I am sorry

Don't Say Goodbye

 

18 Juli 2009

 

Ring...ring...ring

 

Yoonjo meraih jam alarmnya. Jarum jam menunjukan jam 6 pagi. Yoonjo segera bangkit dan berfikir apa yang membuatnya memasang alarm sepagi ini. Apalagi ini adalah hari minggu. Dia mencoba mencari tahu di sekitar kamarnya—mungkin ada yang bisa membuatnya kembali ingat. Pandangannya terhenti pada sebuah bingkisan kado.

 

“Astaga! Bagaimana aku bisa lupa?!” Yoonjo segera berlari ke kamar mandi setelah mengingat apa yang akan dia lakukan hari ini.

 

Beberapa saat kemudian, Yoonjo keluar dari kamar mandi. Dia mengganti bajunya lalu bergegas meraih kado di mejanya dan dengan semangat ia melangkahkan kakinya menuju rumah Taemin yang berjarak sekitar 3 Km dari rumahnya.

 

Saat ia telah sampai di depan rumah Lee Taemin, langkahnya melambat dan senyumnya mulai memudar. Perlahan ia berjalan menghampiri Taemin yang berdiri dengan tampang datar dan koper di sampingnya.

 

“Taemin-yah. Kau mau kemana?” tanya Yoonjo, menyembunyikan kadonya di belakang punggungnya. Taemin terdiam tertunduk. Lalu akhirnya dengan nada dingin ia menjawab, “Aku mau pergi.”

 

“Kenapa? Kau mau kemana?”

 

Taemin menatap Yoonjo tajam. “Itu bukan urusanmu.” Jawab Taemin dengan dingin lalu melangkahkan kakinya untuk pergi meninggalkan Yoonjo. Yoonjo menatap Taemin dari belakang penuh kesedihan.

 

“Tunggu!!” sergah Yoonjo, dan Taemin menghentikan langkahnya. “Maafkan aku. Aku harus pergi. Lupakan saja aku. Kita tak akan bertemu lagi. Selamat tinggal, Yoonjo-ssi” Ujar Lee Taemin dengan dingin.

 

“Tapi kenapa? Kenapa begitu? Aku mohon jangan pergi. Aku mohon jangan katakan itu. Aku mohon....jangan pergi.” Yoonjo memohon. matanya sudah basah terbanjiri air mata saat ini.

 

“Maaf.” Taemin terus melangkahkan kakinya menjauhi Yoonjo. Langkahnya terasa berat. Matanya sudah berlinang air mata. Langkahnya terasa berat. Seakan ia tak sanggup meninggalkan Yoonjo. Tapi dia benar-benar harus pergi. Atau kalau tidak, perasaannya pada Yoonjo akan semakin besar. Dia tak ingin Yoonjo tau perasaannya yang sebenarnya. Karna mereka sudah saling berjanji; Tak akan ada cinta di hubungan mereka—sebelum mereka tau bahwa mereka akan saling mencintai.

 

Chagaun neoui hanmadiga nal ju jeo an jeoji

Sesang muneojil deu muneojin deu oh~ nunmulman nunmulman

Jigeum sungani gamyeon I sungani jinamyeon

Yeong-yeong urin ibyeorinde

Saranghae jugdorok saranghan nal

Nal beolriji marajwoyo

 

 

Yoonjo terus menangis. Dia tertunduk lemah. Lututnya terasa lemas. Kepalanya terasa sakit. Hatinya pun terasa sangat sakit. Dia bahkan belum sempat mengucapkan selamat ulang tahun dan memberikan kadonya pada Lee Taemin. Dia terus terisak—sangat lama.

 

Oneulbam geu malmaneun marayo

Wae nal beorigo ganayo

Na maeumi apa gaseumi apa

Nunmul cha ollayo

Ajigeun annyeong urin andwaeyo

Neon geu ibeul deo yeoljima

Annyeongirago naege malhajima

 


 

 

18 Juli 2009,

Kenapa? Kenapa kau harus pergi, Lee Taemin? Kenapa kau meninggalkanku sendiri?

Hatiku sakit.. Dadaku sakit, Lee Taemin...

Aku mohon jangan katakan selamat tinggal...

Aku mohon...agar kau kembali...

Aku mencintaimu sampai mati, Lee Taemin...

 

Tangis Lee Taemin semakin deras. Dia sangat menyesal. Dia menyesal atas kejadian waktu itu. Seharusnya ia tidak pergi. Seharusnya dia katakan saja yang sejujurnya pada Yoonjo. Seharusnya dia mengatakan perasaannya yang sebenarnya pada Yoonjo. Mungkin jika dia tidak pergi, tak akan terjadi seperti ini. Misalkan dia tidak pergi, mungkin dia akan mempunyai lebih banyak waktu bersama Yoonjo. Tapi semua penyesalannya hanyalah sia-sia. Waktu tak akan terulang kembali.

 

Taemin membalik halaman berikutnya—walau sebenarnya dia merasa sudah tidak sanggup lagi untuk melanjutkannya. Tapi dia sangat ingin tau apa yang terjadi pada Yoonjo hingga bisa merenggut nyawanya.

 

Di halaman berikutnya, Yoonjo menulisnya pada tanggal 12 November 2009. Tidak seperti halaman lainnya yang ditulis pada setiap tanggal 14 dan 18.

 

12 November 2009,

Diary, maaf aku telah mencampakanmu beberapa bulan ini.

Itu bukan berarti aku sudah tidak mencintai Lee Taemin..

Tapi aku baru saja menderita..
Dadaku sangat sakit..

Aku ingin disaat seperti ini, Lee Taemin ada disini, menemaniku..

Lee Taemin-yah.. kau ada dimana? Aku rindu padamu..

Aku mencintaimu...

 

“Yoonjo...menderita sirosis hati, Taemin-yah. Sejak kau pergi, dia selalu menangis.....”

 

 


 

 

“Yoonjo-yah! Sudahlah.. jangan seperti ini. Tak ada gunanya kau menangisinya! Dia sudah pergi! ayolah... kau sudah minum banyak seminggu ini.. kita pulang ya?” bujuk Baekhyun yang tidak tega melihat adiknya. Yoonjo sudah mabuk berat. Sejak Taemin pergi seminggu yang lalu, Yoonjo selalu mabuk-mabukan dan menangis.

 

“Biarkan saja aku mati, oppa. Kau mengerti bagaimana perasaanku kan? Aku ini sangat mencintainya! Kau mengerti kan oppa?! Hiks-“ isak Yoonjo yang kembali meneguk alkohol yang ada di tangannya, namun Baekhyun segera menggambil itu dari tangannya dan menaruhnya di meja.

“Aku tak mau membiarkanmu menderita karna dia, Yoonjo-yah! Kau itu adikku satu-satunya! Aku akan membawamu pulang sekarang. Ayo cepat kita pulang.” Ujar Baekhyun mencoba mengangkat Yoonjo untuk pulang. Namun Yoonjo meronta.

 

“Argh! Oppa! Sudah ku bilang aku tak mau! Berhenti mengkhawatirkanku, oppa!! Hiks- aku...aku hanya...membutuhkan Taemin, oppa.” Isak Yoonjo dengan terbata-bata.”

 

 


 

 

“Dia tak pernah mabuk sebelumnya. Tapi sejak kau pergi, dia selalu mabuk berat dan matanya bengkak. 2 bulan kemudian...aku menemukannya tergeletak di pinggir jalan....”

 

 


 

 

Baekhyun tampak mengemudikan mobilnya dengan sangat kebingungan. Dia mengedarkan pandangannya kemana saja—untuk mencari adiknya yang belum juga pulang. Terlihat seorang gadis yang sedang mabuk jatuh dipinggir trotoar. Baekhyun menajamkan pengelihatannya untuk memperjelas pandangannya—siapa yang tergeletak di pinggir trotoar itu.

 

“Bukankah itu...Yoonjo?! astaga!” Baekhyun segera menghampiri gadis itu saat tau bahwa itu adalah adiknya. Dia terlihat sangat ketakutan.

 

“Yoonjo? Yoonjo-yah! Saengie! Kau kenapa? Astaga... bagaimana bisa seperti ini?!” Baekhyun segera mengangkat Yoonjo ke mobilnya dan membawanya ke rumah sakit terdekat. Dia benar-benar sangat takut.

 

 


 

 

“Aku...aku sangat takut. Dia di rawat di rumah sakit 1 bulan karna kondisinya yang sangat lemah. Aku menyesal saat tau bahwa dia menderita sirosis hati.” Jelas Baekhyun dengan menangis. Dia merindukan adiknya. Adiknya satu-satunya. Adiknya yang sangat dia sayang.

 

Mendengar penjelasan Baekhyun, Taemin semakin menangis. Air matanya menetes membasahi buku harian Yoonjo yang ada di tangannya. Dia sangat menyesal. Andaikan ia bisa mengulang waktu dan kembali ke masa itu, dia ingin menjaga Yoonjo.

 

Baekhyun mengusap pundak Lee Taemin bermaksud untuk menenangkannya. Dia tau Taemin menyesal. Dia yakin dengan melihat air mata Taemin.

 

Taemin semakin tak kuat untuk terus membacanya. Tapi selalu saja dia masih penasaran apa yang selanjutnya terjadi. Dia memutuskan untuk melanjutkan ke halaman berikutnya.

 

27 November 2009,

Ya Tuhan... kenapa rasanya begitu sakit?

Kenapa ini harus terjadi padaku?

Sebelum kau mengambil nyawaku, aku harap aku masih bisa melihat Lee Taemin.

Jika aku masih kau ijinkan untuk melihatnya...

Walaupun untuk terakhir kalinya...

Aku sangat merindukanmu, Lee Taemin-yah..

Aku mencintaimu sampai mati..

 

 


 

 

Di ruang berdinding putih—semuanya serba putih. Dengan beberapa peralatan medis di dekatnya dan jarum infus yang menancap di pembuluh darahnya.

 

Yoonjo sudah tau pasti bahwa dia sekarang sedang berada di rumah sakit. Sakitnya semakin parah dan semakin menyakitkannya. Dia terbaring lemah tak berdaya merasakan kesakitannya. Yoonjo terus merintih. Dia terus menyebut nama Lee Taemin. Tentu saja, satu-satunya orang yang sangat ingin ia temui untuk terakhir kalinya sebelum dia pergi dari dunia ini dan tak akan pernah bisa melihat senyuman Lee taemin lagi. Dalam otak Yoonjo terus terputar kenangan-kenangan bersama Taemin. Wajah tampannya, senyumannya, permainan pianonya, suaranya...dia sangat rindu semua itu. Tapi entah kenapa, semakin lama, ia semakin tak yakin dia dapat melihat Taemin lagi.

 

Keluarga dan sahabatnya ikut merasakan kesedihan yang dialami Yoonjo. Yoonjo sudah pingsan lebih dari 5 kali dalam seharian ini. Baekhyun terus menangis bersedih melihat adiknya.

 

~

 

Yoonjo mencoba meraih buku hariannya di meja sebelah kanannya perlahan. Dia meminta tolong pada perawat agar meminjamkannya pulpen. Dia sudah mendapatkannya.

 

Sebelum dia menulis pada buku hariannya, dia mengambil sesuatu yang juga ada di mejanya. Sesuatu—yang ingin dia berikan pada Taemin waktu itu. Lalu dia memanggil Baekhyun.

 

“Oppa?”

“Iya.. aku disini. Apa kau mau aku mengambilkan air minum untukmu?”

“Tidak, oppa. Aku...hanya ingin meminta tolong padamu.” Ujar Yoonjo lalu menunjukan benda yang ada di tangannya.

“Apa itu?” Tanya Baekhyun.

“Aku minta padamu...saat aku sudah tiada... Saat Taemin kembali ke Korea tapi aku telah tiada....aku ingin..kau memberikan ini di hari ulang tahunnya. Kau mau menolongku, kan, oppa?” Pinta Yoonjo pada Baekhyun. Baekhyun tersenyum lalu mengangguk dan mengambil benda itu.

 

“Baik. Aku akan melakukan apa yang kau minta, sayang.”

 

Yoonjo tersenyum, “terimakasih, oppa. Aku menyayangimu.”

 

“Aku juga menyayangimu.”

 

Kemudian Yoonjo mulai menuliskan pada buku hariannya.

 

1 desember 2009...

 

 


 

 

Taemin membuka halaman berikutnya. Halaman terakhir dalam buku harian Yoonjo. Tapi sebelum Taemin membacanya....

 

“Taemin-yah.” Panggil Baekhyun. “Tunggu.” Lalu Baekhyun mengeluarkan sesuatu dari tasnya dan memberikannya pada taemin. “Ini..”

 

“Apa ini, hyung?” Tanya Taemin.

 

“Ini adalah kado yang ingin Yoonjo berikan padamu saat itu. Tapi kau meninggalkannya. Jadi dia tidak bisa memberikan ini padamu. Dia menyuruhku untuk memberikan ini padamu. Sekarang ulang tahunmu kan? Aku mewakili Yoonjo, selamat ulang tahun, Lee Taemin-ssi.” Ujar Baekhyun panjang lebar.

 

Air mata Taemin kembali mengalir deras. Dia benar-benar menyesal telah pergi meninggalkan Yoonjo waktu itu. Ternyata Yoonjo datang ke rumahnya untuk memberikan itu pada Taemin—tapi dia malah pergi meninggalkannya.

 

Taemin menerima kado itu dari tangan Baekhyun.

 

“Itu adalah dua buah cangkir. Dia sebenarnya ingin cangkir itu menjadi cangkir pasangan untuk kalian berdua. Walaupun hanya sebagai sepasang sahabat. Dia membuat sendiri cangkir itu. Dia membuatnya...saat kami datang ke tempat pembuatan keramik.....”

 

 


 

 

“kau ingin memesan apa, Yoonjo-yah?” Tanya Baekhyun pada Yoonjo saat mereka datang ke tempat pembuatan keramik.

 

“Aku tidak ingin memesan, oppa. Aku ingin mencoba membuatnya sendiri. Hehehe. Boleh kan?” Yoonjo bertanya pada pemilik pabrik itu, dan pemiliknya memperbolehkannya.

 

“Memang kau ingin membuat apa, adikku sayang?” tanya Baekhyun dengan tersenyum.

 

“Aku ingin...membuat dua buah cangkir untuk aku dan taemin. Kekeke-“

 

 


 

 

“....dia baru pertama kali belajar membuatnya, tapi hasilnya sangat indah. Jadi...aku harap...kau menjaga baik-baik cangkir-cangkir itu.”

 

“Aku akan menjaganya, hyung. Aku berjanji.”

 

Mereka tersenyum. Tapi Taemin tersenyum dengan berlinang air mata.

 

Lalu dia membaca halaman terakhir buku harian Yoonjo. Dia menangis semakin deras saat membacanya. Seperti hatinya telah tersayat pedang yang tajam.

 

Ibyeoti mwonji naneun mollayo

Geunyang seoreobgo seoreowo

Na sayeoni manha chueogi manha

Gaseum jji jeojyeoyo

Oneulbam geu malmaneun marayo

Wae nal beorigo ganayo

Na maeumi apa gaseumi apa

Nunmul cha ollayo

Ajigeun annyeong urin andwaeyo

Neon geu ibeul deo yeoljima

Annyeongirago naege malhajima

Jigeum sungani gamyeon I sungani jinamyeon

Yeong-yeong urin ibyeorinde

Saranghae jugdorok saranghan nal

Nal beolriji marajwoyo

 

 

 


 

 

 

1 Desember 2009,

Tulisanku kini semakin memburuk. Ya Tuhan... Apakah kau akan mengambil nyawaku sebentar lagi?

Lee Taemin, mungkin hidupku sudah tak lama lagi.

Mungkin Tuhan tak mengijinkanku untuk bertemu denganmu lagi.

Lee taemin-yah, rasanya benar-benar sakit...

Aku merasakannya... aku merasakan...bahwa aku akan pergi sebentar lagi..

Jadi, jangan khawatir. Aku tak akan muncul di matamu lagi dan aku tak akan mengganggumu lagi.

Aku akan pergi selamanya..

Bodoh. Aku benar-benar bodoh.

Untuk apa aku menulis ini untukmu? Padahal aku tau, kau pasti tak akan membacanya.

Mungkin kau sudah melupakanku. Atau mungkin kau sudah bertemu penggantiku yang akan selalu menemanimu disana.

Aku mengerti... Tapi satu hal yang perlu kau tau.

Aku mencintaimu, Lee Taemin. Sampai mati.

 

 



The End

 

Author note :

This is my debut fanfiction here. I hope you likes it!
Read then Review please... ^^

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
exobeak #1
nice story ..