadi terasa lebih berat sekarang. Adiknya sudah melewati masa-masa sulit, kedua orang tuanya tak bisa terus menerus memperhatikan adiknya karena sibuk berkerja, ia berada jauh di London, dan sekarang adiknya memutuskan untuk tinggal di asrama khusus lelaki tanpa membawa alat komunikasi.

Apa yang ia pikirkan? setelah operasi pendonoran ia langsung bersekolah di asrama tanpa membawa ponsel dan tak pernah pulang. Sekarang ... Ia menjadi anak yang terlampau bebas. Kyungie.. mengapa jadi begini.

Sebisa mungkin ia menutupi perasaan dan emosinya di depan kedua orang tuanya yang saat ini sedang menyambutnya di ruang tamu. Rumah itu terlihat lebih seperti sebuah mansion, namun terasa sangat sepi dan dingin. Dengan hangat ia membalas pelukan Ibunya yang terus menggumamkan bahwa ia sangat merindukan putra sulungnya.

Dengan senyum palsu, ia mulai bertanya, berpura-pura tidak mengetahui apapun. " Eomma? Di mana Kyungie? Seharusnya ia pulang pada akhir pekan 'kan?"

" Kyuhyun-ah, adikmu sangat bersemangat masuk ke asrama itu, jadi iaa selalu saja ingin ikut ekstrakulikuler apapun di akhir pekan, Eomma sudah menghubungi pihak sekolah setiap minggunya, jadi jangan khawatir. Ia akan baik-baik saja. "

Tidak. Ia tidak baik-baik saja. Dan, apa itu 'jangan khawatir' ? Seandainya kalian tak sesibuk ini. Seandainya aku bisa selalu bersama Kyungsoo. Seandainya kalian tahu betapa aku menyesali kepergianku ke London.

Lagi-lagi, Kyuhyun -namja itu- mengangguk kembali berpura-pura paham akan penjelasan Ibunya yang sama sekali berbanding terbalik dengan kenyataannya. Setelah beberapa percakapan ringan ia pamit untuk membersihkan diri lalu beristirahat.

Ketika akan berjalan ke kamarnya, ia melewati kamar Kyungsoo yang sekarang sama sunyinya dengan kamarnya beberapa tahun lalu. Ia menatap sendu pintu bercat putih itu, betapa ia rindu dengan adik kecilnya itu.

Apa kau juga merasakan seperti ini saat melihat kamarku sepi selama tiga tahun kemarin, Kyungie?

Dengan langkah yang lelah ia masuk ke dalam kamar yang di samping kamar Kyungsoo. Sepertinya, malam ini adalah malam terberat bagi Do Kyuhyun.


" Kau menyedihkan Kim Jongin! "

Langkah Jongin terhenti mendengar penuturan ketus dari seseorang yang memang ia kenal. Itu Park Chanyeol. Anak Gubernur, sekaligus Sunbae di asramanya. Matanya memicing memandang sosok namja tinggi yang sedang menyulutkan sebatang rokok. Sejenak Jongin mengamati penampilan Sunbae-nya yang bermetamorfosis (?) menjadi seorang DJ di sebuah Club  yang memang tidak asing bagi Jongin sendiri.

Chanyeol memang sangat tampan dengan Hip-hop Style-nya, bahkan Jongin sempat iri dengan tinggi dan kulit putih milik Chanyeol. Bukan itu yang menarik perhatian Jongin. Tapi, sejak kapan ia menjadi seorang DJ di tempat ini. Bahkan sebelumnya Jongin tidak pernah melihatnya berada di lingkungan seperti ini.

"Su-sunbae? sedang apa kau di sini?"

Suara Jongin jadi terdengar sangat canggung. Sebenarnya ia pun tak pernah bertukar sapa dengan Chanyeol, hanya baru kali ini, namun keduanya sudah saling mengenal di asrama. Siapa yang tidak mengenal seorang Park Chanyeol, yang akrab dengan senyumnya yang ramah dan Anak dari seorang Gubernur. Chanyeol juga terkenal dengan sikap hangat dan suka mengekor pada Kris, mereka berdua seperti sepasang sumpit, kemana-mana pasti berdua.

Dan siapa pula yang tak mengenal sosok Kim Jongin. Anak dari pemilik Saint Maria, ibunya berkewarganegaraan Jepang. Ia salah satu penari terbaik Saint Maria. Warna kulitnya berasal dari Ibunya, ia mampu berbahasa Jepang dan Korea, serta cerdas secara akademik. Dan merupakan pasangan terbaik bagi Xi Luhan dalam hal menari.

Dalam diam Chanyeol juga mengagumi sosok Jongin secara keseluruhan. Ia mengagumi tubuh Jongin yang sangat harmonis dengan lantunan lagu. Sesuatu yang memang tak ada dalam dirinya. Chanyeol, ingin sekali menjadi seperti Kim Jongin yang sepertinya terlahir sebagai mesin penari. Namun, sosok itu memudar sejak tiga bulan lalu. Dan Chanyeol, sangat merindukan Kim Jongin yang dulu.

" Tidakkah kau ingin menari lagi?"

Pertanyaan Chanyeol terdengar sangat datar. Senyuman ramah seperti yang ia tunjukkan di asrama terasa berbanding terbalik. Ia terlihat dingin dan sedikit kasar.

Jongin berjengit, ia merasa bahwa ia tidak pernah berurusan dengan namja yang satu ini. Mengapa Sunbae-nya ini terlihat sangat memahami masalahnya.

Semilir angin mengoyak kepulan asap yang keluar dari mulut Chanyeol. Kali ini ia menatap Jongin, berkata dengan sungguh-sungguh.

" Aku ... pernah memergokimu menari hingga larut malam." Chanyeol menjedanya dengan kembali menarik nikotin dalam selinting tembakau jahat yang menyala. Kepulan asapnya menyapu sebagian wajah Jongin yang masih mentapnya dingin.

" ... Kau terlihat sangat tertekan. Gerakanmu sangat di paksakan, kau menari dengan airmata, luka, dan gelisah. Kurasa, kau melakukannya hingga tumitmu memar, atau mungkin pergelangan kakimu yang cedera, bahkan kau sempat terjatuh. Padahal kau baru saja menjuarai sebuah perlombaan, mengapa begitu tertekan?"

Jongin terdiam, sungguh ia tak ingin mengingat hal itu lagi. Namun, Sunbae yang bahkan tak dekat dengannya seperti sangat mengenalnya. Ia masih menatap Chanyeol tanpa sepatah katapun.

" Kau tahu? Aku fans beratmu."

Chanyeol berucap lalu menatap Jongin sambil membuang puntungan rokok ke tanah lalu menginjaknya menjadi serpihan. Jongin terbelalak. Ia tak tahu harus senang atau bagaimana, ia justru semakin bingung, sekarang kemana arah pembicaraannya?

" Malam saat kau berkemas untuk kejuaraan menarimu, aku bertemu dengan Couple Dance-mu. Ia orang China bukan? Lelaki manis yang juga menjadi Roomate-mu?"

Jongin menahan napas. Apa yang ia tahu tentang Luhannya? Apa ia bersungguh-sungguh?

" Apa yang kau bicarakan Sunbae? siapa dan apa yang kau lihat?" Suara Jongin sedikit meninggi dan terdengar antusias, matanya menuntut agar Chanyeol mengatakan secepat mungkin.

" Aku mengantarkannya ke rumah sakit. Dia- "

Chanyeol menangkap ada segumpal perih di mata Jongin, ada sebuah penantian yang tak pernah sampai, ada sebuah tanya yang tak pernah terjawab. Matanya kusam seperti rembulan yang  kehilangan cahayanya. Ada setetes bening terbendung di pelupuknya.

" Apa yang terjadi?"

Suara Jongin bergetar. Sekarang giliran Chanyeol yang menahan napas. Adakah yang ia tak ketahui tentang Jongin? Haruskah ia menceritakannya? Ia menjadi ragu. Haruskah ia katakan? Di satu sisi ia punya janji yang harus ia jaga, di sisi lain, ia juga tak tega melihat Jongin seperti ini. Dengan satu tarikan napas, ia berusaha mengucapkannya sesingkat mungkin.

" Namja manis itu kecelakaan. Aku melihatnya terburu-buru menyebrang, aku sudah berusaha meneriakinya, tapi karena posisiku sangat jauh dan aku lupa namanya, ia jadi tak mendengarku."

Jongin segera berjalan ke hadapan Chanyeol, dengan lutut gemetar dan napas tersengal, ia lalu meremas bahu Sunbae-nya itu. Matanya, Demi Tuhan! Mata Jongin seperti sedang membelah jantungnya!

" Apa kau yakin? kau ... tidak berbohong kan Sunbae?!"

Kini mata Jongin mencari kebohongan di bening mata Chanyeol yang sama gelisahnya. Namun nihil. Dalam posisi seperti ini, Jongin terlihat lebih mengenaskan, matanya menyiratkan kegetiran yang teramat sangat. Sementara Chanyeol menatap iba kepadanya, Jongin yang dulu ia lihat begitu ceria dan bersemangat kini sangat menyedihkan. Segera ia hempaskan tangan Jongin dari bahunya, seraya berbalik memunggungi Jongin. Ia sudah tak tahan melihat Jongin seperti ini.

" Aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri! Ia terpelanting karena tertabrak truk pengangkut buah, aku berlari ke arahnya, orang-orang berteriak! Aku panik! Lalu ia masih bisa bangkit duduk  tanpa luka! tiba-tiba dari arah berlawanan melintas sebuah mobil yang lalu menghantamnya hingga berguling. Aku masih berlari ke arahnya, namun sesak, terlalu banyak orang di sana. Kakinya.. ia kehilangan kakinya, remuk.. dan aku membawanya ke rumah sakit dengan tanganku sendiri! Aku.. aku.. aku hanya tak tahu harus bagaimana?!! keluarganya dan Seohyun Seonsaengnim hanya menyuruhku diam tentang kecacatannya dan juga keberadaannya!"

Chanyeol mengatakannya dengan emosi yang meluap dan suara yang bergetar. Tangannya melayang-layang di udara, bergerak menjelaskan, lalu bahu Chanyeol berguncang, " Apa yang harus aku lakukan Jongin-ah... Aku tak tahu bahwa ia sangat berharga untukmu. Kalau saja aku tahu, aku akan.. akan.. " Seketika Jongin merosot terduduk di belakang Chanyeol dengan menimbulkan suara tubrukan yang keras, membuat Chanyeol kembali berbalik lalu memposisikan tubuhnya berlutut di hadapan Jongin.

" Jongin-ah.. " Bisik Chanyeol lirih, ia bisa melihat jejak airmata di wajah tegas milik Jongin. Chanyeol menangkup wajahnya. Jongin bergeming. Ia membenamkan wajahnya di telapak tangan Chanyeol yang lebar, menangis sesegukan seperti anak kecil yang baru saja di marahi oleh ibunya. Jongin tak bisa menahannya lagi. Tangis Jongin makin pecah ketika Chanyeol membawa Jongin didalam dekapannya. Dekapan sayang seorang kakak pada adiknya. Jongin menangis semakin meraung-raung seakan meneriaki segala rasa bersalahnya. Tangisnya terdengar sangat pilu di telinga Chanyeol. Seberharga itukah namja itu bagi Jongin. Chanyeol juga mendengar isakan Jongin yang terus-menerus memanggil nama namja itu.

'Lulu.. Mainhae..'

Chanyeol terhenyak, seperti baru tersadarkan dari lamunan tentang isakan Jongin yang semakin memilukan. Ada apa dengannya? Namja itu hanya kecelakaan lalu cacat. Mengapa ia menangis seolah-olah namja itu sudah meninggal?

"Jongin-ah? mengapa kau terlihat sangat sedih? bukankah kau masih bisa menjenguknya di rumah sakit?"

Jongin melepaskan dekapan Chanyeol lalu mengusap kasar wajahnya, ia tersenyum sedih. Chanyeol menatapnya ngeri, Jongin jadi lebih menyedihkan lagi, ketika ia mulai menatap balik.

"Tidakkah kau tahu tentang pendonoran jantung itu? Seharusnya kau tahukan, Sunbae? " Jongin berucap dengan suara yang serak.

Ah! Pendonoran Jantung!

"Apa... Donor jantung?" Kini Chanyeol berbalik tanya, sekelebat bayangan masalalu terlintas di benaknya. Mengingatkannya akan satu hal.

.

.

Flashback...

"Park-haksaeng. Bisakah kau membantuku? " Mata wanita anggun itu menatapnya lembut dengan sebuah senyum yang terlihat sangat tegar di mata Chanyeol. Wanita ini sangat cantik dan lembut, meskipun ia selalu menangis belakangan ini karena putra kesayangannya baru saja mengalami kecelakaan, tetapi ia berusaha terlihat kuat dihadapan namja yang sudah menolong putranya.

" Apa yang harus aku lakukan Xi-Ahjumma?" Chanyeol terlihat ragu ketika Nyonya Xi menggenggam tangannya lembut, senyumnya menyentuh relung hati Chanyeol. Betapa sosok ibu yang sangat tegar. Nyonya Xi beralih pandang dari mata Chanyeol, beliau menunduk dalam, seakan meminta kekuatan dari genggaman tangannya. Kemudian kembali menatap Chanyeol dengan mata tergenang bening airmata.

" Sebelumnya.. aku sangat berhutang budi padamu Park-haksaeng, kau sudah menyelamatkan Lulu kecil kami. Terima kasih banyak. Aku sangat bersyukur"

Suaranya terdengar lebih tegar dari tatapannya.

" Panggil aku Chanyeol, Xi-Ahjumma, aku kebetulan adalah Sunbae dari Lulu kalian."

Chanyeol dengan segala kerendahan hatinya berucap dengan penuh kesopanan dan kelembutan. Nyonya Xi tersenyum lembut, Chanyeol terpana. Seperti inikah rasanya melihat senyum seorang ibu?

" Kalau begitu, panggil aku Mama. Bisa kan?"

" Ma- ehm. Mama?"

Entah mengapa Chanyeol menjadi gugup mengucapkannya. Sepertinya sudah sangat lama sejak ia memanggil julukkan ibu bagi wanita yang telah melahirkannya. Memang sejak Chanyeol berusia 7 tahun, ayah dan ibunya bercerai, dan ibunya meninggalkannya demi karir yang sudah menjadi ambisinya saat masih remaja, menjadi seorang penari. Dan ayahnya -yang sekarang merupakan seorang Gubernur- membesarkannya dengan cinta dan kehangatan layaknya seorang ibu. Ayahnya tidak pernah menikah lagi hingga kini. Jadi Chanyeol memang tumbuh dewasa tanpa sosok wanita di rumahnya, namun ayahnya cukup berhasil mendidik Chanyeol menjadi lelaki yang ramah dan hangat.

" Terima kasih Chanyeol-ah, karena telah hadir di tengah-tengah kami. Aku ingin memohon kepadamu, tolong rahasiakan ini dari siapapun."

" Apa yang harus aku rahasiakan Mama?"

Mimik wajah Nyonya Xi berubah serius, sementara Chanyeol masih taat mendengarkannya.

" Aku mohon, tolong rahasiakan keadaan dan keberadaan Lulu saat ini kepada siapapun, Terutama kepada Kim Jongin. Kau.. pasti kenal kan?"

" Kim Jongin? Jongin putera dari pemilik Saint Maria?"

Chanyeol dapat melihat anggukan lemah dari Nyonya Xi, wajah lembutnya menimbulkan sensasi aneh dalam perutnya. Chanyeol yang bahkan tak bisa mengingat wajah ibu kandungnya, dapat mengira-ngira bagaimana wajah ibunya sekarang. Pastilah sama cantik dan lembutnya seperti Nyonya Xi, karena tak ada satupun foto dari ibunya yang disimpan oleh ayahnya. Membayangkannya membuat Chanyeol terserang rindu. Bagaimanapun sikap ibunya di masa lalu tidak membuat Chanyeol membencinya, karena sifat itu tidak ditanamkan oleh ayahnya sejak kecil. Benar-benar lelaki yang lembut dan berbudi.

" Tapi kenapa Jongin? " Chanyeol kembali bertanya.

" Karena Lulu kami tak ingin menyakiti hati Jongin, ia tak ingin Jongin gagal dalam kompetisinya karena khawatir terhadapnya. Karena Jongin sangat berarti bagi Lulu kami."

Chanyeol terhenyak. Bukan karena kenyataan yang dituturkan oleh Nyonya Xi. Tapi karena ini sebuah permohonan dari seorang ibu untuk anaknya. Dan Chanyeol tersentuh dalam setiap perkataan yang disampaikan oleh Nyonya Xi.

" Baiklah Mama, aku berjanji tidak akan mengungkitnya di masa depan. Tidak pada Jongin, atau siapa pun." Chanyeol berucap dengan mantap. Ia tak ingin mengecewakan malaikat yang ada di hadapannya. Nyonya Xi tersenyum, namun titik bening yang sejak tadi ia tahan meluncur perlahan di wajah lembutnya. Tangan Chanyeol terangkat lalu mengusap wajah malaikat yang sehalus beledu itu.

" Mama... Uljimayo."

" Terima kasih Chanyeol-ah, aku sangat bersyukur."

Chanyeol mengangguk lalu memberikan senyum terbaiknya.

" Maaf, Nyonya Xi? Boleh minta waktunya sebentar. " Sontak Chanyeol dan Nyonya Xi berdiri, ketika seorang dokter yang merawat Luhan datang menghampiri mereka.

" Ada apa Uisanim?"

Wajah Nyonya Xi menjadi tegang, khawatir akan terjadi sesuatu terhadap puteranya. Chanyeol menggumamkan kata-kata menenangkan, Tidak apa-apa, semua akan baik-baik saja.

" Ini tentang permintaan Luhan-ssi, yang akan mendonorkan jantungnya, aku perlu tanda tangan kedua orang tuanya." Wajah Nyonya Xi melembut, lalu mengangguk lemah seraya mengikuti langkah dokter untuk ke ruangannya, bahkan tak ada kekecewaan di baliknya. Namun perkataan dokter tadi bagaikan menampar Chanyeol tepat di batinnya.

Apa barusan ia salah dengar? Untuk apa donor jantung itu? bukankah hanya kakinya yang diangkat?

" Mama.. ada apa sebenarnya?" Chanyeol menahan tangan Nyonya Xi yang perlahan meninggalkannya.

" Tidak ada apa-apa Chanyeol-ah, semua akan baik-baik saja. Kau masih memegang janjimu, kan? Tolong doakan yang terbaik bagi semuanya. Aku pergi dulu. Terima kasih untuk semuanya."

Dan itulah terakhir kali Chanyeol melihat senyum hangat seorang malaikat  yang terlihat begitu tegar di balik tubuh mungilnya. Seorang ibu yang berusaha tetap bersikap kuat di hadapan semua orang. Chanyeol menatap pilu punggung Nyonya Xi yang perlahan menjauh dan menghilang di ujung koridor rumah sakit.

End of flashback...

.

.

"Sunbae?... "

Suara serak Jongin membawanya kembali pada kesadarannya. Chanyeol menatap dalam wajah Jongin yang kacau balau. Hidung dan matanya memerah akibat menangis, tubuhnya masih beringsut di tanah tepat di hadapan Chanyeol yang juga ikut terduduk karena menenangkan Jongin tadi. Dalam hati Chanyeol menggerutu. Apa yang harus ia lakukan? ia sudah terlalu jauh berbicara dengannya. Tidak. Ia tidak akan mengatakannya. Ia sudah berjanji pada malaikatnya, tapi, bagaimana dengan Jongin. Ia begitu terlihat tersiksa.

" Kau melamun lagi? ... "

" Ya? Jongin-ah? Aku tidak-- "

" Kau tahu tentang pendonoran itu kan? Katakan?!"

" Tidak. Aku tidak tahu."

Chanyeol menjawabnya dengan cepat. Ia takut akan menyerah lagi dengan keadaan Jongin yang seperti ini. Ia tak mau semakin jauh membawa Jongin larut dalam kesedihan.

" Kau pasti tahu! Kau berbohong.. kau pasti tahu! Katakan!!" Jongin mengguncang kasar bahu Chanyeol. Dia sudah benar-benar tak tahan dengan setiap kebohongan yang semua orang tutupi. Dia muak dengan semua yang sudah ia alami. Ia hanya ingin tahu kemana jantung Lulu-nya didonorkan, siapa orang yang sudah terisi oleh setengan jiwanya Lulu, dimana jantung pencintanya itu berdetak. Demi Tuhan ia hanya ingin tahu.

" Maaf Jongin-ah. Aku benar-benar tidak tahu. Sebaiknya kau pulang, ini sudah larut."

Chanyeol lalu bangkit berdiri membersihkan debu yang mengotori celananya, kemudian meninggalkan Jongin yang masih terpaku lemas menatap kepergiannya.


 

Senin pagi, seperti biasa, kelas akan di mulai pukul sepuluh. Jalan panjang di samping taman sekolah Saint Maria sudah ramai dengan murid-murid yang berdatangan. Sebagian murid memang memilih menghabiskan akhir pekan di rumah masing-masing, tapi ada juga yang menetap di asrama, kebanyakan mereka dari luar kota. Seperti halnya Tao yang memang sengaja datang dari Qingdao, China, ia sering menetap di asrama ketika akhir pekan, sesekali ia menginap di rumah Baekhyun. Namun, akhir pekan kali ini berbeda, Tao menghabiskan akhir pekan bersama anggota The Beast lainnya. Semenjak Battle Dance yang ia ikuti, Tao resmi menjdi anggota baru The Beast, tentunya bersama dengan Kris juga.

Pagi ini, sekitar pukul delapan, Tao, Yixing, Kyungsoo, dan Sehun berangkat bersama ke asrama.  Yixing diantar Junmyun pada Minggu pagi ke Dorm The Beast, jadi mereka menghabiskan sepanjang hari Minggu untuk sekedar menemukan gerakan atau lagu baru untuk Battle selanjutnya. Tuan muda Kim itu bahkan menunggui Yixing selama hari Sabtu di asrama, sementara Baekhyun menghabiskan akhir pekan di rumahnya. Baekhyun bisa saja juga ikut menginap di asrama, namun ada sejumlah les yang harus ia ikuti selama hari Sabtu.

Pagi ini, mereka terlihat ceria dan bersemangat. Sesekali Tao dan Sehun berbagi cerita lucu yang membuat pipi Kyungsoo merona karena terlalu banyak tertawa. Ketika Tao salah mengucapkan pelafalan Bahasa Koreanya, Sehunlah yang pertama kali akan tertawa terpingkal-pingkal, sedangkan Kyungsoo dengan senang hati membenarkan kata-katanya. Menyadari Sehun masih tertawa, Tao akan segera mendaratkan kepalan tangannya di kepala Sehun sambil bergumam dengan bahasa mandarin, kelakuan mereka membuat Yixing dan Kyungsoo menahan sakit perut karena terus-menerus dibuat tertawa oleh dua manusia itu.

Mereka berpisah di koridor, lalu bergegas ke kamar asrama masing-masing. Yixing dengan sengaja mengantar Kyungsoo hingga ke depan kamar asramanya. Mereka berbagi obrolan ringan mengenai Battle selanjutnya.

" Sampai jumpa saat makan siang nanti, aku pergi ya." Yixing melambai kepada Kyungsoo sambil berlari kecil lalu hilang di persimpangan koridor.

Kyungsoo tersenyum lalu juga ikut melambaikan tangannya ke arah Yixing hingga ia benar-benar menghilang dari pandangannya. Kyungsoo menarik napas lega. Akhirnya, ia kembali ke asrama. Ia menatap papan nama di pintu kamarnya. Di situ ada namanya, dan nama Jongin.

" Kim Jongin...." Kyungsoo mengejanya.

Sejenak ia teringat perdebatan kecil antara Yixing dan Jongin di hari setelah Yixing menghilang. Dimana Yixing memohon agar Jongin kembali kepada The Beast, namun Jongin malah pergi meninggalkan ruangan itu tanpa sepatah katapun.

Tanpa Kyungsoo pungkiri, ia memang sangat merindukan Jongin. Entah perasaan itu berasal dari mana, tapi semenjak Jongin menggenggam tangannya dan membawanya berlari untuk mencari Yixing, ia jadi merindukan genggaman tangan Jongin lagi. Telapak tangannya yang besar dan hangat seperti sudah ia rasakan sebelumnya, tapi dimana? Ia juga mengingat kata-kata Jongin yang seakan-akan ingin selalu melindunginya.

'Jangan jauh dariku... '

Membayangkan kejadian di hari Jum'at itu, membuat Kyungsoo kembali merona.

" Ahh.. sudahlah!" Rutuknya sambil menepuk kepalanya sendiri.

Dengan ceria ia membuka pintu kamarnya, " Aku pulang... "

" Kemana yang kau maksud dengan pulang?! "

Kyungsoo tersentak mendengar suara itu. Ini suara seseorang yang sudah lama sekali ia rindukan. Jenis suara lelaki yang cukup dewasa dan terdengar sangat apik di telinga Kyungsoo. Mata bulatnya berbinar ketika menemukan sosok namja tampan dengan sebuah kacamata yang bertengger manis di hidungnya yang mancung, badan tegapnya berbalut kemeja berwarna hijau toska lembut yang dipadupadankan dengan blazer hitam dengan garis hijau di kerahnya. Kyungsoo masih terpaku di tempatnya, sementara namja itu tersenyum lalu berjalan ke tempat Kyungsoo terdiam.

" Kau tak merindukanku?  Hey.. kau bertambah besar Kyungie."

Namja itu menepuk lembut pipi tembam Kyungsoo, namja itu masih tersenyum  sambil lalu merentangkan tangannya.

" Kau tak mau memelukku.."

Kyungsoo yang masih terpana dengan kedatangan namja itu seperti baru tersadar dari mimpi, dengan cepat ia melangkah lalu menghambur dalam pelukan namja tersebut. Tanpa sadar, Kyungsoo menitikkan airmata ada rasa haru dan kerinduan yang teramat sangat pada sosok yang sedang mendekapnya sekarang. Bahunya berguncang pelan, sementara namja yang memeluk Kyungsoo menepuk lembut punggung Kyungsoo sambil lalu mengecup pucuk kepalanya.

" Ssstt, uljimayo Kyungie.. Hyung disini, hyung tak akan meninggalkanmu lagi..." Namja itu berbisik pelan lalu mengeratkan pelukannya pada Kyungsoo. Sementara Kyungsoo masih sesegukan sambil bergumam.

" Hyung.. aku hidup. Aku tetap hidup... "

Kyuhyun terdiam mendengar racauan Kyungsoo yang berada di pelukannya.


.

.

.

" Kau harus ikut pulang denganku Kyungie.. Kau tak perlu tinggal di asrama seperti ini. Aku akan segera tamat untuk MBA, dan menetap di sini. Aku akan berada bersamamu setiap saat, jadi... kau tak perlu tinggal di sini lagi."

Kyuhyun berkata dengan sangat hati-hati dan terkesan sedikit memaksa. Sebenarnya ia tak ingin merusak kebahagiaan adiknya pada saat masa remajanya, namun ini semua ia lakukan demi kebaikan adiknya sendiri. Ia tak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada Kyungsoo lagi. Cukup dengan sakit jantung bawaan sejak ia kecil.

Bagaimanapun, Kyungsoo harus pulang dengannya.

" Aku tidak bisa hyung, mianhaeyo... "

Kyungsoo berucap lirih, ia tertunduk lemah di depan Kyuhyun. Kini mereka hanya berdua di dalam kamar asrama Kyungsoo, entah mengapa Jongin belum datang, padahal saat ini sudah hampir pukul sembilan.

" Kyungie, dengarkan aku.. Aku hanya tak ingin sesuatu yang buruk terjadi padamu--"

" Aku baik-baik saja, tak perlu khawatir."

" Tidak. Kau tidak baik-baik saja."

" Hyung, sudahlah, aku sudah hampir 17 tahun, aku sudah sehat. Bahkan aku sudah bisa main drum dan menari lagi."

Mata Kyungsoo berbinat ketika mengatakannya, membuat Kyuhyun mendesah panjang. Ia paling tidak bisa menatap Kyungsoo yang seceria ini. Sebenarnya, Kyungsoo yang seperti ini yang ia harapkan. Muda, Ceria, Berprestasi, dan punya cita-cita yang panjang. Tapi belakangan, kebiasaan Kyungsoo yang susah diterima oleh Kyuhyun. Terutama, datang ke klub untuk menari bersama para penari jalanan.

" Kyungie.. Kau harus tetap pulang. Aku akan menyiapkan keperluan untuk kepindahanmu."

' Pindah?'

" Pindah? apa maksudmu hyung?"

" Aku akan mencarikan sekolah seni yang baru untukmu. Yang tanpa asrama."

" Hyung? apa kau mabuk? sepagi ini kau minum?"

" Aku tidak sedang bercanda Kyung, jadi bersiaplah. Aku akan bicara pada Seohyun."

" Hyung? apa kau mau merusak kebahagiaanku? apa kau pulang hanya umtuk memisahkanku dari teman-teman baruku? dunia baruku? Hyung, kau... jinjja?!"

Kyungsoo berdecak sebal. Harus ia akui, hyung-nya memang sangat menyayanginya, namun sikap yang satu ini baru ia temui sekarang. Kyuhyun masih mendikte Kyungsoo dengan tatapan yang sulit dijelaskan.

" Hyung.. aku punya sahabat yang mimpinya aku ambil. Bukan! Hidupnya.. bahkan aku mengambil semua kehidupannya, bahkan aku pun belum pernah melihat wajahnya, aku tak pernah mendengar suaranya... Dan, kau tahu, semuanya ada di asrama ini, aku akan mengabulkan keinginan terakhirnya. Apa kau tak mengerti?"

Kyuhyun tercengang mendengar penuturan dingin namun penuh makna dari Kyungsoo,  baru kali ini Kyungsoo terlihat penuh emosi. Ada setetes perih di mata bulatnya yang berbinar, Kyuhyun ingin sekali mengecup mata bulat itu lalu meredakan perihnya.

" Hyung, ada seseorang yang mimpinya tertunda karena aku. Dan, sekarang aku ingin melihatnya menari lagi. Aku akan membuatnya menari lagi, apapun akan ku lakukan apa kau tak mengerti?"

" Kyungsoo, dengar?! "

" Tidak?!! Hyung yang harus mendengarkanku!"

Kali ini Kyungsoo berdiri, emosinya telah naik hingga ke puncak teratas kepalanya. Demi Tuhan,ia tak akan meninggalkan semuanya di sini. Mimpi Luhan, ambisi Jongin, cinta mereka, semuanya. Ia menatap dalam-dalam Kyuhyun yang juga menahan emosinya. Kyungsoo memegang dada sebelah kirinya, lalu meremas kaus yang membalut dada kirinya tersebut.

" Di sini! Seseorang sudah memberiku kehidupan di sini!"

" Demi Tuhan Soo! jangan naif, itu hanya sebuah jantung yang kebetulan kau beruntung mendapatkannya dari pemuda yang kurang beruntung itu."

" Hyung!!! Aku-- aku orang yang kurang beruntung itu! Dan dia! Xi Luhan, dia pemuda yang paling beruntung di dunia karena memiliki sabahat-sahabat yang menyayanginya, keluarga yang menghargainya, juga kekasih yang sangat mencintainya. Aku-- adalah pemuda kurang beruntung, yang kemudian ditemui Luhan, malaikat tanpa sayanp yang dengan seluruh keluhuran hatinya memberikanku kehidupan kedua Dan aku sudah berjanji akan membuat Jongin menari lagi."

Nafas Kyungsoo tersengal, wajahnya merah padam hingga ke batas rambut dan telinga. Sekuat hati ia tidak ingin menangis, namun airmatanya terus meluncur di pipi tembamnya setiap kali ia menjelaskan, betapa harus ia di sini. Untuk Luhan, dan mungkin juga... untuk Jongin.

" Jongin... apa pemuda itu sudah tahu?"

Nafas Kyungsoo tertahan. Astaga! Ia tak seharusnya menyebut nama Jongin.

" J-jongin??"

Kini suaranya terdengar sangat gugup.

" Apa dia sudah tahu?"

" Sejauh ini. Tidak."

Kyuhyun menghela napas berat. Walaupun otaknya dapat menerima alasan naif Kyungsoo, namun hatinya masih berat untuk membiarkan Kyungsoo berada di sini. Ada perasaan lain yang ia rasakan ketika Kyungsoo menyebut nama Jongin. Mungkinkah...

" Kau mencintainya?"

Kyungsoo terhenyak mendengar penuturan tiba-tiba dari Kyuhyun.

" C-cinta? S-siapa? Apa maksud hyung?"

" Oeh. Kau sudah jatuh cinta dengannya rupanya?"

" Hyung?! hentikan! aku tidak--"

" Kau jatuh cinta. Itu kesimpulanku."

" Hyung... jebal!"

Jatuh cinta? dengan siapa?!

Kyungsoo kembali terduduk di samping Kyuhyun. Ia benci untuk mengakui perasaannya terhadap Jongin. Ia tak ingin dianggap mengambil kesempatan dalam kesempitan. Tak mungkin iamengumbar perasaannya yang sedang berbunga-bunga di atas kebingungan Jongin tentang fakta 'mengapa Luhan meninggal'

" Kyungie.. kau tak harus mengobarkan masa remajamu untuk ini." Kali ini Kyuhyun berucap sangat lembut sambil menangkup dua pipi tembam Kyungsoo yang masih memerah padam, mata bulatnya semakin bengkak dan masih ada tetes-tetes perih di dalamnya.

" Tapi hyung, Luhan sudah mengobarkan seluruh hidupnya untukku."

Kyungsoo benar.

" Aku hanya ingin Luhan juga merasa bahagia di sana, dengan membuat Jongin bisa menari lagi."

Itu juga benar.

" Tapi aku takut hyung--"

Apa lagi yang kau takutkan?

" Eung.. " Kyuhyun merespon dengan dengungan.

" Aku-- aku takut jika aku benar-benar mencintai Jongin..."

Tapi.. mengapa?

" Aku tidak mau merampas cinta Luhan, aku tidak mau memanfaatkan keadaan, aku tidak mau membuat Jongin muak kepadaku..."

Tidak!

Kyungsoo menghambur ke dalam pelukan Kyuhyun, sementara Kyuhyun hanya taat mendengarkan semua penuturan adiknya. Ini lebih rumit dari pada memecahkan kolom Sudoku sembilan digit.

" ... Setelah apa yang aku lakukan, apa masih pantas aku mendapatkan cintanya? hyung? Perasaan ini begitu benar, namun juga begitu salah."

Kyungsoo...

Kyuhyun tidak merespon apapun, ia hanya mengeratkan pelukannya, sesekali mengusap lembut punggung Kyungsoo. Ini oertama kali ia mendengar penuturan cinta dari adiknya. Ada perasaan haru dalam hati Kyuhyun, ia berpikir bahwa sekarang dunia Kyungsoo sudah berwarna kembali, tidak seperti dulu yang hanya ada putih di dalamnya.

.

.

 

Tanpa mereka sadari di balik pintu asarama, ada sepasang telinga yang mendengarkan perakapan mereka, dengan sepasang mata yang menitikkan pilu, bibir penuh yang menahan erangan serta umpatan, dan sepasang tangan yang menggenggam erat tali tas punggung yang ia gunakan. Namja itu tidak sengaja mendengarkannya, dan kini ia menyesal telah mendengarnya hari ini.

' Kyungsoo.. mengapa kau orangnya? '


 

Kicauan Author :

MAAF.. MAAF.. MAAF..

Ini telat banget buat update ya? aku stuck beberapa minggu untuk ini. Sekali lagi aku minta maaf buat cerita yang makin pasaran dan cheesy buat di baca. Maaf juga buat bahasa yang kaku, gak komunikatif, dan typo yang bertebaran di mana-mana.

Aku sangat-sangat berterima kasih buat yang udah nunggu ff *padahal gak ada* :p ini udah mau mendekati akhir sih ya, masih ada tiga ff lagi yang mau kerjain, jadi maaf rada ngebut juga. Dan di sini ada spesial Chanyeol-Kai, aku terinspirasi setelah nonton EXO SHOWTIME, Chanyeol yang

Chingudeul? wanna leave a comment? kita tuker pikiran di kolom komen yuk. Kritik/saran yang ngebangun sangat-sangat-sangat di terima di sini...

aku gak bisa berkata-kata lagi,

At last...

Saranghaja!

-Pansy-

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
Pandananaa
Bab 7 Updated chingudeul :3

Comments

You must be logged in to comment
Cungils #1
Chapter 8: Wahai authornim mana lanjutannya???
Caramel9395 #2
i'm still waiting for this, really
aizahputri #3
Chapter 8: HUWEEEEE akhirnya jongin buka hati buat kyungie yg polos. Ditunggu kelanjutannya ya authornim! Love bgt sama ini ff
lulubaekkie
#4
Chapter 8: kaaaa! serius aku suka banget ficnya!! kenapa ka kenapaaa? setiap chapter pasti aku selalu nangis;;;; super daebak ffnya! lanjut ya ka, hwaiting^^
Galaxy_Lilo #5
Chapter 7: Kereeennn.... Cepetan dilanjut ya..
Udh gak sabar pengen baca kelanjutannya.. Hihihi
parkcy_
#6
Chapter 7: Ahh akhirnya lanjutt!! >< gak sabar buat selanjutnya ;uuu;
hyoki407 #7
Chapter 7: yaaa tbc hueee lanjut ne dear ㅠ.ㅠ akirnyaaaaaa <3
ajengcho #8
Chapter 7: cute bgt first meetingnya luhan sm jongin.
itu kata terakhirnya nyesek bgt, "lagi?"
Caramel9395 #9
Chapter 7: ahhhhh i don't know what must i say,
jongin~a i hope u will see dyo as him and not as luhan :)
author-nim aku senang sekali ffnya ini diupdate ><
keep update again yeyyyy ^^/